Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 21286 | 31 Aug 2025
Klinis : Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun datang dengan keluhan adanya benjolan keras pada punggung kiri (skapula) dan tungkai bawah kanan (tibia-fibula) yang sudah muncul sejak usia sekitar 4 tahun dan terus bertambah besar hingga saat ini. Pasien memiliki berat badan 42 kg dan tinggi badan 152 cm. Keluhan utama pasien adalah adanya benjolan yang mengganggu penampilan, meskipun tidak menimbulkan nyeri saat istirahat maupun bergerak. Dari riwayat keluarga diketahui bahwa ayah pasien juga memiliki kelainan serupa, sehingga memperkuat dugaan adanya penyakit keturunan dengan pola autosomal dominan. Pada pemeriksaan fisik, pasien dalam keadaan umum baik, sadar penuh, dengan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, suhu 36,8°C. Ditemukan benjolan multipel pada skapula kiri dan tibia-fibula kanan, berukuran keras, teraba tidak nyeri, dan kulit di atasnya tampak normal. Range of motion (ROM) bahu kiri, lutut, serta pergelangan kaki masih baik dan tidak terbatas. Pasien tidak mengeluhkan gangguan tidur atau nafsu makan, namun menyatakan merasa cemas dan malu dengan kondisi tubuhnya, sehingga terkadang menarik diri dari aktivitas sosial bersama teman-temannya. Pemeriksaan penunjang menunjukkan hasil laboratorium normal, meliputi hemoglobin 13 g/dL, leukosit 7.200/mm³, trombosit 280.000/mm³, ureum 25 mg/dL, kreatinin 0,7 mg/dL, serta urinalisis dalam batas normal. Pemeriksaan radiografi polos pada bahu kiri memperlihatkan adanya osteokondroma sessile pada scapula, sedangkan pada tibia-fibula kanan tampak lesi sessile multipel yang melebar dari metafisis, dengan gambaran berkorteks baik, sebagian mengapur menyerupai kembang kol, dan arah pertumbuhan menjauhi epifisis. Cartilage cap terukur < 1,5 cm. Tidak ditemukan tanda-tanda transformasi ganas seperti litik, destruksi tulang, atau kalsifikasi jaringan lunak. CT scan maupun MRI tidak dilakukan, karena hasil foto polos radiografi sudah cukup menegakkan diagnosis dan menyingkirkan keganasan. Diagnosis medis pasien ditegakkan sebagai Eksostosis Herediter Ganda (Multiple Hereditary Exostoses / Osteochondroma Multipel). Pasien mendapatkan terapi non-farmakologis berupa edukasi dan konseling psikologis untuk membantu mengatasi kecemasan dan masalah citra tubuh. Tindakan pembedahan sebenarnya diindikasikan untuk alasan kosmetik dan pencegahan komplikasi, namun keluarga menolak operasi pada saat ini. Terapi farmakologis hanya berupa analgesik ringan (parasetamol 500 mg, jika nyeri) yang diberikan bila pasien mengeluh nyeri setelah aktivitas.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi tersebut:
1. Citra Tubuh Terganggu
Definisi: Persepsi negatif atau kekhawatiran terhadap penampilan fisik.
Penyebab:
- Perubahan penampilan fisik akibat penyakit (eksostosis multipel)
- Perasaan malu dan tidak percaya diri akibat penampilan fisik yang berbeda
2. Kecemasan
Definisi: Respon emosional terhadap sumber ancaman atau bahaya yang tidak jelas, tidak spesifik, atau tidak diketahui.
Penyebab:
- Kekhawatiran terhadap penampilan fisik yang tidak sesuai harapan
- Ketakutan terhadap dampak atau komplikasi dari penyakitnya
Luaran/Output yang Diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Citra Tubuh Positif
- Pasien dapat mengekspresikan penerimaan terhadap penampilan fisiknya
- Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas sosial tanpa merasa malu
- Pasien dapat memahami dan menerima perubahan fisik yang terjadi
2. Kecemasan Terkendali
- Pasien dapat mengidentifikasi penyebab kecemasan
- Pasien dapat menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
- Pasien dapat menunjukkan perilaku yang tenang dan fokus
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Intervensi untuk Citra Tubuh Terganggu:
- Terapi Aktivitas Kelompok: Memfasilitasi diskusi kelompok untuk berbagi pengalaman dan menerima kondisi fisik
- Terapi Bermain: Memfasilitasi aktivitas kreatif untuk mengekspresikan perasaan terkait penampilan fisik
- Konseling: Memberikan dukungan psikologis dan meningkatkan penerimaan diri
2. Intervensi untuk Kecemasan:
- Manajemen Kecemasan: Mengajarkan teknik relaksasi, distraksi, dan pengalihan perhatian untuk mengurangi kecemasan
- Terapi Kognitif: Mengidentifikasi dan memodifikasi pikiran negatif yang menyebabkan kecemasan
- Edukasi Kesehatan: Memberikan informasi tentang penyakit dan prognosis untuk mengurangi ketakutan
Penjelasan rinci:
Dalam kondisi ini, pasien mengalami dua masalah keperawatan utama, yaitu Citra Tubuh Terganggu dan Kecemasan. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai adalah Citra Tubuh Terganggu dan Kecemasan. Kedua diagnosa ini muncul akibat adanya perubahan penampilan fisik yang signifikan dan menimbulkan perasaan malu serta tidak percaya diri pada pasien. Hal ini juga menyebabkan kecemasan yang berkaitan dengan dampak dan komplikasi dari penyakitnya.
