Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 14240 | 16 Mar 2025
Klinis : Seorang pasien, laki-laki, usia 65 tahun, pekerjaan pensiunan, dirawat di rumah sakit dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 6 bulan terakhir. Pengkajian lebih lanjut pada pasien yaitu: sering buang air kecil di malam hari (nokturia), aliran urin lemah dan terputus-putus, perasaan tidak lampias setelah buang air kecil, harus mengejan saat berkemih, kadang-kadang ada episode retensi urin akut, frekuensi buang air kecil meningkat, terutama pada malam hari menyebabkan tidur terganggu. Akibatnya pasien sering merasa mengantuk di siang hari. Pasien tidak memiliki keluhan demam, nyeri pinggang, atau hematuria. Riwayat Penyakit terdahulu hipertensi terkontrol, tidak ada riwayat diabetes atau penyakit ginjal, tetapi tidak memiliki kebiasaan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan prostat sebelumnya serta edukasi tentang BPH dan pengobatannya. Pasien tidak ada mengalami konstipasi atau diare. Saat dirumah bafsu makan normal, tidak ada perubahan berat badan yang signifikan. Pasien mengonsumsi makanan tinggi protein dan lemak, kurang serat, serta sering minum teh/kopi di malam hari. Asupan cairan cukup, tetapi pasien sering menahan buang air kecil karena kesulitan berkemih. Selam aini pasien masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan, tidak ada aktivitas olahraga rutin, namun sering merasa lelah karena gangguan tidur akibat nocturia. Saat dikaji pasien menjawab pertanyaan dengan benar, namun selalu khawatir dan takut mungkinkah akan mengalami kanker prostat serta takut menjalani tindakan medis invasif seperti operasi prostat. Pasien merasa cemas dan malu karena sering ke kamar mandi, dan mengeluh menurunnya kualitas hidup karena keterbatasan dalam aktivitas sosial akibat gangguan berkemih. Saat ini pasien tinggal bersama istri dan anak-anaknya Pasien tidak memiliki mekanisme koping yang jelas, tetapi mendapatkan dukungan dari istri. Tidak ada konflik dalam keluarga, tetapi pasien merasa kurang nyaman ketika harus sering ke toilet saat berkumpul dengan keluarga. Pasien mengatakan tidak ada riwayat disfungsi ereksi yang jelas atau riwayat penyakit menular seksual atau masalah reproduksi lainnya, tetapi pasien merasa kurang percaya diri dalam hubungan seksual karena masalah BPH. Untuk mengurangi kecemasan pasien memiliki keyakinan agama yang kuat dan mengandalkan doa dan menganggap penyakitnya adalah proses penuaan. Pada pemeriksaan fisik tidak tampak tanda infeksi atau nyeri spontan, pada palpasi abdomen ditemukan distensi kandung kemih (+), pemeriksaan Digital Rektal (DRE) ditemukan prostat teraba membesar, berbatas jelas, kenyal, tanpa nodul atau nyeri tekan. Pasien didiagnosa Benigna Hipertrofi Prostat (BPH) dengan Retensi Urin Parsial. Pasien direncanakan untuk operasi Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Pemeriksaan Laboratorium ✔ Urinalisis: • Leukosit sedikit meningkat • Eritrosit (-) • Bakteri (-) ✔ Darah Lengkap: • Hb: 14 g/dL • Leukosit: 7.500/mm³ • Trombosit: 250.000/mm³ ✔ Fungsi Ginjal: • Kreatinin: 1,2 mg/dL ✔ Prostate-Specific Antigen (PSA): • PSA total: 4,5 ng/mL. Pemeriksaan Radiologi & Penunjang Lainnya ✔ USG Prostat & Kandung Kemih: Volume prostat: 45 mL. Sisa urin setelah berkemih (post-void residual volume): 150 mL. Tidak ada batu atau massa dalam kandung kemih. ✔ Uroflowmetri: Aliran urin lambat (Qmax: 8 mL/detik). Waktu berkemih lebih lama. ✔ Sistoskopi (jika perlu): Menunjukkan obstruksi leher kandung kemih akibat prostat yang membesar.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sesuai dengan informasi yang diberikan, dapat disimpulkan bahwa pasien ini mengalami kondisi Benigna Hipertrofi Prostat (BPH) dengan Retensi Urin Parsial. Berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Pola Berkemih
2. Cemas
3. Risiko Perubahan Integritas Kulit
Penjelasan Singkat:
1. Gangguan Pola Berkemih
- SDKI: Individu mengalami perubahan dalam frekuensi, volume, atau kemampuan berkemih yang menyimpang dari normal.
