Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13241 | 04 Mar 2025
Klinis : pemasangan chateter: resiko infeksi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pemasangan kateter dengan risiko infeksi.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter urin.
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- SDKI adalah standar diagnosis keperawatan yang dikembangkan oleh PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia).
- Diagnosa "Risiko Infeksi" mengacu pada kemungkinan terjadi infeksi yang belum tampak tanda dan gejalanya, namun memiliki faktor risiko yang dapat menyebabkan infeksi.
- Dalam kasus ini, pemasangan kateter urin merupakan faktor risiko yang dapat menyebabkan infeksi.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- SLKI adalah standar luaran atau hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan.
- Luaran yang diharapkan pada kasus ini adalah tidak terjadi infeksi, ditandai dengan tidak adanya tanda-tanda infeksi, seperti demam, nyeri, kemerahan, pembengkakan, dan ditemukan bakteri patogen.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- SIKI adalah standar intervensi atau tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
- Intervensi yang dapat dilakukan pada kasus ini meliputi:
- Observasi tanda-tanda infeksi secara rutin
- Menjaga kebersihan alat kateter dan daerah sekitar kateter
- Menjaga aseptik saat memasang dan merawat kateter
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang perawatan kateter dan pencegahan infeksi
Sebagai perawat, saya akan melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang telah ditetapkan oleh PPNI, dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi pada pasien yang menjalani pemasangan kateter urin. -
Article No. 13242 | 04 Mar 2025
Klinis : Wanita usia 32 tahun dengan Multiple Fraktur post OREF, Beliau mengeluh nyeri berdenyut pada pinggul dan kedua kaki dengan skala 5/10 dan bertambah nyeri ketika digerakan atau mengangkat pinggul. Tidak ada riwayat penyakit dm dan memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol. TD 101/80 mmHg, Nadi 105x/mnt, Nafas 20x/mnt, adanya luka post op dikedua kaki, tidak ada rembesan, kekuatan otot ekstremitas atas 5/5. Hb: 6,9 g/dL (anemia berat), Leukosit: 11.500/μL (leukositosis ringan), GDS: 216 mg/dL (hiperglikemia), SGOT: 143 U/L, SGPT: 45 U/L (kerusakan hati), Natrium: 133 mmol/L (hiponatremia), Kalium: 4,5 mmol/L (normal), Klorida: 90 mmol/L (hipokloremia). Adanya fraktur kominutif tibia dan fibula kiri, fraktur acetabulum kanan, intertrochanter femur kanan dan ramus pubis kiri kanan.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi tersebut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik (fraktur multipel)
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Nyeri akut: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah-istilah tersebut.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Tingkat nyeri menurun
2. Fungsi fisik membaik
3. Kemampuan menggunakan teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri meningkat
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen nyeri
2. Pemberian analgesik
3. Mobilisasi progresif
Penjelasan:
Pasien ini mengalami nyeri akut yang berhubungan dengan cedera fisik berupa fraktur multipel pada pinggul dan kaki. Pasien mengeluhkan nyeri berdenyut dengan skala 5/10 yang bertambah saat digerakkan atau saat mengangkat pinggul. Tujuan perawatan adalah menurunkan tingkat nyeri, meningkatkan fungsi fisik, dan meningkatkan kemampuan pasien dalam menggunakan teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen nyeri, pemberian analgesik, dan mobilisasi progresif sesuai kondisi pasien. -
Article No. 13243 | 04 Mar 2025
Klinis : Wanita usia 32 tahun dengan Multiple Fraktur post OREF, Beliau mengeluh nyeri berdenyut pada pinggul dan kedua kaki dengan skala 5/10 dan bertambah nyeri ketika digerakan atau mengangkat pinggul. Tidak ada riwayat penyakit dm dan memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol. TD 101/80 mmHg, Nadi 105x/mnt, Nafas 20x/mnt, adanya luka post op dikedua kaki, tidak ada rembesan, kekuatan otot ekstremitas atas 5/5. Hb: 6,9 g/dL (anemia berat), Leukosit: 11.500/μL (leukositosis ringan), GDS: 216 mg/dL (hiperglikemia), SGOT: 143 U/L, SGPT: 45 U/L (kerusakan hati), Natrium: 133 mmol/L (hiponatremia), Kalium: 4,5 mmol/L (normal), Klorida: 90 mmol/L (hipokloremia). Adanya fraktur kominutif tibia dan fibula kiri, fraktur acetabulum kanan, intertrochanter femur kanan dan ramus pubis kiri kanan.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi tersebut adalah:
1. Nyeri Akut
Berhubungan dengan cedera fisik (fraktur multiple) yang ditandai dengan keluhan nyeri berdenyut pada pinggul dan kedua kaki dengan skala 5/10 dan bertambah nyeri ketika digerakan atau mengangkat pinggul.
