Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 14840 | 26 Mar 2025
Klinis : HIPERVOLEMI
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Hipervolemi.
Diagnosa Keperawatan:
Hipervolemi
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Hipervolemi didefinisikan sebagai kelebihan cairan tubuh yang ditandai dengan peningkatan volume cairan ekstraseluler. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kelebihan asupan cairan, gangguan fungsi ginjal, atau kondisi medis lainnya.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan hipervolemi adalah klien menunjukkan tanda-tanda perbaikan, seperti penurunan berat badan, penurunan edema, dan peningkatan kemampuan beraktivitas. Klien juga diharapkan dapat memahami faktor penyebab dan cara mengendalikan cairan tubuh.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan untuk mengatasi hipervolemi meliputi:
1. Pemantauan tanda-tanda vital, intake-output, dan berat badan secara berkala.
2. Pembatasan asupan cairan sesuai kebutuhan.
3. Pemberian diuretik, jika diperlukan, untuk membantu mengeluarkan kelebihan cairan.
4. Edukasi klien dan keluarga mengenai pentingnya pengendalian asupan cairan dan pemantauan berat badan.
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk mengoptimalkan penanganan hipervolemi.
Dalam penanganan hipervolemi, perawat berperan penting dalam memantau kondisi klien, memberikan intervensi yang tepat, serta melibatkan klien dan keluarga dalam proses perawatan. Tujuannya adalah mencapai stabilitas cairan tubuh dan mencegah komplikasi yang dapat timbul akibat hipervolemi. -
Article No. 14841 | 26 Mar 2025
Klinis : HIPERVOLEMI
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Hipervolemi
Penjelasan:
Hipervolemi adalah kondisi medis di mana volume cairan tubuh meningkat melebihi normal. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti asupan cairan yang berlebihan, gangguan fungsi ginjal, atau kondisi lain yang menyebabkan retensi cairan dalam tubuh.
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), berikut penjelasan singkat mengenai kondisi hipervolemi:
SDKI:
- Definisi: Kelebihan volume cairan yang ditandai dengan peningkatan volume cairan ekstraseluler atau intravaskular.
- Penyebab: Asupan cairan berlebihan, gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung, penggunaan obat-obatan tertentu.
- Tanda dan Gejala: Edema, peningkatan berat badan, dispnea, peningkatan tekanan darah, distensi vena jugularis.
SLKI:
- Luaran yang diharapkan: Pasien menunjukkan volume cairan yang adekuat, tidak ada tanda-tanda hipervolemia, dan tidak ada komplikasi.
SIKI:
- Intervensi Keperawatan: Monitor asupan dan pengeluaran cairan, batasi asupan cairan, berikan diuretik sesuai indikasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penanganan hipervolemia.
Sebagai seorang perawat profesional, saya akan melakukan pengkajian komprehensif, merumuskan diagnosa keperawatan, dan menyusun rencana asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasi kondisi hipervolemi pada pasien. -
Article No. 14842 | 26 Mar 2025
Klinis : Tn. B, 35 tahun, mengatakan masuk kepanti Bina Laras 3 bulan lalu. Klien mengatakan bisa sampai ke panti Bina Laras karena dbawa oleh petugas satpol pp saat akan ke warung. Klien anak ke 1 dari 2 bersaudara, selama ini tinggal bersama ibu kandung,adik dan ipar pasien,karena ayah pasien sudah meninggal dan pasien sudah bercerai, pendidikan pasien SMA. Sebelum masuk panti pekerjaan klien berdagang. Klien mengatakan pernah ditempatkan di panti di Balaraja karena pasien mendengar suara suara,setelah kematian ayahnya. Klien mengatakan merasa sangat kehilangan ayahnya karena klien sangat dekat dengan ayahnya. Menurut