Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 8743 | 12 Dec 2024
Klinis : Resiko gangguan persepsi sensori d. d Klien merasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata), Merasa panas di sekitar mata, Klien merasa gatal pada mata, Kemerahan disekitar mata klien, Konjungtiva membengkak, Epifora mata, Sekret banyak keluar terutama pada konjungtiva, Konjungtiva purulen/ Gonoblenorme
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan untuk kondisi yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Berdasarkan gejala yang dipaparkan, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah "Risiko Gangguan Persepsi Sensori: Penglihatan". Kondisi ini ditandai dengan adanya gejala-gejala seperti rasa ngeres (seperti ada pasir) di mata, mata terasa panas, mata gatal, kemerahan di sekitar mata, konjungtiva membengkak, epifora (mata berair), sekret banyak keluar terutama pada konjungtiva, serta konjungtiva yang purulen atau gonoblenorme.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Kontrol Gejala: Klien mampu mengontrol gejala yang muncul terkait gangguan persepsi sensori pada penglihatan.
2. Pengetahuan: Klien memiliki pengetahuan yang memadai tentang penyebab, gejala, dan manajemen gangguan persepsi sensori pada penglihatan.
3. Perilaku Terapeutik: Klien menunjukkan perilaku yang sesuai untuk mengelola gangguan persepsi sensori pada penglihatan.
4. Status Sensori: Klien menunjukkan perbaikan pada status sensori penglihatan.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Nyeri
- Kaji karakteristik nyeri (lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas)
- Berikan analgesik sesuai indikasi
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengelola nyeri (kompres dingin, relaksasi, dsb.)
2. Perawatan Mata
- Lakukan pembersihan mata dengan cairan antiseptik atau saline sesuai indikasi
- Berikan salep atau tetes mata antibiotik sesuai resep
- Ajarkan klien cara membersihkan dan merawat mata secara mandiri
3. Edukasi Kesehatan
- Jelaskan penyebab, gejala, dan dampak gangguan persepsi sensori pada penglihatan
- Ajarkan strategi untuk mengatasi gejala (menghindari faktor pencetus, menggunakan alat bantu, dsb.)
- Dorong klien untuk mengikuti pengobatan dan kontrol secara teratur
4. Manajemen Infeksi
- Pantau tanda-tanda infeksi (peningkatan sekresi, perubahan warna sekresi, dsb.)
- Berikan antibiotik topikal sesuai indikasi
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penanganan infeksi yang lebih lanjut
Penjelasan di atas didasarkan pada pendekatan keperawatan berbasis bukti dan pedoman praktik klinis yang berlaku. Diharapkan dengan penerapan intervensi keperawatan yang tepat, klien dapat mencapai luaran yang diharapkan dan pulih dari gangguan persepsi sensori pada penglihatan. -
Article No. 8744 | 12 Dec 2024
Klinis : Nyeri akut b. d Agen pencedera fisiologis d. d Klien mengeluh nyeri, Klien tampak meringis sambil mengelus matanya, Konjungtiva membengkak
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait dengan kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan yang sesuai untuk kondisi ini adalah "Nyeri akut" dengan kode diagnosa NI-01. Nyeri akut didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
Tanda dan gejala yang mendukung diagnosis ini adalah:
1. Klien mengeluh nyeri
2. Klien tampak meringis sambil mengelus matanya
3. Konjungtiva membengkak
Hal ini menunjukkan adanya agen pencedera fisiologis yang menyebabkan nyeri akut pada pasien.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Pasien akan melaporkan penurunan nyeri dalam skala 0-10 dari tingkat nyeri saat ini.
2. Pasien akan mendemonstrasikan perilaku yang menunjukkan pengurangan nyeri, seperti relaksasi otot, ekspresi wajah yang lebih tenang, dan pengurangan gerakan protektif.
3. Pasien akan melaporkan peningkatan kemampuan untuk beraktivitas sehari-hari tanpa nyeri yang signifikan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Nyeri
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi nyeri.
- Ajarkan pasien teknik manajemen nyeri non-farmakologis, seperti relaksasi, distraksi, kompres dingin/hangat, dan teknik visualisasi.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian analgesik yang sesuai.
- Evaluasi efektivitas manajemen nyeri dan lakukan penyesuaian intervensi jika diperlukan.
