Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 9666 | 23 Dec 2024
Klinis : 72% siswa menganggap bahwa lansia memiliki banyak pengalaman 8% menyatakan bahwa lansia selalu sakit 6% menganggap lansia tidak bisa melakukan apa-apa 14% siswa yang merasa tidak tahu tentang lansia Sebanyak 51% siswa memiliki persepsi yang baik tentang manfaat berinteraksi dengan lansia 62% siswa memiliki pemahaman yang baik mengenai tantangan atau kesulitan yang mungkin dihadapi saat berinteraksi dengan orang lanjut usia 51% siswa memiliki perasaan yang positif terkait interaksinya dengan lansia Sikap siswa SDN Abadi jaya 3 terhadap lansia sebanyak 71% termasuk kategori baik dan sisanya 29%, masih kurang baik. Sebanyak 95% siswa memiliki komitmen yang baik terhadap rencana berprilaku terhadap lansia
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Persepsi Tentang Lansia Positif Sebagian Besar Siswa
Penjelasan SDKI, SLKI, SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Persepsi Positif Terhadap Lansia
Definisi: Pemahaman dan keyakinan positif tentang kondisi dan karakteristik orang lanjut usia.
Karakteristik: Mengakui bahwa lansia memiliki banyak pengalaman, tidak selalu sakit, dan dapat melakukan aktivitas.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Interaksi Sosial Dengan Lansia Meningkat
Definisi: Peningkatan keterlibatan dalam kegiatan sosial dengan orang lanjut usia.
Kriteria Hasil: Siswa memiliki pemahaman yang baik mengenai manfaat berinteraksi dengan lansia, memiliki perasaan yang positif terhadap interaksi dengan lansia, dan menunjukkan sikap yang baik terhadap lansia.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Bimbingan Interaksi Sosial Dengan Lansia
Definisi: Bantuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berinteraksi secara efektif dengan orang lanjut usia.
Aktivitas: Memberikan edukasi tentang karakteristik, manfaat, dan tantangan dalam berinteraksi dengan lansia, serta mendorong siswa untuk terlibat dalam kegiatan sosial dengan lansia.
Secara keseluruhan, kondisi yang Anda deskripsikan menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki persepsi yang positif terhadap lansia, sehingga interaksi sosial dengan lansia dapat ditingkatkan melalui bimbingan dan edukasi yang sesuai. -
Article No. 9667 | 23 Dec 2024
Klinis : pasien datang dengan kontrol ulang pasca bedah tulang
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang anda minta.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi pasien dengan kontrol ulang pasca bedah tulang:
Diagnosa Keperawatan yang paling sesuai untuk kondisi ini adalah "Mobilitas Fisik Terganggu". Pasien yang baru menjalani pembedahan tulang umumnya akan mengalami penurunan kemampuan mobilitas fisik sementara akibat pembatasan pergerakan, nyeri, dan penyembuhan luka operasi.
Definisi Diagnosa Keperawatan "Mobilitas Fisik Terganggu" menurut SDKI adalah: "Keterbatasan dalam pergerakan fisik yang independen dan terkontrol pada satu atau lebih ekstremitas".
Karakteristik definisi ini sesuai dengan kondisi pasien pasca bedah tulang yang membutuhkan kontrol ulang. Pasien mengalami keterbatasan pergerakan sementara akibat pembedahan, sehingga membutuhkan asuhan keperawatan yang tepat untuk memulihkan mobilitas fisiknya.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Sesuai dengan diagnosa keperawatan "Mobilitas Fisik Terganggu", luaran atau output yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan adalah:
a. Peningkatan Mobilitas: Pasien mampu melakukan pergerakan dan aktivitas fisik secara independen dan terkontrol tanpa bantuan atau dengan bantuan minimal.
b. Penurunan Nyeri: Pasien dapat mengendalikan nyeri sehingga tidak mengganggu mobilitas dan aktivitas fisiknya.
c. Pemulihan Kemampuan Fungsional: Pasien dapat kembali melakukan aktivitas perawatan diri dan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
d. Peningkatan Kemandirian: Pasien dapat memenuhi kebutuhan mobilitas dan aktivitas fisiknya dengan sedikit atau tanpa bantuan perawat.
