Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 9687 | 23 Dec 2024
Klinis : Seorang laki-laki. pensiunan PNS berusia 69 tahun, dengan riwayat diabetes tipe 15 tahun. Sebelum terdiagnosis DM di tahun 2008, pasien menunjukkan gejala hiperglikemia selama 2 tahun sebelum diagnosis yaitu sering kencing, sering minum, dan sering lapar. Pasien juga memiliki riwayat obesitas sejak remaja, dengan BB mencapai 112 Kg TB 170 cm. Namun berat badan berangsur turun hingga saat ini pasien memiliki BB 92 kg. Namun satu tahun terakhir pasien mulai merasakan nyeri pada kedua kaki. Pasien telah mulai menggunakan glyburide (diabeta), 2,5 mg setiap pagi, tetapi telah berhenti mengambilnya karena muncul gejala pusing, sering disertai dengan berkeringat dan perasaan agitasi ringan pada sore hari. Pasien juga mendapat terapi torvastatin (lipitor), 10 mg setiap hari sebagai terapi hiperkolesterolemia (peningkatan kolesterol LDL, kolesterol HDL rendah, dan trigliserida yang meningkat). Pasien telah mentolerir obat ini dan mematuhi jadwal harian. Selama 6 bulan terakhir, pasien juga mendapatkan obat Chromium Picolinate, Gymnema Sylvestre, dan elixir pankreas dalam upaya untuk meningkatkan kontrol diabetesnya. Pasien menghentikan suplemen ini ketika pasien merasakan hasil yang positif. Pasien tinggal bersama istrinya selama 48 tahun dan memiliki dua anak yang sudah menikah. Meskipun ibu dan ayahnya menderita diabetes tipe 2, pasien memiliki pengetahuan yang terbatas tentang manajemen perawatan diri diabetes dan menyatakan bahwa pasien tidak mengerti mengapa pasien menderita diabetes karena pasien tidak pernah makan gula. Di masa lalu, istrinya pernah menyuruhnya mengobati diabetes dengan obat herbal dan suplemen penurunan berat badan, dan pasien sering mencari sendiri di internet obat diabetes terbaru. Riwayat kesehatan lalu pasien mengungkapkan asupan karbohidrat yang berlebihan dalam bentuk roti, mie, dan pasta. Pasien juga punya riwayat merokok kretek ½ bungkus sehari. Pasien beberapa kali pernah kontrol di puskesmas dan ketahuan hipertensi sejak 2 tahun terakhir. Pasien tidak pernah melakukan pemeriksaan kaki, namun merasa 2-3 tahun terakhir kaki sering terasa tebal, baal, dan kadang nyeri. Hasil pemeriksaan laboratorium: hemoglobin A1C (A1C) 12 %. Glukosa kapiler puasa: 216 mg/dL, Glukosa kapiler sewaktu 335 mg/dL Pemeriksaan fisik: Tekanan darah 150/70 mmHg, nadi 102 kali/menit, suhu 37,40C, frekuensi nafas 22 kali/menit. Mata: Lensa korektif, reaktif dengan cahaya dan akomodasi, tidak ada retinopati Tiroid: Tidak teraba Paru -paru: suara paru vesikuler di kedua lapang paru Jantung: frekuensi dan ritme reguler, tidak ada murmur atau gallops Penilaian Vaskular: Tidak ada bruit karotis; Femoral, Popliteal, dan Dorsalis Pedis, Pulsasi nadi 2+ Bilateral Penilaian Neurologis: sensasi pada kaki menurun, tidak ada refleks pergelangan kaki, monofilamen (5.07 Semmes-Weinstein) terasa hanya di atas pergelangan kaki.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, saya dapat menyimpulkan beberapa diagnosa keperawatan yang sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) untuk pasien ini:
1. Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah (SDKI)
- Definisi: Risiko mengalami variasi kadar glukosa darah yang melebihi batas normal.
