Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 12972 | 27 Feb 2025
Klinis : Tn. B, 55 tahun, pasien gagal ginjal kronis stadium akhir yang telah menjalani hemodialisis selama dua tahun, datang ke RSJ dengan tampilan lemah, ekspresi datar, dan kontak mata minimal. Ia tampak kurang responsif terhadap lingkungan sekitar, sering menunduk, dan berbicara dengan suara pelan serta jawaban singkat. Sejak didiagnosis gagal ginjal, ia mengalami perubahan fisik yang signifikan, seperti penurunan berat badan dan kelemahan setelah hemodialisis, yang membuatnya kehilangan rasa percaya diri dan merasa tidak nyaman dengan penampilannya. Keterbatasan aktivitas semakin memperburuk perasaan terasing dari teman dan keluarga, menyebabkan ia menarik diri dari interaksi sosial dan menolak untuk menghadiri pertemuan keluarga atau berbicara dengan orang terdekat. Ia lebih sering menyendiri di kamar dan menunjukkan ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial maupun terapi kelompok. Selain itu, beban ekonomi akibat biaya hemodialisis yang tinggi, ketergantungan pada orang lain untuk kebutuhan sehari-hari, serta ketidakpastian tentang masa depan membuatnya mengalami tekanan emosional yang berat. Perasaan putus asa yang semakin mendalam menyebabkan ia tampak tidak antusias terhadap aktivitas yang diberikan perawat, dan menunjukkan ekspresi wajah yang kosong. Meskipun mendapat dukungan dari keluarga, ia tetap merasa tidak berharga dan kesepian, sering mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti. Akibat isolasi sosial yang berkepanjangan dan tekanan psikologis yang terus meningkat, Tn. B mulai menunjukkan perilaku melukai diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding. Perilaku ini dilakukan saat ia merasa tertekan, terutama setelah sesi hemodialisis atau saat ia sendirian di kamar. diagnosa keperawatan apa yang muncul dari kasus tersebut?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang diuraikan pada kasus Tn. B, diagnosis keperawatan SDKI yang dapat ditegakkan adalah:
1. Isolasi Sosial
Definisi: Pengalaman individu yang merasa terpisah dari orang lain, baik secara emosional maupun fisik.
Penyebab: Perubahan fisik akibat gagal ginjal kronis, keterbatasan aktivitas, dan perasaan tidak berharga.
Tanda dan Gejala: Kontak mata minimal, tidak responsif terhadap lingkungan, menyendiri di kamar, menolak berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
2. Harga Diri Rendah Situasional
Definisi: Penilaian negatif terhadap diri sendiri yang disebabkan oleh situasi atau peristiwa tertentu.
Penyebab: Perubahan fisik, ketergantungan pada orang lain, dan perasaan tidak mampu menghadapi masa depan.
Tanda dan Gejala: Ekspresi datar, jarang berbicara, merasa tidak berharga, dan tidak antusias dengan aktivitas.
3. Risiko Perilaku Melukai Diri
Definisi: Risiko individu untuk terlibat dalam perilaku yang dapat menyebabkan cedera pada diri sendiri.
Penyebab: Perasaan putus asa, tekanan emosional yang berat, dan isolasi sosial.