klien ayahnya sangat baik, melindungi dan sangat memanjakan klien. Saat ayahnya meninggal klien merasa kehilangan, sedih berkepanjangan sampai akhirnya klien mendengar suara suara yang selalu mengganggunya.Klien mengatakan Sudah sempat pulang kerumah dari panti,dirumah rutin minum obat dan kontrol ke dokter. Saat pandemi covid 19 usaha toko tutup,pasien dan keluarga hanya di rumah saja,saat itu pasien mulai jarang kontrol ke dokter,sehingga berhenti minum obat juga.Pada tahun 2022 pasien bercerai,pasien mengatakan saat itu sering melamun sendiri karena sedih di tinggal istri dan anak anaknya.Pasien juga mengatakan semenjak bercerai jarang bertemu dengan anaknya karena anak anak di bawa istrinya tinggal di daerah Cibubur. Pasien merasa sedih dan kesepian dan rendah diri,sejak bercerai pasien mulai sering mendengar suara angin kencang seperti angin topan yang menyerang dirinya setelah itu dilanjutkan dengan suara orang bersiul yang seperti meledek dirinya. Pada saat awal di kaji Klien terlihat sedang menutup telinga,klien tampak terlihat berbicara sendiri setelah itu diam termenung. Saat pertama kali bertemu dengan perawat klien tampak tegang dan gugup, sulit memulai interaksi dan terlihat kaku, kontak mata kurang kadang cenderung menatap ke arah lain, pasif saat berkomunikasi, suara pelan dan halus, ekspresi tampak datar.Pada saat klien diajak berbicara oleh perawat tampak tidak fokus saat berkomunikasi,tidak banyak berbicara,bicara hanya seadanya saja.berbicara berpindah-pindah topik yang tidak nyambung (inkoheren),tampak menyelidik/mudah curiga ke perawat.tampak tertunduk saat bercerita tentang keluarganya, klien mengatakan rajin mengikuti kegiatan di panti.,tampak jarang berinteraksi dan berkenalan dengan orang lain.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk Tn. B:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perilaku Kekerasan (Nanda-I, 2018)
Definisi: Risiko untuk perilaku yang dapat menyebabkan cedera fisik pada diri sendiri atau orang lain.
2. Isolasi Sosial (Nanda-I, 2018)
Definisi: Pengalaman individu yang merasa terisolasi atau tidak terhubung dengan orang lain, baik dalam situasi sosial maupun emosional.
3. Berduka (Nanda-I, 2018)
Definisi: Respon normal terhadap kehilangan orang yang dicintai, status, fungsi, atau objek yang berharga.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perilaku Kekerasan:
- Karakteristik utama: Perilaku yang dapat menyebabkan cedera fisik pada diri sendiri atau orang lain.
- Faktor risiko: Isolasi sosial, kehilangan, stres emosional.
2. Isolasi Sosial:
- Karakteristik utama: Perasaan terisolasi atau tidak terhubung dengan orang lain.
- Faktor yang berkontribusi: Kehilangan, perubahan status, gangguan psikologis.
3. Berduka:
- Karakteristik utama: Respon normal terhadap kehilangan orang yang dicintai, status, fungsi, atau objek yang berharga.
- Faktor yang berkontribusi: Kematian, perceraian, kehilangan pekerjaan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perilaku Kekerasan:
- Luaran yang diharapkan: Klien dapat menunjukkan perilaku yang tidak menyakiti diri sendiri atau orang lain.
2. Isolasi Sosial:
- Luaran yang diharapkan: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain dan terlibat dalam kegiatan sosial.
3. Berduka:
- Luaran yang diharapkan: Klien dapat menerima kehilangan dan menunjukkan ekspresi emosional yang sesuai.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perilaku Kekerasan:
- Intervensi: Manajemen amarah, terapi suportif, terapi kelompok.
2. Isolasi Sosial:
- Intervensi: Terapi suportif, terapi aktivitas, peningkatan sosialisasi.
3. Berduka:
- Intervensi: Terapi suportif, terapi kognitif, terapi kelompok.