- Faktor risiko: Riwayat diabetes tipe 2 selama 15 tahun, kontrol glukosa darah yang buruk (HbA1C 12%, glukosa puasa 216 mg/dL, glukosa sewaktu 335 mg/dL), penggunaan obat yang tidak konsisten (berhenti minum glyburide).
- SLKI: Kontrol Glukosa Darah
- SIKI: Manajemen Diabetes Melitus
2. Nyeri Kronis (SDKI)
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dijelaskan dalam istilah seperti itu (International Association for the Study of Pain).
- Karakteristik: Pasien mengeluhkan nyeri pada kedua kaki.
- SLKI: Kontrol Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri
3. Gangguan Sensori Persepsi: Neuropati (SDKI)
- Definisi: Perubahan kemampuan untuk menerima, menginterpretasikan, dan merespons stimulus sensorik.
- Karakteristik: Penurunan sensasi pada kaki, tidak ada refleks pergelangan kaki, dan hanya dapat merasakan monofilamen di atas pergelangan kaki.
- SLKI: Kemampuan Sensori Motorik
- SIKI: Manajemen Neuropati Diabetik
4. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan (SDKI)
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi, mengendalikan, dan/atau mengelola masalah kesehatan secara efektif.
- Faktor risiko: Pengetahuan yang terbatas tentang manajemen perawatan diri diabetes, riwayat pengobatan tidak konsisten (menggunakan obat herbal dan suplemen yang tidak terbukti).
- SLKI: Manajemen Diri Penyakit Kronis
- SIKI: Edukasi Manajemen Diri Diabetes Melitus
Ringkasan:
Pasien ini memiliki risiko tinggi ketidakstabilan kadar glukosa darah, nyeri kronis pada kaki, gangguan sensori persepsi terkait neuropati diabetik, serta ketidakefektifan manajemen kesehatan terkait diabetes. Intervensi keperawatan yang sesuai meliputi manajemen diabetes, kontrol nyeri, manajemen neuropati diabetik, dan edukasi manajemen diri diabetes. -
Article No. 9688 | 23 Dec 2024
Klinis : Seorang laki-laki berusia 69 tahun dengan riwayat medis fibrilasi atrium sejak 1 tahun sebelumnya disertai mual selama satu bulan, muntah, diare, nafsu makan menurun, dan penurunan berat badan 5 kg selama beberapa minggu. Selain itu, istrinya mencatat perubahan dalam status mental dan melaporkan meningkatnya kelupaan, jika mengobrol dengan pasien, pasien berbicara berputar-putar dan tidak sampai pada apa yang dimaksud. Pasien juga lebih sering tidur di siang hari. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit tiroid begitu pula keluarganya keluarga. Terapi yang diapatkan pasien sejak didiagnosis hipertiroid yaitu metoprolol, lisinopril, amlodipine, furosemide, simvastatin, dan apixaban. Pada pemeriksaan fisik, pasien mengalami takikardia ringan (detak jantung di kisaran 100-110/menit), kadang-kadang ritme tidak teratur, dan tremor kasar pada tangan bilateral. Pasien tidak memiliki gondok atau kelainan pada pemeriksaan mata (eksolftalmus). Kultur tinja awal negatif sementara jumlah darah lengkap berada dalam batas normal. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan laju filtrasi glomerulus 35 mL/min/1,73 m2 (kisaran normal:> 59 ml/menit/1,73 m2) dan tingkat kreatinin 1,92 mg/dl (kisaran normal: 0,76-1,27 mg/dL), menunjukkan ginjal akut (Normal: 0,76-1,27 mg/dL). TSH (0,006 UIU/mL; kisaran normal: 0,45-4,5 UIU/mL). Level free-T4 1,57 ng/dL (kisaran normal: 0,82-1,77 ng/dL), total level T4 8,2 ug/dL (kisaran normal: 4,5 - 12,0 ug/dL), dan level free-T3 4 pg/mL (kisaran normal: 2.0-4.4 pg/ml), mengkonfirmasi hipertiroidisme subklinis. Gejala pasien disebabkan oleh infeksi gastrointestinal dan perubahan neurologis disebabkan oleh cedera ginjal akut. Karena itu, ia disarankan untuk meningkatkan hidrasi. Sementara itu, pasien melaporkan insomnia yang memburuk, penurunan berat badan tambahan, fibrilasi atrium yang memburuk dan tremor, hot flash, dan kekeringan kulit.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, saya dapat memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI untuk kondisi pasien sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Perubahan Proses Pikir Berhubungan Dengan Perubahan Status Mental