Tanda dan Gejala: Membenturkan kepala ke dinding saat merasa tertekan.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Isolasi Sosial
- Individu terlibat dalam interaksi sosial
- Individu menunjukkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial
- Individu mengungkapkan perasaan terhubung dengan orang lain
2. Harga Diri Rendah Situasional
- Individu mengungkapkan penerimaan terhadap diri sendiri
- Individu menunjukkan perilaku yang mencerminkan harga diri yang positif
- Individu mengungkapkan perasaan berharga
3. Risiko Perilaku Melukai Diri
- Individu tidak terlibat dalam perilaku melukai diri
- Individu mengungkapkan harapan untuk masa depan
- Individu menunjukkan strategi koping yang efektif dalam menangani tekanan emosional
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Isolasi Sosial
- Fasilitasi interaksi sosial
- Libatkan dalam kegiatan sosial dan terapi kelompok
- Berikan dukungan emosional
- Kolaborasi dengan ahli psikologi/psikiatri untuk konseling
2. Harga Diri Rendah Situasional
- Bantu identifikasi kekuatan dan kemampuan diri
- Libatkan dalam aktivitas yang dapat meningkatkan harga diri
- Berikan umpan balik positif dan pujian
- Kolaborasi dengan ahli psikologi/psikiatri untuk intervensi kognitif-perilaku
3. Risiko Perilaku Melukai Diri
- Pantau tanda-tanda perilaku melukai diri
- Ciptakan lingkungan yang aman dan mendukung
- Ajarkan strategi koping untuk menangani tekanan emosional
- Kolaborasi dengan ahli psikologi/psikiatri untuk terapi individual dan pengobatan
Kesimpulan:
Asuhan keperawatan yang komprehensif, kolaboratif, dan berpusat pada pasien diperlukan untuk mengatasi isolasi sosial, harga diri rendah situasional, dan risiko perilaku melukai diri pada Tn. B. Intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mencapai luaran yang diharapkan akan membantu pasien meningkatkan interaksi sosial, harga diri, dan kemampuan mengatasi tekanan emosional, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan psikologisnya. -
Article No. 12973 | 27 Feb 2025
Klinis : Tn. B, 55 tahun, pasien gagal ginjal kronis stadium akhir yang telah menjalani hemodialisis selama dua tahun, datang ke RSJ dengan tampilan lemah, ekspresi datar, dan kontak mata minimal. Ia tampak kurang responsif terhadap lingkungan sekitar, sering menunduk, dan berbicara dengan suara pelan serta jawaban singkat. Sejak didiagnosis gagal ginjal, ia mengalami perubahan fisik yang signifikan, seperti penurunan berat badan dan kelemahan setelah hemodialisis, yang membuatnya kehilangan rasa percaya diri dan merasa tidak nyaman dengan penampilannya. Keterbatasan aktivitas semakin memperburuk perasaan terasing dari teman dan keluarga, menyebabkan ia menarik diri dari interaksi sosial dan menolak untuk menghadiri pertemuan keluarga atau berbicara dengan orang terdekat. Ia lebih sering menyendiri di kamar dan menunjukkan ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial maupun terapi kelompok. Selain itu, beban ekonomi akibat biaya hemodialisis yang tinggi, ketergantungan pada orang lain untuk kebutuhan sehari-hari, serta ketidakpastian tentang masa depan membuatnya mengalami tekanan emosional yang berat. Perasaan putus asa yang semakin mendalam menyebabkan ia tampak tidak antusias terhadap aktivitas yang diberikan perawat, dan menunjukkan ekspresi wajah yang kosong. Meskipun mendapat dukungan dari keluarga, ia tetap merasa tidak berharga dan kesepian, sering mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti. Akibat isolasi sosial yang berkepanjangan dan tekanan psikologis yang terus meningkat, Tn. B mulai menunjukkan perilaku melukai diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding. Perilaku ini dilakukan saat ia merasa tertekan, terutama setelah sesi hemodialisis atau saat ia sendirian di kamar. diagnosa keperawatan apa yang muncul dari kasus tersebut?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis, serta diagnosis keperawatan yang mungkin muncul:
1. Kode ICD-10:
- Kode: N18.6
- Deskripsi: Gagal ginjal kronis stadium akhir
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 39.95
- Deskripsi: Hemodialisis
Dari kasus yang diuraikan, beberapa diagnosis keperawatan yang mungkin muncul adalah:
1. Gangguan citra tubuh: Pasien mengalami perubahan fisik yang signifikan akibat penyakit gagal ginjal dan gejala hemodialisis, seperti penurunan berat badan dan kelemahan, yang menyebabkan rasa tidak nyaman dengan penampilan dirinya dan kehilangan rasa percaya diri.
2. Isolasi sosial: Pasien menarik diri dari interaksi sosial, menolak untuk menghadiri pertemuan keluarga atau berbicara dengan orang terdekat, dan lebih sering menyendiri di kamar, sehingga mengalami isolasi sosial yang berkepanjangan.