Kesimpulan:
Berdasarkan informasi yang diberikan, Tn. B mengalami risiko perilaku kekerasan, isolasi sosial, dan berduka. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan adalah manajemen amarah, terapi suportif, terapi kelompok, peningkatan sosialisasi, dan terapi kognitif untuk membantu Tn. B dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya. -
Article No. 14843 | 26 Mar 2025
Klinis : Tn. B, 35 tahun, mengatakan masuk kepanti Bina Laras 3 bulan lalu. Klien mengatakan bisa sampai ke panti Bina Laras karena dbawa oleh petugas satpol pp saat akan ke warung. Klien anak ke 1 dari 2 bersaudara, selama ini tinggal bersama ibu kandung,adik dan ipar pasien,karena ayah pasien sudah meninggal dan pasien sudah bercerai, pendidikan pasien SMA. Sebelum masuk panti pekerjaan klien berdagang. Klien mengatakan pernah ditempatkan di panti di Balaraja karena pasien mendengar suara suara,setelah kematian ayahnya. Klien mengatakan merasa sangat kehilangan ayahnya karena klien sangat dekat dengan ayahnya. Menurut klien ayahnya sangat baik, melindungi dan sangat memanjakan klien. Saat ayahnya meninggal klien merasa kehilangan, sedih berkepanjangan sampai akhirnya klien mendengar suara suara yang selalu mengganggunya.Klien mengatakan Sudah sempat pulang kerumah dari panti,dirumah rutin minum obat dan kontrol ke dokter. Saat pandemi covid 19 usaha toko tutup,pasien dan keluarga hanya di rumah saja,saat itu pasien mulai jarang kontrol ke dokter,sehingga berhenti minum obat juga.Pada tahun 2022 pasien bercerai,pasien mengatakan saat itu sering melamun sendiri karena sedih di tinggal istri dan anak anaknya.Pasien juga mengatakan semenjak bercerai jarang bertemu dengan anaknya karena anak anak di bawa istrinya tinggal di daerah Cibubur. Pasien merasa sedih dan kesepian dan rendah diri,sejak bercerai pasien mulai sering mendengar suara angin kencang seperti angin topan yang menyerang dirinya setelah itu dilanjutkan dengan suara orang bersiul yang seperti meledek dirinya. Pada saat awal di kaji Klien terlihat sedang menutup telinga,klien tampak terlihat berbicara sendiri setelah itu diam termenung. Saat pertama kali bertemu dengan perawat klien tampak tegang dan gugup, sulit memulai interaksi dan terlihat kaku, kontak mata kurang kadang cenderung menatap ke arah lain, pasif saat berkomunikasi, suara pelan dan halus, ekspresi tampak datar.Pada saat klien diajak berbicara oleh perawat tampak tidak fokus saat berkomunikasi,tidak banyak berbicara,bicara hanya seadanya saja.berbicara berpindah-pindah topik yang tidak nyambung (inkoheren),tampak menyelidik/mudah curiga ke perawat.tampak tertunduk saat bercerita tentang keluarganya, klien mengatakan rajin mengikuti kegiatan di panti.,tampak jarang berinteraksi dan berkenalan dengan orang lain.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: F20.0 (Schizophrenia, paranoid type)
- Deskripsi: Diagnosis yang sesuai dengan gejala yang dilaporkan adalah Skizofrenia, tipe paranoid. Pasien menunjukkan gejala-gejala seperti halusinasi akustik (mendengar suara-suara), kecurigaan, serta gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 94.24 (Psychiatric admission to mental health facility)
- Deskripsi: Pasien telah dirawat di panti rehabilitasi mental (Panti Bina Laras) selama 3 bulan, menunjukkan adanya riwayat rawat inap psikiatri sebelumnya di panti rehabilitasi mental lainnya (Balaraja).
Penjelasan tambahan:
Pasien Tn. B, berusia 35 tahun, memiliki riwayat skizofrenia paranoid yang dimulai setelah kematian ayahnya. Pasien menunjukkan gejala halusinasi akustik berupa suara-suara yang mengganggu, serta gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien pernah dirawat di panti rehabilitasi mental sebelumnya, namun kemudian dapat pulang dan rutin kontrol serta minum obat. Namun, selama pandemi COVID-19, pasien menjadi jarang kontrol dan berhenti minum obat, yang menyebabkan kondisinya kembali memburuk. Pasien juga mengalami stressor tambahan berupa perceraian, yang memperburuk kondisi psikologisnya dan memicu kambuhnya gejala psikotik. Saat ini, pasien dirawat kembali di panti rehabilitasi mental (Panti Bina Laras) untuk mendapatkan perawatan dan intervensi yang sesuai. -
