Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13114 | 02 Mar 2025
Klinis : Tuar X berusia 52 tahun datang ke unit Gawat Darurat dengan keluhan sesak napas yang semakin memburuk sejak 2 hari terakhir. Pasien mengeluhkan bahwa ia merasa sulit bernapas terutama saat berbaring, sehingga lebih nyaman dalam posisi setengah duduk. la juga merasakan dada terasa berat dan cepat lelah saat aktivitas ringan. Riwayat kesehatan menunjukkan bahwa pasien mengalami obesitas (IMT 34,2 kg/m²). dan memiliki kebiasaan kurang bergerak akibat nyeri Punggung kronis. Pada pemeriksaan Fisik, pasien tampak gelisah dengan pola napas dangkal dan cepat la menggunakan otot bantu napas, dan terlihat berusaha duduk tegak untuk mengurangi rasa sesaknya. Tanda-tanda vital menunjukkan bahua laju pernapasan 24 kali/menit, saturasi 94% soat istirahat, denyut radi 98 kali/menit, dan tekanan darah 138/86 mmHg. Pemeriksaan auskultasi Paru menunjukkan bahwa ada penurunan suara napas di basal paru
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan berdasarkan kasus Tuan X.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Ketidakefektifan Pola Napas
Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan pola napas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi.
Penyebab:
- Obesitas
- Nyeri punggung kronis yang membatasi mobilitas
2. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas harian yang diinginkan.
Penyebab:
- Sesak napas saat aktivitas
- Penurunan kekuatan dan daya tahan
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Peningkatan Pola Napas Efektif
- Pasien menunjukkan pola napas yang teratur dengan laju napas 12-20 kali/menit.
- Pasien menunjukkan retraksi dinding dada yang minimal.
- Pasien menunjukkan saturasi oksigen ≥95% saat istirahat.
2. Peningkatan Toleransi Aktivitas
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa merasa sesak napas.
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa cepat lelah.
- Pasien dapat mempertahankan energi yang cukup untuk aktivitas.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Untuk Peningkatan Pola Napas Efektif:
- Pantau tanda-tanda vital (laju napas, saturasi oksigen, denyut nadi) secara berkala.
- Posisikan pasien dalam posisi setengah duduk untuk memudahkan pernapasan.
- Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan untuk mempertahankan saturasi oksigen ≥95%.
- Ajarkan teknik pernapasan diafragmatik untuk memperdalam dan memperlambat laju napas.
- Lakukan fisioterapi dada (percussive, vibrasi) untuk membantu mengeluarkan sekret.
2. Untuk Peningkatan Toleransi Aktivitas:
- Evaluasi tingkat aktivitas dan toleransi pasien saat ini.
- Buat rencana aktivitas yang bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan pasien.
- Ajarkan teknik konservasi energi (penggunaan alat bantu, menjaga postur yang baik) saat beraktivitas.
- Berikan edukasi tentang manajemen berat badan dan pentingnya aktivitas fisik untuk meningkatkan kapasitas fungsional.
- Dorong pasien untuk melakukan aktivitas ringan secara bertahap dan teratur.
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk program latihan fisik yang sesuai.
Penjelasan tersebut mencakup secara rinci diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan berdasarkan kasus Tuan X. Saya berharap penjelasan ini dapat membantu Anda. Jika ada pertanyaan lain, silakan tanyakan. -
Article No. 13115 | 02 Mar 2025
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai perawat profesional, saya dapat memberikan beberapa diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi pasien tersebut.
Diagnosa Keperawatan:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
- Ditandai dengan adanya batuk berdahak, sesak napas, dan suara napas bronkial di paru kanan atas.
- Tujuannya adalah untuk mempertahankan jalan napas yang efektif.
2. Kurang Pengetahuan
- Ditandai dengan kehilangan nafsu makan dan gejala-gejala tuberkulosis paru.
- Tujuannya adalah untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakitnya dan manajemen perawatannya.
3. Intoleransi Aktivitas
- Ditandai dengan adanya sesak napas saat beraktivitas.
- Tujuannya adalah untuk meningkatkan toleransi pasien terhadap aktivitas sehari-hari.