- SLKI: Individu dapat meningkatkan pola berkemih yang sesuai dengan kapasitas kandung kemih.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain: Manajemen Pola Berkemih, Perawatan Kateter Urin, dan Terapi Obat.
2. Cemas
- SDKI: Individu mengalami respon psikologis dan fisiologis terhadap ancaman yang dirasakan tidak jelas atau tidak diketahui.
- SLKI: Individu dapat mengendalikan respons cemas yang dirasakan.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain: Manajemen Kecemasan, Terapi Kognitif, dan Dukungan Emosional.
3. Risiko Perubahan Integritas Kulit
- SDKI: Individu berisiko mengalami perubahan struktur dan fungsi kulit.
- SLKI: Individu dapat mempertahankan integritas kulit.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain: Manajemen Kulit, Perawatan Kulit, dan Pencegahan Luka.
Secara umum, penanganan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah mengatasi gangguan pola berkemih melalui manajemen pola berkemih, perawatan kateter urin, dan terapi obat. Selain itu, perlu juga dilakukan intervensi untuk mengatasi kecemasan pasien dan mencegah risiko perubahan integritas kulit akibat dari gangguan berkemih. Pendekatan yang holistik dan kolaboratif dengan tim kesehatan lainnya diperlukan untuk mencapai outcome yang optimal bagi pasien. -
Article No. 14241 | 16 Mar 2025
Klinis : perut melilit dan mual dan lemas
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kondisi yang Anda deskripsikan.
1. Kode ICD-10:
- Kode: R10.84
- Deskripsi: Nyeri perut yang tidak spesifik
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 789.0
- Deskripsi: Mual dan muntah
Penjelasan:
Berdasarkan gejala yang Anda deskripsikan, yaitu perut melilit, mual, dan lemas, kode ICD-10 yang sesuai adalah R10.84, yang menggambarkan nyeri perut yang tidak spesifik. Kode ini mencakup gejala umum seperti rasa tidak nyaman di abdomen, kram, dan nyeri perut yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam kategori yang lebih spesifik.
Sementara itu, untuk kode ICD-9-CM, gejala mual dan lemas dapat dikategorikan dengan kode 789.0, yang mencakup mual dan muntah. Kode ini digunakan untuk mengidentifikasi kondisi yang menyebabkan gejala-gejala tersebut, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, gangguan gastrointestinal, atau bahkan kondisi medis lainnya.
Dalam praktik klinis, dokter atau perekam medis akan mempertimbangkan riwayat medis pasien, hasil pemeriksaan fisik, dan temuan diagnostik lainnya untuk menentukan diagnosis yang lebih spesifik dan memilih kode ICD yang paling sesuai. Selanjutnya, mereka akan menentukan tindakan medis yang diperlukan berdasarkan penilaian klinis dan merekam kode ICD-9-CM prosedur yang sesuai. -
Article No. 14242 | 16 Mar 2025
Klinis : Nyeri akut
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Nyeri Akut.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Akut
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah-istilah kerusakan tersebut. Nyeri Akut dicirikan oleh onset mendadak atau lambat, intensitas ringan hingga berat, dan berlangsung dalam waktu kurang dari 3 bulan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan Nyeri Akut adalah Pengendalian Nyeri, yang ditandai dengan: (1) Mampu mengidentifikasi penyebab, karakteristik, dan lokasi nyeri; (2) Melaporkan penurunan intensitas nyeri; (3) Mendemonstrasikan teknik penanganan nyeri; dan (4) Melaporkan peningkatan kemampuan beraktivitas.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk Nyeri Akut antara lain: (1) Manajemen Nyeri, yang meliputi pemberian analgesik, kompres hangat/dingin, distraksi, relaksasi, dan terapi musik; (2) Edukasi Kesehatan terkait nyeri; dan (3) Kolaborasi dengan profesional kesehatan lain untuk penanganan nyeri yang efektif. -
Article No. 14243 | 16 Mar 2025
Klinis : intervensi nyeri akut
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi intervensi nyeri akut.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Akut
Definisi:
Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah seperti itu (International Association for the Study of Pain).
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Nyeri akut ditandai dengan keluhan nyeri yang dirasakan pasien, ekspresi wajah yang menunjukkan kesakitan, peningkatan tanda-tanda vital, dan perilaku protektif.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari intervensi keperawatan untuk nyeri akut adalah pasien dapat melaporkan nyeri terkontrol, dapat beraktivitas tanpa nyeri, dan menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan untuk nyeri akut meliputi:
1. Identifikasi karakteristik nyeri (lokasi, intensitas, kualitas, durasi, frekuensi).
2. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai resep.