Article No. 14844 | 26 Mar 2025
Klinis : Tn. B, 35 tahun, mengatakan masuk kepanti Bina Laras 3 bulan lalu. Klien mengatakan bisa sampai ke panti Bina Laras karena dbawa oleh petugas satpol pp saat akan ke warung. Klien anak ke 1 dari 2 bersaudara, selama ini tinggal bersama ibu kandung,adik dan ipar pasien,karena ayah pasien sudah meninggal dan pasien sudah bercerai, pendidikan pasien SMA. Sebelum masuk panti pekerjaan klien berdagang. Klien mengatakan pernah ditempatkan di panti di Balaraja karena pasien mendengar suara suara,setelah kematian ayahnya. Klien mengatakan merasa sangat kehilangan ayahnya karena klien sangat dekat dengan ayahnya. Menurut klien ayahnya sangat baik, melindungi dan sangat memanjakan klien. Saat ayahnya meninggal klien merasa kehilangan, sedih berkepanjangan sampai akhirnya klien mendengar suara suara yang selalu mengganggunya.Klien mengatakan Sudah sempat pulang kerumah dari panti,dirumah rutin minum obat dan kontrol ke dokter. Saat pandemi covid 19 usaha toko tutup,pasien dan keluarga hanya di rumah saja,saat itu pasien mulai jarang kontrol ke dokter,sehingga berhenti minum obat juga.Pada tahun 2022 pasien bercerai,pasien mengatakan saat itu sering melamun sendiri karena sedih di tinggal istri dan anak anaknya.Pasien juga mengatakan semenjak bercerai jarang bertemu dengan anaknya karena anak anak di bawa istrinya tinggal di daerah Cibubur. Pasien merasa sedih dan kesepian dan rendah diri,sejak bercerai pasien mulai sering mendengar suara angin kencang seperti angin topan yang menyerang dirinya setelah itu dilanjutkan dengan suara orang bersiul yang seperti meledek dirinya. Pada saat awal di kaji Klien terlihat sedang menutup telinga,klien tampak terlihat berbicara sendiri setelah itu diam termenung. Saat pertama kali bertemu dengan perawat klien tampak tegang dan gugup, sulit memulai interaksi dan terlihat kaku, kontak mata kurang kadang cenderung menatap ke arah lain, pasif saat berkomunikasi, suara pelan dan halus, ekspresi tampak datar.Pada saat klien diajak berbicara oleh perawat tampak tidak fokus saat berkomunikasi,tidak banyak berbicara,bicara hanya seadanya saja.berbicara berpindah-pindah topik yang tidak nyambung (inkoheren),tampak menyelidik/mudah curiga ke perawat.tampak tertunduk saat bercerita tentang keluarganya, klien mengatakan rajin mengikuti kegiatan di panti.,tampak jarang berinteraksi dan berkenalan dengan orang lain.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi Tn. B:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Gangguan proses pikir (00128): Gangguan dalam kemampuan berpikir yang ditandai dengan perubahan persepsi, hambatan dalam berpikir, dan gangguan dalam membuat keputusan. Hal ini terlihat dari klien yang mengalami halusinasi auditori (mendengar suara-suara) dan pembicaraan yang tidak terfokus/inkoheren.
2. Isolasi sosial (00053): Pengalaman individu yang merasa terpisah dari orang lain, keinginan dan kebutuhan untuk kontak sosial yang tidak terpenuhi. Hal ini terlihat dari klien yang jarang berinteraksi dan berkenalan dengan orang lain di panti.
3. Harga diri rendah (00119): Penilaian negatif individu terhadap dirinya sendiri. Hal ini terlihat dari klien yang merasa sedih, kesepian, dan rendah diri setelah bercerai.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Proses pikir membaik (0916): Individu menunjukkan kemampuan berpikir yang terorganisir dan logis.
2. Interaksi sosial membaik (0902): Individu terlibat secara aktif dalam kegiatan sosial dan mampu membina hubungan interpersonal yang memuaskan.