Luaran yang diharapkan adalah Citra Tubuh Positif, di mana pasien dapat menerima kondisi fisiknya dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial tanpa merasa malu, serta Kecemasan Terkendali, di mana pasien dapat mengelola kecemasan dengan baik menggunakan teknik-teknik relaksasi dan terapi kognitif.
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran tersebut meliputi Terapi Aktivitas Kelompok dan Terapi Bermain untuk mengatasi Citra Tubuh Terganggu, serta Manajemen Kecemasan, Terapi Kognitif, dan Edukasi Kesehatan untuk menangani Kecemasan. Intervensi-intervensi ini bertujuan untuk memfasilitasi penerimaan diri pasien, meningkatkan kepercayaan diri, dan mengelola kecemasan yang dialami. -
Article No. 21287 | 31 Aug 2025
Klinis : Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun datang dengan keluhan adanya benjolan keras pada punggung kiri (skapula) dan tungkai bawah kanan (tibia-fibula) yang sudah muncul sejak usia sekitar 4 tahun dan terus bertambah besar hingga saat ini. Pasien memiliki berat badan 42 kg dan tinggi badan 152 cm. Keluhan utama pasien adalah adanya benjolan yang mengganggu penampilan, meskipun tidak menimbulkan nyeri saat istirahat maupun bergerak. Dari riwayat keluarga diketahui bahwa ayah pasien juga memiliki kelainan serupa, sehingga memperkuat dugaan adanya penyakit keturunan dengan pola autosomal dominan. Pada pemeriksaan fisik, pasien dalam keadaan umum baik, sadar penuh, dengan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, suhu 36,8°C. Ditemukan benjolan multipel pada skapula kiri dan tibia-fibula kanan, berukuran keras, teraba tidak nyeri, dan kulit di atasnya tampak normal. Range of motion (ROM) bahu kiri, lutut, serta pergelangan kaki masih baik dan tidak terbatas. Pasien tidak mengeluhkan gangguan tidur atau nafsu makan, namun menyatakan merasa cemas dan malu dengan kondisi tubuhnya, sehingga terkadang menarik diri dari aktivitas sosial bersama teman-temannya. Pemeriksaan penunjang menunjukkan hasil laboratorium normal, meliputi hemoglobin 13 g/dL, leukosit 7.200/mm³, trombosit 280.000/mm³, ureum 25 mg/dL, kreatinin 0,7 mg/dL, serta urinalisis dalam batas normal. Pemeriksaan radiografi polos pada bahu kiri memperlihatkan adanya osteokondroma sessile pada scapula, sedangkan pada tibia-fibula kanan tampak lesi sessile multipel yang melebar dari metafisis, dengan gambaran berkorteks baik, sebagian mengapur menyerupai kembang kol, dan arah pertumbuhan menjauhi epifisis. Cartilage cap terukur < 1,5 cm. Tidak ditemukan tanda-tanda transformasi ganas seperti litik, destruksi tulang, atau kalsifikasi jaringan lunak. CT scan maupun MRI tidak dilakukan, karena hasil foto polos radiografi sudah cukup menegakkan diagnosis dan menyingkirkan keganasan. Diagnosis medis pasien ditegakkan sebagai Eksostosis Herediter Ganda (Multiple Hereditary Exostoses / Osteochondroma Multipel). Pasien mendapatkan terapi non-farmakologis berupa edukasi dan konseling psikologis untuk membantu mengatasi kecemasan dan masalah citra tubuh. Tindakan pembedahan sebenarnya diindikasikan untuk alasan kosmetik dan pencegahan komplikasi, namun keluarga menolak operasi pada saat ini. Terapi farmakologis hanya berupa analgesik ringan (parasetamol 500 mg, jika nyeri) yang diberikan bila pasien mengeluh nyeri setelah aktivitas.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI beserta kodenya yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Citra Tubuh Terganggu (00118)
2. Kecemasan (00146)
Penjelasan SDKI-SLKI-SIKI:
1. Citra Tubuh Terganggu (00118)
- SDKI: Citra tubuh terganggu adalah persepsi negatif individu terhadap penampilan fisiknya.
- SLKI: Citra tubuh terganggu adalah masalah yang ditandai dengan persepsi negatif terhadap penampilan fisik.
- SIKI: Citra tubuh terganggu adalah respons individu yang ditandai dengan persepsi negatif terhadap penampilan fisik.
2. Kecemasan (00146)
- SDKI: Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disertai respons otonom, perasaan tertekan, dan perilaku avoidance yang merupakan antisipasi terhadap bahaya.
- SLKI: Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disertai respons otonom, perasaan tertekan, dan perilaku menghindar yang merupakan antisipasi terhadap bahaya.
- SIKI: Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disertai respons otonom, perasaan tertekan, dan perilaku menghindar yang merupakan antisipasi terhadap bahaya.
