Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13557 | 09 Mar 2025
Klinis : intervensi dari perawatan pasca persalinan
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan akademis terkait diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan untuk kondisi perawatan pasca persalinan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Berdasarkan kondisi perawatan pasca persalinan, beberapa diagnosa keperawatan yang sesuai menurut SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) adalah:
1. Risiko Infeksi
Definisi: Rentan terhadap invasi dan perkembangbiakan organisme patogen yang dapat mengancam kesehatan.
Faktor Risiko: Prosedur pembedahan, jaringan terluka, sistem kekebalan tubuh, paparan mikroorganisme patogen.
2. Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau dijelaskan dalam istilah seperti kerusakan.
Faktor Penyebab: Agen pencedera fisik (luka, prosedur pembedahan), agen fisiologis (inflamasi).
3. Gangguan Pola Tidur
Definisi: Gangguan dalam kualitas, kuantitas, dan pola tidur yang menyebabkan ketidaknyamanan atau stres.
Faktor Penyebab: Nyeri, kecemasan, stres, perubahan lingkungan.
Luaran/Output SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan, diharapkan luaran yang dicapai adalah:
1. Bebas Infeksi
Definisi: Terbebas dari tanda dan gejala infeksi.
Indikator: Tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada tanda infeksi pada luka, pemeriksaan diagnostik normal.
2. Kontrol Nyeri
Definisi: Mampu mengontrol pengalaman nyeri.
Indikator: Skala nyeri menurun, mampu menggunakan teknik manajemen nyeri, mampu beristirahat dengan nyaman.
3. Pola Tidur Membaik
Definisi: Tercapainya pola tidur yang sesuai dengan kebutuhan.
Indikator: Durasi tidur bertambah, kualitas tidur membaik, merasa segar saat bangun tidur.
Intervensi Keperawatan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Manajemen Infeksi
- Observasi tanda-tanda vital, luka, dan pengeluaran pervaginam.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian terapi antibiotik dan perawatan luka.
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pencegahan infeksi.
2. Manajemen Nyeri
- Identifikasi karakteristik nyeri (lokasi, durasi, kualitas, intensitas).
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian analgesik.
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri (kompres hangat/dingin, relaksasi, distraksi).
3. Peningkatan Pola Tidur
- Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pola tidur.
- Modifikasi lingkungan untuk mendukung tidur yang nyaman.
- Ajarkan teknik relaksasi dan manajemen stres.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian obat tidur jika diperlukan.
Penerapan asuhan keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif sangat penting untuk memastikan pemulihan pasien pasca persalinan secara optimal. Perawat berperan penting dalam mengidentifikasi masalah, merencanakan, dan melaksanakan intervensi yang sesuai untuk mencapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 13558 | 09 Mar 2025
Klinis : intervensi dari perawatan pasca persalinan
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi pasca persalinan:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasca persalinan adalah "Pemulihan Pasca Persalinan Terganggu". Diagnosa ini merujuk pada "Proses fisiologis dan psikologis yang terjadi setelah persalinan yang tidak berjalan dengan lancar". Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti komplikasi persalinan, rasa nyeri, kelelahan, maupun masalah psikologis seperti kecemasan dan depresi pasca melahirkan.
Luaran/Output yang diharapkan (SLKI):
1. Pemulihan Pasca Persalinan: Pasien menunjukkan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, tidak ada tanda-tanda komplikasi, dan pasien merasa nyaman secara fisik maupun psikologis.
2. Kontrol Nyeri: Pasien mampu mengendalikan nyeri yang dirasakan dan merasakan penurunan tingkat nyeri.
3. Manajemen Kelelahan: Pasien mampu beristirahat dengan cukup dan merasakan pemulihan tenaga.
4. Adaptasi Psikologis: Pasien mampu beradaptasi secara psikologis dengan peran dan tanggung jawab baru sebagai ibu, serta menunjukkan mood yang stabil.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Pemantauan Kondisi Pasca Persalinan
- Kaji tanda-tanda vital, pendarahan, involusi uterus, dan tanda-tanda infeksi.
- Pantau kemajuan penyembuhan luka episiotomi atau luka caesar.
- Evaluasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
2. Manajemen Nyeri
- Identifikasi karakteristik nyeri yang dirasakan pasien.