3. Harga diri meningkat (1205): Individu menunjukkan penilaian positif terhadap dirinya sendiri.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen halusinasi (5602):
a. Kaji faktor presipitasi halusinasi
b. Ajarkan teknik mengendalikan halusinasi (misalnya, aktivitas relaksasi, distraksi)
c. Dorong klien mengungkapkan pengalaman halusinasi
d. Berikan obat-obatan sesuai resep
2. Terapi kelompok (5450):
a. Fasilitasi klien untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok di panti
b. Bantu klien mengembangkan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial
c. Dorong klien untuk berbagi pengalaman dan perasaan dengan anggota kelompok
3. Peningkatan harga diri (5400):
a. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri klien
b. Bantu klien mengidentifikasi kelebihan dan potensi yang dimiliki
c. Dorong klien untuk terlibat dalam aktivitas yang dapat meningkatkan kepercayaan diri
d. Berikan umpan balik positif atas kemajuan yang dicapai klien
Dengan intervensi yang komprehensif dan terfokus pada masalah utama klien, diharapkan klien dapat menunjukkan perbaikan dalam proses pikir, interaksi sosial, dan harga diri sehingga dapat mencapai tingkat kesehatan mental yang optimal. -
Article No. 14845 | 26 Mar 2025
Klinis : Tn. B, 35 tahun, mengatakan masuk kepanti Bina Laras 3 bulan lalu. Klien mengatakan bisa sampai ke panti Bina Laras karena dbawa oleh petugas satpol pp saat akan ke warung. Klien anak ke 1 dari 2 bersaudara, selama ini tinggal bersama ibu kandung,adik dan ipar pasien,karena ayah pasien sudah meninggal dan pasien sudah bercerai, pendidikan pasien SMA. Sebelum masuk panti pekerjaan klien berdagang. Klien mengatakan pernah ditempatkan di panti di Balaraja karena pasien mendengar suara suara,setelah kematian ayahnya. Klien mengatakan merasa sangat kehilangan ayahnya karena klien sangat dekat dengan ayahnya. Menurut klien ayahnya sangat baik, melindungi dan sangat memanjakan klien. Saat ayahnya meninggal klien merasa kehilangan, sedih berkepanjangan sampai akhirnya klien mendengar suara suara yang selalu mengganggunya.Klien mengatakan Sudah sempat pulang kerumah dari panti,dirumah rutin minum obat dan kontrol ke dokter. Saat pandemi covid 19 usaha toko tutup,pasien dan keluarga hanya di rumah saja,saat itu pasien mulai jarang kontrol ke dokter,sehingga berhenti minum obat juga.Pada tahun 2022 pasien bercerai,pasien mengatakan saat itu sering melamun sendiri karena sedih di tinggal istri dan anak anaknya.Pasien juga mengatakan semenjak bercerai jarang bertemu dengan anaknya karena anak anak di bawa istrinya tinggal di daerah Cibubur. Pasien merasa sedih dan kesepian dan rendah diri,sejak bercerai pasien mulai sering mendengar suara angin kencang seperti angin topan yang menyerang dirinya setelah itu dilanjutkan dengan suara orang bersiul yang seperti meledek dirinya. Pada saat awal di kaji Klien terlihat sedang menutup telinga,klien tampak terlihat berbicara sendiri setelah itu diam termenung. Saat pertama kali bertemu dengan perawat klien tampak tegang dan gugup, sulit memulai interaksi dan terlihat kaku, kontak mata kurang kadang cenderung menatap ke arah lain, pasif saat berkomunikasi, suara pelan dan halus, ekspresi tampak datar.Pada saat klien diajak berbicara oleh perawat tampak tidak fokus saat berkomunikasi,tidak banyak berbicara,bicara hanya seadanya saja.berbicara berpindah-pindah topik yang tidak nyambung (inkoheren),tampak menyelidik/mudah curiga ke perawat.tampak tertunduk saat bercerita tentang keluarganya, klien mengatakan rajin mengikuti kegiatan di panti.,tampak jarang berinteraksi dan berkenalan dengan orang lain.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan (SIKI) untuk kondisi Tn. B, sesuai dengan informasi yang diberikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Waham (00435): Keyakinan palsu yang tidak berdasar pada realitas dan sulit diubah, yang ditandai dengan Tn. B yang mendengar suara-suara yang mengganggunya.
2. Kesepian (00068): Perasaan yang tidak menyenangkan akibat ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang diinginkan dengan yang ada saat ini, yang ditandai dengan Tn. B yang merasa sedih dan kesepian setelah bercerai.
3. Harga Diri Rendah (00119): Penilaian negatif terhadap diri sendiri atau terhadap kemampuan diri, yang ditandai dengan Tn. B yang merasa rendah diri setelah bercerai.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Waham (1703)
- Tujuan: Klien dapat mengendalikan waham yang dialami.
- Indikator:
- Klien dapat mengidentifikasi waham yang dialami.
- Klien dapat mengungkapkan strategi untuk mengendalikan waham.
- Klien dapat menerapkan strategi untuk mengendalikan waham.