3. Manajemen nyeri non-farmakologis (relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin).
4. Evaluasi efektivitas intervensi dan modifikasi intervensi jika diperlukan.
Penjelasan singkat:
Nyeri akut merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan ini bertujuan untuk menurunkan nyeri yang dirasakan pasien, meningkatkan kemampuan pasien beraktivitas tanpa nyeri, serta mempertahankan tanda-tanda vital dalam batas normal. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi identifikasi karakteristik nyeri, kolaborasi pemberian analgesik, manajemen nyeri non-farmakologis, serta evaluasi dan modifikasi intervensi jika diperlukan. -
Article No. 14244 | 16 Mar 2025
Klinis : intervensi pola napas tidak efektif
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Pola Napas Tidak Efektif
Definisi:
Ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan pola napas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi.
Faktor Terkait:
- Gangguan neuromuskular
- Perubahan mekanika pernapasan
- Kelelahan otot pernapasan
- Kecemasan
Gejala dan Tanda:
- Frekuensi napas meningkat atau menurun
- Irama napas tidak teratur
- Penggunaan otot bantu pernapasan
- Napas dangkal
- Sianosis
Standar Luaran Keperawatan (SLKI):
1. Ventilasi Efektif
2. Pola Napas Stabil
3. Perfusi Jaringan Adekuat
Standar Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Jalan Napas
2. Manajemen Oksigenasi
3. Terapi Pernapasan
Penjelasan Singkat:
Pola napas tidak efektif merupakan kondisi di mana pasien mengalami ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan pola napas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti gangguan neuromuskular, perubahan mekanika pernapasan, kelelahan otot pernapasan, atau kecemasan.
Tujuan utama penanganan pola napas tidak efektif adalah untuk mencapai ventilasi efektif, pola napas stabil, dan perfusi jaringan yang adekuat. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi manajemen jalan napas, manajemen oksigenasi, dan terapi pernapasan.
Manajemen jalan napas dapat dilakukan melalui teknik-teknik seperti pengisapan lendir, pengaturan posisi, dan pemberian alat bantu pernapasan. Manajemen oksigenasi dapat dilakukan dengan pemberian oksigen, pengaturan teknik pernapasan, dan pemantauan saturasi oksigen. Sementara itu, terapi pernapasan dapat mencakup latihan pernapasan, edukasi, dan teknik relaksasi.
Dengan penerapan intervensi yang tepat, diharapkan pasien dapat mencapai pola napas yang efektif dan mempertahankan status oksigenasi yang adekuat. -
Article No. 14245 | 16 Mar 2025
Klinis : Gangguan mobilitas fisik Observasi Tindakan mandiri perawat Edukasi Kolaborasi S : Pasien mengatakan ada rasa lelah pada saat ini dan sedikit tidak enak badan, dengan skala 5/10 O : Pasien terlihat tampak lemas dan wajah tampak letih lesu Ketidakbugaran fisik dan Program pembatasan fisik (Bed rest head up 30) Gangguan mobilitas fisik (D. 0054)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Gangguan mobilitas fisik.
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
Definisi:
Keterbatasan dalam pergerakan mandiri, terkordinasi, atau yang disengaja, baik dari satu atau lebih ekstremitas.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Karakteristik Definisi:
Pasien menunjukkan keterbatasan dalam pergerakan mandiri, terkordinasi, atau yang disengaja, baik dari satu atau lebih ekstremitas.
- Faktor Berhubungan:
Penurunan kekuatan, penurunan rentang gerak, nyeri, kelelahan, ketidakseimbangan, dan program pembatasan aktivitas.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran Keperawatan:
Pergerakan Fisik Terintegrasi (L-09.003)
Definisi: Kemampuan untuk bergerak secara mandiri, terkordinasi, dan yang disengaja menggunakan otot-otot besar dan kecil.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan:
1. Observasi:
- Identifikasi penyebab gangguan mobilitas fisik
- Monitor tanda-tanda vital dan tingkat kenyamanan pasien
2. Tindakan Mandiri Perawat:
- Atur posisi pasien untuk meningkatkan mobilitas
- Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan
3. Edukasi:
- Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya pergerakan dan aktivitas
4. Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk program latihan dan rehabilitasi.