2. Risiko Infeksi
Berhubungan dengan prosedur pembedahan yang ditandai dengan adanya luka post op di kedua kaki tanpa rembesan.
3. Gangguan Mobilitas Fisik
Berhubungan dengan adanya fraktur kominutif tibia dan fibula kiri, fraktur acetabulum kanan, intertrochanter femur kanan dan ramus pubis kiri kanan yang ditandai dengan keterbatasan dalam pergerakan.
4. Risiko Gangguan Perfusi Jaringan
Berhubungan dengan anemia berat (Hb: 6,9 g/dL) yang dapat menganggu suplai oksigen ke jaringan.
5. Risiko Ketidakseimbangan Glukosa Darah
Berhubungan dengan hiperglikemia (GDS: 216 mg/dL) yang dapat disebabkan oleh stres akibat trauma dan penyakit.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Nyeri Akut:
- Pasien melaporkan nyeri berkurang dengan skala 2-3/10.
- Pasien menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
- Pasien mampu melakukan mobilisasi dengan nyaman.
2. Risiko Infeksi:
- Tidak terjadi tanda-tanda infeksi pada luka operasi.
- Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan perbaikan (leukosit, SGOT, SGPT).
- Pasien menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
3. Gangguan Mobilitas Fisik:
- Pasien mampu melakukan pergerakan secara mandiri atau dengan bantuan.
- Pasien menunjukkan peningkatan kekuatan otot ekstremitas.
- Pasien dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri.
4. Risiko Gangguan Perfusi Jaringan:
- Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kadar hemoglobin.
- Pasien menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
- Pasien tidak mengalami tanda-tanda gangguan perfusi jaringan.
5. Risiko Ketidakseimbangan Glukosa Darah:
- Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar glukosa darah dalam batas normal.
- Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda komplikasi akibat hiperglikemia.
- Pasien dapat menjaga pola makan dan aktivitas sesuai dengan kondisinya.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Nyeri Akut:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
- Berikan analgesik sesuai dengan instruksi dokter.
- Ajarkan teknik manajemen nyeri non-farmakologis (distraksi, relaksasi, dll).
- Kolaborasi dengan tim medis untuk evaluasi dan penyesuaian terapi nyeri.
2. Risiko Infeksi:
- Lakukan perawatan luka secara aseptik dan terjadwal.
- Pantau tanda-tanda infeksi dan lakukan intervensi sesuai kebutuhan.
- Berikan antibiotik sesuai dengan instruksi dokter.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemantauan dan pengelolaan infeksi.
3. Gangguan Mobilitas Fisik:
- Lakukan pengkajian fungsi muskuloskeletal dan mobilitas.
- Berikan latihan fisik dan mobilisasi secara bertahap sesuai toleransi pasien.
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang teknik mobilisasi yang aman.
- Kolaborasi dengan tim terapi fisik untuk perencanaan dan evaluasi program rehabilitasi.
4. Risiko Gangguan Perfusi Jaringan:
- Pantau tanda-tanda vital dan status hemodinamik pasien.
- Berikan dukungan nutrisi yang adekuat sesuai kebutuhan.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk evaluasi dan manajemen anemia.
- Kolaborasi dengan tim konsultasi gizi untuk perencanaan diet yang sesuai.
5. Risiko Ketidakseimbangan Glukosa Darah:
- Pantau kadar glukosa darah secara berkala.
- Berikan insulin atau agen antidiabetik sesuai instruksi dokter.
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang manajemen diet dan aktivitas fisik untuk mengontrol glukosa darah.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk evaluasi dan penyesuaian terapi hiperglikemia.
Penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas:
Sebagai perawat, saya telah mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi klinis pasien berdasarkan data yang diberikan. Diagnosa keperawatan tersebut mencakup masalah yang perlu ditangani secara komprehensif, termasuk nyeri akut, risiko infeksi, gangguan mobilitas fisik, risiko gangguan perfusi jaringan, dan risiko ketidakseimbangan glukosa darah.
Untuk setiap diagnosa keperawatan, saya telah menetapkan luaran atau hasil yang diharapkan setelah intervensi keperawatan dilakukan. Luaran tersebut mencakup pengurangan nyeri, pencegahan infeksi, peningkatan mobilitas, perbaikan perfusi jaringan, dan penstabilan kadar glukosa darah. Setiap luaran memiliki indikator spesifik yang dapat diukur dan dievaluasi.
Selanjutnya, saya telah menyusun intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran yang telah ditetapkan. Intervensi tersebut meliputi pengkajian, pemberian terapi, edukasi, dan kolaborasi dengan tim multidisiplin. Setiap intervensi dirancang untuk mengatasi masalah spesifik yang dihadapi pasien dan mendukung proses pemulihan yang optimal.
Secara keseluruhan, pendekatan asuhan keperawatan yang saya berikan bertujuan untuk meningkatkan kondisi klinis pasien, mencegah komplikasi, dan memfasilitasi proses pemulihan yang holistik. Saya akan terus memantau perkembangan pasien, melakukan evaluasi, dan menyesuaikan intervensi sesuai dengan kebutuhan pasien. -
Article No. 13244 | 04 Mar 2025
Klinis : Seorang perawat merencanakan akan memindahkan pasien. Perawat Fleksikan lutut; buat kaki tetap lebar. Rasionalisasi tindakan tersebut adalah ... Select one: a. Mendukung kemampuan dan kekuatan pasien dengan meminimalkan beban kerja b. Mengurangi resiko cedera perawat c. Meminimalkan gaya d. Dasar yang luas meningkatkan kestabilan perawat e. Membagi beban kerja menjadi 50%
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Jawaban yang tepat adalah:
b. Mengurangi resiko cedera perawat
Rasionalisasi tindakan tersebut adalah untuk mengurangi risiko cedera pada perawat saat memindahkan pasien. Dengan memfleksikan lutut dan menjaga kaki tetap lebar, perawat dapat memaksimalkan penggunaan kekuatan otot tungkai dan punggung, sehingga mengurangi beban pada bagian tubuh yang rentan terhadap cedera, seperti tulang belakang.
Diagnosa Keperawatan yang terkait dengan situasi ini berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) adalah:
1. Risiko cedera punggung berhubungan dengan aktivitas mengangkat/memindahkan pasien.
Terkait SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia), intervensi yang sesuai adalah:
- SLKI: Integritas Tubuh Terjaga
- SIKI: Manajemen Aktivitas, Manajemen Keselamatan
Jadi, inti dari tindakan memfleksikan lutut dan menjaga kaki tetap lebar adalah untuk mengurangi risiko cedera pada perawat saat memindahkan pasien, dengan tujuan menjaga integritas tubuh perawat. -
Article No. 13245 | 04 Mar 2025
Klinis : Seorang pasien paska stroke dirawat di bangsal Anggrek. Perawat mengatur posisi pasien supinasi. Alat untuk mempertahankan kesejajaran tubuh untuk mencegah footdrop pada posisi supinasi adalah … Select one: a. Trapeze bar b. Trochanter roll c. Gulungan tangan d. Papan kaki e. Bantal pasir
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda berikan, yaitu seorang pasien pasca stroke yang dirawat di bangsal Anggrek dan perawat mengatur posisi pasien dalam posisi supinasi, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
Diagnosa Keperawatan: Risiko gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan pergerakan akibat stroke.
Penjelasan singkat:
Pasien pasca stroke sering mengalami kelemahan atau paralisis pada sebagian tubuh, sehingga dapat menyebabkan gangguan mobilitas fisik. Posisi supinasi (terlentang) yang diberikan oleh perawat bertujuan untuk mempertahankan posisi tubuh yang sejajar dan mencegah terjadinya footdrop (penurunan dorsofleksi ankle).