2. Kesejahteraan Psikososial (1204)
- Tujuan: Klien dapat meningkatkan kesejahteraan psikososialnya.
- Indikator:
- Klien dapat mengungkapkan perasaan dan kemampuan dalam mengatasi kesepian.
- Klien dapat membangun hubungan sosial yang positif.
- Klien dapat mengekspresikan perasaan secara tepat.
3. Harga Diri (1205)
- Tujuan: Klien dapat meningkatkan harga dirinya.
- Indikator:
- Klien dapat mengungkapkan penerimaan terhadap diri sendiri.
- Klien dapat menunjukkan perilaku yang mencerminkan harga diri yang positif.
- Klien dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diri.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan (SIKI):
1. Manajemen Waham (6340)
- Eksplorasi waham yang dialami klien.
- Tingkatkan kesadaran klien tentang waham yang dialami.
- Ajarkan teknik untuk mengendalikan waham (misalnya, distraksi, relaksasi).
- Bantu klien mengembangkan strategi untuk menghindari atau mengatasi waham.
2. Terapi Suportif (5270)
- Bangun hubungan saling percaya dengan klien.
- Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah yang dialami.
- Berikan dukungan emosional dan validasi perasaan klien.
- Bantu klien mengidentifikasi sumber dukungan sosial yang ada.
- Kolaborasi dengan keluarga untuk memberikan dukungan.
3. Peningkatan Harga Diri (5400)
- Dorong klien untuk mengidentifikasi kekuatan dan kemampuan diri.
- Bantu klien mengevaluasi persepsi diri secara realistis.
- Berikan umpan balik positif yang spesifik tentang perilaku dan kemampuan klien.
- Bantu klien menetapkan tujuan yang realistis dan dapat dicapai.
- Dorong keterlibatan klien dalam aktivitas yang dapat meningkatkan harga diri.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan Tn. B dapat mencapai luaran yang diinginkan, seperti mengendalikan waham, meningkatkan kesejahteraan psikososial, dan memiliki harga diri yang positif. -
Article No. 14846 | 26 Mar 2025
Klinis : Tn. B, 35 tahun, mengatakan masuk kepanti Bina Laras 3 bulan lalu. Klien mengatakan bisa sampai ke panti Bina Laras karena dbawa oleh petugas satpol pp saat akan ke warung. Klien anak ke 1 dari 2 bersaudara, selama ini tinggal bersama ibu kandung,adik dan ipar pasien,karena ayah pasien sudah meninggal dan pasien sudah bercerai, pendidikan pasien SMA. Sebelum masuk panti pekerjaan klien berdagang. Klien mengatakan pernah ditempatkan di panti di Balaraja karena pasien mendengar suara suara,setelah kematian ayahnya. Klien mengatakan merasa sangat kehilangan ayahnya karena klien sangat dekat dengan ayahnya. Menurut klien ayahnya sangat baik, melindungi dan sangat memanjakan klien. Saat ayahnya meninggal klien merasa kehilangan, sedih berkepanjangan sampai akhirnya klien mendengar suara suara yang selalu mengganggunya.Klien mengatakan Sudah sempat pulang kerumah dari panti,dirumah rutin minum obat dan kontrol ke dokter. Saat pandemi covid 19 usaha toko tutup,pasien dan keluarga hanya di rumah saja,saat itu pasien mulai jarang kontrol ke dokter,sehingga berhenti minum obat juga.Pada tahun 2022 pasien bercerai,pasien mengatakan saat itu sering melamun sendiri karena sedih di tinggal istri dan anak anaknya.Pasien juga mengatakan semenjak bercerai jarang bertemu dengan anaknya karena anak anak di bawa istrinya tinggal di daerah Cibubur. Pasien merasa sedih dan kesepian dan rendah diri,sejak bercerai pasien mulai sering mendengar suara angin kencang seperti angin topan yang menyerang dirinya setelah itu dilanjutkan dengan suara orang bersiul yang seperti meledek dirinya. Pada saat awal di kaji Klien terlihat sedang menutup telinga,klien tampak terlihat berbicara sendiri setelah itu diam termenung. Saat pertama kali bertemu dengan perawat klien tampak tegang dan gugup, sulit memulai interaksi dan terlihat kaku, kontak mata kurang kadang cenderung menatap ke arah lain, pasif saat berkomunikasi, suara pelan dan halus, ekspresi tampak datar.Pada saat klien diajak berbicara oleh perawat tampak tidak fokus saat berkomunikasi,tidak banyak berbicara,bicara hanya seadanya saja.berbicara berpindah-pindah topik yang tidak nyambung (inkoheren),tampak menyelidik/mudah curiga ke perawat.tampak tertunduk saat bercerita tentang keluarganya, klien mengatakan rajin mengikuti kegiatan di panti.,tampak jarang berinteraksi dan berkenalan dengan orang lain.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, Diagnosa Keperawatan yang dapat ditetapkan untuk Tn. B adalah:
1. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
- Definisi: Persepsi palsu atau distorsi realitas mengenai stimulus auditori yang tidak benar-benar ada.