3. Depresi: Pasien menunjukkan gejala depresi, seperti ekspresi datar, kontak mata minimal, kurang responsif terhadap lingkungan, sering menunduk, berbicara dengan suara pelan dan jawaban singkat, serta perasaan putus asa dan tidak berharga.
4. Risiko perilaku melukai diri: Pasien menunjukkan perilaku melukai diri dengan membenturkan kepala ke dinding saat merasa tertekan, terutama setelah sesi hemodialisis atau saat sendirian di kamar.
5. Kelelahan: Pasien mengalami kelemahan dan kelelahan yang semakin memburuk setelah menjalani hemodialisis, sehingga mempengaruhi aktivitas dan interaksi sosialnya.
Diagnosis keperawatan ini perlu dipertimbangkan dan dievaluasi lebih lanjut oleh tim kesehatan untuk memberikan intervensi yang tepat dan komprehensif dalam menangani pasien dengan kondisi gagal ginjal kronis stadium akhir yang disertai dengan permasalahan psikososial dan emosional. -
Article No. 12974 | 27 Feb 2025
Klinis : Tn. B, 55 tahun, pasien gagal ginjal kronis stadium akhir yang telah menjalani hemodialisis selama dua tahun, datang ke RSJ dengan tampilan lemah, ekspresi datar, dan kontak mata minimal. Ia tampak kurang responsif terhadap lingkungan sekitar, sering menunduk, dan berbicara dengan suara pelan serta jawaban singkat. Sejak didiagnosis gagal ginjal, ia mengalami perubahan fisik yang signifikan, seperti penurunan berat badan dan kelemahan setelah hemodialisis, yang membuatnya kehilangan rasa percaya diri dan merasa tidak nyaman dengan penampilannya. Keterbatasan aktivitas semakin memperburuk perasaan terasing dari teman dan keluarga, menyebabkan ia menarik diri dari interaksi sosial dan menolak untuk menghadiri pertemuan keluarga atau berbicara dengan orang terdekat. Ia lebih sering menyendiri di kamar dan menunjukkan ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial maupun terapi kelompok. Selain itu, beban ekonomi akibat biaya hemodialisis yang tinggi, ketergantungan pada orang lain untuk kebutuhan sehari-hari, serta ketidakpastian tentang masa depan membuatnya mengalami tekanan emosional yang berat. Perasaan putus asa yang semakin mendalam menyebabkan ia tampak tidak antusias terhadap aktivitas yang diberikan perawat, dan menunjukkan ekspresi wajah yang kosong. Meskipun mendapat dukungan dari keluarga, ia tetap merasa tidak berharga dan kesepian, sering mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti. Akibat isolasi sosial yang berkepanjangan dan tekanan psikologis yang terus meningkat, Tn. B mulai menunjukkan perilaku melukai diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding. Perilaku ini dilakukan saat ia merasa tertekan, terutama setelah sesi hemodialisis atau saat ia sendirian di kamar. diagnosa keperawatan apa yang muncul dari kasus tersebut?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang dipaparkan, terdapat beberapa diagnosis keperawatan yang dapat muncul pada Tn. B, seorang pasien gagal ginjal kronis stadium akhir yang telah menjalani hemodialisis selama dua tahun. Dalam menentukan diagnosis keperawatan, saya akan mengacu pada Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
1. Risiko Cidera (SDKI)
Diagnosis ini muncul karena Tn. B menunjukkan perilaku melukai diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding saat merasa tertekan, terutama setelah sesi hemodialisis atau saat sendirian di kamar. Hal ini mengindikasikan adanya risiko cedera fisik yang perlu ditangani.
2. Gangguan Interaksi Sosial (SDKI)
Tn. B mengalami keterbatasan aktivitas, menarik diri dari interaksi sosial, menolak untuk menghadiri pertemuan keluarga atau berbicara dengan orang terdekat, serta lebih sering menyendiri di kamar. Hal ini menunjukkan adanya gangguan dalam interaksi sosial yang perlu diatasi.
3. Berduka Disfungsional (SDKI)
Tn. B tampak lemah, ekspresi datar, dan kontak mata minimal, serta sering mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti. Hal ini mengindikasikan adanya perasaan berduka yang disfungsional akibat perubahan fisik dan psikososial yang dialami.