2. Manajemen Lingkungan
- Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mengurangi stimulasi yang dapat memperburuk nyeri.
- Atur posisi pasien untuk meningkatkan kenyamanan dan mengurangi stres mekanis.
- Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang manajemen lingkungan yang dapat membantu mengurangi nyeri.
3. Dukungan Emosional
- Berikan empati dan validasi perasaan pasien terkait dengan pengalaman nyerinya.
- Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatirannya terkait nyeri.
- Libatkan keluarga dalam memberikan dukungan emosional kepada pasien.
Tujuan dari intervensi ini adalah untuk membantu pasien mengatasi nyeri akut yang dialaminya, meningkatkan kemampuannya untuk beraktivitas, dan mencapai kondisi yang optimal. -
Article No. 8745 | 12 Dec 2024
Klinis : Kasus Post Partum SC Diagnosa pasien G2P1Ab0Ah1 dengan letak lintang Pasien bernama Ny. N lahir 30 Juli 1994, tinggal bersama suami dan ibu kandungnya di Sleman. Ny N beragama kristen dan dari suku jawa. Pendidikan terakhir Sarjana dengan pekerjaan saat ini wirausaha. Suami Ny. N bernama Tn. B usia 33 tahun bekerja sebagai karyawan swasta dengan pendidikan terakhir Sarjana. Pernikahan dengan suami sudah 8 tahun dan menikah 1x. HPHT 15 Januari 2024. Anak pertama lahir spontan di klinik bidan dengan BBL 3100 gram, jenis kelamin perempuan dan hidup, usia anak pertama 4 tahun. Paisen tidak memiliki alergi. Sebelum kehamilan kedua pasieng menggunakan KB suntik 3 bulan sekali di Puskesmas dan sudah berhenti sejak Juli 2023 karena ingin punya anak kedua. Pasien mengatakan pasien sudah ANC 11x. Pasien mengatakan saat terakhir ANC pada 18 September 2024 di usia kehamilan 35 minggu diketahui bahwa posisi janin letak lintang melalui gambaran USG dan disarankan untuk pemeriksaan ulang dan operasi sesar jika posisi janin masih lintang. Pasien datang kembali pada 1 Oktober 2024 pagi ke poli dan posisi bayi masih letak lintang, kemudian mendapatkan rekomendasi operasi caesar. Pasien tiba di IGD RS Bersahaja pada 1 Oktober 2024 pukul 19.30, hasil pemeriksaan kesadaran composmentis, Tekanan darah 115/77 mmHg, Suhu 36,7oC, RR 20x/menit, Heart rate 101x/menit, SpO2 98%. Pasien telah dilakukan pemeriksaan darah, rontgen thorax dan EKG dengan hasil normal. Pasien dibawa ke ruang Anggrek Obsgyn pukul 23.00. Pasien diperiksa TFU 28 cm, kontraksi (-), gerak janin (+), DJJ 142-144x/m. Pada tanggal 2 Oktober 2024 pukul 07.30 pasien dilakukan pemasangan infus, pemasangan urin catheter, dan mulai program puasa sejak pukul 06.30. Pasien mendapatkan terapi Ceftriaxon 1gr dalam 100 ml NaCl pre-operasi secara IV. Pasien dilakukan operasi sesar pada pukul 11.30 WIB di Instalasi Bedah Sentral. Bayi pasien lahir dengan berat 2900 gram, jenis kelamin laki-laki. Pasien selesai operasi pada pukul 14.00 dan dirawat kembali di Anggrek Obsgyn. Pasien diperiksa TTV dengan hasil pemeriksaan Tekanan darah 110/70 mmHg, Suhu 36,4oC, RR 20x/menit, Heart rate 82x/menit, SpO2 99%. Pasien dilakukan kontrol perdarahan setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit setelah 1 jam pertama. Pasien mulai bisa menggerakan kaki sekitar pukul 18.00 dan mencoba minum dengan bertahap. Pasien mengatakan flatus sekitar jam 1 malam dan perut kembung tetapi pasien mengatakan tidak sakit. Pasien bertemu mahasiswa untuk dilakukan pengkajian pada Minggu, 3 Oktober 2024 jam 07.30 WIB. Kondisi pasien masih lemas, minum dan makan dibantu sebagian, mandi masih