Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13530 | 08 Mar 2025
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan kondisi pasien yang diberikan, kode ICD-10 dan ICD-9-CM yang sesuai adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: A15.0
- Deskripsi: Tuberkulosis paru dengan pemeriksaan bakteriologis atau histologis positif
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 87.44
- Deskripsi: Pemeriksaan sitologi dahak untuk diagnosis tuberkulosis
Penjelasan:
Pasien pria usia 45 tahun dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan, serta ditemukan suara napas bronkial di paru kanan atas dan lesi di paru pada pemeriksaan rontgen, mengarah pada diagnosis tuberkulosis paru.
Kode ICD-10 A15.0 (Tuberkulosis paru dengan pemeriksaan bakteriologis atau histologis positif) sesuai dengan kondisi klinis dan pemeriksaan penunjang yang mengarah pada tuberkulosis paru.
Prosedur yang mungkin dilakukan untuk diagnosis tuberkulosis adalah pemeriksaan sitologi dahak (kode ICD-9-CM 87.44), yang dapat membantu mengidentifikasi adanya Mycobacterium tuberculosis dalam sampel dahak.
Dengan informasi ini, tenaga kesehatan dapat melakukan penegakan diagnosis dan perencanaan tatalaksana yang sesuai untuk pasien. -
Article No. 13531 | 08 Mar 2025
Klinis : KASUS KANKER KOLOREKTAL Pasien Ny. N usia 48 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri abdomen bagian bawah, bagian kiri bawah, nyeri memberat 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri hilang timbul dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan juga BAB bercampur darah. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lainnya. Namun ada keluarga yang pernah menderita tumor. Hasil pemeriksaan didapatkan kesadaran compos mentis, Td: 111/86 mmHg, N: 106 x/menit, RR: 24x/ menit, S: 36,5oC. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, sklera ikterik, di leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, membrane mukosa pucat. Hasil pemeriksaan paru simetris kiri dan kanan, suara napas vesikuler. Pemeriksaan jantung, ictus cordis teraba 2 jari di RIC 5 LMCS, auskultasi terdengar bunyi jantung I dan II, bising (-). Hasil pemeriksaan abdomen, tampak distensi, tidak ada bekas luka, terdapat benjolan di bagian kiri bawah ukuran sekitar 4-5 cm, bising usus (+), nyeri tekan (+). Ekstremitas tidak ada kelainan, CRT >3 detik. Pasien mengalami penurunan berat badan, IMT 17,3, tidak nafsu makan sejak 8 bulan belakangan. Pasien juga mengalami BAB tidak teratur, kadang sekali 4 hari akdang sekali seminggu, BAB yang keluar kecil-kecil, seperti kotoran kambing disertai darah dan nyeri saat BAB. Nyeri abdomen terasa menusuk, skala nyeri 8, nyeri hilang timbul. Pasien mengatakan ia memiliki riwayat suka mengkonsumsi daging dan jarang mengkonsumsi sayur dan buah, pasien juga suka mengkomsumsi makanan olahan (fast food). Hasil pemeriksaan penunjang Hb: 7,2 g/dl, leukosit 22.120/mm3, trombosit 284.000/mm3 , Ht 30%, eritrosit 3,8 jt/mm3, MCV 78, MCH 26. Hasil ronxent abdomen terdapat massa pada bagian kiri bawah area sigmoid. Pasien direncanakan untuk tindakan operasi. Pasien mengatakan takut dan cemas untuk dioperasi.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosa keperawatan yang dapat ditetapkan untuk kasus Kanker Kolorektal pada Ny. N adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses neoplasma pada kolon
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- Faktor yang berhubungan: Proses neoplasma pada kolon.
- Gejala dan tanda mayor: Pasien mengeluh nyeri abdomen bagian bawah, nyeri terasa menusuk dengan skala nyeri 8.
2. Risiko malnutrisi berhubungan dengan asupan nutrisi tidak adekuat
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami penurunan berat badan, cadangan energi, dan status gizi.
- Faktor risiko: Penurunan berat badan, IMT 17,3, tidak nafsu makan sejak 8 bulan terakhir.
3. Ansietas berhubungan dengan ketakutan terhadap prosedur pembedahan
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
- Faktor yang berhubungan: Ketakutan terhadap prosedur pembedahan.
- Gejala dan tanda mayor: Pasien mengatakan takut dan cemas untuk dioperasi.