Luaran-luaran ini diharapkan dapat tercapai setelah pasien menerima asuhan keperawatan yang komprehensif dan terencana.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan pada pasien dengan "Mobilitas Fisik Terganggu" pasca bedah tulang adalah:
a. Manajemen Nyeri
- Identifikasi karakteristik dan penyebab nyeri
- Kolaborasi pemberian analgesik sesuai resep
- Kolaborasi intervensi non-farmakologis untuk mengurangi nyeri (terapi dingin/panas, masase, relaksasi)
b. Peningkatan Mobilitas
- Latihan rentang gerak sendi dan latihan kekuatan otot terkait area pembedahan
- Bantu pasien melakukan perawatan diri dan aktivitas sehari-hari secara bertahap
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya mobilisasi dini dan latihan
c. Perawatan Luka Operasi
- Observasi dan perawatan luka operasi sesuai prosedur
- Edukasi pasien dan keluarga tentang perawatan luka
d. Manajemen Aktivitas
- Pengkajian kemampuan fungsional pasien
- Penyusunan rencana aktivitas yang aman dan bertahap
- Pengawasan, bimbingan, dan bantuan aktivitas sesuai kemampuan pasien
Intervensi-intervensi tersebut perlu dilakukan secara holistik, kolaboratif, dan berpusat pada pasien untuk mencapai luaran yang diharapkan. Evaluasi dan modifikasi intervensi juga diperlukan sesuai dengan perkembangan kondisi pasien. -
Article No. 9668 | 23 Dec 2024
Klinis : Seorang pasien Ny. D usia 43 tahun dibawa ke RS Bethesda karena pasien adalah rujukan dari RS Parakan setelah 7 hari di rawat karena stroke. Sebelum dibawa ke RS Parakan, Pasien mengalami pusing hebat kemudian kejang. Keluarga Ny.D mengatakan pada tanggal 10 Desember 2024 Ny. D masuk ke IGD RS Bethesda dengan penurunan kesdaran, kemudian dilakukan pemeriksaan MRI kepala, Ny. D di IGD mendapatkan terapi obat Lasix 2 ampul injeksi dalam 50 cc NaCl diberikan 2 cc/jam dan Nimotop injeksi 2.5 cc/jam. Ny. D masuk ke ruang Galilea II saraf pada tanggal 10 Desember 2024 pukul 17.00 WIB, terpasang infus RL 20tpm, O2 binasal 3 lpm, NGT no.16, kateter no.16, dan mendapatkan terapi obat oral dan injeksi. Hasil pengkajian Ny. D didapatkan hasil kesadaran Ny. D apatis GCS E= 3, V= Afasia, M= 5, tanda-tanda vital, tekanan darah 140/80 mmHg, suhu 380 C, Nadi 70 x/menit, napas 24 x/menit, suara napas stridor. Pasien mendapatkan terapi oral, sedangkan terapi injeksi sudah dihentikan. Ny. D sudah mampu untuk mengunyah dan menelan makanan melalui oral, tetapi minum masih susah. Ny. D mengalami kelumpuhan sebelah kanan. Keluarga Ny. D mengatakan sebelumnya menderita tekanan darah tinggi, pada saat dirawat di RS PKU Wonosobo dan dapat terapi obat Amlodipine. Ny. D minum obat hanya kalau pusing dan sakit kepala saja, setelah itu tidak rutin lagi minum. Ny. D mendapatkan diet bubur blender CVA, makan 3x sehari, 1 porsi habis, dari pagi sudah minum 4 gelas air belimbing. Keluarga mengatakan Ny. D selama diberi makan dan minum tidak muntah dan bisa menelan makanan. Keluarga mengatakan selama di RS dipasang pempres dan kateter (urine 600 cc/6 jam). Kadang 2 hari baru BAB. Kebutuhan dibantu Total. Hasil Pemeriksaan fisik TB 159 cm, BB 78 kg. TTS 140/80 mmHg, Nadi 70x/menit, suhu 38 C, Respirasi 24x/menit, tingkat kesadaran Apatis. GCS : E=3, V=Afasia, M=5. Ny. D tampak sakit sedang, terpasang NGT no. 16, kateter urine no.16, O2 binasal 3 liter/menit, infus RL 20 tetes/menit di tangan. Pada saat pasien dimiringkan ke kanan dan kiri pasien mudah mengalami sesak napas. Hasil Pemeriksaan Laboratorium : Cholesterol 196,9 mg/dl, LDL 157,6 mg/dl. Pemeriksaan Thorax : Corakan Bronkovaskuler kasar. COR dalam batas normal. Pemeriksaan MRI tanda early infark dengan laminar necrosis di kedua lobus frontalis perimediana dan lobus temporalis sinistra sugestif adanya stenosis di ACM sinistra M2 dan A1 bilateral.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi Ny. D:
1. Risiko Perfusi Jaringan Serebral Tidak Efektif
Definisi: Risiko mengalami penurunan aliran darah ke otak yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan otak.
Faktor Risiko: Riwayat stroke, penurunan kesadaran, tekanan darah tinggi, Kolesterol tinggi, stenosis arteri.
2. Gangguan Mobilitas Fisik
Definisi: Keterbatasan dalam melakukan pergerakan yang disengaja dan terarah, baik secara mandiri maupun dengan menggunakan alat bantu.
