Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 8080 | 06 Dec 2024
Klinis : ansietas karena keguguran berulang abortus 5 kali
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi ansietas karena keguguran berulang (abortus 5 kali) dengan tone akademis dan persona pakar/perawat.
Diagnosa Keperawatan:
Ansietas berhubungan dengan keguguran berulang
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Ansietas adalah respon emosional dan psikologis individu terhadap sumber ancaman yang tidak jelas atau tidak diketahui.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Tingkat ansietas menurun
2. Kemampuan koping meningkat
3. Pengetahuan tentang manajemen ansietas meningkat
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen ansietas
- Identifikasi penyebab dan faktor yang memengaruhi ansietas
- Berikan informasi tentang ansietas dan cara mengatasinya
- Latih teknik relaksasi
- Dukung dalam mengekspresikan perasaan
2. Terapi kognitif
- Bantu mengidentifikasi pikiran dan keyakinan yang tidak rasional
- Bantu merestrukturisasi pikiran yang tidak rasional
- Latih teknik distraksi dan visualisasi positif
3. Dukungan emosional
- Dengarkan dan beri empati pada pasien
- Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan
- Libatkan keluarga dalam memberikan dukungan
Penjelasan singkat:
Pasien mengalami ansietas terkait dengan keguguran berulang yang dialaminya. Perawat perlu membantu pasien dalam mengelola ansietas, meningkatkan kemampuan koping, serta memberikan dukungan emosional. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi manajemen ansietas, terapi kognitif, dan dukungan emosional. -
Article No. 8081 | 06 Dec 2024
Klinis : nomor diagnosa resiko cedera janin
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Risiko Cedera Janin
Penjelasan:
1. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):
Risiko Cedera Janin adalah "Rentan terjadi kerusakan struktural atau fungsional pada janin yang dapat menyebabkan efek yang merugikan pada pertumbuhan dan perkembangan janin."
2. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):
Luaran yang diharapkan pada kondisi Risiko Cedera Janin adalah:
- Tidak ada cedera pada janin
- Tidak ada perubahan perkembangan janin
- Tidak ada komplikasi kehamilan
3. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi Risiko Cedera Janin antara lain:
- Pemantauan kehamilan
- Edukasi mengenai risiko cedera janin
- Manajemen aktivitas dan istirahat
- Intervensi untuk mencegah komplikasi kehamilan
Sebagai seorang perawat profesional, penanganan kondisi Risiko Cedera Janin harus dilakukan dengan teliti dan saksama, sesuai dengan standar praktik keperawatan yang berlaku di Indonesia. Kolaborasi yang erat dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter kandungan, sangat diperlukan untuk memastikan kesejahteraan ibu dan janin. -
Article No. 8082 | 06 Dec 2024
Klinis : nomor diagnosa resiko cedera janin
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang Anda minta.
1. Kode ICD-10:
- Kode: O36.6
- Deskripsi: Risiko cedera janin
Penjelasan:
Kode ICD-10 O36.6 merujuk pada kondisi risiko cedera janin. Hal ini dapat mencakup berbagai situasi di mana terdapat potensi bahaya atau ancaman terhadap kesejahteraan janin, seperti plasenta previa, solusio plasenta, trauma maternal, atau kondisi lainnya yang dapat memengaruhi perkembangan dan kesehatan janin.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: Tidak ada kode prosedur ICD-9-CM spesifik untuk "risiko cedera janin".
- Deskripsi: Pada kondisi risiko cedera janin, tindakan medis yang mungkin diperlukan dapat bervariasi bergantung pada penyebab dan kondisi yang mendasarinya. Tindakan yang mungkin dilakukan dapat meliputi pemantauan ketat maternal dan fetal, intervensi terapeutik (misalnya terapi kortikosteroid), atau dalam kasus yang lebih parah, pengakhiran kehamilan untuk melindungi kesehatan ibu dan janin.
Dalam praktik klinis, dokter atau perekam medis akan mempertimbangkan kode prosedur ICD-9-CM yang paling sesuai dengan tindakan medis yang dilakukan untuk mengelola risiko cedera janin pada kasus individu. -
Article No. 8083 | 06 Dec 2024
Klinis : Klien mengatakan mual dan nafsu makan menurun, hanya mampi menhabiskan makana 1/ 4 porsi dan selalu mual setelah menelan makanan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan kondisi yang Anda deskripsikan, saya akan memberikan diagnosis keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Diagnosis Keperawatan:
1. Intoleransi Makan (NANDA-I)
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mentolerir atau menerima makanan atau cairan yang dikonsumsi.