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan Dengan Anoreksia, Mual, Muntah, Diare
3. Intoleransi Aktivitas Berhubungan Dengan Keterbatasan Fisik
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Perubahan Proses Pikir Berhubungan Dengan Perubahan Status Mental
- SDKI: Perubahan Proses Pikir
- SLKI: Pemulihan Fungsi Kognitif
- SIKI: Manajemen Disfungsi Kognitif
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan Dengan Anoreksia, Mual, Muntah, Diare
- SDKI: Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
- SLKI: Pemulihan Status Nutrisi
- SIKI: Manajemen Nutrisi
3. Intoleransi Aktivitas Berhubungan Dengan Keterbatasan Fisik
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- SLKI: Pemulihan Kemampuan Aktivitas
- SIKI: Manajemen Energi
Penjelasan Singkat:
1. Perubahan Proses Pikir Berhubungan Dengan Perubahan Status Mental:
Pasien mengalami perubahan dalam status mental, seperti berbicara berputar-putar, meningkatnya kelupaan, dan sering tidur di siang hari. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi medis yang sedang dialami pasien, seperti cedera ginjal akut dan hipertiroidisme subklinis.
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan Dengan Anoreksia, Mual, Muntah, Diare:
Pasien mengalami gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare, serta penurunan berat badan. Kondisi ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi dan kebutuhan tubuh yang tidak terpenuhi.
3. Intoleransi Aktivitas Berhubungan Dengan Keterbatasan Fisik:
Pasien mengalami takikardia, ritme tidak teratur, dan tremor kasar pada tangan bilateral, yang dapat membatasi aktivitasnya. Kondisi ini dapat disebabkan oleh hipertiroidisme subklinis dan cedera ginjal akut.
Penanganan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
- Memantau dan mengevaluasi fungsi kognitif pasien
- Memberikan intervensi untuk mempertahankan dan meningkatkan status nutrisi pasien
- Memfasilitasi aktivitas yang sesuai dengan kemampuan pasien dan mendorong kemandirian -
Article No. 9689 | 23 Dec 2024
Klinis : bersihan jalan napas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Definisi:
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka.
Penyebab (Etiologi):
1. Sekresi jalan napas yang berlebihan
2. Infeksi saluran napas
3. Kerusakan neuromuskular
4. Iritasi saluran napas
Gejala dan Tanda:
1. Batuk tidak efektif
2. Suara napas abnormal (bising, mengi)
3. Sputum berlebihan
4. Sianosis
5. Dispnea
Standar Hasil (SLKI):
1. Jalan napas paten
2. Tidak ada tanda-tanda obstruksi jalan napas
3. Tidak ada suara pernapasan abnormal
4. Pasien dapat mengeluarkan sekret dengan efektif
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Pemantauan status pernapasan
2. Manajemen jalan napas
3. Manajemen sekresi
4. Fisioterapi dada
5. Edukasi perawatan pernapasan
Penjelasan Singkat:
Diagnosa keperawatan "Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif" mengacu pada ketidakmampuan pasien untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran pernapasan, sehingga mengakibatkan jalan napas tidak terbuka dengan baik. Penyebabnya dapat berupa sekresi jalan napas yang berlebihan, infeksi saluran napas, kerusakan neuromuskular, atau iritasi saluran napas.