Penjelasan Singkat Standar Diagnosis, Intervensi, dan Kriteria Hasil (SDKI-SLKI-SIKI):
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan berdasarkan gejala dan tanda yang ditemukan pada pasien.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk menentukan kriteria hasil yang ingin dicapai dari intervensi keperawatan.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk menentukan tindakan keperawatan yang perlu dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
Penggunaan standar SDKI-SLKI-SIKI membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang terstruktur, terukur, dan sesuai dengan standar profesi. -
Article No. 13116 | 02 Mar 2025
Klinis : gangguan rasa nyaman akibat Konsumsi Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit ↓ Reaksi Hipersensitivitas Obat ↓ Inflamasi pada Kulit dan Mukosa ↓ Lesi Makula Eritematous dan Erosi Kulit ↓ Stimulasi Reseptor Nyeri pada Kulit ↓ Rasa Panas, Perih, dan Sensasi Terbakar pada Wajah dan Bibir
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, saya sebagai perawat profesional dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI untuk kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri)
- Definisi: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang dijelaskan dalam istilah tersebut.
- Penyebab: Reaksi hipersensitivitas terhadap obat Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit yang menyebabkan inflamasi pada kulit dan mukosa.
2. Risiko Kerusakan Integritas Kulit
- Definisi: Rentan terhadap perubahan pada epidermis dan/atau dermis, yang dapat mengganggu fungsi kulit.
- Penyebab: Inflamasi pada kulit dan mukosa yang menyebabkan lesi makula eritematous dan erosi kulit, serta stimulasi reseptor nyeri pada kulit.
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri): Berdasarkan tanda dan gejala yang Anda deskripsikan, seperti rasa panas, perih, dan sensasi terbakar pada wajah dan bibir, serta stimulasi reseptor nyeri pada kulit, dapat didiagnosis sebagai Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri).
- Risiko Kerusakan Integritas Kulit: Inflamasi pada kulit dan mukosa yang menyebabkan lesi makula eritematous dan erosi kulit menunjukkan adanya risiko terjadinya kerusakan integritas kulit.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Untuk Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri), luaran yang diharapkan adalah pasien dapat melaporkan penurunan nyeri dan dapat mengendalikan nyeri.
- Untuk Risiko Kerusakan Integritas Kulit, luaran yang diharapkan adalah pasien dapat mempertahankan integritas kulit.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi untuk Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri) dapat meliputi manajemen nyeri, terapi topikal, dan edukasi terkait penanganan nyeri.
- Intervensi untuk Risiko Kerusakan Integritas Kulit dapat meliputi perawatan kulit, pencegahan iritasi kulit, dan edukasi terkait perawatan kulit.
Semoga penjelasan ini bermanfaat bagi Anda. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi saya kembali. Wassalamu'alaikum. -
Article No. 13117 | 02 Mar 2025
Klinis : gangguan rasa nyaman akibat Konsumsi Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit ↓ Reaksi Hipersensitivitas Obat ↓ Inflamasi pada Kulit dan Mukosa Lesi Makula Eritematous dan Erosi Kulit ↓ Stimulasi Reseptor Nyeri pada Kulit ↓ Rasa Panas, Perih, dan Sensasi Terbakar pada Wajah dan Bibir apa implementasi nya
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis yang sesuai:
1. Kode ICD-10:
- Kode: T88.3
- Deskripsi: Reaksi hipersensitivitas obat, tidak diklasifikasikan di tempat lain
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.28
- Deskripsi: Pemberian obat lain untuk efek terapeutik
Penjelasan:
Kode ICD-10 T88.3 (Reaksi hipersensitivitas obat, tidak diklasifikasikan di tempat lain) sesuai dengan kondisi yang Anda deskripsikan, yaitu gangguan rasa nyaman akibat konsumsi Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas obat, inflamasi pada kulit dan mukosa, serta lesi makula eritematous dan erosi kulit.
Kode ICD-9-CM 99.28 (Pemberian obat lain untuk efek terapeutik) dapat digunakan untuk mengkodekan tindakan medis yang mungkin dilakukan, seperti pemberian pengobatan untuk mengatasi reaksi hipersensitivitas dan mengurangi gejala inflamasi pada kulit dan mukosa, serta menangani stimulasi reseptor nyeri yang menyebabkan rasa panas, perih, dan sensasi terbakar pada wajah dan bibir.