dimandikan perawat, berpakaian dan berpindah dibantu orang lain. Pasien sadar penuh, bicara jelas dan relevan. Pasien mengatakan ia mendapat dukungan dari suami, anak, keluarga dan saudara- saudaranya. Pasien mengatakan dukungan petugas kesehatan di RS sangat baik mulai dari perawat sampai ahli gizi. Pasien masih terpasang infus RL 500 ml ditangan kiri, terpasang kateter urine, Pasien mengatakan sakit sejak kemarin sore di bagian bawah luka yaitu perut bagian bawah, sakit bisa datang tiba-tiba, tidak dipengaruhi posisi tidur, sakit terasa seperti diremas- remas dan terasa tajam seperti ditusuk-tusuk, skala 9, pasien mengatakan diberikan obat antinyeri melalui infuse. Pasien mengatakan tau jika sakit dikarenakan adanya luka operasi dan ingin segera sembuh agar bisa pulang bertemu dan merawat kedua anaknya. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan TTV pasien TD 110/70 mmHg, Nadi 68 x/menit, Suhu 36,8OC, RR 18 x/menit, payudara simetris, putting menonjol, hiperemesis areola, kolostrum sudah keluar, dan ASI menetes. Bayi ibu berada di ruang NICU karena perlu diobservasi saat lahir masih kurang minggu. Pengkajian abdomen ditemukan kulit sawo matang, terdapat linea nigra dan striae gravidarum, luka post SC melintang terbalut dengan balutan kasa dan plester. Tidak ada rembesan darah atau pus, ukuran luka 12 cm, auskultasi bising usus 16x/mnt, tinggi fundus uteri2 jari dibawah pusat, uterus teraba keras. Pada genetalia ibu terdapat perdarahan sebanyak 30 cc pada pempers berwarna merah pekat. Hasil Laboratorium ditemukan Pemeriksaan Hasil Satuan Hematologi Lengkap Hemoglobin 10,9 g/dL Leukosit 8,65 Ribu/mmk Hitung jenis : Eosinofil L 0,8 % Basofil 0,3 % Segment neutrofil 73,8 % Limfosit 17,9 % Monosit 7,2 % Limfosit total 1,6 10^3/μL Rasio neutrofil limfosit 4,00 % Hematokrit 27 % Eritrosit 3,51 Juta/mmk RDW 12,9 % MCV 89,7 fL MCH 31,1 pg MCHC 34,6 g/dL Trombosit 189 Ribu/mmk MPV 10,6 fL PDW 11,9 fL Homeostatis Masa perdarahan 2,00 Menit.detik Masa pembekuan 12,00 Menit.detik Kimia darah Glukosa darah sewaktu 79,7 mg/dL Ureum 12,2 mg/dL Creatinine 0,38 mg/dL Program obat: a. Parenteral 1) Ceftriaxone 2x1gram 2) Extra C 1x100 gram 3) Remopain 3x30 mg 4) Pantoprazole 1x40 mg b. Non Parenteral 1) Lactamor 3x1 tablet Program tindakan a. Pengambilan sampel darah untuk cek Hb, Hct b. Kontrol perdarahan secara berkala c. Rawat Luka pada post SC hari ke-2 d. Diet tinggi protein dan karbohidrat
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, beserta penjelasan singkat mengenai standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang dikeluarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut
SDKI: Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau dijelaskan dalam istilah kerusakan tersebut (International Association for the Study of Pain, 1979).
SLKI: Tujuan utama dari intervensi keperawatan pada pasien dengan nyeri akut adalah untuk menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri yang dirasakan pasien.
SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pemberian analgesik, pengaturan posisi, distraksi, relaksasi, dan manajemen lingkungan.
2. Diagnosa Keperawatan: Risiko Infeksi
SDKI: Risiko infeksi adalah kerentanan terhadap invasi dan pertumbuhan organisme patogen, yang dapat membahayakan kesehatan.
SLKI: Tujuan utama dari intervensi keperawatan pada pasien dengan risiko infeksi adalah mencegah terjadinya infeksi dan komplikasi yang dapat muncul.
SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain perawatan luka, pemberian antibiotik, pemantauan tanda-tanda infeksi, dan edukasi mengenai pencegahan infeksi.
3. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan
SDKI: Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan adalah kondisi di mana individu atau keluarga gagal dalam mengidentifikasi, mengelola, dan/atau mencari bantuan untuk memelihara kesehatan.
SLKI: Tujuan utama dari intervensi keperawatan pada pasien dengan ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan adalah memfasilitasi pasien dan keluarga untuk dapat mengidentifikasi, mengelola, dan mencari bantuan dalam memelihara kesehatan.
SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain edukasi mengenai perawatan diri, pemberian informasi sumber daya kesehatan, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.
4. Diagnosa Keperawatan: Risiko Kekurangan Volume Cairan
SDKI: Risiko kekurangan volume cairan adalah kerentanan terhadap penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraseluler, yang dapat membahayakan kesehatan.
SLKI: Tujuan utama dari intervensi keperawatan pada pasien dengan risiko kekurangan volume cairan adalah mencegah terjadinya kekurangan volume cairan dan komplikasi yang dapat muncul.
SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pemberian cairan intravena, pemantauan intake dan output cairan, serta edukasi mengenai asupan cairan.
Diharapkan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI di atas dapat membantu dalam mengelola kasus pasien post partum SC dengan letak lintang. -
Article No. 8746 | 12 Dec 2024
Klinis : Kasus Post Partum SC Diagnosa pasien G2P1Ab0Ah1 dengan letak lintang Pasien bernama Ny. N lahir 30 Juli 1994, tinggal bersama suami dan ibu kandungnya di Sleman. Ny N beragama kristen dan dari suku jawa. Pendidikan terakhir Sarjana dengan pekerjaan saat ini wirausaha. Suami Ny. N bernama Tn. B usia 33 tahun bekerja sebagai karyawan swasta dengan pendidikan terakhir Sarjana. Pernikahan dengan suami sudah 8 tahun dan menikah 1x. HPHT 15 Januari 2024. Anak pertama lahir spontan di klinik bidan dengan BBL 3100 gram, jenis kelamin perempuan dan hidup, usia anak pertama 4 tahun. Paisen tidak memiliki alergi. Sebelum kehamilan kedua pasieng menggunakan KB suntik 3 bulan sekali di Puskesmas dan sudah berhenti sejak Juli 2023 karena ingin punya anak kedua. Pasien mengatakan pasien sudah ANC 11x. Pasien mengatakan saat terakhir ANC pada 18 September 2024 di usia kehamilan 35 minggu diketahui bahwa posisi janin letak lintang melalui gambaran USG dan disarankan untuk pemeriksaan ulang dan operasi sesar jika posisi janin masih lintang. Pasien datang kembali pada 1 Oktober 2024 pagi ke poli dan posisi bayi masih letak lintang, kemudian mendapatkan rekomendasi operasi caesar. Pasien tiba di IGD RS Bersahaja pada 1 Oktober 2024 pukul 19.30, hasil pemeriksaan kesadaran composmentis, Tekanan darah 115/77 mmHg, Suhu 36,7oC, RR 20x/menit, Heart rate 101x/menit, SpO2 98%. Pasien telah dilakukan pemeriksaan darah, rontgen thorax dan EKG dengan hasil normal. Pasien dibawa ke ruang Anggrek Obsgyn pukul 23.00. Pasien diperiksa TFU 28 cm, kontraksi (-), gerak janin (+), DJJ 142-144x/m. Pada tanggal 2 Oktober 2024 pukul 07.30 pasien dilakukan pemasangan infus, pemasangan urin catheter, dan mulai program puasa sejak pukul 06.30. Pasien mendapatkan terapi Ceftriaxon 1gr dalam 100 ml NaCl pre-operasi secara IV. Pasien dilakukan operasi sesar pada pukul 11.30 WIB di Instalasi Bedah Sentral. Bayi pasien lahir dengan berat 