Standar hasil yang diharapkan adalah jalan napas paten, tidak ada tanda-tanda obstruksi jalan napas, tidak ada suara pernapasan abnormal, dan pasien dapat mengeluarkan sekret dengan efektif. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemantauan status pernapasan, manajemen jalan napas, manajemen sekresi, fisioterapi dada, dan edukasi perawatan pernapasan. -
Article No. 9690 | 23 Dec 2024
Klinis : bersihan jalan napas
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai kondisi bersihan jalan napas dari perspektif seorang perawat.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi bersihan jalan napas adalah "Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif". Diagnosa ini menggambarkan ketidakmampuan pasien untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan, sehingga ventilasi dan oksigenasi yang adekuat menjadi terganggu.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, luaran yang diharapkan adalah:
1. Pasien menunjukkan jalan napas yang paten, ditandai dengan tidak ada sumbatan sekret atau benda asing di saluran napas.
2. Pasien menunjukkan pola napas yang normal, dengan frekuensi, kedalaman, dan irama yang sesuai.
3. Pasien menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat, sesuai dengan nilai normal.
4. Pasien menunjukkan tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, seperti retraksi, penggunaan otot bantu pernapasan, atau sianosis.
5. Pasien menunjukkan kemampuan untuk membersihkan saluran napas secara efektif, baik melalui batuk, suction, atau teknik lainnya.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi:
1. Pemantauan tanda-tanda vital dan status pernapasan pasien secara berkala.
2. Pengisapan (suction) sekret atau benda asing dari saluran napas, sesuai indikasi.
3. Pemberian posisi yang memfasilitasi drainase sekret, seperti posisi semi-fowler atau lateral.
4. Pemberian oksigen, sesuai dengan kebutuhan pasien.
5. Latihan batuk efektif dan teknik pernapasan untuk membantu membersihkan jalan napas.
6. Pemberian bronkodilator atau mukolitik, jika diperlukan, untuk membantu melonggarkan sekret.
7. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya menjaga kebersihan jalan napas dan teknik-teknik yang dapat dilakukan.
8. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain, seperti fisioterapi atau dokter, untuk menentukan intervensi tambahan yang diperlukan.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan tujuan luaran yang telah ditetapkan dapat tercapai, sehingga dapat meningkatkan status kesehatan pasien dan kualitas hidup. -
Article No. 9691 | 23 Dec 2024
Klinis : napas
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan kasus yang diberikan, terkait dengan kondisi "napas", maka berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis, serta kode ICD-9-CM procedure/tindakan medis jika ada:
1. Kode ICD-10:
- Kode: R06.0
- Deskripsi: Dispnea (sesak napas)
Penjelasan:
- Dispnea atau sesak napas merupakan kondisi dimana pasien mengalami kesulitan atau rasa tidak nyaman dalam bernapas.
- Kode ICD-10 R06.0 digunakan untuk mengidentifikasi kondisi ini, yang termasuk ke dalam kategori "Gejala dan tanda yang melibatkan sistem pernapasan".
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 93.90
- Deskripsi: Pemantauan respirasi, tidak diklasifikasikan di tempat lain
Penjelasan:
- Pada kasus sesak napas, pemantauan respirasi merupakan salah satu tindakan medis yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi kondisi pasien.
- Kode ICD-9-CM 93.90 digunakan untuk mengidentifikasi prosedur pemantauan respirasi yang tidak diklasifikasikan di tempat lain.
- Tindakan ini dapat meliputi pengukuran frekuensi pernapasan, penggunaan alat bantu pernapasan, atau pemantauan lainnya yang terkait dengan fungsi pernapasan pasien. -
Article No. 9692 | 23 Dec 2024
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis awal untuk pasien pria usia 45 tahun dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan, serta hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas dan lesi di paru, adalah tuberkulosis paru. Berikut kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis yang mungkin dilakukan:
1. Kode ICD-10:
- Kode: A15.0
- Deskripsi: Tuberkulosis paru, dengan pemeriksaan mikrobiologi positif.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 33.24
- Deskripsi: Bronkoskopi, diagnostik, dengan atau tanpa pengambilan biopsi.
- Kode: 87.44
- Deskripsi: Rontgen thoraks, dua atau lebih proyeksi.