4. Depresi (SDKI)
Tn. B tampak kurang responsif terhadap lingkungan sekitar, sering menunduk, berbicara dengan suara pelan, dan menunjukkan ekspresi wajah yang kosong. Selain itu, ia mengalami perasaan putus asa, tekanan emosional yang berat, dan merasa tidak berharga, yang merupakan gejala depresi yang perlu diidentifikasi dan diatasi.
5. Ketidakberdayaan (SDKI)
Tn. B mengalami perubahan fisik yang signifikan, seperti penurunan berat badan dan kelemahan setelah hemodialisis, serta ketergantungan pada orang lain untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini dapat menimbulkan perasaan tidak berdaya yang perlu ditangani.
Dalam menangani kasus Tn. B, perawat harus mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang komprehensif, melibatkan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, serta memberikan dukungan emosional dan psikososial yang diperlukan. Kesinambungan perawatan juga perlu diperhatikan agar Tn. B dapat mencapai kualitas hidup yang optimal. -
Article No. 12975 | 27 Feb 2025
Klinis : Tn. B, 55 tahun, pasien gagal ginjal kronis stadium akhir yang telah menjalani hemodialisis selama dua tahun, datang ke RSJ dengan tampilan lemah, ekspresi datar, dan kontak mata minimal. Ia tampak kurang responsif terhadap lingkungan sekitar, sering menunduk, dan berbicara dengan suara pelan serta jawaban singkat. Sejak didiagnosis gagal ginjal, ia mengalami perubahan fisik yang signifikan, seperti penurunan berat badan dan kelemahan setelah hemodialisis, yang membuatnya kehilangan rasa percaya diri dan merasa tidak nyaman dengan penampilannya. Keterbatasan aktivitas semakin memperburuk perasaan terasing dari teman dan keluarga, menyebabkan ia menarik diri dari interaksi sosial dan menolak untuk menghadiri pertemuan keluarga atau berbicara dengan orang terdekat. Ia lebih sering menyendiri di kamar dan menunjukkan ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial maupun terapi kelompok. Selain itu, beban ekonomi akibat biaya hemodialisis yang tinggi, ketergantungan pada orang lain untuk kebutuhan sehari-hari, serta ketidakpastian tentang masa depan membuatnya mengalami tekanan emosional yang berat. Perasaan putus asa yang semakin mendalam menyebabkan ia tampak tidak antusias terhadap aktivitas yang diberikan perawat, dan menunjukkan ekspresi wajah yang kosong. Meskipun mendapat dukungan dari keluarga, ia tetap merasa tidak berharga dan kesepian, sering mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti. Akibat isolasi sosial yang berkepanjangan dan tekanan psikologis yang terus meningkat, Tn. B mulai menunjukkan perilaku melukai diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding. Perilaku ini dilakukan saat ia merasa tertekan, terutama setelah sesi hemodialisis atau saat ia sendirian di kamar. diagnosa keperawatan apa yang muncul dari kasus tersebut?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Isolasi Sosial: Berhubungan dengan perubahan fisik, keterbatasan aktivitas, dan perasaan tidak nyaman dengan penampilannya yang menyebabkan Tn. B menarik diri dari interaksi sosial dan menolak untuk menghadiri pertemuan keluarga atau berbicara dengan orang terdekat.
2. Harga Diri Rendah: Berhubungan dengan perubahan fisik, ketergantungan pada orang lain, dan ketidakpastian masa depan yang menyebabkan Tn. B merasa tidak berharga dan kesepian serta mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti.