Jadi, berdasarkan kondisi pasien yang anda sampaikan, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Gangguan mobilitas fisik, dengan intervensi keperawatan yang dapat diberikan meliputi observasi, tindakan mandiri perawat, edukasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. -
Article No. 14246 | 16 Mar 2025
Klinis : Anak jalanan memiliki status kebersihan tubuh yang terbilang kurang, dikarenakan hygiene dan tata cara yang mereka lakukan tidak sesuai standar kebersihan pada umumnya. Kebersihan makanan yang mereka makan juga masih tergolong rendah, mereka tidak mengetahui tata cara mencuci tangan yang benar sebelum makan. 78% remaja merokok. 15% sudah pernah mencoba menghirup lem aibon. 36,2% pernah meminum alkohol. Sebagian remaja beralasan tinggal di rumah singgah karena tempat tinggal terlalu sempit. Sebagian remaja menyatakan jarang menggunakan layanan kesehatan. Sebagian remaja menyatakan tidak mengetahui adanya layanan kesehatan khusus remaja. sebagian remaja menyatakan pernah terkait perkelahian, pelecehan seksual, dan kekerasan. 18,3% sudah pernah mendapatkan pelecehan seksual. 32,5% pernah mengalami perilaku kekerasan. Sering berbagi alat pribadi bersama, dimana hal tersebut dapat meningkatkan persentase penularan penyakit. Terkadang tidak mempunyai tempat tinggal dan harus bersinggah di tempat umum. Anak jalanan tidak mempunyai sumber fasilitas kesehatan yang diandalkan, hal ini mengacu antara kurangnya diperhatikan, ataupun kesulitan akses untuk mendapatkan layanan kesehatan. Risiko penyakit menular yang tinggi akibat kondisi lingkungan serta keselamatan yang tidak terjamin.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Infeksi
- Penjelasan: Anak jalanan memiliki risiko infeksi yang tinggi karena perilaku higiene yang buruk, kebersihan makanan yang rendah, berbagi alat pribadi, dan paparan lingkungan yang tidak sehat.
2. Kurang Pengetahuan Kesehatan
- Penjelasan: Anak jalanan memiliki pengetahuan yang kurang tentang cara mencuci tangan yang benar, layanan kesehatan yang tersedia, dan risiko perilaku merokok, menghirup lem, serta mengonsumsi alkohol.
3. Risiko Penyalahgunaan Zat
- Penjelasan: Adanya perilaku merokok, menghirup lem, dan mengonsumsi alkohol pada remaja anak jalanan menunjukkan risiko penyalahgunaan zat yang tinggi.
4. Risiko Cedera
- Penjelasan: Anak jalanan memiliki risiko cedera yang tinggi akibat perkelahian, pelecehan seksual, dan kekerasan yang pernah dialami.
5. Risiko Gangguan Psikososial
- Penjelasan: Kondisi anak jalanan yang tinggal di rumah singgah karena tempat tinggal yang sempit, serta sering terlibat dalam perkelahian, pelecehan seksual, dan kekerasan dapat menyebabkan risiko gangguan psikososial.
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Risiko Infeksi
- Kurang Pengetahuan Kesehatan
- Risiko Penyalahgunaan Zat
- Risiko Cedera
- Risiko Gangguan Psikososial
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
- Pengetahuan Kesehatan
- Kepatuhan Pengobatan
- Integritas Kulit dan Jaringan
- Stabilitas Perilaku
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Edukasi Kesehatan
- Manajemen Risiko
- Manajemen Stress
- Konseling
- Terapi Perilaku
Sebagai perawat, pendekatan yang dapat dilakukan adalah memberikan edukasi kesehatan, manajemen risiko, konseling, dan terapi perilaku untuk membantu anak jalanan meningkatkan pengetahuan, mencegah infeksi, mengurangi risiko penyalahgunaan zat, dan mempromosikan kesehatan mental. -
Article No. 14247 | 16 Mar 2025
Klinis : Ny. Y (73 tahun), datang ke rumah sakit dengan keluhan hematochezia (buang air besar berdarah) yang telah berlangsung selama tiga hari. Pasien juga mengeluhkan kelelahan dan kelemahan, yang menyebabkan ia melewatkan jadwal hemodialisis rutinnya. Ny. Y nampak pucat dan lemas. Ny. Y memiliki riwayat end-stage renal disease (ESRD) dan paroxysmal atrial fibrillation, serta sedang menjalani terapi Apixaban, sebuah obat antikoagulan yang meningkatkan risiko perdarahan. Pasien memiliki berat badan 58 kg dan tinggi badan 155 cm, dengan riwayat penyakit keluarga tidak ada yang berkaitan dengan gangguan perdarahan atau penyakit gastrointestinal. Pada saat masuk rumah sakit, tanda-tanda vital pasien sebagai berikut: • Tekanan darah (TD): 110/70 mmHg • Frekuensi napas (RR): 22 kali/menit • Frekuensi nadi (HR): 102 kali/menit (takikardia ringan) • Suhu tubuh: 36,8°C • Glasgow Coma Scale (GCS): 15 (E4V5M6, sadar penuh) Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa abdomen lunak, tidak nyeri, dan tidak distensi, sementara pemeriksaan rektal menemukan feses berwarna merah marun dengan adanya hemoroid eksternal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hemoglobin 5.6 g/dL, yang mengindikasikan anemia akut dan kronis, serta adanya gangguan elektrolit akibat gagal ginjal dan hemodialisis yang terlewat. Pasien kemudian dirawat di rumah sakit dan menjalani hemodialisis. Namun, perdarahan semakin memburuk, dari maroon stool menjadi frank hematochezia, sehingga memerlukan 5 unit transfusi packed red blood cells (PRC). Pada hari ketiga perawatan, dilakukan kolonoskopi yang mengungkap adanya perdarahan aktif pada mukosa sekum, tanpa adanya lesi Dieulafoy, ulkus, massa, malformasi arteriovenosa, atau divertikula. Awalnya, tindakan injeksi epinefrin tidak berhasil menghentikan perdarahan, tetapi akhirnya bipolar elektrokauter berhasil menghentikan perdarahan tersebut. Setelah tindakan dilakukan, pasien tetap dalam pemantauan untuk memastikan tidak ada perdarahan ulang. Ny. Y kemudian dapat kembali menjalani terapi antikoagulan tanpa komplikasi lebih lanjut. Pada hari keempat, pasien dalam kondisi stabil, tidak mengalami perdarahan ulang, dan kadar hemoglobin meningkat serta stabil. Pasien diperbolehkan pulang dengan pemantauan ketat terhadap risiko perdarahan berulang serta edukasi terkait tanda-tanda bahaya yang perlu segera dilaporkan ke rumah sakit. Temuan endoskopi sebelum dan sesudah intervensi terapeutik: (a) Terlihat perdarahan aktif pada mukosa sekum (ditunjukkan dengan panah). (b) Setelah dilakukan irigasi, perdarahan teridentifikasi berasal dari satu titik yang terisolasi (ditunjukkan dengan panah). (c) Setelah diberikan injeksi 10 cc larutan normal saline-epinefrin (1:10.000), perdarahan masih berlanjut dari titik yang telah diidentifikasi, tanpa adanya lesi yang jelas di bawahnya (ditunjukkan dengan panah). (d) Hemostasis berhasil dicapai setelah beberapa kali penerapan koagulasi bipolar. Tidak ditemukan lesi yang jelas, kecuali adanya tanda-tanda electrocautery iatrogenik (ditunjukkan dengan panah).
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Risiko Perdarahan Akut
Berhubungan dengan:
- Gangguan fungsi trombosit
- Riwayat perdarahan gastrointestinal
- Penggunaan obat antikoagulan
2. Intoleransi Aktivitas
Berhubungan dengan:
- Penurunan energi
- Kelemahan otot
- Gagal ginjal
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Risiko Perdarahan Akut:
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tidak ada perdarahan aktif
- Kadar hemoglobin stabil
2. Intoleransi Aktivitas:
- Tingkat energi meningkat
- Kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
- Tidak ada keluhan kelelahan dan kelemahan
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko Perdarahan Akut:
- Monitor tanda-tanda vital secara rutin
- Pantau adanya tanda-tanda perdarahan (misalnya, hematochezia, melaena, perdarahan aktif)
- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi antikoagulan yang tepat
- Lakukan tindakan endoskopi untuk menghentikan perdarahan aktif
- Tingkatkan intake nutrisi dan cairan untuk mendukung volume darah
- Edukasi pasien dan keluarga tentang tanda bahaya perdarahan dan pentingnya mematuhi terapi
2. Intoleransi Aktivitas:
- Lakukan pengkajian kemampuan fungsional pasien
- Berikan latihan fisik yang tepat secara bertahap untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan
- Kolaborasi dengan tim terapi okupasi untuk membantu meningkatkan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari
- Berikan edukasi tentang manajemen energi dan teknik relaksasi
- Libatkan keluarga dalam proses rehabilitasi untuk mendukung pemulihan pasien
Penjelasan Rinci:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Perdarahan Akut: Kondisi ini sesuai dengan pasien Ny. Y yang memiliki riwayat perdarahan gastrointestinal (hematochezia) dan penggunaan obat antikoagulan (Apixaban) yang meningkatkan risiko perdarahan.
2. Intoleransi Aktivitas: Pasien Ny. Y juga mengalami keluhan kelelahan dan kelemahan yang menyebabkannya melewatkan jadwal hemodialisis rutin, menunjukkan adanya penurunan energi dan kemampuan fungsional.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Risiko Perdarahan Akut: Tujuan utamanya adalah memastikan tidak ada perdarahan aktif, tanda-tanda vital dalam batas normal, dan kadar hemoglobin yang stabil, sehingga risiko perdarahan akut dapat diminimalkan.