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 A15.0 (Tuberkulosis paru, dengan pemeriksaan mikrobiologi positif) digunakan karena pasien memiliki gejala-gejala yang compatible dengan tuberkulosis paru, seperti batuk berdahak, demam, sesak napas, dan hasil pemeriksaan menunjukkan adanya lesi di paru.
2. Kode ICD-9-CM 33.24 (Bronkoskopi, diagnostik, dengan atau tanpa pengambilan biopsi) adalah prosedur yang mungkin dilakukan untuk mengambil sampel jaringan atau cairan dari paru untuk pemeriksaan lebih lanjut, seperti pemeriksaan mikrobiologi untuk konfirmasi diagnosis.
3. Kode ICD-9-CM 87.44 (Rontgen thoraks, dua atau lebih proyeksi) adalah tindakan radiologi yang mungkin dilakukan untuk mendeteksi lesi atau kelainan pada paru.
Catatan: Kode ICD-9-CM digunakan karena sistem ini masih digunakan di beberapa negara, termasuk Indonesia, meskipun saat ini sistem ICD-10 telah menjadi standar internasional untuk koding diagnosis. -
Article No. 9693 | 23 Dec 2024
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang Anda berikan.
Diagnosa Keperawatan (SDKI):
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan jalan napas yang bersih dan terbuka.
Faktor yang berhubungan: Peningkatan produksi sekret, keterbatasan kemampuan batuk.
2. Intoleransi aktivitas
Definisi: Ketidakmampuan untuk mentoleransi atau menyelesaikan aktivitas rutin.
Faktor yang berhubungan: Kelemahan, malnutrisi.
3. Kekurangan volume cairan
Definisi: Pengurangan cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraseluler.
Faktor yang berhubungan: Penurunan asupan makanan dan cairan.
Rencana Keperawatan (SLKI):
1. Manajemen Jalan Napas
Tujuan: Mempertahankan jalan napas yang paten.
Intervensi: Auskultasi suara napas, lakukan fisioterapi dada, berikan oksigen, edukasi penggunaan alat bantu pernapasan.
2. Manajemen Energi
Tujuan: Meningkatkan toleransi aktivitas.
Intervensi: Identifikasi faktor penyebab intoleransi aktivitas, atur aktivitas sesuai toleransi, berikan nutrisi adekuat.
3. Manajemen Cairan
Tujuan: Mempertahankan volume cairan yang adekuat.
Intervensi: Kaji status cairan, pantau asupan dan output cairan, berikan dukungan nutrisi.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Pemantauan pernapasan
2. Fisioterapi dada
3. Pemberian oksigen
4. Manajemen energi
5. Terapi nutrisi
6. Pemantauan cairan
Dalam konteks ini, pasien mengalami tuberkulosis paru yang menyebabkan ketidakefektifan bersihan jalan napas, intoleransi aktivitas, dan kekurangan volume cairan. Intervensi keperawatan yang dilakukan bertujuan untuk mempertahankan jalan napas yang paten, meningkatkan toleransi aktivitas, dan mempertahankan volume cairan yang adekuat. -
Article No. 9694 | 23 Dec 2024
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah penjelasan rinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien tersebut:
1. Diagnosa Keperawatan SDKI:
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
- Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas.
- Penyebab: Peningkatan produksi sekresi, kekuatan batuk yang tidak efektif, dan kelemahan otot-otot pernapasan.
- Tanda dan gejala: Perubahan suara napas, batuk produktif dengan dahak, sesak napas, dan takipnea.
b. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
- Definisi: Ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan pembersihan sekret atau obstruksi dari jalan napas untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka.
- Penyebab: Peningkatan produksi sekresi, kekuatan batuk yang tidak efektif, dan kelemahan otot-otot pernapasan.
- Tanda dan gejala: Perubahan suara napas, batuk produktif dengan dahak, sesak napas, dan takipnea.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
a. Bersihan Jalan Napas
- Definisi: Bebas dari sekresi atau obstruksi jalan napas.
- Kriteria hasil:
1) Menunjukkan jalan napas yang terbuka.
2) Menunjukkan batuk yang efektif.
3) Menunjukkan sekresi yang dapat dikeluarkan.