Penyebab: Hemiparese/hemiparesis, penurunan tingkat kesadaran, kelemahan otot.
3. Defisit Perawatan Diri
Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri.
Penyebab: Hemiparese/hemiparesis, penurunan tingkat kesadaran, gangguan komunikasi.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Risiko Perfusi Jaringan Serebral Tidak Efektif:
- Perfusi Jaringan Serebral: Peningkatan
- Tanda-Tanda Vital: Terkendali
- Respon Terhadap Stimulus: Membaik
2. Gangguan Mobilitas Fisik:
- Mobilitas: Meningkat
- Kemandirian dalam Aktivitas Fisik: Meningkat
- Kemampuan Melakukan Aktivitas Sehari-hari: Meningkat
3. Defisit Perawatan Diri:
- Perawatan Diri: Meningkat
- Kemandirian dalam Perawatan Diri: Meningkat
- Kemampuan Melakukan Aktivitas Perawatan Diri: Meningkat
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko Perfusi Jaringan Serebral Tidak Efektif:
- Pemantauan tanda-tanda vital
- Manajemen hipoksia
- Terapi oksigen
- Kolaborasi pemberian obat-obatan untuk mengontrol tekanan darah dan kolesterol
- Edukasi kepada keluarga untuk memantau tanda-tanda peningkatan tekanan darah dan kolesterol
2. Gangguan Mobilitas Fisik:
- Mobilisasi progresif
- Latihan rentang gerak
- Latihan transfer
- Pelatihan aktivitas sehari-hari
- Pemberian alat bantu jika diperlukan
3. Defisit Perawatan Diri:
- Bantuan perawatan diri (mandi, berpakaian, makan, toileting)
- Pelatihan perawatan diri
- Terapi wicara untuk mengatasi gangguan komunikasi
- Edukasi kepada keluarga untuk membantu dalam perawatan diri
Penjelasan rinci:
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data klinis yang diperoleh, yaitu riwayat stroke, penurunan kesadaran, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, stenosis arteri, hemiparese/hemiparesis, dan gangguan komunikasi. Luaran/output yang diharapkan mencakup peningkatan perfusi jaringan serebral, peningkatan mobilitas fisik, dan peningkatan kemampuan perawatan diri. Intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi pemantauan, manajemen hipoksia, kolaborasi pemberian obat-obatan, mobilisasi, latihan, bantuan perawatan diri, dan edukasi kepada keluarga. Tujuan akhir dari asuhan keperawatan ini adalah untuk memulihkan fungsi neurologis, meningkatkan kemandirian, dan mencegah komplikasi lebih lanjut pada Ny. D. -
Article No. 9669 | 23 Dec 2024
Klinis : demam dan sakit tenggorokan
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Untuk kondisi demam dan sakit tenggorokan, kode ICD-10 dan ICD-9-CM adalah sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: R50.9
- Deskripsi: Demam, tidak diklasifikasikan di tempat lain
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.09
- Deskripsi: Pemberian terapi farmakologis lainnya (untuk pengobatan demam)
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 R50.9 digunakan untuk mendeskripsikan kondisi demam yang tidak diklasifikasikan di tempat lain. Kode ini mencakup semua jenis demam, termasuk demam yang disebabkan oleh infeksi, peradangan, atau penyebab lainnya.
2. Kode ICD-9-CM 99.09 digunakan untuk mencatat pemberian terapi farmakologis lainnya, seperti pemberian obat-obatan untuk menurunkan demam. Kode ini dapat digunakan dalam kasus pasien yang menerima pengobatan farmakologis untuk mengatasi gejala demam.
Perlu diperhatikan bahwa dalam kasus demam dan sakit tenggorokan, diagnosis yang lebih spesifik mungkin diperlukan, seperti tonsilitis atau pharyngitis, yang memiliki kode ICD-10 yang berbeda. Penentuan kode yang tepat akan bergantung pada evaluasi klinis dan temuan diagnostik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. -
Article No. 9670 | 23 Dec 2024
Klinis : demam dan sakit tenggorokan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi demam dan sakit tenggorokan, dengan nada yang akademis dan persona sebagai pakar/perawat.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan mekanisme pertahanan tubuh sekunder akibat demam dan sakit tenggorokan.
Penjelasan:
a. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
- Faktor yang berhubungan: Penurunan mekanisme pertahanan tubuh, paparan terhadap agen infeksius.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Pasien bebas dari infeksi selama masa perawatan.
- Kriteria hasil: Tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada demam, tidak ada keluhan sakit tenggorokan.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi: Pemantauan tanda-tanda vital, pemberian obat sesuai resep, edukasi tentang pencegahan infeksi, perawatan higienis, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.