3. Koping Tidak Efektif: Berhubungan dengan beban ekonomi, tekanan emosional berat, dan perasaan putus asa yang menyebabkan Tn. B menunjukkan perilaku melukai diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Isolasi Sosial:
- Partisipasi dalam aktivitas sosial
- Interaksi dengan orang lain
- Ekspresi perasaan
2. Harga Diri Rendah:
- Penerimaan diri
- Keyakinan terhadap kemampuan diri
- Ekspresi harga diri
3. Koping Tidak Efektif:
- Kontrol diri
- Strategi koping
- Motivasi untuk berubah
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Isolasi Sosial:
- Fasilitasi partisipasi dalam aktivitas sosial
- Dukungan untuk interaksi dengan orang lain
- Terapi kelompok untuk meningkatkan interaksi sosial
2. Harga Diri Rendah:
- Terapi perilaku kognitif untuk meningkatkan penerimaan diri
- Pemberian informasi tentang kemampuan diri
- Bimbingan untuk mengekspresikan harga diri
3. Koping Tidak Efektif:
- Pelatihan teknik relaksasi
- Konseling untuk mengembangkan strategi koping yang efektif
- Pemberian dukungan untuk meningkatkan motivasi untuk berubah
Penjelasan:
Berdasarkan kondisi Tn. B, tiga diagnosa keperawatan yang muncul adalah Isolasi Sosial, Harga Diri Rendah, dan Koping Tidak Efektif. Masing-masing diagnosa memiliki luaran/output yang diharapkan sesuai dengan SLKI, serta intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran tersebut sesuai dengan SIKI. Intervensi yang diberikan harus komprehensif dan mencakup aspek psikologis, sosial, dan fisik pasien untuk membantu Tn. B mengatasi permasalahan yang dihadapinya. -
Article No. 12976 | 27 Feb 2025
Klinis : Tn. B, 55 tahun, pasien gagal ginjal kronis stadium akhir yang telah menjalani hemodialisis selama dua tahun, datang ke RSJ dengan tampilan lemah, ekspresi datar, dan kontak mata minimal. Ia tampak kurang responsif terhadap lingkungan sekitar, sering menunduk, dan berbicara dengan suara pelan serta jawaban singkat. Sejak didiagnosis gagal ginjal, ia mengalami perubahan fisik yang signifikan, seperti penurunan berat badan dan kelemahan setelah hemodialisis, yang membuatnya kehilangan rasa percaya diri dan merasa tidak nyaman dengan penampilannya. Keterbatasan aktivitas semakin memperburuk perasaan terasing dari teman dan keluarga, menyebabkan ia menarik diri dari interaksi sosial dan menolak untuk menghadiri pertemuan keluarga atau berbicara dengan orang terdekat. Ia lebih sering menyendiri di kamar dan menunjukkan ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial maupun terapi kelompok. Selain itu, beban ekonomi akibat biaya hemodialisis yang tinggi, ketergantungan pada orang lain untuk kebutuhan sehari-hari, serta ketidakpastian tentang masa depan membuatnya mengalami tekanan emosional yang berat. Perasaan putus asa yang semakin mendalam menyebabkan ia tampak tidak antusias terhadap aktivitas yang diberikan perawat, dan menunjukkan ekspresi wajah yang kosong. Meskipun mendapat dukungan dari keluarga, ia tetap merasa tidak berharga dan kesepian, sering mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti. Akibat isolasi sosial yang berkepanjangan dan tekanan psikologis yang terus meningkat, Tn. B mulai menunjukkan perilaku melukai diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding. Perilaku ini dilakukan saat ia merasa tertekan, terutama setelah sesi hemodialisis atau saat ia sendirian di kamar.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Isolasi Sosial
Definisi: Pengalaman subyektif dan obyektif akan kurangnya atau ketidakadekuatan hubungan dan interaksi sosial tingkat yang diinginkan atau dibutuhkan.
2. Harga Diri Rendah
Definisi: Evaluasi diri negatif yang berkelanjutan terkait dengan kemampuan atau nilai diri.
3. Kecemasan
Definisi: Respon emosional dan psikologis terhadap sumber atau penyebab yang tidak jelas atau tidak diketahui.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Isolasi Sosial:
- Pasien terlibat dalam interaksi sosial yang cukup.
- Pasien melaporkan perasaan terhubung dengan orang lain.
- Pasien berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang diminati.
2. Harga Diri Rendah:
- Pasien mengungkapkan penerimaan diri yang positif.
- Pasien menunjukkan peningkatan kepercayaan diri.
- Pasien menunjukkan peningkatan kemampuan untuk mengambil keputusan.
3. Kecemasan:
- Pasien melaporkan tingkat kecemasan yang berkurang.
- Pasien menunjukkan tanda-tanda fisiologis kecemasan yang berkurang.