Penjelasan singkat:
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses neoplasma pada kolon:
- Penyebab utama adalah adanya tumor atau massa pada bagian kolon yang menyebabkan nyeri.
- Intervensi keperawatan dapat meliputi manajemen nyeri, pemberian analgesik, serta intervensi untuk mengurangi stres dan kecemasan.
2. Risiko malnutrisi berhubungan dengan asupan nutrisi tidak adekuat:
- Penyebabnya adalah penurunan nafsu makan dan asupan nutrisi yang tidak mencukupi akibat kondisi penyakit.
- Intervensi keperawatan dapat berupa pengkajian nutrisi, pemberian makanan yang sesuai, serta edukasi tentang gizi yang tepat.
3. Ansietas berhubungan dengan ketakutan terhadap prosedur pembedahan:
- Pasien mengalami kecemasan dan ketakutan terkait dengan tindakan operasi yang akan dilakukan.
- Intervensi keperawatan dapat meliputi pemberian dukungan emosional, teknik relaksasi, serta edukasi tentang prosedur pembedahan. -
Article No. 13532 | 08 Mar 2025
Klinis : DS: - DO: Tekanan darah meningkat 170/104 mmHg, Penurunan kesadaran; Apatis, Reflek Neurologis terganggu pada Nervus V, Nervus X, Nervus XI, Gelisah, Muntah, Kejang 1 kali, badan kaku dan mata melotot
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan data subjektif dan objektif yang diberikan, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami kondisi yang mengindikasikan adanya gangguan neurologis, yang dapat didiagnosis sebagai:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Ketidakstabilan Neurovaskular
Penjelasan Singkat:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Risiko Ketidakstabilan Neurovaskular adalah risiko terjadinya gangguan pada fungsi saraf dan aliran darah otak yang dapat menimbulkan konsekuensi patologis.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan pasien dapat menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil, tidak mengalami penurunan kesadaran, dan tidak terjadi komplikasi lanjutan.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pemantauan tanda-tanda vital, pemantauan status neurologis, manajemen hipertensi, manajemen kejang, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penanganan komprehensif.
Berdasarkan data yang diberikan, pasien mengalami peningkatan tekanan darah, penurunan kesadaran, gangguan refleks neurologis, gelisah, muntah, kejang, dan kekakuan tubuh, yang mengarah pada adanya gangguan neurovaskular. Oleh karena itu, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Risiko Ketidakstabilan Neurovaskular. -
Article No. 13533 | 08 Mar 2025
Klinis : DS: - DO: Tekanan darah meningkat 170/104 mmHg, Penurunan kesadaran; Apatis, Reflek Neurologis terganggu pada Nervus V, Nervus X, Nervus XI, Gelisah, Muntah, Kejang 1 kali, badan kaku dan mata melotot
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Ibu/Bapak. Berdasarkan kondisi yang Anda paparkan, berikut adalah penjelasan yang rinci dan terperinci terkait diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Peningkatan Tekanan Intrakranial
Definisi: Kondisi di mana terdapat peningkatan tekanan pada rongga kranial, yang dapat disebabkan oleh peningkatan volume cairan, massa, atau pembengkakan otak.
Penyebab: Berdasarkan data objektif yang diberikan, pasien mengalami penurunan kesadaran, apatis, gangguan refleks neurologis pada saraf V, X, dan XI, gelisah, muntah, kejang, dan badan kaku dengan mata melotot, yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Tekanan Intrakranial Terkendali
Definisi: Kondisi di mana tekanan intrakranial pasien berada dalam batas normal atau sesuai target yang ditetapkan.
Kriteria Hasil:
a. Tekanan intrakranial dalam batas normal
b. Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial berkurang atau tidak ada
c. Kesadaran meningkat
d. Fungsi neurologis membaik
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Pemantauan Tekanan Intrakranial
Tujuan: Mengidentifikasi dan memantau tekanan intrakranial pasien.
Aktivitas:
a. Lakukan pemantauan tanda-tanda vital secara berkala (tekanan darah, denyut nadi, suhu, laju pernapasan).
b. Lakukan pemantauan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial (penurunan kesadaran, apatis, gangguan refleks neurologis, gelisah, muntah, kejang, kekakuan badan, mata melotot).
c. Kolaborasi dengan tenaga medis untuk melakukan pemeriksaan penunjang, seperti CT-Scan kepala, untuk mengetahui penyebab dan tingkat peningkatan tekanan intrakranial.
2. Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
Tujuan: Menurunkan dan mempertahankan tekanan intrakranial dalam batas normal.
Aktivitas:
a. Posisikan kepala pasien 30 derajat untuk meningkatkan drainase vena serebral.
b. Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
c. Berikan oksigen sesuai kebutuhan pasien.
d. Lakukan suction oral jika diperlukan untuk mempertahankan jalan napas.
e. Berikan obat-obatan antikonvulsan dan antiedema sesuai instruksi tenaga medis.
f. Kolaborasi dengan tenaga medis untuk melakukan tindakan lanjutan, seperti pemasangan shunt atau evakuasi massa, jika diperlukan.
Semoga penjelasan ini bermanfaat. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, silakan sampaikan. Wassalamu'alaikum. -
Article No. 13535 | 08 Mar 2025
Klinis : Ny A, usia 28 tahun. hamil kedua (G2P1A0) dengan usia kehamilan 6 minggu, datang ke rumah sakit dengan keluhan perdarahan per vaginam dan nyeri perut bagian bawah sejak dua hari lalu. Ia merasa cemas karena khawatir kehilangan janin, mengingat sebelumnya tidak pernah mengalami masalah kehamilan. Pada pemeriksaan fisik, tekanan darah normal (120/80 mmHg), nadi 90x/menit, suhu tubuh 36.8°C, dan respirasi 20x/menit. Palpasi abdomen menunjukkan nyeri pada kuadran bawah, namun tidak ada pembesaran rahim. Pemeriksaan dalam menunjukkan serviks sedikit terbuka dengan perdarahan ringan. Detak jantung janin tidak terdengar.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda paparkan, berikut adalah diagnosa keperawatan yang sesuai dengan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan: Risiko Keguguran
- Definisi: Risiko terjadinya pengeluaran janin sebelum usia kehamilan 20 minggu.
- Faktor Risiko: Riwayat keguguran sebelumnya, perdarahan vagina, nyeri perut bagian bawah.
- Luaran Keperawatan (SLKI):
- Tingkat risiko keguguran
- Tingkat kecemasan
- Stabilitas tanda-tanda vital
- Intervensi Keperawatan (SIKI):
- Manajemen nyeri
- Manajemen perdarahan
- Manajemen kecemasan
- Monitoring tanda-tanda vital
2. Diagnosa Keperawatan: Cemas
- Definisi: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh antisipasi bahaya atau masalah.
- Faktor Risiko: Pengalaman kehilangan janin sebelumnya, ketidakpastian kondisi kehamilan saat ini.
- Luaran Keperawatan (SLKI):
- Tingkat kecemasan
- Kemampuan mengatasi kecemasan
- Intervensi Keperawatan (SIKI):
- Klarifikasi pemahaman
- Manajemen kecemasan
- Terapi suportif
Dalam kasus ini, Ny. A mengalami risiko keguguran karena adanya perdarahan vagina dan nyeri perut bagian bawah, serta kecemasan yang disebabkan oleh ketidakpastian kondisi kehamilannya. Perawat perlu memberikan intervensi yang sesuai untuk mengelola risiko keguguran, mengatasi kecemasan, dan memantau kondisi Ny. A secara ketat. -
Article No. 13536 | 08 Mar 2025
Klinis : Ny A, usia 28 tahun. hamil kedua (G2P1A0) dengan usia kehamilan 6 minggu, datang ke rumah sakit dengan keluhan perdarahan per vaginam dan nyeri perut bagian bawah sejak dua hari lalu. Ia merasa cemas karena khawatir kehilangan janin, mengingat sebelumnya tidak pernah mengalami masalah kehamilan. Pada pemeriksaan fisik, tekanan darah normal (120/80 mmHg), nadi 90x/menit, suhu tubuh 36.8°C, dan respirasi 20x/menit. Palpasi abdomen menunjukkan nyeri pada kuadran bawah, namun tidak ada pembesaran rahim. Pemeriksaan dalam menunjukkan serviks sedikit terbuka dengan perdarahan ringan. Detak jantung janin tidak terdengar.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Terima kasih atas permintaan Anda. Berdasarkan informasi yang diberikan, saya akan memberikan diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi Ny. A.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Keguguran berhubungan dengan perdarahan per vaginam dan nyeri perut bagian bawah.
Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami terputusnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar rahim.
2. Kecemasan berhubungan dengan kekhawatiran kehilangan janin.
Definisi: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Risiko Keguguran:
a. Stabilitas hemodinamik: Tekanan darah, nadi, dan suhu tubuh dalam rentang normal.
b. Perdarahan berkurang.
c. Tidak ada tanda-tanda infeksi.
d. Ibu dapat mengenali tanda-tanda keguguran.
2. Kecemasan:
a. Ibu dapat mengungkapkan perasaan cemas dengan baik.
b. Ibu dapat menyebutkan strategi untuk mengatasi kecemasan.
c. Ibu menunjukkan penurunan tingkat kecemasan.
d. Ibu dapat beristirahat dengan nyaman.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Risiko Keguguran:
a. Pantau tanda-tanda vital secara berkala.
b. Observasi perdarahan dan nyeri perut.
c. Berikan informasi tentang tanda-tanda keguguran.
d. Anjurkan istirahat yang cukup.
e. Kolaborasi dengan tim medis untuk penatalaksanaan medis yang sesuai.
2. Kecemasan:
a. Bina hubungan saling percaya dengan ibu.
b. Identifikasi penyebab dan faktor yang memengaruhi kecemasan ibu.
c. Berikan informasi dan edukasi tentang kondisi ibu dan kehamilan.
d. Bantu ibu mengidentifikasi strategi koping yang efektif.
e. Berikan dukungan emosional dan encouragement.
f. Libatkan keluarga dalam memberikan dukungan.
g. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
Penjelasan:
1. Diagnosa Keperawatan SDKI:
- Risiko Keguguran: Kondisi Ny. A mengalami perdarahan per vaginam dan nyeri perut bagian bawah, yang meningkatkan risiko keguguran.
- Kecemasan: Ny. A merasa cemas dan khawatir kehilangan janin, mengingat sebelumnya tidak pernah mengalami masalah kehamilan.
2. Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
- Stabilitas hemodinamik, pengurangan perdarahan, dan tidak ada tanda-tanda infeksi menunjukkan proses kehamilan yang stabil.
- Kemampuan ibu mengenali tanda-tanda keguguran dapat membantu dalam pencegahan dan penanganan dini.
- Pengungkapan perasaan cemas, penggunaan strategi koping, dan penurunan tingkat kecemasan dapat membantu ibu beradaptasi dengan kondisi saat ini.
3. Intervensi Keperawatan (SIKI):
- Pemantauan tanda-tanda vital, observasi perdarahan dan nyeri, serta edukasi tanda-tanda keguguran dapat membantu deteksi dini dan penanganan.
- Istirahat yang cukup dan kolaborasi dengan tim medis dapat mendukung proses penyembuhan.
- Membangun hubungan saling percaya, identifikasi penyebab kecemasan, edukasi, dan dukungan emosional dapat membantu mengurangi kecemasan ibu.
- Teknik relaksasi dapat membantu ibu mengelola kecemasan dengan lebih baik.
Semoga penjelasan ini bermanfaat. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk menghubungi saya. -
Article No. 13537 | 08 Mar 2025
Klinis : ibu pasien mengatakan anaknya belum bisa berbicara dan berjalan dengan merayap. anak R syndrom down, hipertiroid kongenital, GDD
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci terkait diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi yang Anda berikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Berdasarkan informasi yang Anda berikan, yaitu pasien anak dengan sindrom down, hipertiroid kongenital, dan keterlambatan perkembangan umum (GDD), beberapa diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
1. Keterlambatan Perkembangan Motorik Kasar
Pasien anak dengan sindrom down dan GDD cenderung memiliki keterlambatan dalam perkembangan motorik kasar, seperti kemampuan berjalan dan merayap. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor genetik, neurologis, dan lingkungan.
2. Keterlambatan Perkembangan Bicara
Pasien anak dengan sindrom down dan GDD juga dapat mengalami keterlambatan dalam perkembangan bicara. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor kognitif, neurologis, dan lingkungan.
3. Risiko Cedera
Pasien anak dengan sindrom down dan GDD memiliki risiko cedera yang lebih tinggi, terutama saat melakukan aktivitas fisik terkait dengan keterlambatan perkembangan motorik.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat mencapai luaran/output sebagai berikut:
1. Peningkatan Kemampuan Motorik Kasar
Pasien dapat menunjukkan peningkatan kemampuan motorik kasar, seperti kemampuan berjalan dan merayap, sesuai dengan tahap perkembangan.