Penjelasan Kasus:
Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun datang dengan keluhan adanya benjolan keras pada punggung kiri (skapula) dan tungkai bawah kanan (tibia-fibula) yang sudah muncul sejak usia sekitar 4 tahun dan terus bertambah besar. Pasien merasa cemas dan malu dengan kondisi tubuhnya, sehingga terkadang menarik diri dari aktivitas sosial bersama teman-temannya. Hal ini menunjukkan adanya diagnosa keperawatan "Citra Tubuh Terganggu" dan "Kecemasan". -
Article No. 21288 | 31 Aug 2025
Klinis : Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun datang dengan keluhan adanya benjolan keras pada punggung kiri (skapula) dan tungkai bawah kanan (tibia-fibula) yang sudah muncul sejak usia sekitar 4 tahun dan terus bertambah besar hingga saat ini. Pasien memiliki berat badan 42 kg dan tinggi badan 152 cm. Keluhan utama pasien adalah adanya benjolan yang mengganggu penampilan, meskipun tidak menimbulkan nyeri saat istirahat maupun bergerak. Dari riwayat keluarga diketahui bahwa ayah pasien juga memiliki kelainan serupa, sehingga memperkuat dugaan adanya penyakit keturunan dengan pola autosomal dominan. Pada pemeriksaan fisik, pasien dalam keadaan umum baik, sadar penuh, dengan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, suhu 36,8°C. Ditemukan benjolan multipel pada skapula kiri dan tibia-fibula kanan, berukuran keras, teraba tidak nyeri, dan kulit di atasnya tampak normal. Range of motion (ROM) bahu kiri, lutut, serta pergelangan kaki masih baik dan tidak terbatas. Pasien tidak mengeluhkan gangguan tidur atau nafsu makan, namun menyatakan merasa cemas dan malu dengan kondisi tubuhnya, sehingga terkadang menarik diri dari aktivitas sosial bersama teman-temannya. Pemeriksaan penunjang menunjukkan hasil laboratorium normal, meliputi hemoglobin 13 g/dL, leukosit 7.200/mm³, trombosit 280.000/mm³, ureum 25 mg/dL, kreatinin 0,7 mg/dL, serta urinalisis dalam batas normal. Pemeriksaan radiografi polos pada bahu kiri memperlihatkan adanya osteokondroma sessile pada scapula, sedangkan pada tibia-fibula kanan tampak lesi sessile multipel yang melebar dari metafisis, dengan gambaran berkorteks baik, sebagian mengapur menyerupai kembang kol, dan arah pertumbuhan menjauhi epifisis. Cartilage cap terukur < 1,5 cm. Tidak ditemukan tanda-tanda transformasi ganas seperti litik, destruksi tulang, atau kalsifikasi jaringan lunak. CT scan maupun MRI tidak dilakukan, karena hasil foto polos radiografi sudah cukup menegakkan diagnosis dan menyingkirkan keganasan. Diagnosis medis pasien ditegakkan sebagai Eksostosis Herediter Ganda (Multiple Hereditary Exostoses / Osteochondroma Multipel). Pasien mendapatkan terapi non-farmakologis berupa edukasi dan konseling psikologis untuk membantu mengatasi kecemasan dan masalah citra tubuh. Tindakan pembedahan sebenarnya diindikasikan untuk alasan kosmetik dan pencegahan komplikasi, namun keluarga menolak operasi pada saat ini. Terapi farmakologis hanya berupa analgesik ringan (parasetamol 500 mg, jika nyeri) yang diberikan bila pasien mengeluh nyeri setelah aktivitas. 6 diagnosis
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dideskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI):
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Citra Tubuh Terganggu
2. Kecemasan
3. Gangguan Tidur
4. Isolasi Sosial
5. Ketidakefektifan Aktivitas
6. Risiko Komplikasi Muskuloskeletal
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Citra Tubuh Terganggu
- Pasien dapat menerima kondisi tubuhnya
- Pasien dapat mengidentifikasi perubahan fisik yang dialami
- Pasien dapat mengatasi perasaan malu dan cemas terhadap kondisi fisiknya
2. Kecemasan
- Pasien dapat mengidentifikasi penyebab kecemasan
- Pasien dapat mengendalikan kecemasan
- Pasien dapat menerapkan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
3. Gangguan Tidur
- Pasien dapat tidur tanpa kesulitan
- Pasien dapat mempertahankan pola tidur yang adekuat
4. Isolasi Sosial
- Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain
- Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas sosial
5. Ketidakefektifan Aktivitas
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri
- Pasien dapat beradaptasi dengan keterbatasan gerak akibat kondisi fisik
6. Risiko Komplikasi Muskuloskeletal
- Pasien tidak mengalami komplikasi muskuloskeletal
- Pasien dapat mempertahankan fungsi ROM yang adekuat
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Citra Tubuh Terganggu
- Berikan konseling dan terapi kognitif-perilaku untuk membantu pasien menerima kondisi fisiknya
- Fasilitasi pasien untuk mengidentifikasi perubahan fisik yang dialami dan mengekspresikan perasaannya
- Bantu pasien mengembangkan strategi koping yang adaptif untuk menghadapi masalah citra tubuh
2. Kecemasan
- Identifikasi penyebab kecemasan dan faktor pencetus
- Ajarkan teknik relaksasi (napas dalam, visualisasi, meditasi) untuk mengurangi kecemasan
- Berikan dukungan emosional dan bantu pasien mengembangkan strategi koping yang efektif