- Pasien menggunakan strategi koping yang efektif untuk mengelola kecemasan.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Isolasi Sosial:
- Fasilitasi interaksi sosial yang positif.
- Libatkan pasien dalam kegiatan sosial yang sesuai.
- Dorong penggunaan sumber dukungan sosial yang ada.
2. Harga Diri Rendah:
- Bantu pasien mengidentifikasi kekuatan dan kemampuan diri.
- Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan aktivitas yang meningkatkan kemampuan.
- Berikan umpan balik positif untuk meningkatkan kepercayaan diri.
3. Kecemasan:
- Identifikasi dan bantu pasien mengelola sumber-sumber kecemasan.
- Ajarkan teknik relaksasi dan strategi koping yang efektif.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk memberikan intervensi terkait kecemasan.
Penjelasan Rinci:
Pasien Tn. B, 55 tahun, dengan kondisi gagal ginjal kronis stadium akhir yang menjalani hemodialisis, mengalami beberapa masalah keperawatan utama, yaitu isolasi sosial, harga diri rendah, dan kecemasan. Diagnosa keperawatan tersebut sesuai dengan gejala dan kondisi yang dialami pasien, seperti menarik diri dari interaksi sosial, merasa tidak berharga, dan mengalami tekanan emosional yang berat. Luaran yang diharapkan dan intervensi keperawatan yang diperlukan ditujukan untuk mencapai peningkatan kemampuan pasien dalam beradaptasi dengan kondisi penyakitnya, membangun hubungan sosial yang positif, meningkatkan harga diri, dan mengelola kecemasan secara efektif. Hal ini dapat membantu pasien mencapai kualitas hidup yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi kesehatannya. -
Article No. 12977 | 27 Feb 2025
Klinis : Tn. B, 55 tahun, pasien gagal ginjal kronis stadium akhir yang telah menjalani hemodialisis selama dua tahun, datang ke RSJ dengan tampilan lemah, ekspresi datar, dan kontak mata minimal. Ia tampak kurang responsif terhadap lingkungan sekitar, sering menunduk, dan berbicara dengan suara pelan serta jawaban singkat. Sejak didiagnosis gagal ginjal, ia mengalami perubahan fisik yang signifikan, seperti penurunan berat badan dan kelemahan setelah hemodialisis, yang membuatnya kehilangan rasa percaya diri dan merasa tidak nyaman dengan penampilannya. Keterbatasan aktivitas semakin memperburuk perasaan terasing dari teman dan keluarga, menyebabkan ia menarik diri dari interaksi sosial dan menolak untuk menghadiri pertemuan keluarga atau berbicara dengan orang terdekat. Ia lebih sering menyendiri di kamar dan menunjukkan ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial maupun terapi kelompok. Selain itu, beban ekonomi akibat biaya hemodialisis yang tinggi, ketergantungan pada orang lain untuk kebutuhan sehari-hari, serta ketidakpastian tentang masa depan membuatnya mengalami tekanan emosional yang berat. Perasaan putus asa yang semakin mendalam menyebabkan ia tampak tidak antusias terhadap aktivitas yang diberikan perawat, dan menunjukkan ekspresi wajah yang kosong. Meskipun mendapat dukungan dari keluarga, ia tetap merasa tidak berharga dan kesepian, sering mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti. Akibat isolasi sosial yang berkepanjangan dan tekanan psikologis yang terus meningkat, Tn. B mulai menunjukkan perilaku melukai diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding. Perilaku ini dilakukan saat ia merasa tertekan, terutama setelah sesi hemodialisis atau saat ia sendirian di kamar.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Interaksi Sosial (SLKI: Interaksi Sosial Terganggu)
Karakteristik: Menarik diri dari interaksi sosial, menolak berpartisipasi dalam aktivitas sosial, dan menunjukkan ekspresi wajah yang kosong.
2. Harga Diri Rendah (SLKI: Harga Diri Rendah)
Karakteristik: Merasa tidak berharga, kehilangan rasa percaya diri, dan mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti.
3. Resiko Perilaku Melukai Diri (SIKI: Perilaku Melukai Diri)
Karakteristik: Membenturkan kepala ke dinding saat merasa tertekan, terutama setelah hemodialisis atau saat sendirian di kamar.