- Berikan analgesik sesuai kebutuhan dan evaluasi efektivitasnya.
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri, seperti relaksasi, distraksi, dan kompres hangat.
3. Manajemen Kelelahan
- Kaji kebutuhan istirahat dan tidur pasien.
- Bantu pasien untuk mendapatkan istirahat yang cukup, seperti menjadwalkan waktu tidur dan bangun yang teratur.
- Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas fisik ringan sesuai toleransi.
4. Dukungan Psikologis
- Identifikasi respons psikologis pasien terhadap peran dan tanggung jawab baru sebagai ibu.
- Berikan empati, dukungan emosional, dan informasi yang sesuai untuk membantu pasien beradaptasi.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (psikolog, konselor) jika diperlukan.
5. Edukasi dan Konseling
- Berikan edukasi mengenai perawatan diri pasca persalinan, tanda-tanda komplikasi, dan jadwal kontrol.
- Konseling mengenai nutrisi, aktivitas, dan perawatan bayi yang sesuai.
- Libatkan keluarga dalam proses edukasi dan konseling.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien, diharapkan pasien dapat mencapai pemulihan pasca persalinan yang optimal, baik secara fisik maupun psikologis. -
Article No. 13559 | 09 Mar 2025
Klinis : intervensi perawatan pasca persalinan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi intervensi perawatan pasca persalinan dengan tone akademis dan persona sebagai pakar perawat.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Perdarahan Pascapersalinan
Penjelasan:
Risiko Perdarahan Pascapersalinan merupakan diagnosa keperawatan yang mengidentifikasi potensi terjadinya perdarahan berlebih setelah persalinan, yang dapat mengancam kondisi ibu. Hal ini dikarenakan perubahan fisiologis dan hormonal yang terjadi selama proses persalinan.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Definisi: Potensi terjadinya perdarahan yang berlebihan setelah persalinan, yang dapat mengancam kondisi ibu.
Faktor risiko: Persalinan lama, partus presipitatus, retensio plasenta, atonia uteri, laserasi jalan lahir, polihidramnion, riwayat perdarahan postpartum, anemia, dll.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan: Ibu terbebas dari perdarahan pascapersalinan, tanda-tanda vital dalam batas normal, uterus berkontraksi baik, jumlah perdarahan minimal.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain: Pemantauan tanda-tanda vital, pemantauan kontraksi uterus, pemberian oksitosik, kompres dingin pada abdomen, kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat-obatan, serta edukasi kepada ibu dan keluarga mengenai tanda-tanda perdarahan dan penanganannya.
Dalam praktik keperawatan pascapersalinan, perawat berperan penting dalam memantau kondisi ibu, mencegah komplikasi, serta memberikan intervensi yang tepat untuk menjaga kesehatan ibu dan bayi. -
Article No. 13560 | 09 Mar 2025
Klinis : Berduka
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi "Berduka" dengan tone akademis dan persona pakar perawat.
Diagnosa Keperawatan: Berduka
Definisi:
Respon normal terhadap kehilangan nyata, antisipasi, atau simbolik yang ditandai dengan rasa sedih, kekecewaan, dan ketidakberdayaan.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Gejala/Tanda Mayor: Ekspresi kesedihan, Menangis, Kehilangan nafsu makan, Gangguan pola tidur
- Gejala/Tanda Minor: Kecemasan, Depresi, Menarik diri, Kelelahan
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Tujuan Keperawatan: Klien dapat mengekspresikan perasaan berduka secara wajar dan menerima kehilangan yang dialami.
- Kriteria Hasil: Klien dapat mengidentifikasi reaksi berduka, Klien menerima kehilangan, Klien dapat mengatasi reaksi berduka.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan: Terapi Dukungan Emosional, Terapi Relaksasi, Terapi Aktivitas.
- Aktivitas Keperawatan: Mengidentifikasi penyebab dan jenis kehilangan, Memberikan dukungan emosional, Mengajarkan teknik relaksasi, Mendorong partisipasi dalam aktivitas.