3. Gangguan Tidur
- Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pola tidur pasien
- Ajarkan teknik untuk mempertahankan pola tidur yang adekuat (misalnya, menjaga rutinitas tidur, menghindari stimulasi sebelum tidur)
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (misal, dokter) untuk evaluasi dan intervensi farmakologis, jika diperlukan
4. Isolasi Sosial
- Bantu pasien mengidentifikasi sumber dukungan sosial yang tersedia
- Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial sesuai dengan kemampuan
- Kolaborasi dengan keluarga dan lingkungan sosial pasien untuk meningkatkan keterlibatan dalam aktivitas sosial
5. Ketidakefektifan Aktivitas
- Identifikasi kemampuan dan keterbatasan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
- Berikan latihan fisik yang bertahap untuk mempertahankan dan meningkatkan kemampuan fungsional
- Ajarkan teknik adaptasi dan modifikasi aktivitas untuk mengakomodasi keterbatasan fisik
6. Risiko Komplikasi Muskuloskeletal
- Monitor tanda-tanda perkembangan lesi dan perubahan ROM
- Anjurkan pasien untuk menghindari aktivitas yang dapat menyebabkan trauma pada area yang terkena
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (misal, dokter ortopedi) untuk evaluasi dan intervensi medis yang diperlukan
Keseluruhan intervensi keperawatan ini bertujuan untuk membantu pasien beradaptasi dengan kondisi fisiknya, mengelola kecemasan dan masalah citra tubuh, mempertahankan fungsi fisik, dan mencegah komplikasi muskuloskeletal. Kolaborasi dengan keluarga, tenaga kesehatan lain, dan dukungan sosial juga diperlukan untuk mencapai hasil yang optimal. -
Article No. 21289 | 31 Aug 2025
Klinis : Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun datang dengan keluhan adanya benjolan keras pada punggung kiri (skapula) dan tungkai bawah kanan (tibia-fibula) yang sudah muncul sejak usia sekitar 4 tahun dan terus bertambah besar hingga saat ini. Pasien memiliki berat badan 42 kg dan tinggi badan 152 cm. Keluhan utama pasien adalah adanya benjolan yang mengganggu penampilan, meskipun tidak menimbulkan nyeri saat istirahat maupun bergerak. Dari riwayat keluarga diketahui bahwa ayah pasien juga memiliki kelainan serupa, sehingga memperkuat dugaan adanya penyakit keturunan dengan pola autosomal dominan. Pada pemeriksaan fisik, pasien dalam keadaan umum baik, sadar penuh, dengan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, suhu 36,8°C. Ditemukan benjolan multipel pada skapula kiri dan tibia-fibula kanan, berukuran keras, teraba tidak nyeri, dan kulit di atasnya tampak normal. Range of motion (ROM) bahu kiri, lutut, serta pergelangan kaki masih baik dan tidak terbatas. Pasien tidak mengeluhkan gangguan tidur atau nafsu makan, namun menyatakan merasa cemas dan malu dengan kondisi tubuhnya, sehingga terkadang menarik diri dari aktivitas sosial bersama teman-temannya. Pemeriksaan penunjang menunjukkan hasil laboratorium normal, meliputi hemoglobin 13 g/dL, leukosit 7.200/mm³, trombosit 280.000/mm³, ureum 25 mg/dL, kreatinin 0,7 mg/dL, serta urinalisis dalam batas normal. Pemeriksaan radiografi polos pada bahu kiri memperlihatkan adanya osteokondroma sessile pada scapula, sedangkan pada tibia-fibula kanan tampak lesi sessile multipel yang melebar dari metafisis, dengan gambaran berkorteks baik, sebagian mengapur menyerupai kembang kol, dan arah pertumbuhan menjauhi epifisis. Cartilage cap terukur < 1,5 cm. Tidak ditemukan tanda-tanda transformasi ganas seperti litik, destruksi tulang, atau kalsifikasi jaringan lunak. CT scan maupun MRI tidak dilakukan, karena hasil foto polos radiografi sudah cukup menegakkan diagnosis dan menyingkirkan keganasan. Diagnosis medis pasien ditegakkan sebagai Eksostosis Herediter Ganda (Multiple Hereditary Exostoses / Osteochondroma Multipel). Pasien mendapatkan terapi non-farmakologis berupa edukasi dan konseling psikologis untuk membantu mengatasi kecemasan dan masalah citra tubuh. Tindakan pembedahan sebenarnya diindikasikan untuk alasan kosmetik dan pencegahan komplikasi, namun keluarga menolak operasi pada saat ini. Terapi farmakologis hanya berupa analgesik ringan (parasetamol 500 mg, jika nyeri) yang diberikan bila pasien mengeluh nyeri setelah aktivitas. 6 diagnosis
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang dipaparkan, berikut adalah 6 diagnosa keperawatan SDKI yang sesuai, beserta luaran/output yang diharapkan (SLKI) dan intervensi keperawatan yang diperlukan (SIKI):
1. Diagnosa Keperawatan: Cemas
SLKI:
- Tingkat kecemasan menurun
- Pasien mampu mengidentifikasi penyebab kecemasan
- Pasien mampu menggunakan teknik relaksasi untuk mengatasi kecemasan
SIKI:
- Lakukan asesmen tingkat kecemasan
- Berikan informasi tentang penyakit dan pengobatannya untuk mengurangi ketidakpastian
- Latih teknik relaksasi (napas dalam, distraksi, visualisasi)
- Dukung pasien untuk terlibat dalam aktivitas sosial
- Kolaborasi dengan ahli psikologi/konselor untuk konseling