2900 gram, jenis kelamin laki-laki. Pasien selesai operasi pada pukul 14.00 dan dirawat kembali di Anggrek Obsgyn. Pasien diperiksa TTV dengan hasil pemeriksaan Tekanan darah 110/70 mmHg, Suhu 36,4oC, RR 20x/menit, Heart rate 82x/menit, SpO2 99%. Pasien dilakukan kontrol perdarahan setiap 15 menit selama 1 jam pertama dan setiap 30 menit setelah 1 jam pertama. Pasien mulai bisa menggerakan kaki sekitar pukul 18.00 dan mencoba minum dengan bertahap. Pasien mengatakan flatus sekitar jam 1 malam dan perut kembung tetapi pasien mengatakan tidak sakit. Pasien bertemu mahasiswa untuk dilakukan pengkajian pada Minggu, 3 Oktober 2024 jam 07.30 WIB. Kondisi pasien masih lemas, minum dan makan dibantu sebagian, mandi masih dimandikan perawat, berpakaian dan berpindah dibantu orang lain. Pasien sadar penuh, bicara jelas dan relevan. Pasien mengatakan ia mendapat dukungan dari suami, anak, keluarga dan saudara- saudaranya. Pasien mengatakan dukungan petugas kesehatan di RS sangat baik mulai dari perawat sampai ahli gizi. Pasien masih terpasang infus RL 500 ml ditangan kiri, terpasang kateter urine, Pasien mengatakan sakit sejak kemarin sore di bagian bawah luka yaitu perut bagian bawah, sakit bisa datang tiba-tiba, tidak dipengaruhi posisi tidur, sakit terasa seperti diremas- remas dan terasa tajam seperti ditusuk-tusuk, skala 9, pasien mengatakan diberikan obat antinyeri melalui infuse. Pasien mengatakan tau jika sakit dikarenakan adanya luka operasi dan ingin segera sembuh agar bisa pulang bertemu dan merawat kedua anaknya. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan TTV pasien TD 110/70 mmHg, Nadi 68 x/menit, Suhu 36,8OC, RR 18 x/menit, payudara simetris, putting menonjol, hiperemesis areola, kolostrum sudah keluar, dan ASI menetes. Bayi ibu berada di ruang NICU karena perlu diobservasi saat lahir masih kurang minggu. Pengkajian abdomen ditemukan kulit sawo matang, terdapat linea nigra dan striae gravidarum, luka post SC melintang terbalut dengan balutan kasa dan plester. Tidak ada rembesan darah atau pus, ukuran luka 12 cm, auskultasi bising usus 16x/mnt, tinggi fundus uteri2 jari dibawah pusat, uterus teraba keras. Pada genetalia ibu terdapat perdarahan sebanyak 30 cc pada pempers berwarna merah pekat. Hasil Laboratorium ditemukan Pemeriksaan Hasil Satuan Hematologi Lengkap Hemoglobin 10,9 g/dL Leukosit 8,65 Ribu/mmk Hitung jenis : Eosinofil L 0,8 % Basofil 0,3 % Segment neutrofil 73,8 % Limfosit 17,9 % Monosit 7,2 % Limfosit total 1,6 10^3/μL Rasio neutrofil limfosit 4,00 % Hematokrit 27 % Eritrosit 3,51 Juta/mmk RDW 12,9 % MCV 89,7 fL MCH 31,1 pg MCHC 34,6 g/dL Trombosit 189 Ribu/mmk MPV 10,6 fL PDW 11,9 fL Homeostatis Masa perdarahan 2,00 Menit.detik Masa pembekuan 12,00 Menit.detik Kimia darah Glukosa darah sewaktu 79,7 mg/dL Ureum 12,2 mg/dL Creatinine 0,38 mg/dL Program obat: a. Parenteral 1) Ceftriaxone 2x1gram 2) Extra C 1x100 gram 3) Remopain 3x30 mg 4) Pantoprazole 1x40 mg b. Non Parenteral 1) Lactamor 3x1 tablet Program tindakan a. Pengambilan sampel darah untuk cek Hb, Hct b. Kontrol perdarahan secara berkala c. Rawat Luka pada post SC hari ke-2 d. Diet tinggi protein dan karbohidrat
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kasus pasien post partum SC dengan letak lintang sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka post SC) ditandai dengan pasien mengeluh sakit di bagian bawah luka, skala nyeri 9.
2. Risiko Perdarahan berhubungan dengan proses persalinan sectio caesarea ditandai dengan adanya perdarahan berwarna merah pekat sebanyak 30 cc pada pempers.