Secara umum, diagnosa keperawatan Berduka menggambarkan respon normal terhadap kehilangan yang ditandai dengan berbagai gejala fisik, psikologis, dan perilaku. Tujuan keperawatan adalah membantu klien mengekspresikan perasaan berduka secara wajar dan menerima kehilangan yang dialami. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah terapi dukungan emosional, relaksasi, dan aktivitas. -
Article No. 13561 | 09 Mar 2025
Klinis : Ibu pasien mengatakan anak cepat lelah DO: • pemeriksaan Echocardiografi: Small SADC VSD 3-4 mm • TD 98/57 mmHg • HR 116 x/menit • Saturasi 98 % • Pasien terlihat ada batuk dan pilek • Dari pemeriksaan Auskultasi terdengan suara S1 di ICS 4-5 parasternal dan suara S2 di ICS 2 dan ditemukan pansistolik murmur setelah S2 • Pada pemeriksaan esktremitas didapat ACRAL dingin dengan CRT 3 detik pada jari jari tangan dan kaki.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan informasi yang Anda berikan, berikut adalah diagnosa keperawatan berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang diterapkan di Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Intoleransi Aktivitas
Penjelasan:
- Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan oksigen dan perfusi yang tidak dapat dipenuhi, ditandai dengan pasien cepat lelah.
- Faktor yang berkontribusi adalah adanya defek jantung bawaan (VSD) yang menyebabkan gangguan sirkulasi dan oksigenasi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Toleransi Aktivitas Meningkat
- Kelelahan Menurun
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Aktivitas
- Manajemen Energi
- Manajemen Jantung
2. Perfusi Jaringan Tidak Efektif
Penjelasan:
- Perfusi Jaringan Tidak Efektif berhubungan dengan gangguan aliran darah dan oksigenasi, ditandai dengan ekstremitas dingin dan CRT yang memanjang.
- Faktor yang berkontribusi adalah adanya defek jantung bawaan (VSD) yang menyebabkan gangguan sirkulasi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Perfusi Jaringan Membaik
- Suhu Tubuh dalam Rentang Normal
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Perfusi
- Manajemen Suhu Tubuh
- Manajemen Jantung
Dengan pendekatan SDKI-SLKI-SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien untuk mengatasi masalah intoleransi aktivitas dan perfusi jaringan yang tidak efektif pada kondisi ini. -
Article No. 13562 | 09 Mar 2025
Klinis : Ibu pasien mengatakan anak cepat lelah DO: • pemeriksaan Echocardiografi: Small SADC VSD 3-4 mm • TD 98/57 mmHg • HR 116 x/menit • Saturasi 98 % • Pasien terlihat ada batuk dan pilek • Dari pemeriksaan Auskultasi terdengan suara S1 di ICS 4-5 parasternal dan suara S2 di ICS 2 dan ditemukan pansistolik murmur setelah S2 • Pada pemeriksaan esktremitas didapat ACRAL dingin dengan CRT 3 detik pada jari jari tangan dan kaki.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dipaparkan, Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai adalah:
1. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakcukupan energi fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas rutin.
2. Perfusi Jaringan Kardiovaskular Tidak Efektif
Definisi: Aliran darah yang tidak memadai ke organ atau jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Intoleransi Aktivitas
- Klien dapat melakukan aktivitas tanpa kelelahan yang berlebihan.
- Klien dapat beradaptasi dengan keterbatasan aktivitas.
- Klien dapat mengelola kelelahan.
2. Perfusi Jaringan Kardiovaskular
- Tanda-tanda vital klien dalam batas normal.
- Klien tidak menunjukkan tanda-tanda kegagalan jantung.
- Klien menunjukkan sirkulasi perifer yang adekuat.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Intoleransi Aktivitas
- Kaji aktivitas dan toleransi klien terhadap aktivitas.
- Rencanakan aktivitas dan istirahat yang seimbang.
- Ajarkan teknik manajemen energi.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk program rehabilitasi.
2. Perfusi Jaringan Kardiovaskular
- Pantau tanda-tanda vital klien secara berkala.
- Kaji tanda-tanda kegagalan jantung.
- Kaji sirkulasi perifer.
- Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan kondisi kardiovaskular.
- Ajarkan klien dan keluarga tentang perawatan diri yang tepat.