Sebagai pakar/perawat, saya menekankan pentingnya pemantauan tanda-tanda vital, pemberian obat sesuai resep, dan edukasi pasien tentang pencegahan infeksi untuk mengelola risiko infeksi yang mungkin terjadi akibat penurunan mekanisme pertahanan tubuh sekunder akibat demam dan sakit tenggorokan. -
Article No. 9671 | 23 Dec 2024
Klinis : Seorang pasien Ny. D usia 43 tahun dibawa ke RS Bethesda karena pasien adalah rujukan dari RS Parakan setelah 7 hari di rawat karena stroke. Sebelum dibawa ke RS Parakan, Pasien mengalami pusing hebat kemudian kejang. Keluarga Ny.D mengatakan pada tanggal 10 Desember 2024 Ny. D masuk ke IGD RS Bethesda dengan penurunan kesdaran, kemudian dilakukan pemeriksaan MRI kepala, Ny. D di IGD mendapatkan terapi obat Lasix 2 ampul injeksi dalam 50 cc NaCl diberikan 2 cc/jam dan Nimotop injeksi 2.5 cc/jam. Ny. D masuk ke ruang Galilea II saraf pada tanggal 10 Desember 2024 pukul 17.00 WIB, terpasang infus RL 20tpm, O2 binasal 3 lpm, NGT no.16, kateter no.16, dan mendapatkan terapi obat oral dan injeksi. Hasil pengkajian Ny. D didapatkan hasil kesadaran Ny. D apatis GCS E= 3, V= Afasia, M= 5, tanda-tanda vital, tekanan darah 140/80 mmHg, suhu 380 C, Nadi 70 x/menit, napas 24 x/menit, suara napas stridor. Pasien mendapatkan terapi oral, sedangkan terapi injeksi sudah dihentikan. Ny. D sudah mampu untuk mengunyah dan menelan makanan melalui oral, tetapi minum masih susah. Ny. D mengalami kelumpuhan sebelah kanan. Keluarga Ny. D mengatakan sebelumnya menderita tekanan darah tinggi, pada saat dirawat di RS PKU Wonosobo dan dapat terapi obat Amlodipine. Ny. D minum obat hanya kalau pusing dan sakit kepala saja, setelah itu tidak rutin lagi minum. Ny. D mendapatkan diet bubur blender CVA, makan 3x sehari, 1 porsi habis, dari pagi sudah minum 4 gelas air belimbing. Keluarga mengatakan Ny. D selama diberi makan dan minum tidak muntah dan bisa menelan makanan. Keluarga mengatakan selama di RS dipasang pempres dan kateter (urine 600 cc/6 jam). Kadang 2 hari baru BAB. Kebutuhan dibantu Total. Hasil Pemeriksaan fisik TB 159 cm, BB 78 kg. TTS 140/80 mmHg, Nadi 70x/menit, suhu 38 C, Respirasi 24x/menit, tingkat kesadaran Apatis. GCS : E=3, V=Afasia, M=5. Ny. D tampak sakit sedang, terpasang NGT no. 16, kateter urine no.16, O2 binasal 3 liter/menit, infus RL 20 tetes/menit di tangan. Pada saat pasien dimiringkan ke kanan dan kiri pasien mudah mengalami sesak napas. Hasil Pemeriksaan Laboratorium : Cholesterol 196,9 mg/dl, LDL 157,6 mg/dl. Pemeriksaan Thorax : Corakan Bronkovaskuler kasar. COR dalam batas normal. Pemeriksaan MRI tanda early infark dengan laminar necrosis di kedua lobus frontalis perimediana dan lobus temporalis sinistra sugestif adanya stenosis di ACM sinistra M2 dan A1 bilateral.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan rekomendasi diagnosa keperawatan SDKI, luaran SLKI, dan intervensi SIKI yang sesuai untuk kondisi Ny. D.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan sumbatan pembuluh darah otak (stroke)
- Ditandai dengan penurunan kesadaran, kelumpuhan, afasia, dan sesak napas saat pasien dimiringkan.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi jalan napas yang berlebihan
- Ditandai dengan suara napas stridor.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masalah menelan
- Ditandai dengan kesulitan minum dan riwayat kesulitan menelan.
4. Risiko konstipasi berhubungan dengan penurunan mobilitas
- Ditandai dengan riwayat BAB setiap 2 hari.
Luaran/Output yang diharapkan (SLKI):
1. Perfusi jaringan serebral membaik
- Indikator: Pasien menunjukkan peningkatan kesadaran, fungsi motorik, dan kemampuan berbicara.
2. Bersihan jalan napas efektif
- Indikator: Pasien menunjukkan suara napas yang bersih dan frekuensi napas dalam batas normal.