2. Intoleransi Aktivitas: Tujuannya adalah meningkatkan tingkat energi, kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, dan mengurangi keluhan kelelahan serta kelemahan, sehingga pasien dapat mencapai kemandirian yang optimal.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Risiko Perdarahan Akut:
- Pemantauan tanda-tanda vital dan gejala perdarahan untuk deteksi dini.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk penatalaksanaan antikoagulan yang tepat.
- Tindakan endoskopi untuk menghentikan perdarahan aktif.
- Dukungan nutrisi dan cairan untuk mempertahankan volume darah.
- Edukasi pasien dan keluarga tentang tanda bahaya dan pentingnya mematuhi terapi.
2. Intoleransi Aktivitas:
- Pengkajian kemampuan fungsional pasien sebagai dasar intervensi.
- Latihan fisik yang tepat secara bertahap untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan.
- Kolaborasi dengan tim terapi okupasi untuk membantu meningkatkan kemandirian.
- Edukasi tentang manajemen energi dan teknik relaksasi.
- Keterlibatan keluarga dalam proses rehabilitasi untuk mendukung pemulihan pasien.
Dengan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan pasien Ny. Y dapat mencapai luaran yang diharapkan, yaitu stabilnya kondisi perdarahan dan peningkatan toleransi aktivitas, sehingga pasien dapat kembali menjalankan aktivitas sehari-hari dengan optimal. -
Article No. 14248 | 16 Mar 2025
Klinis : Ny. Y (73 tahun), datang ke rumah sakit dengan keluhan hematochezia (buang air besar berdarah) yang telah berlangsung selama tiga hari. Pasien juga mengeluhkan kelelahan dan kelemahan, yang menyebabkan ia melewatkan jadwal hemodialisis rutinnya. Ny. Y nampak pucat dan lemas. Ny. Y memiliki riwayat end-stage renal disease (ESRD) dan paroxysmal atrial fibrillation, serta sedang menjalani terapi Apixaban, sebuah obat antikoagulan yang meningkatkan risiko perdarahan. Pasien memiliki berat badan 58 kg dan tinggi badan 155 cm, dengan riwayat penyakit keluarga tidak ada yang berkaitan dengan gangguan perdarahan atau penyakit gastrointestinal. Pada saat masuk rumah sakit, tanda-tanda vital pasien sebagai berikut: • Tekanan darah (TD): 110/70 mmHg • Frekuensi napas (RR): 22 kali/menit • Frekuensi nadi (HR): 102 kali/menit (takikardia ringan) • Suhu tubuh: 36,8°C • Glasgow Coma Scale (GCS): 15 (E4V5M6, sadar penuh) Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa abdomen lunak, tidak nyeri, dan tidak distensi, sementara pemeriksaan rektal menemukan feses berwarna merah marun dengan adanya hemoroid eksternal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hemoglobin 5.6 g/dL, yang mengindikasikan anemia akut dan kronis, serta adanya gangguan elektrolit akibat gagal ginjal dan hemodialisis yang terlewat. Pasien kemudian dirawat di rumah sakit dan menjalani hemodialisis. Namun, perdarahan semakin memburuk, dari maroon stool menjadi frank hematochezia, sehingga memerlukan 5 unit transfusi packed red blood cells (PRC). Pada hari ketiga perawatan, dilakukan kolonoskopi yang mengungkap adanya perdarahan aktif pada mukosa sekum, tanpa adanya lesi Dieulafoy, ulkus, massa, malformasi arteriovenosa, atau divertikula. Awalnya, tindakan injeksi epinefrin tidak berhasil menghentikan perdarahan, tetapi akhirnya bipolar elektrokauter berhasil menghentikan perdarahan tersebut. Setelah tindakan dilakukan, pasien tetap dalam pemantauan untuk memastikan tidak ada perdarahan ulang. Ny. Y kemudian dapat kembali menjalani terapi antikoagulan tanpa komplikasi lebih lanjut. Pada hari keempat, pasien dalam kondisi stabil, tidak mengalami perdarahan ulang, dan kadar hemoglobin meningkat serta stabil. Pasien diperbolehkan pulang dengan pemantauan ketat terhadap risiko perdarahan berulang serta edukasi terkait tanda-tanda bahaya yang perlu segera dilaporkan ke rumah sakit. Temuan endoskopi sebelum dan sesudah intervensi terapeutik: (a) Terlihat perdarahan aktif pada mukosa sekum (ditunjukkan dengan panah). (b) Setelah dilakukan irigasi, perdarahan teridentifikasi berasal dari satu titik yang terisolasi (ditunjukkan dengan panah). (c) Setelah diberikan injeksi 10 cc larutan normal saline-epinefrin (1:10.000), perdarahan masih berlanjut dari titik yang telah diidentifikasi, tanpa adanya lesi yang jelas di bawahnya (ditunjukkan dengan panah). (d) Hemostasis berhasil dicapai setelah beberapa kali penerapan koagulasi bipolar. Tidak ditemukan lesi yang jelas, kecuali adanya tanda-tanda electrocautery iatrogenik (ditunjukkan dengan panah).