2. Peningkatan Kemampuan Berbicara
Pasien dapat menunjukkan peningkatan kemampuan berbicara, seperti penggunaan kosakata, pembentukan kalimat, dan kemampuan komunikasi.
3. Penurunan Risiko Cedera
Pasien dapat menunjukkan penurunan risiko cedera saat melakukan aktivitas fisik, dengan pengawasan dan bantuan yang sesuai.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, berikut adalah beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan:
1. Intervensi terkait Peningkatan Kemampuan Motorik Kasar:
- Berikan latihan fisik dan stimulasi motorik yang sesuai dengan tahap perkembangan pasien.
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk menyusun program latihan fisik yang terstruktur.
- Libatkan keluarga dalam memberikan stimulasi motorik di rumah.
- Monitor perkembangan motorik pasien secara berkala.
2. Intervensi terkait Peningkatan Kemampuan Berbicara:
- Berikan stimulasi bahasa dan komunikasi yang sesuai dengan tahap perkembangan pasien.
- Kolaborasi dengan terapis wicara untuk menyusun program terapi bahasa.
- Libatkan keluarga dalam memberikan stimulasi bahasa dan komunikasi di rumah.
- Monitor perkembangan berbicara pasien secara berkala.
3. Intervensi terkait Penurunan Risiko Cedera:
- Berikan pengawasan dan bantuan yang sesuai saat pasien melakukan aktivitas fisik.
- Edukasikan keluarga mengenai risiko cedera dan cara pencegahannya.
- Fasilitasi penggunaan alat bantu atau pelindung yang sesuai untuk mengurangi risiko cedera.
- Monitor kejadian cedera dan evaluasi efektivitas intervensi.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mempertimbangkan keunikan individu pasien, serta berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk mencapai hasil yang optimal. -
Article No. 13538 | 08 Mar 2025
Klinis : Batuk grok2 disertai dengan demam sejak 2 minggu ini mual +, sebelumnya 2 hari yll sempat muntah diare -, BAk dan BAB baik disangkal : perdarahan psontan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan mempertimbangkan gejala klinis yang disampaikan, yaitu batuk grok-grok disertai demam sejak 2 minggu, mual dan sebelumnya sempat muntah, serta tidak ada diare, perdarahan spontan, dan Bak/BAB baik, maka dapat dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
- Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka.
- Penyebab: Peningkatan produksi sekret, kelemahan batuk, dan obstruksi jalan napas.
Rencana Asuhan Keperawatan berdasarkan SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Bersihan Jalan Napas
- Luaran: Kemampuan untuk mempertahankan jalan napas terbuka dan bebas dari obstruksi.
- Kriteria Hasil: Pasien dapat membersihkan jalan napas secara efektif, frekuensi batuk menurun, suara napas normal, dan tidak ada sianosis.
Intervensi Keperawatan berdasarkan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Jalan Napas
- Tujuan: Mempertahankan jalan napas terbuka dan bebas dari obstruksi.
- Intervensi: Identifikasi penyebab obstruksi, auskultasi suara napas, lakukan tindakan batuk efektif, berikan oksigen jika diperlukan, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penatalaksanaan lanjut.