- Karakteristik Utama: Mual, penurunan nafsu makan, dan ketidakmampuan untuk menghabiskan makanan.
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
- Intoleransi Makan merupakan salah satu diagnosis keperawatan yang terdaftar dalam SDKI PPNI.
- SDKI memberikan panduan baku dalam mengidentifikasi dan merumuskan diagnosis keperawatan yang digunakan oleh perawat di Indonesia.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
- Luaran yang diharapkan dari diagnosis Intoleransi Makan adalah peningkatan toleransi makan, peningkatan asupan nutrisi, dan penurunan gejala mual.
- SLKI memberikan panduan baku mengenai luaran atau hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk menangani Intoleransi Makan meliputi manajemen mual, pengaturan pola makan, dan edukasi nutrisi.
- SIKI memberikan panduan baku mengenai intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
Dengan menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang terstandar, komprehensif, dan berpusat pada pasien dalam menangani kondisi Intoleransi Makan. -
Article No. 8084 | 06 Dec 2024
Klinis : diagnosa untuk keguguran berulang
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi keguguran berulang:
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Keguguran Berulang
Definisi:
Kondisi dimana individu memiliki potensi untuk mengalami kehilangan kehamilan secara berulang-ulang sebelum janin mencapai viabilitas.
Penyebab:
1. Faktor medis: kelainan anatomis rahim, gangguan hormonal, infeksi, kelainan kromosom, dan kondisi medis lainnya.
2. Faktor gaya hidup: merokok, konsumsi alkohol, dan diet tidak seimbang.
3. Stres psikologis.
Gejala dan Tanda:
1. Perdarahan vagina
2. Kram atau nyeri perut
3. Tidak ada pertambahan berat badan selama kehamilan
4. Riwayat keguguran berulang
Intervensi Keperawatan (SLKI):
1. Manajemen Risiko
2. Dukungan Emosional
3. Edukasi Kesehatan
Hasil Keperawatan (SIKI):
1. Risiko keguguran berulang terkendali
2. Klien mampu mengidentifikasi faktor risiko
3. Klien menunjukkan koping yang efektif
Peran Perawat:
1. Melakukan asesmen komprehensif untuk mengidentifikasi faktor risiko.
2. Memberikan dukungan emosional dan konseling untuk menurunkan tingkat stres.
3. Mengembangkan rencana perawatan yang berfokus pada pencegahan dan pengelolaan komplikasi.
4. Mengkoordinasikan perawatan dengan tim kesehatan lainnya.
5. Memberikan edukasi dan konseling terkait gaya hidup sehat selama kehamilan.
Harapan Hasil:
Klien dapat mengelola risiko keguguran berulang, mencapai kehamilan yang sehat, dan memiliki koping yang efektif terhadap kondisi. -
Article No. 8085 | 06 Dec 2024
Klinis : pasien dengan stroke hemoragik dan hipertensi
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kondisi pasien yang Anda berikan, yaitu stroke hemoragik dan hipertensi.
1. Kode ICD-10:
- Kode: I61.9
- Deskripsi: Stroke hemoragik, tidak spesifik
- Kode: I10
- Deskripsi: Hipertensi esensial (primer)
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 39.51
- Deskripsi: Trombektomi endovaskuler pada arteri serebral, termasuk penggunaan perangkat mekanis
Pada kasus ini, pasien mengalami stroke hemoragik yang diklasifikasikan dengan kode ICD-10 I61.9. Stroke hemoragik adalah jenis stroke yang disebabkan oleh perdarahan di dalam otak, yang berbeda dengan stroke iskemik yang disebabkan oleh penyumbatan aliran darah.
Selain itu, pasien juga memiliki kondisi hipertensi esensial (primer) yang diklasifikasikan dengan kode ICD-10 I10. Hipertensi adalah kondisi dimana tekanan darah tinggi, yang merupakan faktor risiko penting untuk stroke hemoragik.
Untuk tindakan medis, jika pasien menjalani trombektomi endovaskuler pada arteri serebral, termasuk penggunaan perangkat mekanis, maka kode ICD-9-CM yang sesuai adalah 39.51.