3. Status nutrisi terpenuhi
- Indikator: Pasien mampu menelan dan mengonsumsi makanan dan cairan yang cukup.
4. Tidak terjadi konstipasi
- Indikator: Pasien dapat BAB secara teratur.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Intervensi untuk Gangguan perfusi jaringan serebral:
- Pemantauan tanda-tanda vital dan gejala neurologis
- Pemberian oksigen sesuai indikasi
- Pemberian obat-obatan sesuai resep
- Aktivitas dan istirahat sesuai toleransi
- Perawatan dan pemantauan NGT
2. Intervensi untuk Ketidakefektifan bersihan jalan napas:
- Pemantauan status pernapasan
- Suction sekresi jalan napas jika perlu
- Pemberian bronkodilator/mukolitik sesuai indikasi
- Latihan batuk efektif
3. Intervensi untuk Ketidakseimbangan nutrisi:
- Pemberian nutrisi enteral/parenteral jika perlu
- Pemantauan asupan dan status nutrisi
- Edukasi diet dan teknik menelan yang aman
4. Intervensi untuk Risiko konstipasi:
- Pemantauan pola eliminasi
- Pemberian laksatif/enema sesuai indikasi
- Aktivitas dan mobilisasi sesuai toleransi
- Edukasi diet tinggi serat dan hidrasi yang cukup
Penjelasan yang lebih rinci dapat diberikan jika dibutuhkan. Semoga informasi ini bermanfaat. -
Article No. 9672 | 23 Dec 2024
Klinis : Seorang pasien Ny. D usia 43 tahun dibawa ke RS Bethesda karena pasien adalah rujukan dari RS Parakan setelah 7 hari di rawat karena stroke. Sebelum dibawa ke RS Parakan, Pasien mengalami pusing hebat kemudian kejang. Keluarga Ny.D mengatakan pada tanggal 10 Desember 2024 Ny. D masuk ke IGD RS Bethesda dengan penurunan kesdaran, kemudian dilakukan pemeriksaan MRI kepala, Ny. D di IGD mendapatkan terapi obat Lasix 2 ampul injeksi dalam 50 cc NaCl diberikan 2 cc/jam dan Nimotop injeksi 2.5 cc/jam. Ny. D masuk ke ruang Galilea II saraf pada tanggal 10 Desember 2024 pukul 17.00 WIB, terpasang infus RL 20tpm, O2 binasal 3 lpm, NGT no.16, kateter no.16, dan mendapatkan terapi obat oral dan injeksi. Hasil pengkajian Ny. D didapatkan hasil kesadaran Ny. D apatis GCS E= 3, V= Afasia, M= 5, tanda-tanda vital, tekanan darah 140/80 mmHg, suhu 380 C, Nadi 70 x/menit, napas 24 x/menit, suara napas stridor. Pasien mendapatkan terapi oral, sedangkan terapi injeksi sudah dihentikan. Ny. D sudah mampu untuk mengunyah dan menelan makanan melalui oral, tetapi minum masih susah. Ny. D mengalami kelumpuhan sebelah kanan. Ny. D mendapatkan diet bubur blender CVA, makan 3x sehari, 1 porsi habis, dari pagi sudah minum 4 gelas air belimbing. Keluarga mengatakan Ny. D selama diberi makan dan minum tidak muntah dan bisa menelan makanan. Keluarga mengatakan selama di RS dipasang pempres dan kateter (urine 600 cc/6 jam). Kadang 2 hari baru BAB. Kebutuhan dibantu Total. Hasil Pemeriksaan fisik TB 159 cm, BB 78 kg. TTS 140/80 mmHg, Nadi 70x/menit, suhu 38 C, Respirasi 24x/menit, tingkat kesadaran Apatis. GCS : E=3, V=Afasia, M=5. Ny. D tampak sakit sedang, terpasang NGT no. 16, kateter urine no.16, O2 binasal 3 liter/menit, infus RL 20 tetes/menit di tangan. Pada saat pasien dimiringkan ke kanan dan kiri pasien mudah mengalami sesak napas.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi yang sesuai untuk kondisi pasien Ny. D.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas berhubungan dengan sekresi jalan napas yang berlebih dan kelumpuhan saraf pernapasan yang ditandai dengan suara napas stridor, kesulitan menelan, dan sesak napas saat pasien dimiringkan.
2. Risiko Aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan yang ditandai dengan pasien mendapatkan diet bubur blender dan masih kesulitan minum.
3. Mobilitas Fisik Terganggu berhubungan dengan kelumpuhan sebelah kanan yang ditandai dengan ketergantungan total dalam beraktivitas.