2. Diagnosa Keperawatan: Gangguan Citra Tubuh
SLKI:
- Pasien menerima kondisi fisiknya
- Pasien mampu mengungkapkan perasaan tentang perubahannya
- Pasien dapat beradaptasi dengan perubahan penampilan
SIKI:
- Kaji persepsi pasien terhadap perubahan fisik
- Berikan informasi tentang penyakit dan pengaruhnya terhadap citra tubuh
- Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan terhadap perubahannya
- Libatkan pasien dalam perawatan diri untuk meningkatkan rasa kontrol
- Kolaborasi dengan ahli psikologi/konselor untuk konseling
3. Diagnosa Keperawatan: Risiko Komplikasi
SLKI:
- Tidak terjadi komplikasi (patah tulang, tumor ganas, dll)
- Tidak terjadi perburukan kondisi fisik
SIKI:
- Pantau tanda-tanda perburukan kondisi fisik
- Edukasi pasien dan keluarga tentang komplikasi yang dapat terjadi
- Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi dan intervensi medis yang tepat
- Dorong pasien untuk patuh terhadap pengobatan dan rencana perawatan
4. Diagnosa Keperawatan: Aktivitas Bermain Terganggu
SLKI:
- Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas bermain/rekreasi
- Pasien mampu beradaptasi dengan perubahan aktivitas bermain
SIKI:
- Asesmen kemampuan dan minat pasien dalam aktivitas bermain
- Modifikasi aktivitas bermain/rekreasi sesuai kondisi fisik pasien
- Dukung pasien untuk terlibat dalam aktivitas bermain yang sesuai
- Kolaborasi dengan terapis okupasi untuk intervensi yang tepat
5. Diagnosa Keperawatan: Intoleransi Aktivitas
SLKI:
- Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kelelahan yang berlebihan
- Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
SIKI:
- Asesmen tingkat aktivitas dan toleransi pasien
- Berikan edukasi tentang pengaturan aktivitas dan istirahat
- Latih teknik konservasi energi dalam melakukan aktivitas
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk program latihan yang aman
6. Diagnosa Keperawatan: Risiko Ketidakstabilan Sendi
SLKI:
- Tidak terjadi cedera sendi
- Pasien mampu mempertahankan stabilitas sendi
SIKI:
- Asesmen kemampuan gerak sendi dan stabilitas sendi
- Edukasi pasien dan keluarga tentang risiko ketidakstabilan sendi
- Latih teknik mobilisasi dan perawatan sendi yang aman
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk intervensi yang tepat
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas:
1. Diagnosa Keperawatan: Cemas
Pasien mengalami kecemasan dan malu dengan kondisi fisiknya, sehingga terkadang menarik diri dari aktivitas sosial. Luaran yang diharapkan adalah penurunan tingkat kecemasan, kemampuan pasien untuk mengidentifikasi penyebab kecemasan, serta penggunaan teknik relaksasi untuk mengatasi kecemasan. Intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi asesmen kecemasan, pemberian informasi tentang penyakit, latihan teknik relaksasi, dukungan untuk beraktivitas sosial, serta kolaborasi dengan ahli psikologi/konselor.
2. Diagnosa Keperawatan: Gangguan Citra Tubuh
Pasien merasa cemas dan malu dengan perubahan fisik yang terjadi, sehingga dapat mempengaruhi citra tubuhnya. Luaran yang diharapkan adalah penerimaan pasien terhadap kondisi fisiknya, kemampuan untuk mengungkapkan perasaan, serta adaptasi dengan perubahan penampilan. Intervensi keperawatan meliputi pengkajian persepsi pasien, pemberian informasi tentang penyakit dan pengaruhnya pada citra tubuh, dorongan untuk mengekspresikan perasaan, pelibatan dalam perawatan diri, serta kolaborasi dengan ahli psikologi/konselor.
3. Diagnosa Keperawatan: Risiko Komplikasi
Pasien memiliki risiko terjadinya komplikasi, seperti patah tulang atau transformasi tumor menjadi ganas. Luaran yang diharapkan adalah tidak terjadi komplikasi dan perburukan kondisi fisik. Intervensi keperawatan mencakup pemantauan tanda-tanda perburukan, edukasi pasien dan keluarga tentang komplikasi, kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi dan intervensi medis yang tepat, serta dorongan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.
4. Diagnosa Keperawatan: Aktivitas Bermain Terganggu
Kondisi fisik pasien dapat mengganggu partisipasi dalam aktivitas bermain/rekreasi. Luaran yang diharapkan adalah kemampuan pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas bermain/rekreasi dan beradaptasi dengan perubahan aktivitas. Intervensi keperawatan meliputi asesmen kemampuan dan minat pasien, modifikasi aktivitas bermain, dukungan keterlibatan dalam aktivitas yang sesuai, serta kolaborasi dengan terapis okupasi.
5. Diagnosa Keperawatan: Intoleransi Aktivitas
Kondisi fisik pasien dapat menyebabkan intoleransi terhadap aktivitas sehari-hari. Luaran yang diharapkan adalah kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kelelahan berlebihan dan peningkatan toleransi terhadap aktivitas. Intervensi keperawatan mencakup asesmen tingkat aktivitas dan toleransi, edukasi tentang pengaturan aktivitas dan istirahat, latihan teknik konservasi energi, serta kolaborasi dengan fisioterapis untuk program latihan yang aman.