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri post operasi ditandai dengan pasien mengeluh sesak dan napas dangkal.
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (insisi operasi) ditandai dengan adanya luka post SC yang belum terawat.
5. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan nyeri post operasi ditandai dengan pasien masih lemas, belum bisa berpindah dan bergerak sendiri.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Nyeri Terkontrol: Pasien dapat melaporkan nyeri terkontrol dengan skor 3-4 dan tidak mengganggu aktivitas.
2. Perdarahan Terkendali: Tidak ada perdarahan aktif, tanda-tanda vital dalam batas normal, dan pemulihan tanda-tanda vital ke arah normal.
3. Pola Napas Efektif: Pasien dapat bernapas dengan irama dan kedalaman yang normal tanpa mengalami sesak.
4. Bebas Infeksi: Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka post SC, tidak ada demam, dan hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
5. Mobilitas Fisik Membaik: Pasien dapat bergerak dan berpindah secara mandiri dengan sedikit atau tanpa bantuan.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan (SIKI):
1. Manajemen Nyeri:
a. Kaji nyeri secara komprehensif.
b. Berikan analgesik sesuai program pengobatan.
c. Kolaborasi dengan dokter untuk optimalisasi pengelolaan nyeri.
d. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri.
2. Pencegahan Perdarahan:
a. Kaji tanda-tanda perdarahan secara berkala.
b. Kontrol perdarahan secara berkala.
c. Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan perdarahan, jika diperlukan.
d. Anjurkan istirahat yang cukup.
3. Peningkatan Pola Napas:
a. Kaji pola napas dan tanda-tanda gangguan pernapasan.
b. Ajarkan teknik pernapasan dalam dan batuk efektif.
c. Berikan oksigen, jika diperlukan.
d. Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan gangguan pernapasan.
4. Pencegahan Infeksi:
a. Rawat luka post SC sesuai prosedur.
b. Kaji tanda-tanda infeksi secara berkala.
c. Berikan antibiotik sesuai program pengobatan.
d. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri.
5. Peningkatan Mobilitas:
a. Kaji kemampuan mobilitas pasien.
b. Berikan latihan mobilisasi secara bertahap.
c. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk program rehabilitasi.
d. Ajak keluarga untuk membantu pasien dalam aktivitas sehari-hari.
Dengan implementasi intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diinginkan, yaitu nyeri terkontrol, perdarahan terkendali, pola napas efektif, bebas infeksi, dan mobilitas fisik membaik. -
Article No. 8749 | 12 Dec 2024
Klinis : hamil pertama usia kehamilan 32 minggu placenta previa perdarahan 60 cc
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda berikan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan Primer Pasca Persalinan berhubungan dengan Placenta Previa.
Penjelasan Singkat:
a. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Risiko tinggi terjadinya perdarahan yang berlebihan segera setelah bayi lahir.
- Faktor Risiko: Placenta previa, plasenta akreta, kelainan pembekuan darah, riwayat perdarahan.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Ibu tidak mengalami perdarahan primer pasca persalinan.
- Kriteria Hasil: Jumlah perdarahan < 500 ml, nadi dalam batas normal, tekanan darah dalam batas normal.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan: Monitor tanda-tanda vital, Monitor perdarahan, Kolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk penatalaksanaan placenta previa dan pencegahan perdarahan.
Catatan:
- Tone = akademis, persona = pakar, nurse, menunjukkan bahwa penjelasan ini diberikan dengan nada formal dan profesional, serta dari sudut pandang seorang ahli atau pakar keperawatan. -
Article No. 8750 | 12 Dec 2024
Klinis : hamil pertama usia kehamilan 32 minggu perdarahan per vaginam 60 cc
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasannya berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi yang Anda berikan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan
Penjelasan:
a. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Risiko Perdarahan adalah kondisi di mana individu berisiko mengalami kehilangan darah yang berlebihan dari saluran genital.
- Penyebab utama antara lain: plasenta previa, solusio plasenta, robekan serviks, dan atonia uteri.
- Gejala yang muncul dapat berupa perdarahan pervaginam, nyeri perut, dan penurunan tekanan darah.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan adalah tidak terjadi perdarahan, terjaganya tanda-tanda vital dalam batas normal, dan tidak ditemukannya komplikasi.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain: pemantauan tanda-tanda vital, pemantauan perdarahan, pemberian oksigen, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengatasi penyebab perdarahan.