- Faktor terkait: Kehilangan sumber daya internal (kematian ayah), stres (perceraian), dan isolasi sosial.
2. Kesepian
- Definisi: Perasaan tidak nyaman atau tidak menyenangkan yang disebabkan oleh ketidaksesuaian antara tingkat hubungan sosial yang diinginkan dan tingkat hubungan sosial yang ada.
- Faktor terkait: Isolasi sosial (jarang bertemu anak), kehilangan sumber dukungan (bercerai), dan harga diri rendah.
3. Harga Diri Rendah
- Definisi: Penilaian negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri.
- Faktor terkait: Perubahan peran (tidak bekerja), kehilangan sumber dukungan (bercerai), dan isolasi sosial.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
- SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA-I.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk menentukan hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk merumuskan intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) adalah organisasi profesi yang menetapkan dan mengembangkan standar-standar tersebut sebagai panduan bagi perawat dalam praktik keperawatan di Indonesia. -
Article No. 14847 | 26 Mar 2025
Klinis : pasien cf femur dextra 1/3 proximal dengan ureum 55 dan creatinin 0.82, pasien mengalami muntah darah, hasil OT 65.5 dan PT 34.2
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Gangguan Keseimbangan Cairan berhubungan dengan gangguan fungsi ginjal, ditandai dengan ureum 55 dan creatinin 0.82.
Penjelasan:
Pasien dengan fraktur femur proksimal 1/3 dan hasil laboratorium menunjukkan peningkatan ureum (55) serta penurunan creatinin (0.82), mengindikasikan adanya gangguan fungsi ginjal. Hal ini dapat menyebabkan risiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan, baik kelebihan maupun kekurangan cairan, sehingga perlu diidentifikasi dan diatasi.
2. Risiko Perdarahan berhubungan dengan gangguan fungsi hati, ditandai dengan muntah darah dan hasil pemeriksaan laboratorium (PT 34.2, OT 65.5).
Penjelasan:
Pasien mengalami muntah darah dan memiliki hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan adanya gangguan fungsi hati, yaitu peningkatan PT (34.2) dan OT (65.5). Kondisi ini dapat menyebabkan risiko terjadinya perdarahan, sehingga perlu diidentifikasi dan diatasi.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Risiko Gangguan Keseimbangan Cairan
- Keseimbangan Cairan Terpelihara
- Hidrasi Adekuat
Penjelasan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan hidrasi yang adekuat. Hal ini dapat dicapai melalui pemantauan dan pengaturan asupan dan pengeluaran cairan, serta perbaikan fungsi ginjal.
2. Risiko Perdarahan
- Perdarahan Terkendali
- Fungsi Pembekuan Darah Membaik
Penjelasan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat mengontrol perdarahan dan fungsi pembekuan darah membaik. Hal ini dapat dicapai melalui pemantauan tanda-tanda perdarahan, pemberian terapi yang sesuai, serta perbaikan fungsi hati.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko Gangguan Keseimbangan Cairan
- Monitor asupan dan pengeluaran cairan secara ketat
- Lakukan pengkajian fungsi ginjal secara berkala
- Berikan terapi cairan IV sesuai kebutuhan
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya menjaga keseimbangan cairan
Penjelasan:
Intervensi keperawatan yang perlu dilakukan adalah memantau asupan dan pengeluaran cairan pasien secara ketat, melakukan pengkajian fungsi ginjal secara berkala, memberikan terapi cairan IV sesuai kebutuhan, serta mengedukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya menjaga keseimbangan cairan.