6. Diagnosa Keperawatan: Risiko Ketidakstabilan Sendi
Kondisi tulang yang terpengaruh dapat berisiko menyebabkan ketidakstabilan sendi. Luaran yang diharapkan adalah tidak terjadi cedera sendi dan kemampuan pasien untuk mempertahankan stabilitas sendi. Intervensi keperawatan meliputi asesmen kemampuan gerak sendi dan -
Article No. 21290 | 31 Aug 2025
Klinis : Seorang anak laki-laki berusia 14 tahun datang dengan keluhan adanya benjolan keras pada punggung kiri (skapula) dan tungkai bawah kanan (tibia-fibula) yang sudah muncul sejak usia sekitar 4 tahun dan terus bertambah besar hingga saat ini. Pasien memiliki berat badan 42 kg dan tinggi badan 152 cm. Keluhan utama pasien adalah adanya benjolan yang mengganggu penampilan, meskipun tidak menimbulkan nyeri saat istirahat maupun bergerak. Dari riwayat keluarga diketahui bahwa ayah pasien juga memiliki kelainan serupa, sehingga memperkuat dugaan adanya penyakit keturunan dengan pola autosomal dominan. Pada pemeriksaan fisik, pasien dalam keadaan umum baik, sadar penuh, dengan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 x/menit, frekuensi napas 20 x/menit, suhu 36,8°C. Ditemukan benjolan multipel pada skapula kiri dan tibia-fibula kanan, berukuran keras, teraba tidak nyeri, dan kulit di atasnya tampak normal. Range of motion (ROM) bahu kiri, lutut, serta pergelangan kaki masih baik dan tidak terbatas. Pasien tidak mengeluhkan gangguan tidur atau nafsu makan, namun menyatakan merasa cemas dan malu dengan kondisi tubuhnya, sehingga terkadang menarik diri dari aktivitas sosial bersama teman-temannya. Pemeriksaan penunjang menunjukkan hasil laboratorium normal, meliputi hemoglobin 13 g/dL, leukosit 7.200/mm³, trombosit 280.000/mm³, ureum 25 mg/dL, kreatinin 0,7 mg/dL, serta urinalisis dalam batas normal. Pemeriksaan radiografi polos pada bahu kiri memperlihatkan adanya osteokondroma sessile pada scapula, sedangkan pada tibia-fibula kanan tampak lesi sessile multipel yang melebar dari metafisis, dengan gambaran berkorteks baik, sebagian mengapur menyerupai kembang kol, dan arah pertumbuhan menjauhi epifisis. Cartilage cap terukur < 1,5 cm. Tidak ditemukan tanda-tanda transformasi ganas seperti litik, destruksi tulang, atau kalsifikasi jaringan lunak. CT scan maupun MRI tidak dilakukan, karena hasil foto polos radiografi sudah cukup menegakkan diagnosis dan menyingkirkan keganasan. Diagnosis medis pasien ditegakkan sebagai Eksostosis Herediter Ganda (Multiple Hereditary Exostoses / Osteochondroma Multipel). Pasien mendapatkan terapi non-farmakologis berupa edukasi dan konseling psikologis untuk membantu mengatasi kecemasan dan masalah citra tubuh. Tindakan pembedahan sebenarnya diindikasikan untuk alasan kosmetik dan pencegahan komplikasi, namun keluarga menolak operasi pada saat ini. Terapi farmakologis hanya berupa analgesik ringan (parasetamol 500 mg, jika nyeri) yang diberikan bila pasien mengeluh nyeri setelah aktivitas. 6 diagnosis
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah 6 diagnosis keperawatan dengan penjelasan singkat menggunakan format SDKI - SLKI - SIKI:
1. Diagnosa Keperawatan: Gangguan Citra Tubuh
- SDKI: Kode 00118, Definisi: Persepsi negatif atau gangguan terhadap penampilan fisik seseorang
- SLKI: Kode 00118, Definisi: Kemampuan individu untuk menerima penampilan fisiknya
- SIKI: Kode 00118, Definisi: Tindakan untuk membantu individu menerima dan menyesuaikan diri dengan perubahan penampilan fisik
2. Diagnosa Keperawatan: Risiko Gangguan Aktivitas
- SDKI: Kode 00035, Definisi: Risiko mengalami gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari secara mandiri
- SLKI: Kode 00035, Definisi: Kemampuan individu untuk melaksanakan aktivitas rutin sehari-hari secara mandiri
- SIKI: Kode 00035, Definisi: Tindakan untuk memfasilitasi kemampuan individu dalam melaksanakan aktivitas rutin sehari-hari secara mandiri
3. Diagnosa Keperawatan: Kecemasan
- SDKI: Kode 00146, Definisi: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya
- SLKI: Kode 00146, Definisi: Kemampuan individu untuk mengelola perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya
- SIKI: Kode 00146, Definisi: Tindakan untuk memfasilitasi kemampuan individu dalam mengelola perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya
4. Diagnosa Keperawatan: Keterbatasan Mobilitas Fisik
- SDKI: Kode 00085, Definisi: Keterbatasan dalam pergerakan secara mandiri, baik yang disebabkan oleh kondisi muskuloskeletal, neurologis, atau faktor lainnya
- SLKI: Kode 00085, Definisi: Kemampuan individu untuk bergerak secara mandiri
- SIKI: Kode 00085, Definisi: Tindakan untuk memfasilitasi kemampuan individu dalam bergerak secara mandiri
5. Diagnosa Keperawatan: Risiko Cedera
- SDKI: Kode 00038, Definisi: Risiko mengalami kerusakan fisik yang disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungannya
- SLKI: Kode 00038, Definisi: Kemampuan individu untuk mencegah kerusakan fisik yang disebabkan oleh interaksi dengan lingkungannya
- SIKI: Kode 00038, Definisi: Tindakan untuk memfasilitasi kemampuan individu dalam mencegah kerusakan fisik yang disebabkan oleh interaksi dengan lingkungannya
6. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Pengelolaan Kesehatan
- SDKI: Kode 00099, Definisi: Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi, mengelola, dan/atau mencari bantuan untuk mempertahankan kesehatan
- SLKI: Kode 00099, Definisi: Kemampuan individu untuk mengidentifikasi, mengelola, dan/atau mencari bantuan untuk mempertahankan kesehatan
- SIKI: Kode 00099, Definisi: Tindakan untuk memfasilitasi kemampuan individu dalam mengidentifikasi, mengelola, dan/atau mencari bantuan untuk mempertahankan kesehatan -
Article No. 21291 | 31 Aug 2025
Klinis : pasien kejang,tidak sadarakan diri
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang mengalami kejang dan tidak sadarkan diri, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan Tingkat Kesadaran (00022)
- Definisi: Penurunan kemampuan untuk merespon secara adekuat terhadap rangsangan internal dan eksternal, ditandai dengan penurunan tingkat kesadaran.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Penurunan Tingkat Kesadaran (00022)
- Definisi: Penurunan kemampuan untuk merespon secara adekuat terhadap rangsangan internal dan eksternal, ditandai dengan penurunan tingkat kesadaran.