Penjelasan:
Berdasarkan data yang diberikan, klien menunjukkan gejala kelelahan yang dapat disebabkan oleh kondisi jantung bawaan (small SADC VSD) dan kemungkinan adanya infeksi saluran pernapasan (batuk dan pilek). Tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik lainnya menunjukkan adanya gangguan perfusi kardiovaskular. Oleh karena itu, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Intoleransi Aktivitas dan Perfusi Jaringan Kardiovaskular Tidak Efektif.
Luaran/output yang diharapkan adalah klien dapat melakukan aktivitas tanpa kelelahan berlebihan, mampu beradaptasi dengan keterbatasan aktivitas, dan dapat mengelola kelelahan. Selain itu, diharapkan tanda-tanda vital klien dalam batas normal, tidak menunjukkan tanda-tanda kegagalan jantung, dan memiliki sirkulasi perifer yang adekuat.
Intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi pengkajian aktivitas dan toleransi klien, perencanaan aktivitas dan istirahat, edukasi manajemen energi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk rehabilitasi, pemantauan tanda-tanda vital, pengkajian tanda-tanda kegagalan jantung dan sirkulasi perifer, kolaborasi dengan dokter, serta edukasi kepada klien dan keluarga. -
Article No. 13563 | 09 Mar 2025
Klinis : intoleransi aktivitas dapat teratasi setelah diberikan asuhan keperawatan ditandai dengan?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi intoleransi aktivitas.
Diagnosa Keperawatan:
Intoleransi Aktivitas
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Intoleransi aktivitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau dibutuhkan, akibat keterbatasan fisik atau persepsi keterbatasan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, pasien dengan intoleransi aktivitas dapat teratasi, yang ditandai dengan:
1. Pasien mampu melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
2. Pasien tidak mengeluhkan kelelahan yang berlebihan saat melakukan aktivitas.
3. Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal selama aktivitas.
4. Pasien mampu beradaptasi dengan baik terhadap aktivitas yang dilakukan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk mengatasi intoleransi aktivitas, antara lain:
1. Manajemen aktivitas: Mengidentifikasi aktivitas yang dapat dilakukan pasien, menyusun rencana aktivitas, dan memantau toleransi pasien terhadap aktivitas.
2. Edukasi aktivitas: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai aktivitas yang aman dan sesuai dengan kondisi pasien.
3. Aktivitas latihan fisik: Memberikan latihan fisik yang sesuai dengan kemampuan pasien untuk meningkatkan toleransi aktivitas.
4. Manajemen kelelahan: Mengidentifikasi penyebab kelelahan dan menerapkan intervensi untuk mengurangi kelelahan.
Dengan pemberian asuhan keperawatan yang tepat, diharapkan pasien dengan intoleransi aktivitas dapat teratasi, ditandai dengan pasien mampu melakukan aktivitas sesuai kemampuan, tidak mengeluhkan kelelahan berlebihan, dan menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil selama aktivitas. -
Article No. 13564 | 09 Mar 2025
Klinis : rasional dari intervensi yang dikerjakan pada diagnosa intolerasi aktifitas adalah
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, rasional intervensi, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi intolerasi aktivitas.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi intolerasi aktivitas adalah "Intolerasi Aktivitas". Diagnosa ini menggambarkan ketidakmampuan individu untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin akibat keterbatasan energi, kekuatan, atau daya tahan.
Rasional Intervensi Keperawatan:
Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa intolerasi aktivitas bertujuan untuk meningkatkan toleransi dan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Beberapa rasional intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi intoleransi aktivitas, seperti kelemahan, kelelahan, nyeri, atau dispnea.
2. Memantau tanda-tanda vital pasien selama aktivitas untuk mendeteksi perubahan yang dapat menandakan intoleransi.
3. Mengatur aktivitas sesuai dengan toleransi pasien, memperkenalkan teknik konservasi energi, dan melatih aktivitas secara bertahap.
4. Memberikan dukungan emosional dan edukasi kepada pasien serta keluarga untuk meningkatkan pemahaman dan partisipasi dalam program peningkatan aktivitas.
5. Mengkaji respons pasien terhadap intervensi dan melakukan modifikasi jika diperlukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Luaran yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan untuk mengatasi intolerasi aktivitas antara lain:
1. Toleransi Aktivitas Meningkat: Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan lebih baik, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan atau tanda-tanda intoleransi.
2. Pengetahuan Tentang Manajemen Aktivitas Meningkat: Pasien dan keluarga memahami teknik konservasi energi, pengaturan aktivitas, dan strategi untuk meningkatkan toleransi aktivitas.