4. Kecemasan (SLKI: Kecemasan)
Karakteristik: Merasa tertekan secara emosional akibat biaya hemodialisis yang tinggi, ketergantungan pada orang lain, dan ketidakpastian tentang masa depan.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) merupakan panduan resmi yang dikeluarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan berdasarkan gejala dan tanda yang dialami pasien.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) adalah panduan yang menjelaskan hasil atau luaran yang diharapkan dari intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) adalah panduan yang menjelaskan tindakan atau intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
Penggunaan SDKI, SLKI, dan SIKI secara terintegrasi membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, terstruktur, dan sesuai dengan standar profesi keperawatan di Indonesia. -
Article No. 12978 | 27 Feb 2025
Klinis : Pasien berusia 32 tahun mengeluhkan nyeri pada pinggang bagian bawah dengan skala nyeri 9 dan meneybabkan kesulitan untuk melakukan aktivitas seperti berjalan dan tidur
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan kondisi pasien yang Anda deskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI, SLKI, SIKI sesuai standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Kronik (Domain 12: Kenyamanan, Kelas 1: Nyeri)
Definisi:
Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Penyebab: Patologis, cedera, prosedur, dan agen penyebab nyeri
- Tanda dan Gejala: Nyeri yang berlangsung lebih dari 3 bulan, riwayat nyeri, skala nyeri 9, kesulitan melakukan aktivitas
- Faktor yang Mempengaruhi: Tingkat kecemasan, faktor psikologis, gaya hidup, budaya
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Kriteria Hasil: Tingkat nyeri menurun, kemampuan beraktivitas meningkat, kualitas tidur membaik, dan kemampuan mengatasi nyeri meningkat.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan: Manajemen Nyeri, Peningkatan Kenyamanan, Terapi Aktivitas, dan Edukasi Kesehatan.
Contoh Intervensi:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
- Berikan terapi farmakologi dan non-farmakologi untuk mengatasi nyeri
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri
- Dorong pasien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan
- Edukasi pasien dan keluarga tentang manajemen nyeri kronis
Dengan pendekatan yang komprehensif sesuai SDKI, SLKI, dan SIKI, diharapkan dapat membantu pasien mengatasi nyeri kronis yang dialaminya dan meningkatkan kualitas hidupnya. -
Article No. 12979 | 27 Feb 2025
Klinis : Pasien berusia 32 tahun mengeluhkan nyeri pada pinggang bagian bawah dengan skala nyeri 9 dan meneybabkan kesulitan untuk melakukan aktivitas seperti berjalan dan tidur
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, terima kasih atas pertanyaan Anda. Sebagai perawat, saya akan memberikan rekomendasi diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Berdasarkan kondisi pasien yang berusia 32 tahun dengan keluhan nyeri pada pinggang bagian bawah dengan skala nyeri 9 dan menyebabkan kesulitan untuk melakukan aktivitas seperti berjalan dan tidur, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
1. Nyeri Akut (SDKI: 14.05) berhubungan dengan cedera muskuloskeletal.
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Penurunan Nyeri (SLKI: 13002)
- Kriteria hasil:
a. Pasien melaporkan nyeri berkurang menjadi skala 2-3.
b. Pasien dapat melakukan aktivitas seperti berjalan dan tidur dengan nyaman.
c. Pasien menunjukkan relaksasi otot.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Nyeri (SIKI: 13001)
- Tindakan:
a. Kaji tipe, karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
b. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri, seperti kompres hangat, relaksasi, distraksi, dan terapi musik.
c. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian analgesik yang sesuai.
d. Pantau efektivitas intervensi dalam mengurangi nyeri.
e. Berikan dukungan emosional dan psikologis kepada pasien.
2. Manajemen Aktivitas (SIKI: 01001)
- Tindakan:
a. Kaji kemampuan dan hambatan pasien dalam melakukan aktivitas.
b. Tentukan aktivitas yang dapat dilakukan pasien secara mandiri atau dibantu.
c. Ajarkan teknik aktivitas yang tepat untuk mengurangi nyeri, seperti latihan gerak ringan.
d. Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.
e. Evaluasi kemajuan pasien dalam melakukan aktivitas.
