Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 7958 | 05 Dec 2024
Klinis : resiko cidera
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk kondisi "risiko cidera" berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi "risiko cidera" adalah "Risiko Jatuh" (R-Jatuh). Diagnosa ini didefinisikan sebagai "Rentan terhadap jatuh yang dapat menyebabkan cedera fisik, yang disebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor intrinsik dan ekstrinsik, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh yang stabil."
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Keseimbangan tubuh: Pasien menunjukkan keseimbangan tubuh yang baik saat berdiri, berjalan, dan melakukan aktivitas.
2. Mobilitas fisik: Pasien menunjukkan mobilitas fisik yang aman dan tidak terbatas.
3. Integritas kulit: Pasien tidak mengalami luka atau kerusakan pada kulit akibat jatuh.
4. Bebas cidera: Pasien bebas dari cedera yang disebabkan oleh jatuh.
5. Pengetahuan tentang pencegahan jatuh: Pasien dan keluarga memahami faktor risiko jatuh dan tindakan pencegahan yang perlu dilakukan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Asesmen risiko jatuh: Melakukan asesmen komprehensif terhadap faktor-faktor risiko jatuh, termasuk riwayat jatuh, kondisi fisik, lingkungan, dan penggunaan obat-obatan.
2. Pencegahan jatuh: Menetapkan intervensi pencegahan jatuh sesuai dengan hasil asesmen, seperti penggunaan alat bantu, pengaturan lingkungan, dan edukasi pasien serta keluarga.
3. Peningkatan mobilitas: Mengoptimalkan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas fisik dan latihan untuk meningkatkan kekuatan, keseimbangan, dan koordinasi.
4. Manajemen lingkungan: Mengidentifikasi dan menghilangkan potensi bahaya di lingkungan, seperti lantai yang licin, pencahayaan yang kurang, dan perabotan yang tidak aman.
5. Edukasi dan konseling: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang faktor risiko jatuh, tindakan pencegahan, dan strategi pengelolaan risiko jatuh.
6. Pemantauan dan evaluasi: Melakukan pemantauan secara teratur terhadap kondisi pasien dan efektivitas intervensi, serta melakukan evaluasi untuk menyesuaikan rencana asuhan keperawatan.
Penerapan Diagnosa Keperawatan SDKI, Luaran Keperawatan SLKI, dan Intervensi Keperawatan SIKI secara komprehensif dapat membantu mencegah terjadinya cidera pada pasien dan meningkatkan keselamatan serta kemandirian pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. -
Article No. 7959 | 05 Dec 2024
Klinis : resiko cidera
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, sebagai seorang perawat yang berpengalaman, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi risiko cedera.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Cidera
Penjelasan Singkat:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Risiko Cidera didefinisikan sebagai kerentanan individu untuk mengalami luka fisik atau psikologis yang dapat mengganggu integritas tubuh.
- Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan risiko cidera meliputi lingkungan yang tidak aman, kondisi fisik atau psikologis yang tidak stabil, serta kurangnya pengetahuan atau keterampilan dalam mengelola situasi yang berbahaya.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan dari intervensi keperawatan untuk menangani risiko cidera adalah klien dapat mencapai tingkat keamanan yang optimal, bebas dari cedera, serta mampu mengelola situasi yang berisiko.
- Indikator-indikator yang dapat diukur untuk menilai capaian luaran tersebut antara lain: tidak terjadi cedera, kemampuan klien dalam mengidentifikasi dan menghindari bahaya, serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan klien dalam manajemen risiko.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk menangani risiko cidera meliputi: penciptaan lingkungan yang aman, edukasi terkait identifikasi dan pengelolaan risiko, pengawasan dan bantuan selama aktivitas, serta konseling atau terapi untuk mengatasi kondisi fisik atau psikologis yang meningkatkan risiko.
- Intervensi-intervensi tersebut bertujuan untuk menurunkan paparan terhadap faktor risiko, meningkatkan kemampuan klien dalam mengenali dan menghindari bahaya, serta mencapai kondisi yang aman bagi klien.
Sebagai seorang perawat, saya akan bekerja sama dengan klien dan tim kesehatan lainnya untuk mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang komprehensif dan terarah, dengan berpedoman pada standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh PPNI. Tujuannya adalah untuk membantu klien mencapai tingkat keamanan yang optimal dan bebas dari risiko cedera. -
Article No. 7960 | 05 Dec 2024
Klinis : resiko cidera
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi "risiko cidera".