2. Risiko Perdarahan
- Monitor tanda-tanda perdarahan secara ketat
- Lakukan pengkajian fungsi hati secara berkala
- Berikan terapi antikoagulan sesuai indikasi
- Kolaborasi dengan dokter untuk mengatasi gangguan fungsi hati
- Edukasi pasien dan keluarga tentang risiko perdarahan dan pencegahannya
Penjelasan:
Intervensi keperawatan yang perlu dilakukan adalah memantau tanda-tanda perdarahan secara ketat, melakukan pengkajian fungsi hati secara berkala, memberikan terapi antikoagulan sesuai indikasi, berkolaborasi dengan dokter untuk mengatasi gangguan fungsi hati, serta mengedukasi pasien dan keluarga tentang risiko perdarahan dan pencegahannya.
Dengan penerapan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi yang sesuai, diharapkan dapat membantu pasien mencapai kondisi yang lebih baik dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi. -
Article No. 14751 | 25 Mar 2025
Klinis : Assess severity Severe Airway obstruction (ineffective cough) Conscious 5 abdominal thrusts Unconscious Start CPR
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kondisi yang Anda berikan:
1. Kode ICD-10:
- Kode: J98.1
- Deskripsi: Obstruksi jalan napas, parah (batuk tidak efektif)
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 93.94
- Deskripsi: Maneuver abdominal 5 dorongan (conscious)
- Kode: 93.90
- Deskripsi: Resusitasi kardiopulmoner (unconscious)
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 J98.1 merujuk pada kondisi obstruksi jalan napas yang parah, dengan gejala batuk yang tidak efektif. Ini merupakan kondisi gawat darurat yang membutuhkan penanganan segera.
2. Untuk pasien yang masih sadar, prosedur yang dilakukan adalah maneuver abdominal 5 dorongan (kode ICD-9-CM 93.94) untuk mengeluarkan benda asing yang menyumbat jalan napas. Sedangkan untuk pasien yang tidak sadar, tindakan yang dilakukan adalah resusitasi kardiopulmoner (kode ICD-9-CM 93.90) untuk memulihkan fungsi pernapasan dan peredaran darah.
Penanganan segera dan tepat sangat penting dalam mengatasi obstruksi jalan napas yang parah, baik pada pasien yang sadar maupun tidak sadar, untuk mencegah komplikasi yang lebih serius. -
Article No. 14752 | 25 Mar 2025
Klinis : nyeri akut
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda minta, dengan nada akademis dan persona sebagai pakar perawat.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi "nyeri akut":
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi nyeri akut adalah "Nyeri Akut". Nyeri akut didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau dijelaskan dalam istilah seperti itu (International Association for the Study of Pain, 1979). Nyeri akut biasanya memiliki onset yang tiba-tiba, durasi yang terbatas, dan intensitas bervariasi dari ringan hingga berat.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah pemberian Asuhan Keperawatan untuk pasien dengan nyeri akut, luaran/output yang diharapkan adalah sebagai berikut:
a. Pasien dapat melaporkan penurunan intensitas nyeri.
b. Pasien dapat melaporkan peningkatan kemampuan dalam mengatasi nyeri.
c. Pasien dapat melaporkan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
d. Pasien dapat mendemonstrasikan penggunaan teknik manajemen nyeri yang efektif.
e. Pasien dapat menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai tujuan luaran yang telah disebutkan, berikut adalah intervensi keperawatan yang diperlukan:
a. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif, meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, dan faktor yang mempengaruhi nyeri.
b. Berikan analgesik sesuai dengan resep dokter dan pantau efektivitasnya.
c. Ajarkan teknik manajemen nyeri non-farmakologis, seperti relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin, dan teknik relaksasi napas dalam.
d. Libatkan keluarga dalam proses manajemen nyeri pasien.
e. Pantau tanda-tanda vital pasien secara teratur untuk mendeteksi adanya perubahan yang dapat memengaruhi nyeri.
f. Dokumentasikan semua tindakan dan respon pasien terhadap intervensi yang diberikan.
g. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai manajemen nyeri, baik farmakologis maupun non-farmakologis.
h. Evaluasi efektivitas intervensi yang telah diberikan dan lakukan penyesuaian jika diperlukan.
Dengan mengimplementasikan intervensi keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diinginkan, yaitu penurunan intensitas nyeri, peningkatan kemampuan dalam mengatasi nyeri, peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan stabilitas tanda-tanda vital.