4) Menunjukkan frekuensi napas dalam rentang normal.
5) Menunjukkan suara napas normal.
b. Fungsi Pernapasan
- Definisi: Kemampuan untuk mempertahankan pertukaran gas yang adekuat.
- Kriteria hasil:
1) Menunjukkan frekuensi napas dalam rentang normal.
2) Menunjukkan kedalaman napas yang adekuat.
3) Menunjukkan saturasi oksigen dalam rentang normal.
4) Menunjukkan tidak ada tanda-tanda distres pernapasan.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
a. Manajemen Jalan Napas
- Definisi: Memfasilitasi pembebasan jalan napas dari sekresi atau obstruksi untuk mempertahankan ventilasi yang adekuat.
- Tindakan keperawatan:
1) Auskultasi suara napas.
2) Identifikasi karakteristik batuk dan sekresi.
3) Lakukan fisioterapi dada (postural drainage, vibrasi, perkusi).
4) Kolaborasi pemberian bronkodilator dan mukolitik.
5) Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi.
6) Bantu pasien dalam melakukan latihan batuk efektif.
7) Ajarkan teknik batuk dan napas dalam.
b. Manajemen Oksigenasi
- Definisi: Memfasilitasi pertukaran gas yang adekuat.
- Tindakan keperawatan:
1) Pantau status oksigenasi (saturasi oksigen, frekuensi napas).
2) Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi.
3) Kolaborasi pemberian bronkodilator dan mukolitik.
4) Bantu pasien dalam melakukan latihan pernapasan.
5) Edukasi pasien dan keluarga tentang manajemen oksigenasi.
Secara keseluruhan, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif dan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas. Luaran yang diharapkan adalah Bersihan Jalan Napas dan Fungsi Pernapasan. Intervensi keperawatan yang diperlukan adalah Manajemen Jalan Napas dan Manajemen Oksigenasi untuk memfasilitasi pembebasan jalan napas dari sekresi atau obstruksi dan mempertahankan pertukaran gas yang adekuat. -
Article No. 9695 | 23 Dec 2024
Klinis : Seorang perempuan berusia 47 tahun masuk ke rumah sakit dengan keluhan utama demam hingga 390C, batuk dan dispnea non-produktif yang telah berkembang selama satu minggu terakhir sebelum masuk RS. Pasien pernah diperiksa HIV-positif 5 tahun yang lalu. Pada saat itu jumlah limfosit CD4-nya adalah 583. Pasien lalu mendapatkan obat Zidovudin, tetapi dia berhenti mengambilnya setelah satu bulan terpai dan tidak kembali lagi ke dokter untuk tindak lanjut. Pasien lalu mengalami anoreksia dan kehilangan 30 kg selama 3 bulan terakhir. Pasien diketahui memiliki riwayat menggunakan heroin dan kokain secara intravena selama periode enam bulan 6 tahun lalu. Pasien tidak merokok atau minum, tidak memiliki Penyakit Menular Seksual di masa lalu dan tidak aktif secara seksual. Dia tidak memiliki alergi obat yang diketahui. Pemeriksaan fisik: pasien pucat, diaforetik dan dalam gangguan pernapasan akut. Suhu tubuh 38,40C, frekuensi nadi 96 x/mnt, frekuensi pernafasan 30 x/mnt, Tekanan darah 110/70 mmHg. Terlihat adanya lesi di bagian oral hadir. Pemeriksaan paru-paru mengungkapkan upaya inspirasi yang buruk dan terdengar suara nafas tambahan. Pasien juga menunjukkan takikardia tetapi tidak ada murmur. Perutnya tidak lembut, dan tidak ada pembesaran hati atau limpa. Pemeriksaan panggul adalah normal kecuali untuk kandidiasis vagina. Pemeriksaan neurologis normal. Evaluasi Laboratorium: Hb: 10.8 g/dl Leukosit: 17.500/mm3 SGOT: 43 dan SGPT: 41 Trombosit 248 sel/mm3 AGD: 7.48 (pH)/32 (PCO2)/51 (PO2)/23 (HCO3) CD4 = 235 sel/mm3; CD4% = 11 Level RNA HIV: 234.000 kopi/ml Sputum yang diinduksi: fluoresensi langsung positif untuk pneumocystis carinii. Pasien kemudian diberikan terapi trimethoprim/sulfamethoxazole intravena (20 mg/kg/hr trimethoprim dan 100 mg/kg/hr sulfametoxazole) ditambah prednison 40 mg dua kali sehari. Dua hari kemudian dosis ditingkatkan: laju frekuensi pernapasan turun menjadi 18/menit, saturasi O2 adalah 98% dengan FiO2 sebesar 21%. Terapi trimethoprim sulfamethoxazole diubah menjadi oral. Pada hari ke 5, ia mengalami demam, ruam morbilliform dan peningkatan AST, ALT dan alkali fosfatase.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, dapat dirumuskan beberapa Diagnosa Keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai berikut:
1. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
- SDKI: Ketidakmampuan untuk mempertahankan permeabilitas jalan napas yang dapat mengakibatkan akumulasi sekret atau obstruksi.