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Cidera
Definisi:
Rentan terhadap cedera fisik akibat interaksi dengan lingkungan yang dapat menyebabkan kerusakan fisik.
SDKI:
- Faktor risiko: lingkungan yang tidak aman, kurangnya pengetahuan, keterbatasan fisik, riwayat cidera sebelumnya.
- Gejala dan tanda: ketegangan otot, gerakan yang tidak terkoordinasi, kejadian cedera sebelumnya.
SLKI:
- Luaran yang diharapkan: pasien bebas dari cedera, pasien mampu mengidentifikasi dan mengendalikan faktor risiko cedera.
SIKI:
- Intervensi keperawatan: identifikasi faktor risiko, modifikasi lingkungan, edukasi tentang pencegahan cedera, pemantauan tanda-tanda vital, mobilisasi dini.
Sebagai seorang pakar perawat, saya menekankan pentingnya penerapan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dalam praktik keperawatan untuk memastikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkualitas bagi pasien dengan risiko cidera. Dengan melakukan pengkajian yang menyeluruh, merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat, dan mengimplementasikan intervensi yang sesuai, perawat dapat membantu pasien mencapai luaran yang diharapkan dan mencegah terjadinya cedera. -
Article No. 7961 | 05 Dec 2024
Klinis : resiko cidera
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, Pada kondisi dengan risiko cedera, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkatnya berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Cidera
Definisi:
Keadaan dimana individu rentan mengalami luka fisik atau kerusakan struktur tubuh.
Karakteristik Definisi:
- Riwayat cedera sebelumnya
- Gangguan mobilitas
- Lingkungan yang tidak aman
- Kondisi kesehatan yang memengaruhi risiko cedera
Faktor Risiko:
- Fisik: Mobilitas terbatas, kelemahan, riwayat cedera, penurunan sensasi
- Psikologis: Kecemasan, depresi, perilaku berisiko
- Lingkungan: Bahaya fisik, pencahayaan yang buruk, lantai licin
Luaran (SLKI):
- Integritas Kulit
- Mobilitas
- Keamanan
Intervensi (SIKI):
- Manajemen Lingkungan: Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko cedera
- Manajemen Keselamatan: Identifikasi dan minimalisasi faktor risiko cedera
- Pelatihan Latihan Fisik: Meningkatkan kekuatan, keseimbangan, dan koordinasi
Sebagai perawat, saya akan melakukan penilaian komprehensif terhadap pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko cedera, kemudian merencanakan dan menerapkan intervensi yang sesuai untuk mencegah atau meminimalkan risiko cedera pada pasien. -
Article No. 7962 | 05 Dec 2024
Klinis : nyeri
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan untuk kondisi nyeri, dengan nada akademis dan persona sebagai perawat ahli.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi nyeri:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi nyeri berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah "Nyeri Akut". Nyeri akut didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut. Nyeri akut umumnya memiliki onset yang tiba-tiba, durasi yang terbatas, dan intensitas yang dapat diprediksi.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Sesuai dengan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran/output yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan untuk pasien dengan nyeri akut adalah:
1. Tingkat Nyeri Terkontrol: Pasien dapat mengendalikan nyeri yang dirasakan sehingga berada pada tingkat yang dapat ditoleransi.