Berdasarkan SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia, alat yang dapat digunakan untuk mempertahankan kesejajaran tubuh dan mencegah footdrop pada posisi supinasi adalah:
d. Papan kaki
Papan kaki adalah alat bantu yang diletakkan di ujung tempat tidur untuk menopang dan mempertahankan posisi kaki sehingga dapat mencegah terjadinya footdrop.
Jadi, berdasarkan kondisi yang diberikan, alat yang sesuai untuk mempertahankan kesejajaran tubuh dan mencegah footdrop pada posisi supinasi adalah papan kaki. -
Article No. 13246 | 04 Mar 2025
Klinis : Rasionalisasi menarik klien ke arah penariknya menggunakan sprei yg dapat ditarik pada saat memindahkan pasien adalah ... Select one: a. membagi beban kerja b. mencegah jatuh c. menyiapkan fisik perawat d. meminimalkan gaya gesek e. mengurangi cedera perawat
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan dan Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
Diagnosa Keperawatan: Risiko Cedera Muskuloskeletal
Penjelasan:
Berdasarkan kondisi yang diberikan, rasionalisasi menarik klien ke arah penariknya menggunakan sprei yang dapat ditarik pada saat memindahkan pasien adalah untuk meminimalkan gaya gesek (d).
Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia (SDKI):
Risiko Cedera Muskuloskeletal merupakan kondisi di mana individu rentan mengalami cedera pada sistem muskuloskeletal akibat aktivitas fisik yang berlebihan.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):
Luaran yang diharapkan dari Risiko Cedera Muskuloskeletal adalah tercapainya pengelolaan aktivitas fisik yang aman dan tidak membahayakan sistem muskuloskeletal.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengelola Risiko Cedera Muskuloskeletal antara lain mempromosikan teknik pengangkatan dan pemindahan yang ergonomis, serta menggunakan alat bantu untuk meminimalkan gaya gesek saat memindahkan pasien.
Dengan menggunakan sprei yang dapat ditarik, perawat dapat meminimalkan gaya gesek saat memindahkan pasien, sehingga dapat mencegah terjadinya cedera muskuloskeletal pada perawat. -
Article No. 13247 | 04 Mar 2025
Klinis : Pasien imobilisasi akan mengalami kehilangan kekuatan otot. Individu dengan BB dan TB rata-rata, tanpa penyakit kronis, dengan tirah baring akan kehilangan kekuatan otot sebesar …. Select one: a. 10% sehari b. 3% sehari c. 5% sehari d. 4%% sehari e. 9% sehari
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang diberikan, yaitu pasien imobilisasi yang akan mengalami kehilangan kekuatan otot, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Gangguan Mobilitas Fisik
Penjelasan singkat:
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Risiko Gangguan Mobilitas Fisik didefinisikan sebagai "Rentan mengalami penurunan kemampuan untuk melakukan pergerakan yang disengaja dan terarah secara independen".
Berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), pasien imobilisasi akan mengalami kehilangan kekuatan otot sebesar 3% per hari. Hal ini dikarenakan tanpa aktivitas fisik, serabut otot akan mengalami atrofi dan kekuatan otot akan menurun.
Selanjutnya, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) merekomendasikan beberapa intervensi keperawatan untuk mengatasi risiko gangguan mobilitas fisik, seperti terapi latihan, perawatan ROM (Range of Motion), dan mobilisasi dini.
Jadi, jawaban yang tepat adalah b. 3% sehari. -
Article No. 13248 | 04 Mar 2025
Klinis : manajemen nyeri
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dalam menanggapi permintaan Anda, berikut adalah informasi yang saya berikan sebagai seorang dokter atau perekam medis:
1. Kode ICD-10:
- Kode: G89
- Deskripsi: Nyeri, tidak diklasifikasikan di tempat lain
Manajemen nyeri adalah suatu tindakan atau intervensi yang dilakukan untuk mengelola atau mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan yang dirasakan oleh pasien. Kode ICD-10 G89 mencakup berbagai jenis nyeri yang tidak diklasifikasikan di tempat lain, seperti nyeri akut, nyeri kronis, nyeri neuropatik, dan lain-lain.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 03.90
- Deskripsi: Terapi nyeri, tidak diklasifikasikan di tempat lain
Kode ICD-9-CM 03.90 mencakup berbagai jenis tindakan atau prosedur yang dilakukan untuk mengelola nyeri, termasuk penggunaan obat-obatan, terapi fisik, stimulasi saraf, dan intervensi lainnya. Tindakan ini dapat dilakukan secara tersendiri atau sebagai bagian dari manajemen nyeri yang lebih komprehensif.