Penjelasan rinci:
Berdasarkan kondisi pasien, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Nyeri Akut yang berhubungan dengan cedera muskuloskeletal. Luaran yang diharapkan adalah Penurunan Nyeri, dengan kriteria hasil pasien melaporkan nyeri berkurang, dapat melakukan aktivitas dengan nyaman, dan menunjukkan relaksasi otot. Intervensi keperawatan yang diperlukan adalah Manajemen Nyeri dan Manajemen Aktivitas, yang mencakup pengkajian, intervensi nonfarmakologis, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, serta bantuan dan edukasi terkait aktivitas yang dapat dilakukan pasien.
Semoga informasi ini bermanfaat. Jika ada pertanyaan lain, jangan ragu untuk menanyakannya. Wassalamualaikum. -
Article No. 12909 | 26 Feb 2025
Klinis : Resiko infeksi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat sesuai dengan standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi "Risiko Infeksi".
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Infeksi
Definisi:
Berisiko mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat menimbulkan kerusakan selular dan jaringan.
Faktor Risiko:
1. Penurunan sistem imun
2. Kerusakan integritas kulit/mukosa
3. Prosedur invasif
4. Sanitasi dan higiene yang buruk
5. Paparan organisme patogen
Tujuan Keperawatan:
1. Pasien tidak mengalami infeksi selama perawatan.
2. Pasien menunjukkan peningkatan status imunitas.
3. Pasien menunjukkan perilaku pencegahan infeksi yang adekuat.
Intervensi Keperawatan (SLKI):
1. Manajemen Infeksi
2. Perawatan Luka
3. Pencegahan Infeksi
4. Pemantauan Tanda Vital
5. Edukasi Kesehatan
Luaran Keperawatan (SIKI):
1. Kontrol Infeksi
2. Integritas Kulit
3. Perilaku Pencegahan Infeksi
4. Status Hemodinamik
5. Pengetahuan Pencegahan Infeksi
Sebagai seorang perawat, saya akan melakukan pengkajian secara komprehensif, merencanakan, dan melaksanakan intervensi keperawatan yang sesuai dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI agar dapat mencapai tujuan keperawatan dan mencegah terjadinya infeksi pada pasien. Saya akan berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk memastikan perawatan yang optimal bagi pasien. -
Article No. 12910 | 26 Feb 2025
Klinis : Abses perianal
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut
Penjelasan: Abses perianal menyebabkan rasa sakit dan ketidaknyamanan di area sekitar anus. Pasien mungkin mengalami nyeri yang tajam dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
2. Risiko infeksi
Penjelasan: Abses perianal merupakan kondisi dimana terjadi pembentukan nanah di area sekitar anus, sehingga terdapat risiko infeksi yang perlu ditangani dengan tepat.
3. Gangguan integritas kulit
Penjelasan: Abses perianal dapat menyebabkan kerusakan pada kulit di area sekitar anus, sehingga perlu penanganan untuk menjaga integritas kulit dan mencegah komplikasi.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
SDKI merupakan standar yang digunakan dalam menentukan diagnosis keperawatan berdasarkan pengkajian yang komprehensif. Dalam kasus abses perianal, SDKI dapat digunakan untuk mendefinisikan diagnosis keperawatan yang sesuai, seperti nyeri akut, risiko infeksi, dan gangguan integritas kulit.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
SLKI adalah standar yang digunakan untuk menentukan luaran atau hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan. Dalam kasus abses perianal, SLKI dapat digunakan untuk menetapkan luaran yang diharapkan, seperti penurunan nyeri, pencegahan infeksi, dan peningkatan integritas kulit.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
SIKI adalah standar yang digunakan untuk menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk mencapai luaran yang diharapkan. Dalam kasus abses perianal, SIKI dapat digunakan untuk menentukan intervensi yang sesuai, seperti manajemen nyeri, perawatan luka, dan pemberian antibiotik.
Peran perawat dalam penanganan abses perianal berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI adalah memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, mulai dari pengkajian, penetapan diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi, dengan tujuan untuk mengatasi nyeri, mencegah infeksi, dan menjaga integritas kulit pasien.