- Kode: 00022
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Tingkat Kesadaran Membaik (1206)
- Definisi: Peningkatan kemampuan untuk merespon secara adekuat terhadap rangsangan internal dan eksternal.
- Kode: 1206
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Pemantauan Neurologis (6680)
- Definisi: Pengumpulan dan analisis data tentang status dan fungsi sistem saraf pusat pasien.
- Kode: 6680
2. Manajemen Kejang (2680)
- Definisi: Pencegahan dan pengendalian aktivitas kejang.
- Kode: 2680
3. Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (2100)
- Definisi: Pencegahan dan pengendalian peningkatan tekanan pada cairan dan jaringan di dalam rongga kranial.
- Kode: 2100
Dalam tone akademis dan persona sebagai pakar keperawatan, penjelasan singkat di atas mencakup Diagnosa Keperawatan, SDKI, SLKI, dan SIKI yang sesuai dengan kondisi pasien yang mengalami kejang dan tidak sadarkan diri. -
Article No. 21292 | 31 Aug 2025
Klinis : pasien kejang,tidak sadarakan diri, mengalami penurunan gerak kiri
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI untuk kondisi yang Anda sebutkan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Perfusi Serebral Terganggu (00201)
Penjelasan SDKI-SLKI-SIKI:
a. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
- Kode: 00201
- Definisi: Penurunan aliran darah dan oksigen ke otak, yang dapat mengancam fungsi serebral.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
- Kode: LS 14001
- Definisi: Pemulihan fungsi serebral yang optimal.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
- Kode: IP 14001
- Definisi: Serangkaian tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mempertahankan dan memulihkan perfusi serebral yang optimal.
Penjelasan singkat:
Pasien yang mengalami kejang, tidak sadarkan diri, dan penurunan gerak kiri menunjukkan adanya gangguan perfusi serebral. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti stroke, trauma kepala, atau masalah neurologis lainnya. Tujuan keperawatan adalah untuk memulihkan fungsi serebral secara optimal melalui serangkaian intervensi keperawatan, seperti memantau tanda-tanda vital, mengatur posisi pasien, memberikan oksigen, dan melakukan tindakan lain yang sesuai dengan kondisi pasien. -
Article No. 21248 | 30 Aug 2025
Klinis : -- Perfusi Perifer tidak efektif (SDKI D. 0009)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi "Perfusi Perifer tidak efektif (SDKI D.0009)".
Diagnosa Keperawatan:
Diagnosa Keperawatan: Perfusi Perifer tidak efektif (SDKI D.0009)
Penjelasan SDKI - SLKI - SIKI:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kode: D.0009
Definisi: Keadaan dimana sirkulasi darah ke perifer tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Kode: L.0172
Definisi: Keadaan dimana pasien menunjukkan perfusi perifer yang adekuat.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Kode: I.0343
Definisi: Serangkaian kegiatan yang dilakukan perawat untuk meningkatkan perfusi perifer pada pasien.
Sebagai seorang perawat yang berpengalaman, saya dapat menjelaskan bahwa Perfusi Perifer tidak efektif (SDKI D.0009) merupakan suatu kondisi dimana terdapat penurunan sirkulasi darah ke perifer, sehingga kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi tidak dapat terpenuhi dengan baik. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti gangguan kardiovaskular, vasokonstriksi, atau edema.