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan Aktif berhubungan dengan efek samping terapi antikoagulan (Apixaban) dan kondisi gagal ginjal.
Penjelasan:
- SDKI: Risiko Perdarahan Aktif adalah keadaan yang menunjukkan kemungkinan terjadinya kehilangan darah yang tidak terkendali dari lokasi tubuh.
- SLKI: Intervensi keperawatan yang diperlukan adalah Manajemen Perdarahan, yaitu tindakan untuk mengendalikan dan mencegah perdarahan.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain memantau tanda-tanda perdarahan, menghentikan sumber perdarahan, memberikan terapi medis (obat, transfusi), dan memantau respons pasien terhadap intervensi.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan kelemahan akibat anemia dan gagal ginjal.
Penjelasan:
- SDKI: Intoleransi Aktivitas adalah keadaan yang ditandai dengan keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang disebabkan oleh kelemahan, kelelahan, atau kurangnya energi.
- SLKI: Intervensi keperawatan yang diperlukan adalah Manajemen Aktivitas, yaitu tindakan untuk memfasilitasi partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain mengkaji kemampuan fungsional pasien, mengatur aktivitas sesuai toleransi, memberikan bantuan aktivitas jika diperlukan, dan mengoptimalkan energi pasien.
3. Ketidakseimbangan Elektrolit berhubungan dengan gagal ginjal dan terlewatnya hemodialisis.
Penjelasan:
- SDKI: Ketidakseimbangan Elektrolit adalah keadaan yang ditandai dengan kadar elektrolit dalam darah yang tidak normal.
- SLKI: Intervensi keperawatan yang diperlukan adalah Manajemen Elektrolit, yaitu tindakan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain memantau kadar elektrolit, memberikan terapi penggantian elektrolit jika diperlukan, dan memantau respons pasien terhadap intervensi.
Dengan pendekatan ini, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan pasien Ny. Y. -
Article No. 14249 | 16 Mar 2025
Klinis : Ny. Y (73 tahun), datang ke rumah sakit dengan keluhan hematochezia (buang air besar berdarah) yang telah berlangsung selama tiga hari. Pasien juga mengeluhkan kelelahan dan kelemahan, yang menyebabkan ia melewatkan jadwal hemodialisis rutinnya. Ny. Y nampak pucat dan lemas, bibir tampak kering, akral teraba dingin, dan turgor kulit menurun. Ny. Y memiliki riwayat end-stage renal disease (ESRD) dan paroxysmal atrial fibrillation, serta sedang menjalani terapi Apixaban, sebuah obat antikoagulan yang meningkatkan risiko perdarahan. Pasien memiliki berat badan 58 kg dan tinggi badan 155 cm, dengan riwayat penyakit keluarga tidak ada yang berkaitan dengan gangguan perdarahan atau penyakit gastrointestinal. Pada saat masuk rumah sakit, tanda-tanda vital pasien sebagai berikut: • Tekanan darah (TD): 110/70 mmHg • Frekuensi napas (RR): 22 kali/menit • Frekuensi nadi (HR): 102 kali/menit (takikardia ringan) • Suhu tubuh: 36,8°C • Glasgow Coma Scale (GCS): 15 (E4V5M6, sadar penuh) Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa abdomen lunak, tidak nyeri, dan tidak distensi, sementara pemeriksaan rektal menemukan feses berwarna merah marun dengan adanya hemoroid eksternal. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hemoglobin 5.6 g/dL, yang mengindikasikan anemia akut dan kronis, serta adanya gangguan elektrolit akibat gagal ginjal dan hemodialisis yang terlewat. Pasien kemudian dirawat di rumah sakit dan menjalani hemodialisis. Namun, perdarahan semakin memburuk, dari maroon stool menjadi frank hematochezia, sehingga memerlukan 5 unit transfusi packed red blood cells (PRC). Pada hari ketiga perawatan, dilakukan kolonoskopi yang mengungkap adanya perdarahan aktif pada mukosa sekum, tanpa adanya lesi Dieulafoy, ulkus, massa, malformasi arteriovenosa, atau divertikula. Awalnya, tindakan injeksi epinefrin tidak berhasil menghentikan perdarahan, tetapi akhirnya bipolar elektrokauter berhasil menghentikan perdarahan tersebut. Setelah tindakan dilakukan, pasien tetap dalam pemantauan untuk memastikan tidak ada perdarahan ulang. Ny. Y kemudian dapat kembali menjalani terapi antikoagulan tanpa komplikasi lebih lanjut. Pada hari keempat, pasien dalam kondisi stabil, tidak mengalami perdarahan ulang, dan kadar hemoglobin meningkat serta stabil. Pasien diperbolehkan pulang dengan pemantauan ketat terhadap risiko perdarahan berulang serta edukasi terkait tanda-tanda bahaya yang perlu segera dilaporkan ke rumah sakit. Temuan endoskopi sebelum dan sesudah intervensi terapeutik: (a) Terlihat perdarahan aktif pada mukosa sekum (ditunjukkan dengan panah). (b) Setelah dilakukan irigasi, perdarahan teridentifikasi berasal dari satu titik yang terisolasi (ditunjukkan dengan panah). (c) Setelah diberikan injeksi 10 cc larutan normal saline-epinefrin (1:10.000), perdarahan masih berlanjut dari titik yang telah diidentifikasi, tanpa adanya lesi yang jelas di bawahnya (ditunjukkan dengan panah). (d) Hemostasis berhasil dicapai setelah beberapa kali penerapan koagulasi bipolar. Tidak ditemukan lesi yang jelas, kecuali adanya tanda-tanda electrocautery iatrogenik (ditunjukkan dengan panah).