3. Partisipasi dalam Aktivitas Meningkat: Pasien terlibat secara aktif dalam aktivitas perawatan diri, aktivitas fungsional, dan latihan yang sesuai dengan kondisinya.
4. Kenyamanan Meningkat: Pasien merasa lebih nyaman dan mampu melakukan aktivitas tanpa mengalami gejala yang mengganggu.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pengaturan Aktivitas: Mengidentifikasi aktivitas yang dapat dilakukan dan mengatur jadwal aktivitas sesuai dengan toleransi pasien.
2. Latihan Aktivitas: Melatih pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap, dengan memperhatikan tanda-tanda intoleransi.
3. Konservasi Energi: Mengajarkan teknik konservasi energi, seperti mengatur pola napas, posisi tubuh, dan penggunaan alat bantu.
4. Edukasi Manajemen Aktivitas: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang manajemen aktivitas, teknik konservasi energi, dan strategi untuk meningkatkan toleransi aktivitas.
5. Pemantauan Tanda-Tanda Vital: Memantau tanda-tanda vital pasien selama aktivitas untuk mengidentifikasi perubahan yang menandakan intoleransi.
6. Dukungan Emosional: Memberikan dukungan emosional dan motivasi kepada pasien untuk meningkatkan partisipasi dan kepatuhan dalam program peningkatan aktivitas.
Dengan penerapan diagnosa keperawatan, intervensi yang rasional, dan pencapaian luaran yang diharapkan, diharapkan kondisi intolerasi aktivitas pada pasien dapat diatasi secara komprehensif dan membantu meningkatkan kualitas hidup pasien. -
Article No. 13565 | 09 Mar 2025
Klinis : Seorang wanita Jepang berusia 32 tahun yang mengalami hipoglikemia berat (7 mg/dL) yang disertai dengan krisis tiroid. Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas, kelelahan umum, dan edema (pembengkakan) pada kaki. Sebelumnya, pasien tidak memiliki riwayat hipertiroidisme dan tidak ada riwayat penyakit tiroid dalam keluarga. Pada saat masuk rumah sakit, pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertiroidisme berat, dengan kadar FT3 >30 pg/mL, FT4 >6.0 ng/dL, dan TRAb 23.6 IU/L. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran difus kelenjar tiroid, tetapi tidak ditemukan exophthalmos (mata menonjol). Selain itu, pasien mengalami gagal jantung kongestif parah, yang diklasifikasikan sebagai kelas IV menurut New York Heart Association (NYHA). Pada malam pertama di rumah sakit, pasien tiba-tiba kehilangan kesadaran dan mengalami henti jantung. Tindakan resusitasi dilakukan, dan pasien berhasil diselamatkan. Pemeriksaan laboratorium setelah kejadian ini menunjukkan hipoglikemia berat (glukosa darah hanya 7 mg/dL), gagal jantung sisi kanan yang parah, serta disfungsi hati akibat kongesti hati. Kondisi pasien dikategorikan sebagai multiple organ failure akibat krisis tiroid, yang membutuhkan penanganan intensif di unit perawatan intensif (ICU). Penanganan yang diberikan meliputi infus glukosa intravena, hidrokortison, methimazole (obat anti-tiroid), dan diuretika. Selain itu, pasien menjalani Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mempertahankan sirkulasi darah dan mengurangi beban kerja jantung. Setelah kondisi pasien membaik dan hasil laboratorium kembali normal, ia akhirnya diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan selama 74 hari di rumah sakit. Studi kasus ini dikutip dari jurnal Severe Hypoglycemia Accompanied with Thyroid Crisis (Nakatani et al., 2019). 3.4 Pengkajian A. Identitas Klien Nama Pasien : - Usia : 32 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Tempat Perawatan : Dirawat di (ICU) rumah sakit di Jepang Diagnosis : Krisis tiroid (thyroid storm) dengan hipoglikemia berat dan gagal jantung kongestif B. Keluhan Utama Pasien datang dengan sesak napas, kelelahan berat, serta pembengkakan pada kaki. C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien awalnya mengalami kelelahan, sesak napas progresif, dan edema ekstremitas bawah yang semakin memburuk. Saat masuk rumah sakit, pasien mengalami krisis tiroid yang ditandai dengan hipertiroidisme berat, gagal jantung kongestif, serta hipoglikemia berat (glukosa darah 7 mg/dL). Pada malam pertama perawatan, pasien mengalami henti jantung mendadak, tetapi