4. Konstipasi berhubungan dengan aktivitas fisik yang terbatas yang ditandai dengan BAB hanya 2 hari sekali.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Bersihan Jalan Napas Efektif
- Indikator: Pasien dapat bernafas dengan mudah, tidak ada suara napas tambahan, dan saturasi oksigen dalam rentang normal.
2. Tidak Terjadi Aspirasi
- Indikator: Pasien mampu menelan makanan dan cairan dengan aman, tidak ada tanda-tanda aspirasi (batuk, tersedak, napas cuping hidung).
3. Mobilitas Fisik Membaik
- Indikator: Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan bantuan minimal atau mandiri.
4. Pola Eliminasi Usus Membaik
- Indikator: Pasien dapat BAB secara teratur, tidak ada keluhan konstipasi.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Bersihan Jalan Napas Efektif:
- Posisikan pasien semi fowler untuk memudahkan pernapasan
- Lakukan suction oral dan/atau NGT jika diperlukan untuk mengeluarkan sekret
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan
- Ajarkan pasien teknik batuk efektif
- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi farmakologi (bronkodilator, mukolitik, dll)
2. Tidak Terjadi Aspirasi:
- Berikan makan dan minum melalui NGT dengan menggunakan teknik yang tepat
- Ajarkan pasien dan keluarga teknik makan dan minum yang aman
- Posisikan pasien semi-fowler saat makan dan minum
- Monitor tanda-tanda aspirasi (batuk, tersedak, napas cuping hidung)
3. Mobilitas Fisik Membaik:
- Lakukan terapi fisik dan latihan ROM secara bertahap
- Ajarkan pasien dan keluarga teknik transfer dan ambulasi yang aman
- Motivasi pasien dan keluarga untuk aktif berpartisipasi dalam latihan
- Kolaborasi dengan tim terapi fisik untuk rencana latihan yang sesuai
4. Pola Eliminasi Usus Membaik:
- Anjurkan pasien untuk minum air yang cukup
- Berikan makanan tinggi serat
- Berikan laksatif sesuai indikasi
- Ajarkan pasien dan keluarga teknik toilet training yang benar
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas disediakan. Sebagai perawat, saya akan memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif untuk mengatasi masalah kesehatan pasien Ny. D secara holistik. -
Article No. 9673 | 23 Dec 2024
Klinis : Seorang pasien Ny. D usia 43 tahun dibawa ke RS Bethesda karena pasien adalah rujukan dari RS Parakan setelah 7 hari di rawat karena stroke. Sebelum dibawa ke RS Parakan, Pasien mengalami pusing hebat kemudian kejang. Keluarga Ny.D mengatakan pada tanggal 10 Desember 2024 Ny. D masuk ke IGD RS Bethesda dengan penurunan kesdaran, kemudian dilakukan pemeriksaan MRI kepala, Ny. D di IGD mendapatkan terapi obat Lasix 2 ampul injeksi dalam 50 cc NaCl diberikan 2 cc/jam dan Nimotop injeksi 2.5 cc/jam. Ny. D masuk ke ruang Galilea II saraf pada tanggal 10 Desember 2024 pukul 17.00 WIB, terpasang infus RL 20tpm, O2 binasal 3 lpm, NGT no.16, kateter no.16, dan mendapatkan terapi obat oral dan injeksi. Hasil pengkajian Ny. D didapatkan hasil kesadaran Ny. D apatis GCS E= 3, V= Afasia, M= 5, tanda-tanda vital, tekanan darah 140/80 mmHg, suhu 380 C, Nadi 70 x/menit, napas 24 x/menit, suara napas stridor. Pasien mendapatkan terapi oral, sedangkan terapi injeksi sudah dihentikan. Ny. D sudah mampu untuk mengunyah dan menelan makanan melalui oral, tetapi minum masih susah. Ny. D mengalami kelumpuhan sebelah kanan. Ny. D mendapatkan diet bubur blender CVA, makan 3x sehari, 1 porsi habis, dari pagi sudah minum 4 gelas air belimbing. Keluarga mengatakan Ny. D selama diberi makan dan minum tidak muntah dan bisa menelan makanan. Keluarga mengatakan selama di RS dipasang pempres dan kateter (urine 600 cc/6 jam). Kadang 2 hari baru BAB. Kebutuhan dibantu Total. Hasil Pemeriksaan fisik TB 159 cm, BB 78 kg. TTS 140/80 mmHg, Nadi 70x/menit, suhu 38 C, Respirasi 24x/menit, tingkat kesadaran Apatis. GCS : E=3, V=Afasia, M=5. Ny. D tampak sakit sedang, terpasang NGT no. 16, kateter urine no.16, O2 binasal 3 liter/menit, infus RL 20 tetes/menit di tangan. Pada saat pasien dimiringkan ke kanan dan kiri pasien mudah mengalami sesak napas.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) berdasarkan kondisi pasien Ny. D yang anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Gangguan pola napas berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang ditandai dengan suara napas stridor.