- SLKI: Pemantauan Pernapasan, Manajemen Jalan Napas, Manajemen Ventilasi Mekanik.
- SIKI: Pemberian Oksigen, Hiperventilasi, Penyedotan Jalan Napas.
2. Diagnosa Keperawatan: Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau diperlukan karena keterbatasan fisik dan/atau psikologis.
- SLKI: Manajemen Energi, Peningkatan Aktivitas, Pelatihan Aktivitas.
- SIKI: Manajemen Aktivitas, Terapi Aktivitas, Asuhan Mandiri Aktivitas.
3. Diagnosa Keperawatan: Defisit Perawatan Diri
- SDKI: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri yang dibutuhkan secara mandiri.
- SLKI: Peningkatan Perawatan Diri, Assistensi Perawatan Diri, Pendidikan Perawatan Diri.
- SIKI: Perawatan Diri: Makan, Perawatan Diri: Mandi, Perawatan Diri: Berpakaian.
4. Diagnosa Keperawatan: Risiko Infeksi
- SDKI: Peningkatan risiko terpapar organisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit.
- SLKI: Pencegahan Infeksi, Manajemen Infeksi, Kontrol Infeksi.
- SIKI: Pencegahan Infeksi, Manajemen Infeksi, Pengobatan Infeksi.
Penjelasan singkat untuk masing-masing diagnosa keperawatan:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas: Pasien mengalami penurunan kemampuan dalam mempertahankan permeabilitas jalan napas, ditandai dengan adanya suara napas tambahan, upaya inspirasi yang buruk, dan penurunan saturasi oksigen.
2. Intoleransi Aktivitas: Pasien mengalami keterbatasan fisik dan psikologis sehingga tidak dapat melakukan aktivitas rutin secara efektif, ditandai dengan adanya kelelahan dan sesak napas.
3. Defisit Perawatan Diri: Pasien mengalami ketidakmampuan dalam melakukan perawatan diri secara mandiri, seperti makan, mandi, dan berpakaian, yang disebabkan oleh kondisi fisiknya yang menurun.
4. Risiko Infeksi: Pasien memiliki risiko tinggi terpapar oleh organisme patogen, seperti Pneumocystis carinii, yang dapat menyebabkan infeksi, ditandai dengan adanya penurunan sistem imun (CD4) dan peningkatan viral load HIV.