berhasil diselamatkan melalui resusitasi. D. Riwayat konsumsi obat: Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan hipertiroidisme sebelumnya karena tidak pernah didiagnosis hipertiroidisme sebelum masuk rumah sakit. E. Pemeriksaan Fisik • Kesadaran: Tidak stabil, mengalami kehilangan kesadaran pada malam pertama perawatan • Tekanan darah: Tidak disebutkan secara spesifik, tetapi mengalami gangguan sirkulasi. Tidak stabil, kemungkinan rendah (hipotensi) akibat gagal jantung dan hipoglikemia • Denyut Nadi (HR): >140 bpm (takikardia berat), khas pada krisis tiroid • Laju Napas (RR): ≥24 kali/menit (takipnea), sesuai dengan keluhan sesak napas • Suhu Tubuh: ≥39°C (demam tinggi), gejala khas krisis tiroid • Glukosa Darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat), menyebabkan gangguan kesadaran • Pembesaran kelenjar tiroid: Ditemukan pembesaran difus pada leher, tetapi tanpa exophthalmos (mata menonjol) • Edema: Pembengkakan pada kaki akibat gagal jantung kongestif F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium: • FT3 >30 pg/mL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • FT4 >6.0 ng/dL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • TRAb 23.6 IU/L (positif, menunjukkan penyakit Graves) • Glukosa darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat) • Disfungsi hati akibat kongesti dari gagal jantung Elektrokardiogram (EKG): Menunjukkan tanda-tanda takikardia dan gangguan sirkulasi akibat gagal jantung Ekokardiografi: Menunjukkan gagal jantung sisi kanan yang berat G. Penatalaksanaan 1. Stabilisasi hipoglikemia • Pemberian infus glukosa intravena untuk meningkatkan kadar gula darah • Pemantauan kadar glukosa darah secara ketat 2. Manajemen krisis tiroid • Obat anti-tiroid (Methimazole) untuk menekan produksi hormon tiroid • Beta-blocker (Propranolol) untuk mengontrol takikardia • Kortikosteroid (Hidrokortison) untuk mengurangi peradangan dan mencegah insufisiensi adrenal • Pemberian yodium untuk menghambat pelepasan hormon tiroid lebih lanjut 3. Penanganan gagal jantung • Diuretik untuk mengurangi retensi cairan akibat gagal jantung • Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mendukung fungsi ginjal dan sirkulasi darah 4. Dukungan Perawatan Intensif (ICU) • Resusitasi cairan untuk menjaga tekanan darah dan keseimbangan elektrolit • Ventilasi dan dukungan pernapasan untuk memastikan oksigenasi yang cukup • Pengawasan ketat terhadap fungsi organ vital
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, saya dapat memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien tersebut.
Diagnosa Keperawatan:
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan produksi hormon tiroid akibat krisis tiroid.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gagal jantung kongestif.
3. Penurunan cardiac output berhubungan dengan disfungsi jantung akibat krisis tiroid.
4. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan hipoglikemia berat.
5. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan umum.
Penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Hipertermia: Peningkatan suhu tubuh di atas normal akibat peningkatan produksi hormon tiroid pada krisis tiroid.
2. Gangguan perfusi jaringan: Penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan akibat gagal jantung kongestif.
3. Penurunan cardiac output: Penurunan volume darah yang dipompa oleh jantung per menit akibat disfungsi jantung.
4. Ketidakstabilan kadar glukosa darah: Fluktuasi kadar glukosa darah di luar batas normal, terutama hipoglikemia berat.
5. Risiko aspirasi: Potensi masuknya cairan atau zat lain ke dalam saluran pernapasan akibat penurunan kesadaran.
6. Intoleransi aktivitas: Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari akibat kelelahan umum.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Suhu tubuh dalam batas normal
2. Perfusi jaringan adekuat
3. Cardiac output dalam batas normal
4. Stabilitas kadar glukosa darah
5. Tidak terjadi aspirasi
6. Toleransi terhadap aktivitas
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen hipertermia: Pemantauan suhu tubuh, pemberian antipiretik, pengendalian lingkungan.