2. Mobilitas fisik terganggu berhubungan dengan kelemahan/kelumpuhan sebelah kanan.
3. Ketidakefektifan menelan berhubungan dengan gangguan neurologi yang ditandai dengan kesulitan menelan makanan dan cairan.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan/kelumpuhan sebelah kanan.
5. Risiko konstipasi berhubungan dengan penurunan mobilitas.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Pola napas efektif
- Frekuensi napas dalam rentang normal
- Tidak ada retraksi dinding dada
- Tidak ada suara napas abnormal
2. Mobilitas fisik membaik
- Dapat melakukan pergerakan sendi secara mandiri
- Dapat berpindah posisi di tempat tidur secara mandiri
- Dapat berpindah dari tempat tidur ke kursi secara mandiri
3. Mampu menelan
- Dapat menelan cairan dan makanan tanpa tersedak
- Tidak ada tanda-tanda aspirasi
4. Dapat melakukan perawatan diri secara mandiri
- Dapat makan, minum, mandi, dan berpakaian secara mandiri
- Dapat mengontrol eliminasi secara mandiri
5. Eliminasi efektif
- Frekuensi buang air besar 1-2 kali per hari
- Konsistensi feses normal
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Penanganan jalan napas:
- Posisikan pasien setengah duduk untuk memudahkan pernapasan
- Auskultasi suara napas, identifikasi adanya suara napas abnormal
- Kolaborasi pemberian oksigen dan bronkodilator, jika perlu
- Lakukan fisioterapi dada dan batuk efektif
2. Peningkatan mobilitas:
- Anjurkan pasien melakukan latihan range of motion (ROM) pasif dan aktif
- Ajarkan pasien dan keluarga teknik transfer dan ambulasi
- Berikan bantuan dalam aktivitas sehari-hari sesuai kebutuhan
3. Manajemen disfagia:
- Pertahankan posisi kepala terangkat saat menelan
- Berikan makanan dan cairan sesuai kemampuan menelan
- Anjurkan pasien mengunyah dan menelan dengan hati-hati
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet yang sesuai
4. Perawatan diri:
- Bantu pasien dalam aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
- Ajarkan teknik perawatan diri yang dapat dilakukan secara mandiri
- Dorong dan motivasi pasien untuk melakukan perawatan diri secara bertahap
5. Manajemen konstipasi:
- Kaji pola eliminasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
- Anjurkan peningkatan asupan cairan dan serat
- Berikan laksatif/supositoria, jika perlu, sesuai kolaborasi
Semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda. Jangan ragu untuk bertanya lebih lanjut jika membutuhkan penjelasan tambahan. -
Article No. 9674 | 23 Dec 2024
Klinis : Ny. D sudah mampu untuk mengunyah dan menelan makanan melalui oral, tetapi minum masih susah. Ny. D mengalami kelumpuhan sebelah kanan. Ny. D mendapatkan diet bubur blender CVA, makan 3x sehari, 1 porsi habis, dari pagi sudah minum 4 gelas air belimbing. Keluarga mengatakan Ny. D selama diberi makan dan minum tidak muntah dan bisa menelan makanan. Keluarga mengatakan selama di RS dipasang pempres dan kateter (urine 600 cc/6 jam). Kadang 2 hari baru BAB. Kebutuhan dibantu Total. Hasil Pemeriksaan fisik TB 159 cm, BB 78 kg. TTS 140/80 mmHg, Nadi 70x/menit, suhu 38 C, Respirasi 24x/menit, tingkat kesadaran Apatis. GCS : E=3, V=Afasia, M=5. Ny. D tampak sakit sedang, terpasang NGT no. 16, kateter urine no.16, O2 binasal 3 liter/menit, infus RL 20 tetes/menit di tangan. Pada saat pasien dimiringkan ke kanan dan kiri pasien mudah mengalami sesak napas.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait dengan kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Gangguan Menelan (Disfagia) berhubungan dengan kelumpuhan sebelah kanan sebagai dampak dari Cerebrovascular Accident (CVA).
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas berhubungan dengan kelumpuhan otot-otot pernapasan akibat CVA.
3. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan hemiparesis/kelumpuhan sebelah kanan sebagai dampak dari CVA.
4. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penurunan mobilitas.
5. Defisit Perawatan Diri: Makan berhubungan dengan kelemahan fisik akibat CVA.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Gangguan Menelan (Disfagia):
- Pasien dapat menelan makanan dan cairan dengan aman.
- Pasien tidak mengalami komplikasi akibat disfagia (aspirasi, malnutrisi, dehidrasi).
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas:
- Pasien dapat mempertahankan jalan napas yang bersih dan bebas sekret.