2. Gangguan Tidur Berkurang: Pasien dapat mempertahankan pola tidur yang adekuat.
3. Fungsi Fisik Membaik: Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa batasan yang disebabkan oleh nyeri.
4. Kecemasan Berkurang: Pasien dapat mengelola kecemasan yang timbul akibat nyeri.
5. Kepuasan Terhadap Pengelolaan Nyeri: Pasien dan keluarga merasa puas dengan pengelolaan nyeri yang diberikan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran pada pasien dengan nyeri akut adalah:
1. Manajemen Nyeri
- Identifikasi karakteristik nyeri (lokasi, intensitas, durasi, frekuensi)
- Kaji respon fisiologis dan psikologis pasien terhadap nyeri
- Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk pemberian analgetik yang sesuai
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri, seperti relaksasi, distraksi, dan kompres hangat/dingin
- Evaluasi efektivitas intervensi dalam mengatasi nyeri
2. Manajemen Aktivitas
- Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
- Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk menyusun program aktivitas yang sesuai dengan kondisi pasien
- Ajarkan teknik pengaturan aktivitas untuk mencegah peningkatan nyeri
- Pantau respons pasien terhadap aktivitas yang dilakukan
3. Manajemen Kecemasan
- Kaji tingkat kecemasan pasien terkait dengan nyeri
- Berikan dukungan emosional dan bantu pasien mengidentifikasi faktor penyebab kecemasan
- Ajarkan teknik manajemen kecemasan, seperti relaksasi, distraksi, dan visualisasi
- Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk penggunaan terapi farmakologis jika diperlukan
4. Edukasi Kesehatan
- Berikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarga terkait dengan nyeri, penatalaksanaannya, dan pencegahan komplikasi
- Libatkan pasien dan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan
- Evaluasi pemahaman pasien dan keluarga tentang informasi yang diberikan
Implementasi dari intervensi-intervensi ini diharapkan dapat membantu pasien mencapai luaran/output yang diharapkan, yaitu tingkat nyeri yang terkontrol, gangguan tidur yang berkurang, fungsi fisik yang membaik, kecemasan yang berkurang, dan kepuasan pasien terhadap pengelolaan nyeri. -
Article No. 7963 | 05 Dec 2024
Klinis : Seorang wanita berusia 45 tahun datang ke klinik keperawatan dengan keluhan perasaan berduka yang tidak kunjung mereda sejak suaminya meninggal enam bulan yang lalu. Meskipun sudah melalui masa berkabung, ia merasa cemas, tertekan, dan sering merasa kosong. Ia sulit untuk melanjutkan aktivitas sehari-hari, merasa tidak ada yang bisa menggantikan posisi suaminya, dan tidak tertarik lagi pada hobi atau kegiatan sosial yang sebelumnya disukainya. Ia merasa sangat sulit untuk menerima kenyataan dan cenderung menahan perasaan berduka tersebut, sering menyalahkan diri sendiri dan merasa bersalah karena tidak bisa "move on". Suami pasien meninggal karena kecelakaan lalu lintas. Saat pengkajian, pasien mengeluhkan perasaan sedih yang mendalam, tidak ada minat untuk berinteraksi dengan keluarga dan teman, serta enggan untuk keluar rumah, merasa "mati rasa", tidak dapat merasakan kebahagiaan lagi dan sulit melanjutkan kegiatan sehari-hari, Sering merasa kelelahan fisik, meskipun tidak melakukan banyak aktivitas, cenderung menghindari tempat atau kegiatan yang mengingatkan pada suaminya. Pasien merasa bersalah dan berpikir bahwa dirinya bertanggung jawab atas kematian suami yang menurutnya sangat mendadak yang mengubah seluruh kehidupan pasien, meskipun secara rasional menyadari itu bukan kesalahannya. Dirinya merasa hidup berarti lagi tanpa suaminya. Menurut keluarga, pasien sering menghabiskan waktu dengan melihat foto-foto almarhumah suami dan berbicara kepada dirinya sendiri seolah suami masih ada.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang Anda deskripsikan, saya dapat memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang dikeluarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Diagnosa Keperawatan:
Berduka yang Diperpanjang (Prolonged Grief Disorder)
Penjelasan:
1. SDKI
Berduka yang Diperpanjang (Prolonged Grief Disorder) didefinisikan sebagai respons emosional yang tidak normal, tidak dapat diterima secara sosial, dan disfungsional yang terjadi setelah kematian orang yang dicintai. Hal ini ditandai dengan gejala-gejala seperti kecemasan yang mendalam, rasa kehilangan, kesedihan yang tidak berespon pada waktu, dan kesulitan untuk beradaptasi dengan kehilangan.
2. SLKI
Luaran yang diharapkan dari penanganan Berduka yang Diperpanjang adalah pasien dapat menunjukkan penerimaan terhadap kematian suami, mampu mengekspresikan perasaan-perasaan yang terkait dengan kehilangan, dan dapat melanjutkan aktivitas kehidupan sehari-hari secara bertahap.
3. SIKI
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi:
a. Terapi Berduka (Grief Therapy): Membantu pasien mengekspresikan perasaan duka yang dialami dan memfasilitasi proses penerimaan atas kehilangan.
b. Manajemen Stres: Mengajarkan teknik-teknik untuk mengelola cemas, depresi, dan emosi negatif yang dirasakan pasien.
c. Dukungan Emosional: Memberikan dukungan, empati, dan validasi atas perasaan-perasaan yang dialami pasien.
d. Edukasi: Memberikan informasi terkait proses berduka yang normal dan membantu pasien memahami bahwa respons emosionalnya adalah hal yang wajar.