Penjelasan Singkat:
Diagnosa keperawatan "Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif" dipilih karena gejala batuk grok-grok, demam, dan mual/muntah yang dapat menyebabkan peningkatan produksi sekret dan obstruksi jalan napas. Tujuan asuhan keperawatan adalah menjaga bersihan jalan napas agar tetap terbuka dan bebas dari obstruksi. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen jalan napas, seperti identifikasi penyebab, auskultasi suara napas, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penatalaksanaan lanjut. -
Article No. 13539 | 08 Mar 2025
Klinis : Seorang pasien, laki-laki, usia 65 tahun, pekerjaan pensiunan, dirawat di rumah sakit dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 6 bulan terakhir. Pengkajian lebih lanjut pada pasien yaitu: sering buang air kecil di malam hari (nokturia), aliran urin lemah dan terputus-putus, perasaan tidak lampias setelah buang air kecil, harus mengejan saat berkemih, kadang-kadang ada episode retensi urin akut, frekuensi buang air kecil meningkat, terutama pada malam hari menyebabkan tidur terganggu. Akibatnya pasien sering merasa mengantuk di siang hari. Pasien tidak memiliki keluhan demam, nyeri pinggang, atau hematuria. Riwayat Penyakit terdahulu hipertensi terkontrol, tidak ada riwayat diabetes atau penyakit ginjal, tetapi tidak memiliki kebiasaan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan prostat sebelumnya serta edukasi tentang BPH dan pengobatannya. Pasien tidak ada mengalami konstipasi atau diare. Saat dirumah bafsu makan normal, tidak ada perubahan berat badan yang signifikan. Pasien mengonsumsi makanan tinggi protein dan lemak, kurang serat, serta sering minum teh/kopi di malam hari. Asupan cairan cukup, tetapi pasien sering menahan buang air kecil karena kesulitan berkemih. Selam aini pasien masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan, tidak ada aktivitas olahraga rutin, namun sering merasa lelah karena gangguan tidur akibat nocturia. Saat dikaji pasien menjawab pertanyaan dengan benar, namun selalu khawatir dan takut mungkinkah akan mengalami kanker prostat serta takut menjalani tindakan medis invasif seperti operasi prostat. Pasien merasa cemas dan malu karena sering ke kamar mandi, dan mengeluh menurunnya kualitas hidup karena keterbatasan dalam aktivitas sosial akibat gangguan berkemih. Saat ini pasien tinggal bersama istri dan anak-anaknya Pasien tidak memiliki mekanisme koping yang jelas, tetapi mendapatkan dukungan dari istri. Tidak ada konflik dalam keluarga, tetapi pasien merasa kurang nyaman ketika harus sering ke toilet saat berkumpul dengan keluarga. Pasien mengatakan tidak ada riwayat disfungsi ereksi yang jelas atau riwayat penyakit menular seksual atau masalah reproduksi lainnya, tetapi pasien merasa kurang percaya diri dalam hubungan seksual karena masalah BPH. Untuk mengurangi kecemasan pasien memiliki keyakinan agama yang kuat dan mengandalkan doa dan menganggap penyakitnya adalah proses penuaan. Pada pemeriksaan fisik tidak tampak tanda infeksi atau nyeri spontan, pada palpasi abdomen ditemukan distensi kandung kemih (+), pemeriksaan Digital Rektal (DRE) ditemukan prostat teraba membesar, berbatas jelas, kenyal, tanpa nodul atau nyeri tekan. Pasien didiagnosa Benigna Hipertrofi Prostat (BPH) dengan Retensi Urin Parsial. Pasien direncanakan untuk operasi Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Pemeriksaan Laboratorium ✔ Urinalisis: • Leukosit sedikit meningkat • Eritrosit (-) • Bakteri (-) ✔ Darah Lengkap: • Hb: 14 g/dL • Leukosit: 7.500/mm³ • Trombosit: 250.000/mm³ ✔ Fungsi Ginjal: • Kreatinin: 1,2 mg/dL ✔ Prostate-Specific Antigen (PSA): • PSA total: 4,5 ng/mL. Pemeriksaan Radiologi & Penunjang Lainnya ✔ USG Prostat & Kandung Kemih: Volume prostat: 45 mL. Sisa urin setelah berkemih (post-void residual volume): 150 mL. Tidak ada batu atau massa dalam kandung kemih. ✔ Uroflowmetri: Aliran urin lambat (Qmax: 8 mL/detik). Waktu berkemih lebih lama. ✔ Sistoskopi (jika perlu): Menunjukkan obstruksi leher kandung kemih akibat prostat yang membesar.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan rencana asuhan keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan Obstruksi Aliran Urin sekunder Hiperplasia Prostat Jinak (BPH)
- Karakteristik Definisi: Kesulitan berkemih, aliran urin yang lemah dan terputus-putus, perasaan tidak lega setelah berkemih, harus mengejan saat berkemih, episode retensi urin akut, frekuensi berkemih meningkat terutama di malam hari.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Eliminasi Urin Terpelihara