- Pasien tidak mengalami komplikasi pernapasan (pneumonia, atelektasis).
3. Hambatan Mobilitas Fisik:
- Pasien dapat melakukan pergerakan secara mandiri atau dengan bantuan minimal.
- Pasien tidak mengalami komplikasi terkait immobilitas (dekubitus, kontraktur, trombosis vena).
4. Resiko Konstipasi:
- Pasien dapat buang air besar secara teratur tanpa kesulitan.
- Pasien tidak mengalami komplikasi terkait konstipasi (impaksi feses, obstruksi usus).
5. Defisit Perawatan Diri: Makan:
- Pasien dapat makan dan minum secara mandiri atau dengan bantuan minimal.
- Pasien tidak mengalami komplikasi terkait malnutrisi atau dehidrasi.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Gangguan Menelan (Disfagia):
- Berikan nutrisi oral sesuai kemampuan pasien (diet bubur blender).
- Lakukan latihan menelan dengan bantuan terapi gizi/okupasi.
- Pantau tanda-tanda aspirasi (batuk, suara napas berat, demam).
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas:
- Lakukan suction sekret bila perlu.
- Berikan posisi semi-fowler saat makan dan minum.
- Lakukan latihan batuk efektif dan pengembangan dada.
3. Hambatan Mobilitas Fisik:
- Lakukan mobilisasi dini sesuai kemampuan pasien.
- Berikan terapi fisik/okupasi untuk meningkatkan kekuatan dan rentang gerak.
- Cegah komplikasi terkait imobilitas (dekubitus, kontraktur).
4. Resiko Konstipasi:
- Tingkatkan asupan cairan dan serat.
- Berikan laksatif/suplemen serat sesuai indikasi.
- Lakukan stimulasi rektal atau enema bila perlu.
5. Defisit Perawatan Diri: Makan:
- Bantu pasien makan dan minum sesuai kebutuhan.
- Ajarkan teknik makan yang aman dan efektif.
- Kolaborasi dengan terapi okupasi untuk meningkatkan kemandirian makan.
Perawat harus memantau kondisi pasien secara komprehensif dan melakukan intervensi yang sesuai untuk mencapai luaran/output yang diharapkan. Komunikasi yang efektif dengan pasien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal. -
Article No. 9675 | 23 Dec 2024
Klinis : Ny. D sudah mampu untuk mengunyah dan menelan makanan melalui oral, tetapi minum masih susah. Ny. D mengalami kelumpuhan sebelah kanan. Ny. D mendapatkan diet bubur blender CVA, makan 3x sehari, 1 porsi habis, dari pagi sudah minum 4 gelas air belimbing. Keluarga mengatakan Ny. D selama diberi makan dan minum tidak muntah dan bisa menelan makanan. Keluarga mengatakan selama di RS dipasang pempres dan kateter (urine 600 cc/6 jam). Kadang 2 hari baru BAB. Kebutuhan dibantu Total. Hasil Pemeriksaan fisik TB 159 cm, BB 78 kg. TTS 140/80 mmHg, Nadi 70x/menit, suhu 38 C, Respirasi 24x/menit, tingkat kesadaran Apatis. GCS : E=3, V=Afasia, M=5. Ny. D tampak sakit sedang, terpasang NGT no. 16, kateter urine no.16, O2 binasal 3 liter/menit, infus RL 20 tetes/menit di tangan. Pada saat pasien dimiringkan ke kanan dan kiri pasien mudah mengalami sesak napas.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi Ny. D adalah:
1. Gangguan Menelan (SDKI)
- Definisi: Ketidakmampuan untuk menelan makanan, cairan, atau obat-obatan dengan aman dan efektif.
- Faktor yang berhubungan: Gangguan neurologis seperti stroke.
- Karakteristik mayor: Ketidakmampuan menelan, kesulitan menelan, diskoordinasi saat menelan.
2. Ketidakefektifan Pola Napas (SDKI)
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan pola napas yang adekuat untuk mendukung kebutuhan oksigenasi.
- Faktor yang berhubungan: Gangguan neuromuskular.
- Karakteristik mayor: Napas dangkal, sesak napas saat posisi tertentu.
3. Konstipasi (SDKI)
- Definisi: Berkurangnya frekuensi dan/atau pengeluaran feses yang menyebabkan ketidaknyamanan.
- Faktor yang berhubungan: Kurangnya aktivitas, intake cairan tidak adekuat.
- Karakteristik mayor: Penurunan frekuensi BAB, kesulitan saat BAB.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Merupakan standar diagnosis keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia).
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Merupakan standar luaran/hasil keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Merupakan standar intervensi keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI.
Ketiga standar ini digunakan sebagai acuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang terstandar dan berkualitas.