Implementasi kode-kode ini dapat digunakan dalam pencatatan dan dokumentasi medis untuk memberikan informasi yang akurat dan terstruktur mengenai diagnosis dan tindakan medis yang dilakukan pada pasien dengan kondisi tersebut. Hal ini penting untuk proses perawatan, pengkodean, dan penagihan klaim asuransi yang sesuai. -
Article No. 13118 | 02 Mar 2025
Klinis : gangguan rasa nyaman akibat Konsumsi Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit ↓ Reaksi Hipersensitivitas Obat ↓ Inflamasi pada Kulit dan Mukosa Lesi Makula Eritematous dan Erosi Kulit ↓ Stimulasi Reseptor Nyeri pada Kulit ↓ Rasa Panas, Perih, dan Sensasi Terbakar pada Wajah dan Bibir apa implementasi nya
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat untuk SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Rasa Nyaman Akibat Reaksi Hipersensitivitas Obat
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Pengalaman subyektif yang tidak menyenangkan terkait dengan perubahan sensasi kulit dan mukosa yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap obat.
- Faktor Terkait: Konsumsi Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit.
- Karakteristik Definisi: Inflamasi pada kulit dan mukosa, lesi makula eritematous, erosi kulit, stimulasi reseptor nyeri pada kulit, rasa panas, perih, dan sensasi terbakar pada wajah dan bibir.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Pasien menunjukkan peningkatan rasa nyaman kulit dan mukosa.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan:
1. Manajemen Obat: Identifikasi obat penyebab reaksi hipersensitivitas, tinjau regimen obat, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk perubahan regimen obat yang aman.
2. Manajemen Gejala: Aplikasi kompres dingin pada area yang terkena, pemberian analgesik sesuai indikasi, dan edukasi pasien tentang strategi mengurangi gejala.
3. Kolaborasi: Koordinasi dengan tim kesehatan lain (dokter, apoteker, ahli nutrisi) untuk penatalaksanaan komprehensif.
Implementasi:
1. Identifikasi obat-obatan yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas (Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit).
2. Kolaborasi dengan dokter untuk mengevaluasi regimen obat dan mempertimbangkan modifikasi atau penggantian obat yang lebih aman.
3. Aplikasikan kompres dingin pada area kulit dan mukosa yang terkena inflamasi untuk mengurangi rasa panas, perih, dan sensasi terbakar.
4. Berikan analgesik sesuai indikasi dan pemberian dosis yang tepat untuk mengatasi nyeri.
5. Edukasi pasien tentang strategi mengurangi gejala, seperti menghindari faktor pencetus, perawatan kulit dan mukosa yang tepat, dan manajemen nyeri.
6. Koordinasi dengan tim kesehatan lain (dokter, apoteker, ahli nutrisi) untuk penatalaksanaan komprehensif.
Semoga penjelasan ini dapat membantu Anda. Jangan ragu untuk bertanya lebih lanjut jika diperlukan. -
Article No. 13119 | 02 Mar 2025
Klinis : Tn.A berusia 31 tahun dirawat dengan keluhan diare kronis sejak 1 minggu yang lalu. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD: 100/ 62 mmHg, N: 76 x/menit, RR: 23x/menit, S: 38,7oC. Hasil pemeriksaan fisik mata cekung, konjungtiva anemis, membrane mukosa bibir kering, lidah kotor, terdapat kandidiasi oral, pemeriksaan paru; suara napas bronkovesikuler, ronki +/+, wh -/-, ekstremitas teraba dingin, CRT>2 detik, pada kulit ekstremitas terdapat bercak-bercak putih. Klien mengalami penuruan berat badan drastis, IMT 17, klien juga tidak nafsu makan dan sering menolak untuk makan. BAB dan BAK pada pempers, aktivitas di tempat tidur dibantu oleh keluarga dan perawat. Saat ini klien terpasang IVFD RL 60 cc per menit, cefotaxime 2x1 gr IV, ranitidine 2x50 mg IV, PCT 3x 500 mg oral. Saat diwawancarai klien banyak diam, tidak mau berkomunikasi dan menghindari pertanyaan. Dari keterangan keluarga, klien sebelumnya bekerja sebagai karyawan pabrik di Jakarta sejak 10 tahun yang lalu, dan sebulan belakangan pulang dengan kondisi sering demam dan batuk. Klien tidak memiliki riwayat sebagai perokok. Tidak ada keluarga dengan penyakit seperti ini. Keluarga tidak mengetahui riwayat pergaulan klien, namun selama ini klien selalu bergaul dengan teman-teman laki-laki, jarang sekali bergaul dengan perempuan. Hasil pemeriksaan penunjang ditemukan Hb: 10mg/dl, leukosit: 12.300 mg/dl, Ht: 18%, neutrofil segmen: 78, limfosit 10, Na: 135 mmol/L, K: 3,2 mmol/L, Cl: 104 mmol/L. Hasil ronxent thoraks: terdapat gambaran flek di lapang paru kiri dan kanan. Hasil test HIV: +. Keluarga tidak menyangka anaknya akan terkena HIV dan setelah dijelaskan oleh kelurga pada klien, klien mengakui selama di Jakarta dia bergaul dengan sesama lelaki.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai
1. Risiko Ketidakseimbangan Cairan berhubungan dengan diare kronis, intake oral yang kurang.
Definisi: Keadaan di mana individu memiliki risiko mengalami kekurangan atau kelebihan cairan dan/atau elektrolit yang dapat membahayakan kesehatan.
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan intake oral yang kurang, penurunan berat badan.
Definisi: Keadaan di mana individu mengalami asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
3. Perubahan Proses Pikir berhubungan dengan gejala depresi, penolakan terhadap pemeriksaan dan perawatan.
Definisi: Gangguan dalam proses berpikir yang dapat mengganggu kemampuan individu untuk memproses informasi secara akurat.
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, adanya kandidiasis oral.
Definisi: Keadaan di mana individu memiliki risiko terpapar organisme patogen yang dapat menyebabkan sakit.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI)
1. Risiko Ketidakseimbangan Cairan
- Keseimbangan Cairan Tubuh: Terjaga
- Keseimbangan Elektrolit: Terjaga
- Hidrasi: Adekuat
2. Defisit Nutrisi
- Status Nutrisi: Membaik
- Berat Badan: Meningkat
- Asupan Makanan: Adekuat
3. Perubahan Proses Pikir
- Komunikasi: Efektif
- Motivasi: Meningkat
- Harga Diri: Positif
4. Risiko Infeksi
- Tanda Infeksi: Tidak ada
- Fungsi Imun: Membaik
- Perilaku Pencegahan Infeksi: Adekuat
Intervensi Keperawatan (SIKI)
1. Risiko Ketidakseimbangan Cairan
- Pantau tanda-tanda vital dan intake-output cairan
- Berikan cairan IV sesuai kebutuhan
- Motivasi klien untuk meningkatkan asupan oral
- Ajarkan klien tentang manajemen diare
2. Defisit Nutrisi
- Lakukan pengkajian status nutrisi secara komprehensif
- Berikan nutrisi enteral atau parenteral sesuai kebutuhan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk merencanakan diet
- Motivasi klien untuk meningkatkan asupan makanan
3. Perubahan Proses Pikir
- Bangun hubungan saling percaya dengan klien
- Libatkan keluarga dalam proses perawatan
- Berikan terapi suportif untuk mengatasi gejala depresi
- Ajarkan teknik relaksasi dan manajemen stres
4. Risiko Infeksi
- Pantau tanda-tanda infeksi secara rutin
- Berikan terapi antibiotik sesuai indikasi
- Ajarkan klien dan keluarga tentang pencegahan infeksi
- Optimalkan fungsi imun melalui asupan nutrisi dan istirahat
Penjelasan:
Berdasarkan informasi yang diberikan, Tn. A mengalami kondisi yang kompleks dengan adanya diare kronis, penurunan berat badan, gangguan mental, serta risiko infeksi. Diagnosa keperawatan dan intervensi yang direkomendasikan bertujuan untuk mengatasi masalah kesehatan klien secara holistik, mulai dari menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, memenuhi kebutuhan nutrisi, mengatasi perubahan proses pikir, serta mencegah terjadinya infeksi. Pendekatan yang berpusat pada klien dan melibatkan keluarga diharapkan dapat memaksimalkan outcome perawatan. -
Article No. 13120 | 02 Mar 2025