Berdasarkan kondisi yang Anda berikan (hamil primigravida usia kehamilan 32 minggu dengan perdarahan pervaginam sebanyak 60 cc), diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Risiko Perdarahan. Perawat perlu melakukan pemantauan ketat terhadap tanda-tanda vital dan kondisi ibu, serta berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengatasi penyebab perdarahan. -
Article No. 8751 | 12 Dec 2024
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan senang hati, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Berdasarkan informasi yang Anda berikan, diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien ini adalah:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan pembersihan saluran napas untuk memfasilitasi pertukaran gas.
Penyebab: Peningkatan produksi sputum, hipersekresi mukus, dan penurunan refleks batuk.
2. Gangguan Pertukaran Gas
Definisi: Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi di alveoli.
Penyebab: Peningkatan produksi sekret, penurunan compliance paru, dan gangguan dalam pertukaran gas di alveoli.
3. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Definisi: Asupan nutrisi yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Penyebab: Anoreksia, demam, dan peningkatan kebutuhan metabolik.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Bersihan Jalan Napas Efektif
- Pasien dapat batuk efektif untuk mengeluarkan sekret
- Frekuensi napas dalam kisaran normal
- Tidak ada suara napas tambahan
- Saturasi oksigen dalam kisaran normal
2. Pertukaran Gas Adekuat
- Pasien tidak mengalami sesak napas
- Frekuensi napas dalam kisaran normal
- Saturasi oksigen dalam kisaran normal
- Hasil analisis gas darah dalam batas normal
3. Status Nutrisi Membaik
- Berat badan stabil atau meningkat
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Asupan nutrisi sesuai kebutuhan
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
- Monitor tanda-tanda vital dan status pernapasan
- Auskultasi suara napas
- Berikan postural drainage dan perkusi dada untuk membantu mengeluarkan sekret
- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian oksigenasi, bronkodilator, dan ekspektoran jika diperlukan
2. Gangguan Pertukaran Gas
- Monitor status pernapasan dan oksigenasi
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan
- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi inhalasi dan bronkodilator
- Ajarkan teknik pernapasan yang benar
3. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
- Evaluasi asupan dan kebutuhan nutrisi pasien
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk merencanakan diet yang adekuat
- Berikan suplemen nutrisi sesuai kebutuhan
- Pantau berat badan secara teratur
- Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya nutrisi yang adekuat
Penerapan intervensi keperawatan yang tepat, serta pemantauan yang ketat terhadap luaran yang diharapkan, akan membantu mencapai hasil yang optimal bagi pasien dengan diagnosis tuberkulosis paru. -
Article No. 8752 | 12 Dec 2024
Klinis : PANAS 5 HARI
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait kondisi PANAS 5 HARI, sesuai dengan format yang Anda minta.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi PANAS 5 HARI adalah Hipertermia. Hipertermia didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh di atas ambang batas normal, yaitu di atas 37,5°C atau 99,5°F. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, dehidrasi, atau gangguan sistem thermoregulasi.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Suhu tubuh dalam rentang normal: 36,5°C - 37,5°C (97,7°F - 99,5°F).
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi, seperti peningkatan denyut nadi, napas, atau tekanan darah.
3. Klien melaporkan rasa nyaman dan tidak ada keluhan terkait demam.
4. Klien dan keluarga memahami faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipertermia dan strategi untuk mengelolanya.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Pemantauan tanda-tanda vital secara teratur, termasuk suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi napas, dan tekanan darah.
2. Pemberian cairan oral atau intravena untuk mencegah dehidrasi dan mempertahankan keseimbangan cairan.
3. Penggunaan kompres dingin atau pakaian yang dapat menyerap panas untuk menurunkan suhu tubuh.
4. Pemberian obat penurun panas (antipiretik) sesuai resep dokter.
5. Identifikasi dan penanganan penyebab hipertermia, seperti infeksi, dehidrasi, atau gangguan sistem thermoregulasi.
6. Edukasi kepada klien dan keluarga tentang penyebab, gejala, dan pengelolaan hipertermia.
7. Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter, untuk menentukan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat.