2. Manajemen perfusi jaringan: Pemberian cairan intravena, pemantauan tanda-tanda vital, terapi oksigen.
3. Manajemen cardiac output: Pemberian obat-obatan kardiovaskular, pemantauan status hemodinamik.
4. Manajemen kadar glukosa darah: Pemberian insulin/glukosa, pemantauan kadar glukosa darah.
5. Pencegahan aspirasi: Posisi semi-Fowler, pemantauan refleks batuk dan deglutisi.
6. Peningkatan toleransi aktivitas: Manajemen kelelahan, perencanaan aktivitas bertahap.
Penanganan yang komprehensif sangat diperlukan untuk mengatasi kondisi krisis tiroid yang kompleks ini, meliputi stabilisasi hipoglikemia, manajemen krisis tiroid, penanganan gagal jantung, serta dukungan perawatan intensif. -
Article No. 13566 | 09 Mar 2025
Klinis : Seorang wanita Jepang berusia 32 tahun yang mengalami hipoglikemia berat (7 mg/dL) yang disertai dengan krisis tiroid. Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas, kelelahan umum, dan edema (pembengkakan) pada kaki. Sebelumnya, pasien tidak memiliki riwayat hipertiroidisme dan tidak ada riwayat penyakit tiroid dalam keluarga. Pada saat masuk rumah sakit, pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertiroidisme berat, dengan kadar FT3 >30 pg/mL, FT4 >6.0 ng/dL, dan TRAb 23.6 IU/L. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran difus kelenjar tiroid, tetapi tidak ditemukan exophthalmos (mata menonjol). Selain itu, pasien mengalami gagal jantung kongestif parah, yang diklasifikasikan sebagai kelas IV menurut New York Heart Association (NYHA). Pada malam pertama di rumah sakit, pasien tiba-tiba kehilangan kesadaran dan mengalami henti jantung. Tindakan resusitasi dilakukan, dan pasien berhasil diselamatkan. Pemeriksaan laboratorium setelah kejadian ini menunjukkan hipoglikemia berat (glukosa darah hanya 7 mg/dL), gagal jantung sisi kanan yang parah, serta disfungsi hati akibat kongesti hati. Kondisi pasien dikategorikan sebagai multiple organ failure akibat krisis tiroid, yang membutuhkan penanganan intensif di unit perawatan intensif (ICU). Penanganan yang diberikan meliputi infus glukosa intravena, hidrokortison, methimazole (obat anti-tiroid), dan diuretika. Selain itu, pasien menjalani Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mempertahankan sirkulasi darah dan mengurangi beban kerja jantung. Setelah kondisi pasien membaik dan hasil laboratorium kembali normal, ia akhirnya diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan selama 74 hari di rumah sakit. Studi kasus ini dikutip dari jurnal Severe Hypoglycemia Accompanied with Thyroid Crisis (Nakatani et al., 2019). 3.4 Pengkajian A. Identitas Klien Nama Pasien : - Usia : 32 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Tempat Perawatan : Dirawat di (ICU) rumah sakit di Jepang Diagnosis : Krisis tiroid (thyroid storm) dengan hipoglikemia berat dan gagal jantung kongestif B. Keluhan Utama Pasien datang dengan sesak napas, kelelahan berat, serta pembengkakan pada kaki. C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien awalnya mengalami kelelahan, sesak napas progresif, dan edema ekstremitas bawah yang semakin memburuk. Saat masuk rumah sakit, pasien mengalami krisis tiroid yang ditandai dengan hipertiroidisme berat, gagal jantung kongestif, serta hipoglikemia berat (glukosa darah 7 mg/dL). Pada malam pertama perawatan, pasien mengalami henti jantung mendadak, tetapi berhasil diselamatkan melalui resusitasi. D. Riwayat konsumsi obat: Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan hipertiroidisme sebelumnya karena tidak pernah didiagnosis hipertiroidisme sebelum masuk rumah sakit. E. Pemeriksaan Fisik • Kesadaran: Tidak stabil, mengalami kehilangan kesadaran pada malam pertama perawatan • Tekanan darah: Tidak disebutkan secara spesifik, tetapi mengalami gangguan sirkulasi. Tidak stabil, kemungkinan rendah (hipotensi) akibat gagal jantung dan hipoglikemia • Denyut Nadi (HR): >140 bpm (takikardia berat), khas