Melalui pendekatan holistik dengan mempertimbangkan aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual, diharapkan pasien dapat melewati masa berduka dan beradaptasi dengan kehilangan suami secara bertahap. -
Article No. 7964 | 05 Dec 2024
Klinis : pasien mengatakan pusing demam
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, akan saya berikan penjelasan rinci terkait diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, serta intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi pasien yang mengeluhkan pusing dan demam.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien yang mengeluhkan pusing dan demam adalah "Hipertermia" (Kode: 00007). Hipertermia didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal akibat kegagalan mekanisme termoregulasi. Gejala khas yang dialami pasien adalah peningkatan suhu tubuh (demam) dan pusing, yang merupakan manifestasi dari kondisi hipertermia.
Luaran/Output yang diharapkan (SLKI):
1. Suhu tubuh normal: Pasien akan menunjukkan suhu tubuh dalam rentang normal (36,5-37,5°C) setelah diberikan asuhan keperawatan.
2. Tidak ada tanda-tanda distress: Pasien tidak akan menunjukkan tanda-tanda distress, seperti takikardi, takipnea, atau hipotensi, setelah diberikan asuhan keperawatan.
3. Pasien melaporkan rasa nyaman: Pasien akan melaporkan rasa nyaman dan tidak lagi mengeluhkan pusing setelah diberikan asuhan keperawatan.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Pemantauan Tanda-Tanda Vital: Melakukan pemantauan suhu tubuh, denyut nadi, laju pernapasan, dan tekanan darah secara berkala untuk mengevaluasi kondisi pasien.
2. Manajemen Demam: Memberikan intervensi untuk menurunkan suhu tubuh, seperti pemberian obat penurun demam, kompres hangat, atau pengaturan suhu lingkungan.
3. Manajemen Hidrasi: Memastikan asupan cairan yang adekuat untuk mencegah dehidrasi dan mempertahankan keseimbangan cairan.
4. Edukasi Pasien dan Keluarga: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyebab, gejala, dan penanganan hipertermia.
5. Monitoring dan Evaluasi: Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap respons pasien terhadap intervensi yang diberikan.
Penjelasan:
Diagnosa keperawatan "Hipertermia" dipilih karena sesuai dengan gejala yang dialami pasien, yaitu peningkatan suhu tubuh (demam) dan pusing. Diagnosa ini memfokuskan pada upaya untuk mengatasi peningkatan suhu tubuh dan memperbaiki mekanisme termoregulasi.
Luaran yang diharapkan mencakup pemulihan suhu tubuh ke rentang normal, tidak adanya tanda-tanda distress, dan pasien merasa nyaman setelah diberikan asuhan keperawatan. Intervensi keperawatan yang diperlukan mencakup pemantauan tanda-tanda vital, manajemen demam, manajemen hidrasi, edukasi pasien dan keluarga, serta monitoring dan evaluasi secara berkala.
Penerapan intervensi ini diharapkan dapat membantu pasien mencapai luaran yang diharapkan dan mengatasi kondisi hipertermia yang dialaminya. -
Article No. 7965 | 05 Dec 2024
Klinis : pasien mengatakan pusing demam
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran asuhan keperawatan, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien dengan keluhan pusing dan demam.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien dengan keluhan pusing dan demam adalah "Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital" (SDKI, 2017). Ketidakstabilan tanda-tanda vital merupakan kondisi di mana terjadi perubahan pada satu atau lebih tanda-tanda vital (suhu tubuh, nadi, pernapasan, atau tekanan darah) di luar rentang normal, yang dapat mengancam kesehatan pasien. Dalam kasus ini, pasien mengeluhkan pusing dan demam, yang menunjukkan adanya perubahan pada suhu tubuh dan kemungkinan adanya gangguan pada sistem kardiovaskular atau neurologis.
Luaran/Output SLKI:
Luaran/output yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan adalah:
1. Stabilitas Tanda-Tanda Vital (SLKI, 2019): Pasien menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil dan berada dalam rentang normal, sesuai dengan usia dan kondisi kesehatan.
2. Kontrol Demam (SLKI, 2019): Pasien menunjukkan penurunan suhu tubuh dan gejala demam, serta tidak mengalami komplikasi akibat demam.
3. Pengendalian Rasa Pusing (SLKI, 2019): Pasien menunjukkan pengurangan atau hilangnya keluhan pusing, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik.