Dalam praktik klinis, manajemen nyeri dapat melibatkan pendekatan multidisipliner yang melibatkan dokter, perawat, fisioterapis, dan tenaga kesehatan lainnya. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi nyeri, meningkatkan kualitas hidup pasien, dan membantu pasien dalam mengelola kondisi mereka secara efektif. -
Article No. 13249 | 04 Mar 2025
Klinis : manajemen nyeri
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan menjelaskan secara rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan untuk kondisi manajemen nyeri.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi manajemen nyeri adalah "Nyeri akut". Nyeri akut didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah tersebut (SDKI, 2017). Indikator diagnostik utama untuk nyeri akut meliputi laporan pasien tentang nyeri, ekspresi wajah yang menunjukkan nyeri, dan perilaku yang menunjukkan nyeri.
Luaran/Output SLKI:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, luaran/output yang diharapkan adalah:
1. Tingkat nyeri menurun
2. Pasien mampu melakukan manajemen nyeri
3. Pasien melaporkan nyeri terkontrol
4. Pasien mampu beraktivitas sesuai kemampuan
Indikator untuk setiap luaran adalah:
1. Tingkat nyeri menurun dari skala X menjadi skala Y
2. Pasien dapat menyebutkan strategi manajemen nyeri yang efektif
3. Pasien melaporkan nyeri berkurang hingga level yang dapat diterima
4. Pasien dapat melakukan aktivitas harian tanpa mengalami gangguan nyeri yang berarti
Intervensi Keperawatan SIKI:
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, intervensi keperawatan yang diperlukan adalah:
1. Manajemen Nyeri
- Lakukan pengkajian nyeri komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, intensitas, faktor pencetus, dan respons terhadap nyeri)
- Kolaborasi dengan tim medis untuk menentukan terapi farmakologis yang tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis manajemen nyeri (relaksasi, distraksi, terapi panas/dingin, dan lain-lain)
- Monitor efektivitas intervensi manajemen nyeri
2. Edukasi Manajemen Nyeri
- Jelaskan penyebab, karakteristik, dan faktor-faktor yang memengaruhi nyeri
- Ajarkan teknik manajemen nyeri yang dapat dilakukan pasien
- Dorong pasien untuk aktif dalam manajemen nyerinya
3. Kolaborasi Manajemen Nyeri
- Koordinasi dengan tim kesehatan lain (dokter, ahli gizi, dan fisioterapis) untuk menyusun rencana manajemen nyeri yang komprehensif
- Terlibat dalam evaluasi dan modifikasi rencana manajemen nyeri sesuai respons pasien
Penjelasan rinci untuk setiap intervensi dapat diberikan jika diperlukan. Sebagai perawat, kita berperan penting dalam mengelola nyeri pasien secara holistik untuk meningkatkan kualitas hidup dan mencapai hasil yang optimal. -
Article No. 13250 | 04 Mar 2025
Klinis : Tujuan penggunaan trochanter roll pada pasien dalam posisi supinasi adalah ... Select one: a. Mencegah kontraktur sendi b. Mencegah fleksi leher c. Mencegah rotasi luar pada panggul d. Mencegah pasien jatuh e. Mencegah hiper ekstensi leher
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Jawaban yang tepat adalah:
c. Mencegah rotasi luar pada panggul
Penjelasan:
Tujuan penggunaan trochanter roll pada pasien dalam posisi supinasi adalah untuk mencegah rotasi luar pada panggul. Trochanter roll berfungsi untuk mempertahankan posisi netral pada panggul dan mencegah terjadinya rotasi luar.
Hal ini sesuai dengan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Penggunaan trochanter roll tidak ditujukan untuk mencegah kontraktur sendi, fleksi leher, pasien jatuh, atau hiper ekstensi leher. Penggunaannya lebih fokus pada pencegahan rotasi luar pada panggul untuk menjaga posisi netral dan mencegah komplikasi terkait posisi.