Harap diperhatikan bahwa penggunaan kode ICD-10 untuk diagnosis dan ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis dapat bervariasi tergantung pada kondisi spesifik pasien dan tindakan yang dilakukan. Selalu konsultasikan dengan profesional kesehatan yang berwenang untuk memastikan penggunaan kode yang tepat. -
Article No. 8086 | 06 Dec 2024
Klinis : resilo perfusi serebral tidak efektif
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan tone akademis dan persona sebagai pakar perawat, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi "resilo perfusi serebral tidak efektif":
Diagnosa Keperawatan:
Perfusi Serebral Tidak Efektif
Definisi (SDKI):
Ketidakcukupan aliran darah ke otak yang dapat mengancam fungsi otak.
Faktor Terkait (SDKI):
- Penurunan aliran darah serebral
- Hambatan aliran darah ke otak
- Gangguan mekanisme autoregulasi serebral
- Peningkatan kebutuhan metabolik otak
Karakteristik Definisi (SDKI):
- Penurunan tingkat kesadaran
- Perubahan fungsi kognitif
- Perubahan tanda-tanda vital
- Perubahan status neurologis
Luaran Keperawatan (SLKI):
- Perfusi Serebral
- Integritas Fungsi Neurologi
Intervensi Keperawatan (SIKI):
- Pemantauan Tanda-Tanda Vital
- Manajemen Oksigen
- Manajemen Terapi Cairan
- Manajemen Perubahan Tingkat Kesadaran
- Manajemen Fungsi Neurologis
Penjelasan Singkat:
Diagnosa keperawatan "Perfusi Serebral Tidak Efektif" mengacu pada kondisi dimana terjadi ketidakcukupan aliran darah ke otak yang dapat mengancam fungsi otak. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan aliran darah serebral, hambatan aliran darah ke otak, gangguan mekanisme autoregulasi serebral, atau peningkatan kebutuhan metabolik otak. Karakteristik yang mungkin terlihat adalah penurunan tingkat kesadaran, perubahan fungsi kognitif, perubahan tanda-tanda vital, dan perubahan status neurologis. Luaran keperawatan yang diharapkan adalah peningkatan perfusi serebral dan integritas fungsi neurologis. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pemantauan tanda-tanda vital, manajemen oksigen, manajemen terapi cairan, manajemen perubahan tingkat kesadaran, dan manajemen fungsi neurologis. -
Article No. 8087 | 06 Dec 2024
Klinis : Kasus lansia yang mengalami kekerasan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Kekerasan Terhadap Diri Sendiri
2. Risiko Kekerasan Terhadap Orang Lain
Penjelasan singkat berdasarkan SDKI - SLKI - SIKI:
1. Risiko Kekerasan Terhadap Diri Sendiri
- SDKI: Keadaan di mana individu berisiko melakukan tindakan yang dapat mencederai dirinya sendiri.
- SLKI: Tindakan perawat untuk mencegah atau mengurangi risiko individu melakukan tindakan yang dapat mencederai dirinya sendiri.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan, seperti memonitor tanda-tanda perilaku kekerasan, menciptakan lingkungan yang aman, dan memberikan dukungan emosional.
2. Risiko Kekerasan Terhadap Orang Lain
- SDKI: Keadaan di mana individu berisiko melakukan tindakan yang dapat mencederai orang lain.
- SLKI: Tindakan perawat untuk mencegah atau mengurangi risiko individu melakukan tindakan yang dapat mencederai orang lain.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan, seperti memonitor tanda-tanda perilaku kekerasan, mengidentifikasi pemicu perilaku, dan mengajarkan strategi pengelolaan kemarahan.
Sebagai perawat, kami harus memahami kondisi lansia yang mengalami kekerasan dan melakukan tindakan yang komprehensif untuk mencegah dan mengurangi risiko kekerasan, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Hal ini penting untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan lansia serta mendukung pemulihan mereka. -
Article No. 8088 | 06 Dec 2024
Klinis : Kasus lansia yang mengalami kekerasan
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda minta.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi lansia yang mengalami kekerasan:
Diagnosa Keperawatan yang sesuai adalah "Risiko Kekerasan Terhadap Diri Sendiri" (SDKI, 2017). Diagnosa ini menggambarkan kondisi di mana individu berada dalam bahaya atau ancaman untuk menjadi korban kekerasan, baik secara fisik, emosional, seksual, atau finansial. Pada kasus lansia, risiko ini dapat meningkat karena faktor-faktor seperti ketergantungan, isolasi sosial, dan penurunan kemampuan fisik maupun kognitif.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
a. Keamanan: Lansia merasa aman dan terlindungi dari ancaman atau tindakan kekerasan.