Intervensi Keperawatan SIKI:
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, berikut intervensi keperawatan yang perlu dilakukan:
1. Pemantauan Tanda-Tanda Vital (SIKI, 2018): Melakukan pemantauan tanda-tanda vital (suhu tubuh, nadi, respirasi, dan tekanan darah) secara berkala untuk mengetahui perubahan dan kestabilan kondisi pasien.
2. Manajemen Demam (SIKI, 2018): Memberikan obat penurun demam sesuai resep, mengompres bagian tubuh dengan air hangat, dan mengatur suhu ruangan yang nyaman untuk pasien.
3. Manajemen Rasa Pusing (SIKI, 2018): Mengidentifikasi penyebab pusing, mengatur posisi pasien, memberikan cairan dan asupan nutrisi yang cukup, serta mengajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi rasa pusing.
4. Edukasi Kesehatan (SIKI, 2018): Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyebab, pencegahan, dan penatalaksanaan pusing dan demam.
Penjelasan rinci dan terperinci di atas diharapkan dapat membantu Anda dalam memahami diagnosa keperawatan, luaran asuhan keperawatan, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien dengan keluhan pusing dan demam. Sebagai perawat, saya akan berusaha memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien untuk membantu mencapai hasil yang optimal. -
Article No. 7966 | 05 Dec 2024
Klinis : pasien mengatakan pusing demam
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang mengatakan pusing dan demam.
Diagnosa Keperawatan:
1. Hipertermia
Penjelasan:
Menurut SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas 37,5°C. Kondisi ini dapat disebabkan oleh infeksi, dehidrasi, cedera, atau kondisi lainnya. Gejala yang muncul dapat berupa pusing, demam, dan peningkatan suhu tubuh.
Rencana Keperawatan (SLKI):
1. Manajemen Hipertermia
- Pemantauan suhu tubuh secara berkala
- Pemberian kompres hangat/dingin untuk menurunkan suhu tubuh
- Pemberian cairan (oral atau parenteral) untuk rehidrasi
- Identifikasi penyebab hipertermia dan penanganan yang sesuai
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Hipertermia
- Kaji suhu tubuh pasien secara berkala
- Berikan kompres hangat/dingin untuk menurunkan suhu tubuh
- Anjurkan pasien untuk minum cairan yang cukup
- Identifikasi penyebab hipertermia dan lakukan penanganan yang sesuai
Evaluasi:
Diharapkan setelah intervensi keperawatan, suhu tubuh pasien dapat kembali normal, pusing dan keluhan lain berkurang, serta pasien dapat mengikuti rencana perawatan dengan baik.
Mohon maaf jika penjelasan saya kurang lengkap. Sebagai perawat, saya akan berusaha memberikan perawatan yang terbaik sesuai standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia. -
Article No. 7967 | 05 Dec 2024
Klinis : hipotermi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI untuk Hipotermi:
Hipotermi
Definisi: Penurunan suhu tubuh kurang dari 35°C (95°F) yang terjadi karena ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh normal.
Penyebab:
- Paparan lingkungan yang dingin atau basah
- Gangguan sistem saraf pusat
- Malnutrisi
- Usia lanjut
- Gangguan metabolisme
Gejala:
- Suhu tubuh kurang dari 35°C
- Letargi
- Lemah
- Tremor
- Bingung
- Disorientasi
- Detak jantung lambat
- Napas lambat dan dalam
Intervensi Keperawatan (SLKI):
1. Pengaturan Suhu Tubuh
- Pertahankan suhu lingkungan yang hangat
- Berikan pakaian dan selimut yang hangat
- Hindari kontak langsung dengan permukaan yang dingin
2. Manajemen Perfusi Jaringan
- Pantau tanda-tanda vital secara ketat
- Pertahankan curah jantung yang adekuat
- Berikan cairan hangat melalui intravena jika perlu
3. Manajemen Nyeri
- Identifikasi dan kendalikan sumber nyeri
- Berikan analgesik sesuai indikasi
4. Pendidikan Kesehatan
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pencegahan dan penanganan hipotermi
Hasil yang Diharapkan (SIKI):
1. Pasien menunjukkan peningkatan suhu tubuh ke dalam rentang normal.
2. Pasien menunjukkan perfusi jaringan yang adekuat.
3. Pasien melaporkan nyeri yang terkendali.
4. Pasien dan keluarga memahami manajemen hipotermi.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) telah mengembangkan standar diagnosa keperawatan, intervensi, dan hasil yang diharapkan melalui SDKI, SLKI, dan SIKI. Ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan keseragaman praktik keperawatan di Indonesia.