Klinis : Tn.A berusia 31 tahun dirawat dengan keluhan diare kronis sejak 1 minggu yang lalu. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD: 100/ 62 mmHg, N: 76 x/menit, RR: 23x/menit, S: 38,7oC. Hasil pemeriksaan fisik mata cekung, konjungtiva anemis, membrane mukosa bibir kering, lidah kotor, terdapat kandidiasi oral, pemeriksaan paru; suara napas bronkovesikuler, ronki +/+, wh -/-, ekstremitas teraba dingin, CRT>2 detik, pada kulit ekstremitas terdapat bercak-bercak putih. Klien mengalami penuruan berat badan drastis, IMT 17, klien juga tidak nafsu makan dan sering menolak untuk makan. BAB dan BAK pada pempers, aktivitas di tempat tidur dibantu oleh keluarga dan perawat. Saat ini klien terpasang IVFD RL 60 cc per menit, cefotaxime 2x1 gr IV, ranitidine 2x50 mg IV, PCT 3x 500 mg oral. Saat diwawancarai klien banyak diam, tidak mau berkomunikasi dan menghindari pertanyaan. Dari keterangan keluarga, klien sebelumnya bekerja sebagai karyawan pabrik di Jakarta sejak 10 tahun yang lalu, dan sebulan belakangan pulang dengan kondisi sering demam dan batuk. Klien tidak memiliki riwayat sebagai perokok. Tidak ada keluarga dengan penyakit seperti ini. Keluarga tidak mengetahui riwayat pergaulan klien, namun selama ini klien selalu bergaul dengan teman-teman laki-laki, jarang sekali bergaul dengan perempuan. Hasil pemeriksaan penunjang ditemukan Hb: 10mg/dl, leukosit: 12.300 mg/dl, Ht: 18%, neutrofil segmen: 78, limfosit 10, Na: 135 mmol/L, K: 3,2 mmol/L, Cl: 104 mmol/L. Hasil ronxent thoraks: terdapat gambaran flek di lapang paru kiri dan kanan. Hasil test HIV: +. Keluarga tidak menyangka anaknya akan terkena HIV dan setelah dijelaskan oleh kelurga pada klien, klien mengakui selama di Jakarta dia bergaul dengan sesama lelaki.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien Tn. A adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: A09
- Deskripsi: Diare dan gastroenteritis infeksi yang diduga disebabkan oleh organisme yang tidak ditentukan
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 99.15
- Deskripsi: Pemberian cairan intravena (IVFD)
Penjelasan:
Pasien Tn. A, berusia 31 tahun, datang dengan keluhan utama diare kronis sejak 1 minggu lalu. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda dehidrasi seperti mata cekung, konjungtiva anemis, membran mukosa kering, lidah kotor, serta ekstremitas yang teraba dingin dan CRT >2 detik. Terdapat juga kandidiasis oral dan bercak-bercak putih pada kulit ekstremitas. Pasien mengalami penurunan berat badan drastis dengan IMT 17, tidak nafsu makan, dan aktivitas di tempat tidur dibantu oleh keluarga dan perawat.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia (Hb 10 mg/dL) dan hipokalemia (K 3,2 mmol/L). Hasil rontgen toraks menunjukkan gambaran bercak di lapangan paru kiri dan kanan. Pemeriksaan HIV positif, dan pasien mengakui riwayat bergaul dengan sesama laki-laki selama di Jakarta.