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dijelaskan, berikut adalah diagnosa keperawatan, luaran/output, dan intervensi keperawatan yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Resiko perdarahan akut (SDKI 2017)
- Definisi: Rentan mengalami kehilangan darah dalam jumlah besar yang dapat mengancam jiwa karena faktor risiko yang dimiliki.
- Faktor risiko: Gangguan sistem pembekuan darah (antikoagulan), gagal ginjal, dan riwayat perdarahan gastrointestinal.
Luaran/Output yang diharapkan (SLKI):
1. Kontrol Perdarahan
- Definisi: Kemampuan mengendalikan keluarnya darah dari tubuh sehingga tidak terjadi perdarahan yang tidak terkendali.
- Kriteria Hasil:
a. Tidak terjadi perdarahan aktif
b. Vital sign stabil
c. Kadar Hb stabil atau meningkat
d. Tidak ada tanda-tanda syok hemoragik
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Pemantauan Perdarahan
- Definisi: Pengumpulan dan analisis data yang berhubungan dengan perdarahan pasien untuk menetapkan dan mempertahankan kontrol perdarahan.
- Aktivitas:
a. Pantau tanda-tanda vital secara berkala
b. Pantau perdarahan aktif (lokasi, jumlah, karakteristik)
c. Pantau kadar Hb dan nilai laboratorium lainnya
d. Pantau tanda-tanda syok hemoragik
2. Manajemen Antikoagulan
- Definisi: Pengelolaan pemberian obat yang memperlambat atau mencegah pembekuan darah.
- Aktivitas:
a. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengelola antikoagulan yang diberikan
b. Pantau tanda-tanda perdarahan akibat antikoagulan
c. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penggunaan antikoagulan yang aman
3. Manajemen Cairan
- Definisi: Pengelolaan pemberian cairan melalui intravena atau rute lain untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Aktivitas:
a. Pantau status cairan dan elektrolit
b. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengatur terapi cairan
c. Berikan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan pasien
4. Perawatan Luka
- Definisi: Pemeliharaan integritas kulit dan jaringan untuk mempercepat penyembuhan luka.
- Aktivitas:
a. Lakukan perawatan luka sesuai hasil kolonoskopi
b. Pantau tanda-tanda infeksi dan perdarahan lanjut
c. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang perawatan luka
Penjelasan rinci:
Diagnosa keperawatan "Risiko perdarahan akut" dipilih karena pasien memiliki banyak faktor risiko yang dapat menyebabkan perdarahan, seperti penggunaan antikoagulan, gagal ginjal, dan riwayat perdarahan gastrointestinal. Luaran/output yang diharapkan adalah "Kontrol Perdarahan", yang memastikan bahwa perdarahan dapat dihentikan dan kondisi pasien stabil.
Intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi:
1. Pemantauan Perdarahan, untuk mengidentifikasi tanda-tanda perdarahan aktif dan mencegah komplikasi.
2. Manajemen Antikoagulan, untuk mengelola pemberian obat antikoagulan dan mencegah komplikasi perdarahan.
3. Manajemen Cairan, untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat perdarahan.
4. Perawatan Luka, untuk memastikan luka hasil tindakan endoskopi dapat sembuh dengan baik dan tidak terjadi perdarahan ulang.
Implementasi dari intervensi-intervensi ini harus dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif dengan tenaga kesehatan lain untuk mencapai luaran yang diharapkan dan memastikan pemulihan pasien yang optimal.