Penanganan yang dilakukan oleh perawat bertujuan untuk meningkatkan perfusi perifer yang adekuat (SLKI L.0172) melalui serangkaian intervensi keperawatan (SIKI I.0343), seperti pemantauan tanda-tanda vital, pengaturan posisi, pemberian terapi oksigen, dan perawatan ekstremitas. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa sirkulasi darah ke perifer dapat berjalan dengan lancar dan memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
Sebagai seorang perawat yang berpengalaman, saya siap membantu Anda dalam memahami dan menangani kasus Perfusi Perifer tidak efektif (SDKI D.0009) dengan menggunakan pendekatan yang berpusat pada pasien dan berdasarkan praktik keperawatan yang terbaik. -
Article No. 21249 | 30 Aug 2025
Klinis : -- Perfusi Perifer tidak efektif (SDKI D. 0009)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: \rtf1\ansi\ansicpg1252\deff0\nouicompat\deflang1057{\fonttbl{\f0\fnil\fcharset0 Calibri;}}
{\colortbl;\red0\green0\blue0;\red0\green0\blue255;\red255\green0\blue0;}
{\*\generator Riched20 10.0.22621}\viewkind4\uc1
\pard\nowidctlpar\sa200\sl276\slmult1\f0\fs22\lang1057\b PERNYATAAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN\b0\par
\par
\pard\nowidctlpar\sa200\sl276\slmult1\b Kode SDKI D.0009\b0 : Perfusi Perifer Tidak Efektif\par
\par
\pard\nowidctlpar\sa200\sl276\slmult1\b Definisi\b0 : Penurunan suplai darah pada tingkat jaringan perifer yang dapat mengganggu kesehatan.\par
\par
\pard\nowidctlpar\sa200\sl276\slmult1\b Klasifikasi\b0 : Domain D (Perfusi)\par
\par
\pard\nowidctlpar\sa200\sl276\slmult1\b FAKTOR PENYEBAB (ETIOLOGI) YANG SERING TERKAIT:\par
Hipertensi, aterosklerosis, diabetes melitus, trombosis, emboli, vasokonstriksi, hipovolemia, atau kondisi yang mengganggu integritas vaskular.\par
\par
\pard\nowidctlpar\sa200\sl276\slmult1\b KARAKTERISTIK PENUNJANG (DEFINING CHARACTERISTICS):\par
- Kulit pucat atau sianosis pada ekstremitas\par
- Penurunan atau tidak adanya denyut nadi perifer\par
- Ekstremitas teraba dingin\par
- Penurunan tekanan darah perifer\par
- Klaudikasio (nyeri saat beraktivitas)\par
- Luka atau ulserasi yang sulit sembuh\par
- Penurunan pengisian kapiler\par
- Penurunan sensasi atau kesemutan\par
\par
\pard\nowidctlpar\sa200\sl276\slmult1\b\i Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)\b0\i0\par
\par
\pard\nowidctlpar\sa200\sl276\slmult1\b Kode SLKI L.08031\b0 : Status Sirkulasi Perifer\par
\b Kriteria Evaluasi (Kemampuan klien untuk):\b0\par
- Denyut nadi perifer teraba dan kuat\par
- Warna kulit normal (tidak pucat atau sianosis)\par
- Suhu kulit hangat\par
- Pengisian kapiler < 3 detik\par
- Tidak ada nyeri atau kram pada ekstremitas\par
- Tidak ada edema\par
- Tekanan darah dalam rentang normal\par
\par
\pard\nowidctlpar\sa200\sl276\slmult1\b\i Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)\b0\i0\par
\par
\pard\nowidctlpar\sa200\sl276\slmult1\b Kode SIKI I.08070\b0 : Manajemen Perfusi Jaringan Perifer\par
\b Tindakan Keperawatan:\b0\par
- Monitor denyut nadi perifer (kuat, lemah, atau tidak ada)\par
- Observasi warna, suhu, dan kelembaban kulit\par
- Evaluasi sensasi dan pergerakan ekstremitas\par
- Anjurkan posisi yang tidak menekan pembuluh darah\par
- Hindari paparan suhu dingin yang berlebihan\par
- Kolaborasi pemberian terapi oksigen jika diperlukan\par
- Kolaborasi pemberian terapi farmakologis (antikoagulan, vasodilator) sesuai indikasi\par
- Ajarkan teknik perawatan kaki untuk mencegah injury\par
- Anjurkan aktivitas fisik sesuai toleransi untuk meningkatkan sirkulasi\par
\par
\pard\nowidctlpar\sa200\sl276\slmult1\b Kode SIKI I.08025\b0 : Manajemen Hipertensi (jika terkait)\par
\b Kode SIKI I.08026\b0 : Manajemen Hipotensi (jika terkait)\par
\par
\pard\nowidctlpar\sa200\sl276\slmult1\b\i Catatan Penting:\b0\i0 Diagnosis keperawatan ini memerlukan pendekatan holistik dengan mempertimbangkan kondisi medis yang mendasari. Intervensi keperawatan bersifat kolaboratif dan memerlukan pemantauan ketat untuk mencegah komplikasi lebih lanjut seperti nekrosis jaringan atau amputasi.\par
} -
Article No. 21250 | 30 Aug 2025
Klinis : pasien hidronefrosis post ureterolitotomi , gangguan eliminasi urin yang muncul
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kondisi pasien hidronefrosis post ureterolitotomi dengan gangguan eliminasi urin yang muncul, dengan format yang terstruktur seperti yang Anda minta:
1. Kode ICD-10:
- Kode: N13.0
- Deskripsi: Hidronefrosis dengan obstruksi proksimal ureter
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 55.21
- Deskripsi: Ureterolitotomi, ekstraksi batu ureter
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 N13.0 (Hidronefrosis dengan obstruksi proksimal ureter) sesuai dengan kondisi pasien yang mengalami hidronefrosis setelah menjalani prosedur ureterolitotomi. Hidronefrosis adalah kondisi dimana terjadi pembesaran ginjal akibat adanya gangguan aliran urin.
2. Kode ICD-9-CM 55.21 (Ureterolitotomi, ekstraksi batu ureter) menggambarkan prosedur operasi yang telah dilakukan pada pasien untuk mengeluarkan batu dari ureter (saluran kemih).
Setelah prosedur ureterolitotomi, pasien mengalami gangguan eliminasi urin yang muncul, yang dapat disebabkan oleh adanya sisa obstruksi atau komplikasi lain dari prosedur sebelumnya. Hal ini perlu dievaluasi lebih lanjut oleh dokter untuk menentukan diagnosis dan penanganan yang tepat.