Berdasarkan gambaran klinis dan hasil pemeriksaan penunjang, pasien Tn. A didiagnosis dengan diare dan gastroenteritis infeksi yang diduga disebabkan oleh organisme yang tidak ditentukan (kode ICD-10: A09). Selain itu, pasien juga mendapatkan terapi cairan intravena (kode ICD-9-CM: 99.15). -
Article No. 13121 | 02 Mar 2025
Klinis : Tn.A berusia 31 tahun dirawat dengan keluhan diare kronis sejak 1 minggu yang lalu. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD: 100/ 62 mmHg, N: 76 x/menit, RR: 23x/menit, S: 38,7oC. Hasil pemeriksaan fisik mata cekung, konjungtiva anemis, membrane mukosa bibir kering, lidah kotor, terdapat kandidiasi oral, pemeriksaan paru; suara napas bronkovesikuler, ronki +/+, wh -/-, ekstremitas teraba dingin, CRT>2 detik, pada kulit ekstremitas terdapat bercak-bercak putih. Klien mengalami penuruan berat badan drastis, IMT 17, klien juga tidak nafsu makan dan sering menolak untuk makan. BAB dan BAK pada pempers, aktivitas di tempat tidur dibantu oleh keluarga dan perawat. Saat ini klien terpasang IVFD RL 60 cc per menit, cefotaxime 2x1 gr IV, ranitidine 2x50 mg IV, PCT 3x 500 mg oral. Saat diwawancarai klien banyak diam, tidak mau berkomunikasi dan menghindari pertanyaan. Dari keterangan keluarga, klien sebelumnya bekerja sebagai karyawan pabrik di Jakarta sejak 10 tahun yang lalu, dan sebulan belakangan pulang dengan kondisi sering demam dan batuk. Klien tidak memiliki riwayat sebagai perokok. Tidak ada keluarga dengan penyakit seperti ini. Keluarga tidak mengetahui riwayat pergaulan klien, namun selama ini klien selalu bergaul dengan teman-teman laki-laki, jarang sekali bergaul dengan perempuan. Hasil pemeriksaan penunjang ditemukan Hb: 10mg/dl, leukosit: 12.300 mg/dl, Ht: 18%, neutrofil segmen: 78, limfosit 10, Na: 135 mmol/L, K: 3,2 mmol/L, Cl: 104 mmol/L. Hasil ronxent thoraks: terdapat gambaran flek di lapang paru kiri dan kanan. Hasil test HIV: +. Keluarga tidak menyangka anaknya akan terkena HIV dan setelah dijelaskan oleh kelurga pada klien, klien mengakui selama di Jakarta dia bergaul dengan sesama lelaki.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Tn. A yang dideskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan diare kronis dan gejala dehidrasi yang ditandai dengan mata cekung, membran mukosa kering, dan ekstremitas dingin.
2. Ketidakefektifan Pola Makan berhubungan dengan anoreksia, penurunan berat badan, dan penolakan makan yang ditandai dengan penurunan berat badan drastis, IMT 17, dan tidak nafsu makan.
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun terkait HIV positif yang ditandai dengan kandidiasis oral, suara napas bronkovesikuler, dan gambaran flek di lapang paru.
4. Isolasi Sosial berhubungan dengan depresi dan perilaku menghindar yang ditandai dengan banyak diam, tidak mau berkomunikasi, dan menghindari pertanyaan.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit: penurunan atau kelebihan cairan dan/atau elektrolit dalam tubuh.
- Ketidakefektifan Pola Makan: ketidakmampuan untuk makan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
- Risiko Infeksi: rentan mengalami infeksi yang disebabkan oleh penurunan daya tahan tubuh.
- Isolasi Sosial: keadaan di mana individu merasa terpisah dari orang lain dan/atau merasa tidak ada hubungan yang bermakna.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Keseimbangan Cairan: indikator kemampuan individu dalam mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh yang adekuat.
- Status Nutrisi: indikator kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
- Kontrol Infeksi: indikator kemampuan individu dalam mencegah dan mengatasi infeksi.
- Interaksi Sosial: indikator kemampuan individu dalam berinteraksi dengan orang lain.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Cairan: intervensi untuk mempertahankan atau mencapai keseimbangan cairan yang optimal.
- Manajemen Nutrisi: intervensi untuk mempertahankan atau mencapai status nutrisi yang optimal.
- Pencegahan Infeksi: intervensi untuk mencegah terjadinya infeksi.
- Dukungan Psikososial: intervensi untuk memfasilitasi interaksi dan dukungan sosial yang efektif.
Dalam kasus Tn. A, implementasi intervensi keperawatan yang sesuai dengan diagnosa dan standar SDKI-SLKI-SIKI akan membantu mengatasi masalah kesehatan yang dialami, serta mendukung pemulihan dan peningkatan kualitas hidup klien. -
Article No. 13122 | 02 Mar 2025
Klinis : apa implementasi nya berdasarkan diagnosis Konsumsi Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit ↓ Reaksi Hipersensitivitas Obat ↓ Proses Inflamasi Dermal dan Epidermal ↓ Terbentuknya Lesi Makula Eritematous dan Erosi pada Wajah, Thorax, dan Bibir ↓ Kerusakan Lapisan Epidermis dan Mukosa Bibir ↓ Gangguan Integritas Kulit
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda jelaskan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Reaksi Hipersensitivitas Obat
2. Kerusakan Integritas Kulit
Penjelasan SDKI - SLKI - SIKI:
1. Reaksi Hipersensitivitas Obat
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Reaksi tubuh yang berlebihan terhadap paparan obat yang dapat menyebabkan gangguan sistemik.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Tanda dan gejala hipersensitivitas obat terkendali, tidak terjadi komplikasi.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Pemantauan tanda-tanda vital, identifikasi reaksi hipersensitivitas, pemberian antihistamin, penghentian pemberian obat penyebab, dan konsultasi dengan dokter.