b. Integritas Fisik: Lansia tidak mengalami cedera fisik akibat tindakan kekerasan.
c. Integritas Psikologis: Lansia menunjukkan stabilitas emosional dan tidak mengalami trauma psikologis akibat tindakan kekerasan.
d. Dukungan Sosial: Lansia merasa didukung dan didampingi oleh keluarga, teman, atau layanan sosial yang tersedia.
e. Pengetahuan tentang Sumber Daya: Lansia memahami dan dapat mengakses sumber daya atau layanan yang dapat membantunya mengatasi situasi kekerasan.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
a. Pengkajian Komprehensif: Melakukan pengkajian menyeluruh terhadap kondisi lansia, termasuk riwayat kekerasan, risiko, dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
b. Perencanaan Keamanan: Mengembangkan rencana keamanan bersama lansia, termasuk langkah-langkah untuk menghindari atau mengurangi risiko kekerasan.
c. Intervensi Psikologis: Memberikan dukungan emosional, konseling, dan terapi untuk membantu lansia mengatasi dampak trauma atau stres akibat kekerasan.
d. Koordinasi Layanan: Berkolaborasi dengan pihak terkait (keluarga, tenaga kesehatan, layanan sosial) untuk mengkoordinasikan upaya perlindungan dan dukungan bagi lansia.
e. Edukasi dan Pemberdayaan: Memberikan edukasi kepada lansia tentang hak-hak mereka, sumber daya yang tersedia, dan cara untuk meminta bantuan.
f. Pemantauan dan Evaluasi: Melakukan pemantauan secara berkala dan mengevaluasi efektivitas intervensi dalam meningkatkan keamanan dan kesejahteraan lansia.
Dalam menerapkan asuhan keperawatan pada lansia yang mengalami kekerasan, perawat perlu memperhatikan prinsip-prinsip seperti perlindungan, empati, kerahasiaan, dan berpusat pada lansia. Perawat juga harus bekerja sama dengan tim multidisipliner untuk memastikan bahwa lansia mendapatkan dukungan dan layanan yang komprehensif. -
Article No. 8089 | 06 Dec 2024
Klinis : Lansia yang mengalami kekerasan fisik,emosinal,intelektual,spiritual
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Cedera Fisik berhubungan dengan Kekerasan Fisik
2. Distres Emosional berhubungan dengan Kekerasan Emosional
3. Gangguan Proses Berpikir berhubungan dengan Kekerasan Intelektual
4. Distres Spiritual berhubungan dengan Kekerasan Spiritual
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Cedera Fisik: Keadaan individu yang berisiko mengalami kerusakan fisik akibat kondisi internal atau eksternal yang tidak dapat dikontrol.
2. Distres Emosional: Keadaan individu yang mengalami ketidaknyamanan emosional yang mengganggu fungsi psikologis.
3. Gangguan Proses Berpikir: Keadaan individu yang mengalami perubahan dalam kemampuan berpikir, mengingat, atau memecahkan masalah.
4. Distres Spiritual: Keadaan individu yang mengalami ketidaknyamanan dalam hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Cedera Fisik: Kontrol Lingkungan, Manajemen Nutrisi, Stabilitas Hemodinamik.
2. Distres Emosional: Distres Emosional Menurun, Kesejahteraan Emosional Meningkat.
3. Gangguan Proses Berpikir: Fungsi Kognitif Membaik, Kemampuan Pemecahan Masalah Meningkat.
4. Distres Spiritual: Integritas Spiritual Membaik, Harapan Meningkat.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Cedera Fisik: Pengaturan Lingkungan, Pemberian Nutrisi, Pemantauan Tanda-Tanda Vital.
2. Distres Emosional: Terapi Suportif, Manajemen Stres, Terapi Reminiscence.
3. Gangguan Proses Berpikir: Stimulasi Kognitif, Latihan Memori, Terapi Orientasi Realitas.
4. Distres Spiritual: Terapi Spiritual, Fasilitasi Ibadah, Konseling Spiritual.