pada krisis tiroid • Laju Napas (RR): ≥24 kali/menit (takipnea), sesuai dengan keluhan sesak napas • Suhu Tubuh: ≥39°C (demam tinggi), gejala khas krisis tiroid • Glukosa Darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat), menyebabkan gangguan kesadaran • Pembesaran kelenjar tiroid: Ditemukan pembesaran difus pada leher, tetapi tanpa exophthalmos (mata menonjol) • Edema: Pembengkakan pada kaki akibat gagal jantung kongestif F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium: • FT3 >30 pg/mL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • FT4 >6.0 ng/dL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • TRAb 23.6 IU/L (positif, menunjukkan penyakit Graves) • Glukosa darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat) • Disfungsi hati akibat kongesti dari gagal jantung Elektrokardiogram (EKG): Menunjukkan tanda-tanda takikardia dan gangguan sirkulasi akibat gagal jantung Ekokardiografi: Menunjukkan gagal jantung sisi kanan yang berat G. Penatalaksanaan 1. Stabilisasi hipoglikemia • Pemberian infus glukosa intravena untuk meningkatkan kadar gula darah • Pemantauan kadar glukosa darah secara ketat 2. Manajemen krisis tiroid • Obat anti-tiroid (Methimazole) untuk menekan produksi hormon tiroid • Beta-blocker (Propranolol) untuk mengontrol takikardia • Kortikosteroid (Hidrokortison) untuk mengurangi peradangan dan mencegah insufisiensi adrenal • Pemberian yodium untuk menghambat pelepasan hormon tiroid lebih lanjut 3. Penanganan gagal jantung • Diuretik untuk mengurangi retensi cairan akibat gagal jantung • Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mendukung fungsi ginjal dan sirkulasi darah 4. Dukungan Perawatan Intensif (ICU) • Resusitasi cairan untuk menjaga tekanan darah dan keseimbangan elektrolit • Ventilasi dan dukungan pernapasan untuk memastikan oksigenasi yang cukup • Pengawasan ketat terhadap fungsi organ vital
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang diberikan:
Diagnosa Keperawatan (SDKI):
1. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan gagal jantung kongestif dan hipoglikemia berat
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan lemah/kelelahan umum dan sesak napas
3. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan sesak napas
4. Penurunan Kardiak Output berhubungan dengan disfungsi jantung akibat krisis tiroid
5. Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan gagal jantung kongestif dan hipoglikemia
Penjelasan Singkat:
1. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan volume dan/atau komposisi cairan dan elektrolit dalam rentang normal.
- Faktor yang berhubungan: Gagal jantung kongestif dan hipoglikemia berat.
- Gejala dan tanda: Edema, hipotensi, takikardia, hipoglikemia, dan disfungsi organ.
2. Intoleransi Aktivitas
- Definisi: Keterbatasan untuk bertoleransi terhadap aktivitas fisik.
- Faktor yang berhubungan: Kelelahan umum dan sesak napas.
- Gejala dan tanda: Kelelahan, dyspnea, dan penurunan toleransi aktivitas.
3. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret atau benda asing dari saluran napas untuk mempertahankan jalan napas terbuka.
- Faktor yang berhubungan: Sesak napas.
- Gejala dan tanda: Sesak napas, takipnea, dan gangguan pertukaran gas.
4. Penurunan Kardiak Output
- Definisi: Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
- Faktor yang berhubungan: Disfungsi jantung akibat krisis tiroid.
- Gejala dan tanda: Takikardia, hipotensi, dan edema.
5. Perubahan Perfusi Jaringan
- Definisi: Perubahan aliran darah ke jaringan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
- Faktor yang berhubungan: Gagal jantung kongestif dan hipoglikemia.
- Gejala dan tanda: Perubahan status mental, hipoglikemia, dan disfungsi organ.
Dalam perawatan pasien ini, perawat harus fokus pada stabilisasi kondisi, manajemen komplikasi (hipoglikemia, krisis tiroid, dan gagal jantung), serta dukungan perawatan intensif yang komprehensif.