Penerapan SDKI, SLKI, dan SIKI dalam praktik keperawatan dapat membantu perawat dalam melakukan pengkajian, perencanaan, intervensi, dan evaluasi yang komprehensif untuk memenuhi kebutuhan pasien secara holistik. -
Article No. 9696 | 23 Dec 2024
Klinis : Seorang pekerja kontraktor, laki-laki berusia 22 tahun, mengalami riwayat lesi kulit berulang kali sejak tiga bulan lalu, yang dimulai di atas lengan bilateral dan menyebar ke wajah, leher, dan anggota tubuh bagian bawah. Lesi kulit tidak menyakitkan dan tidak gatal. Lesi awalnya berupa plak eritematosa dan menjadi hiperpigmentasi dalam waktu seminggu. Pasien juga mengalami banyak keluhan nyeri sendi, kelesuan, kehilangan nafsu makan, dan penurunan berat badan. Nyeri sendi melibatkan falangeal metacarpal bilateral, interphalangeal proksimal, siku, bahu, lutut, dan pergelangan kaki. Itu dikaitkan dengan kekakuan tangan yang berlangsung selama 1 jam di pagi hari. Satu bulan kemudian, pasien mengalami kerontokan rambut. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga autoimun. Pasien menyangkal perilaku berisiko tinggi atau paparan TBC. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa pasien secara hemodinamik stabil. Kulit menunjukkan plak hiperpigmentasi di atas jakun dan diatas bibir disertai sisik keratosis yang melekat. Terdapat juga jaringan parut atrofi yang melibatkan dada, punggung, lengan, dan kaki. Bintik-bintik vaskulitis diamati di atas telapak tangan dan kaki, dan terdapat alopecia bukan karena luka di atas kulit kepala temporal. Pemeriksaan sendi menunjukkan kelembutan ringan di atas sendi metacarpophalangeal dan sendi siku tanpa pembengkakan, kemerahan, atau keterbatasan gerakan sendi. Selama perawatan di poliklinik imunitas di RS, pasien menjalani pemeriksaan untuk kemungkinan SLE. Diagnosis diferensial lainnya termasuk dermatitis seboro, dermatitis kontak, dermatomiositis, rheumatoid arthritis, dan lupus vulgaris. Pasien mendapatkan terapi steroid topikal untuk lesi kulit dan analgesia (obat anti-inflamasi non-steroid) untuk nyeri sendi. Setelah 2 minggu, pasien ditindaklanjuti dan tidak menunjukkan banyak peningkatan. Tes darah awal mengungkapkan tidak ada temuan yang signifikan. Jumlah darah lengkap mengungkapkan sel darah putih 8,16 × 109/L, hemoglobin 156 g/L, dan trombosit 238 × 109/L. Hasil urinalisis normal. ANA test (Anti-Nuclear Antibody Test) positif dan dinyatakan mengalami SLE.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien ini kemungkinan besar mengalami Systemic Lupus Erythematosus (SLE). Berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Intoleransi Aktivitas
2. Nyeri Kronik
3. Perubahan Perfusi Jaringan
4. Risiko Infeksi
Penjelasan:
1. Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Keterbatasan dalam mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau dibutuhkan karena adanya penurunan kapasitas fisik.
- SLKI: Pasien dapat mempertahankan atau meningkatkan toleransi aktivitas sesuai kemampuan.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah manajemen aktivitas, peningkatan kapasitas latihan, dan pemantauan status aktivitas.
2. Nyeri Kronik
- SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial yang berlangsung lebih dari tiga bulan.
- SLKI: Pasien dapat mengontrol nyeri pada tingkat yang dapat ditoleransi.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah manajemen nyeri, terapi modalitas nyeri, dan pemantauan nyeri.
3. Perubahan Perfusi Jaringan
- SDKI: Penurunan sirkulasi darah ke satu atau lebih bagian tubuh.
- SLKI: Pasien dapat mempertahankan atau meningkatkan perfusi jaringan.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah manajemen aktivitas, terapi oksigen, dan pemantauan sirkulasi.
4. Risiko Infeksi
- SDKI: Rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen, yang dapat membahayakan kesehatan.
- SLKI: Pasien dapat mencegah atau mengendalikan infeksi.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah manajemen infeksi, perawatan luka, dan pemantauan tanda-tanda infeksi.
Berdasarkan temuan klinis, riwayat penyakit, dan hasil pemeriksaan, pasien ini berisiko mengalami komplikasi akibat SLE, sehingga perlu dilakukan perawatan yang komprehensif untuk mengelola gejala, mencegah komplikasi, dan mempertahankan kualitas hidup pasien.