2. Kerusakan Integritas Kulit
- SDKI: Kerusakan struktur dan fungsi kulit yang menyebabkan gangguan pada lapisan epidermis dan dermis.
- SLKI: Lesi kulit sembuh, tidak terjadi infeksi, tidak terjadi komplikasi.
- SIKI: Perawatan luka, aplikasi topikal antibiotik, kompres dingin, dan edukasi perawatan kulit yang benar.
Implementasi Keperawatan:
1. Reaksi Hipersensitivitas Obat:
- Monitor tanda-tanda vital secara berkala
- Identifikasi gejala dan tanda reaksi hipersensitivitas, seperti ruam, gatal, dan pembengkakan
- Hentikan pemberian obat penyebab dan segera konsultasikan dengan dokter
- Berikan antihistamin sesuai instruksi dokter
- Berikan dukungan emosional dan edukasi pasien tentang reaksi hipersensitivitas obat
2. Kerusakan Integritas Kulit:
- Bersihkan lesi dengan larutan saline atau antiseptik lembut
- Aplikasikan topikal antibiotik sesuai instruksi dokter
- Lakukan kompres dingin untuk mengurangi inflamasi
- Ajarkan pasien teknik perawatan kulit yang benar, seperti menjaga kebersihan, menggunakan pelembab, dan menghindari iritasi
- Evaluasi perkembangan lesi secara berkala dan konsultasikan dengan dokter jika terjadi infeksi atau komplikasi
Harapan saya, penjelasan ini dapat membantu Anda dalam memahami dan menerapkan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi yang Anda alami. Jangan ragu untuk bertanya lebih lanjut jika Anda membutuhkan klarifikasi atau informasi tambahan. -
Article No. 13123 | 02 Mar 2025
Klinis : apa implementasi nya berdasarkan diagnosis Konsumsi Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit ↓ Reaksi Hipersensitivitas Obat ↓ Proses Inflamasi Dermal dan Epidermal ↓ Terbentuknya Lesi Makula Eritematous dan Erosi pada Wajah, Thorax, dan Bibir ↓ Kerusakan Lapisan Epidermis dan Mukosa Bibir ↓ Gangguan Integritas Kulit
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: L27.0
- Deskripsi: Dermatitis karena obat-obatan
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 98.18
- Deskripsi: Aplikasi agen antialergi dan anti-inflamasi topikal
Berdasarkan gejala yang disampaikan, pasien mengalami reaksi hipersensitivitas setelah mengonsumsi obat-obatan, yaitu hydroxychloroquine sulfate dan curbexvit. Reaksi hipersensitivitas tersebut menyebabkan proses inflamasi pada kulit dan mukosa, sehingga memunculkan lesi makula eritematous dan erosi pada wajah, thoraks, dan bibir. Kerusakan pada lapisan epidermis dan mukosa bibir mengakibatkan gangguan integritas kulit.
Kode ICD-10 L27.0 menunjukkan diagnosis dermatitis karena obat-obatan, yang sesuai dengan gejala yang dialami pasien. Sementara itu, kode ICD-9-CM 98.18 mengacu pada aplikasi agen antialergi dan anti-inflamasi topikal, yang merupakan salah satu tindakan medis yang dapat dilakukan untuk menangani kondisi tersebut.
Penanganan yang dapat diberikan antara lain:
- Menghentikan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas
- Pemberian kortikosteroid topikal atau oral untuk mengurangi proses inflamasi
- Pemberian antihistamin untuk mengatasi gejala alergi
- Perawatan luka dan perlindungan kulit untuk menjaga integritas kulit
- Konsultasi dengan ahli alergi untuk menentukan penyebab dan penanganan lebih lanjut