Penjelasan Rinci:
Diagnosa keperawatan Hipertermia dipilih karena kondisi PANAS 5 HARI menunjukkan adanya peningkatan suhu tubuh yang melebihi batas normal. Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk mengembalikan suhu tubuh ke rentang normal, mencegah komplikasi, dan memastikan klien dan keluarga memahami manajemen hipertermia.
Intervensi keperawatan yang direkomendasikan bertujuan untuk menurunkan suhu tubuh, mencegah dehidrasi, mengatasi penyebab, dan memberikan edukasi kepada klien dan keluarga. Pemantauan tanda-tanda vital, pemberian cairan, penggunaan kompres dingin, dan pemberian obat penurun panas merupakan intervensi utama untuk mengatasi hipertermia. Identifikasi dan penanganan penyebab, serta kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya, juga penting untuk mencapai luaran yang diharapkan.
Semoga informasi ini bermanfaat. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk menanyakannya. -
Article No. 8753 | 12 Dec 2024
Klinis : pasien dilakukan operasi pencabutan struktur jaringan yang infeksi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan nada akademis dan persona sebagai pakar perawat, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang menjalani operasi pencabutan struktur jaringan yang terinfeksi:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Infeksi
- Definisi: Kerentanan individu terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen, yang dapat mengancam kesehatan.
- Faktor risiko: Prosedur operasi, luka terbuka, sistem imun yang lemah.
Rencana Asuhan Keperawatan (SDKI):
1. Pemantauan Tanda Vital
2. Manajemen Luka
3. Perawatan Luka Operasi
Luaran Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Tanda Vital dalam Batas Normal
2. Luka Operasi Sembuh
3. Tidak Terjadi Infeksi
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Pemantauan Tanda Vital
- Pemeriksaan dan pencatatan tanda vital secara berkala untuk memantau kondisi pasien.
2. Manajemen Luka
- Perawatan luka operasi secara aseptik untuk mencegah infeksi.
3. Perawatan Luka Operasi
- Pembersihan dan penutupan luka operasi sesuai prosedur.
Dengan rencana asuhan keperawatan, luaran, dan intervensi yang tepat, diharapkan pasien dapat terhindar dari risiko infeksi dan luka operasi dapat sembuh dengan baik. -
Article No. 8754 | 12 Dec 2024
Klinis : panas sudah 5 hari
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan untuk kondisi panas selama 5 hari.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi panas selama 5 hari adalah "Hipertermia" (00007). Hipertermia didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal akibat kegagalan mekanisme thermoregulasi. Kriteria diagnostik utama pada kondisi ini meliputi suhu tubuh di atas 38,3°C (101°F) dan durasi panas lebih dari 3 hari.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, luaran/output yang diharapkan adalah:
1. Pasien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal (36,5°C - 37,5°C).
2. Pasien dapat mengenali dan melaporkan tanda-tanda penurunan suhu tubuh.
3. Pasien dapat mendemonstrasikan tindakan perawatan mandiri untuk menurunkan suhu tubuh.
4. Pasien dapat beraktivitas sesuai kapasitas tanpa kelelahan yang berlebihan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, berikut intervensi keperawatan yang diperlukan:
1. Monitoring suhu tubuh secara berkala (setiap 4 jam) dan catat hasil pengukuran.
2. Identifikasi penyebab hipertermia melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
3. Berikan tindakan penurunan suhu tubuh, misalnya kompres hangat, pemberian antipiretik, dan suplai cairan yang cukup.
4. Edukasi pasien dan keluarga mengenai manajemen hipertermia, termasuk tanda-tanda penurunan suhu, tindakan yang dapat dilakukan, dan pentingnya menjaga hidrasi.
5. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, ahli gizi) untuk mengatasi penyebab hipertermia dan memastikan pemulihan pasien.
6. Monitor tanda-tanda vital, intake output, dan tingkat kelelahan pasien secara berkala.
7. Dorong pasien untuk beristirahat yang cukup dan melakukan aktivitas sesuai toleransi.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal, mengenali tanda-tanda penurunan suhu, dan dapat beraktivitas sesuai kapasitas tanpa kelelahan yang berlebihan. Hal ini akan mendukung pemulihan pasien dari kondisi hipertermia.