- Indikator:
a. Pola berkemih kembali normal
b. Aliran urin lancar dan kuat
c. Tidak ada rasa tidak lega setelah berkemih
d. Tidak perlu mengejan saat berkemih
e. Tidak ada episode retensi urin akut
f. Frekuensi berkemih normal terutama di malam hari
g. Tidak ada distensi kandung kemih
2. Pengetahuan tentang Hiperplasia Prostat Jinak Memadai
- Indikator:
a. Menjelaskan definisi, penyebab, dan gejala BPH
b. Menjelaskan tatalaksana BPH, termasuk pengobatan dan tindakan pembedahan
c. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan
d. Menjelaskan komplikasi yang mungkin terjadi
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Eliminasi Urin
- Aktivitas:
a. Kaji pola eliminasi urin, termasuk frekuensi, volume, dan karakteristik urin
b. Monitor intake dan output cairan
c. Fasilitasi berkemih sesuai kebutuhan, misalnya jika ada tanda-tanda retensi urin
d. Ajarkan teknik berkemih yang benar
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi farmakologis (misalnya alfa-bloker)
f. Persiapkan pasien untuk tindakan TURP jika diindikasikan
2. Edukasi Kesehatan
- Aktivitas:
a. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai kondisi BPH, penyebab, gejala, dan penatalaksanaannya
b. Anjurkan pasien untuk rutin melakukan pemeriksaan kesehatan prostat
c. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengatasi kecemasan dan gangguan tidur
d. Diskusikan cara mengatasi dampak BPH terhadap aktivitas sosial dan seksual
e. Berikan dukungan emosional dan informasional untuk meningkatkan mekanisme koping pasien
Penjelasan rinci:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kasus ini adalah "Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan Obstruksi Aliran Urin sekunder Hiperplasia Prostat Jinak (BPH)". Hal ini didasarkan pada gejala yang dialami pasien, yaitu kesulitan berkemih, aliran urin yang lemah dan terputus-putus, perasaan tidak lega setelah berkemih, harus mengejan saat berkemih, episode retensi urin akut, serta frekuensi berkemih yang meningkat terutama di malam hari.
Luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan mencakup dua hal utama, yaitu:
1. Eliminasi Urin Terpelihara, dengan indikator seperti pola berkemih kembali normal, aliran urin lancar dan kuat, tidak ada rasa tidak lega setelah berkemih, tidak perlu mengejan saat berkemih, tidak ada episode retensi urin akut, frekuensi berkemih normal terutama di malam hari, serta tidak ada distensi kandung kemih.
2. Pengetahuan tentang Hiperplasia Prostat Jinak Memadai, dengan indikator pasien dapat menjelaskan definisi, penyebab, dan gejala BPH, tatalaksana BPH termasuk pengobatan dan tindakan pembedahan, pemeriksaan penunjang yang diperlukan, serta komplikasi yang mungkin terjadi.
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran tersebut meliputi:
1. Manajemen Eliminasi Urin, dengan aktivitas seperti mengkaji pola eliminasi urin, memonitor intake dan output cairan, memfasilitasi berkemih sesuai kebutuhan, mengajarkan teknik berkemih yang benar, melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi farmakologis, serta mempersiapkan pasien untuk tindakan TURP jika diindikasikan.
2. Edukasi Kesehatan, dengan aktivitas seperti menjelaskan kondisi BPH, penyebab, gejala, dan penatalaksanaannya, menganjurkan pasien untuk rutin melakukan pemeriksaan kesehatan prostat, mengajarkan teknik relaksasi untuk mengatasi kecemasan dan gangguan tidur, mendiskusikan cara mengatasi dampak BPH terhadap aktivitas sosial dan seksual, serta memberikan dukungan emosional dan informasional untuk meningkatkan mekanisme koping pasien.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaborasi yang erat dengan tim kesehatan lainnya, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diharapkan, yaitu eliminasi urin yang terpelihara dan pengetahuan yang memadai tentang hiperplasia prostat jinak. -
Article No. 13540 | 08 Mar 2025
Klinis : Manajemen cairan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi "Manajemen Cairan".
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Keseimbangan Cairan
Definisi:
Ketidakmampuan untuk mempertahankan atau mencapai keseimbangan antara asupan dan pengeluaran cairan.
Faktor Risiko:
- Ketidakadekuatan pemberian cairan
- Kehilangan cairan berlebih
- Perubahan fisiologis
SLKI (Luaran Keperawatan):
1. Keseimbangan Cairan Terpelihara
2. Perfusi Jaringan Efektif
3. Eliminasi Urin Adekuat
SIKI (Intervensi Keperawatan):
1. Pemantauan Tanda-Tanda Vital
2. Pemantauan Intake dan Output Cairan
3. Pemberian Cairan Intravena
4. Terapi Penggantian Cairan
5. Terapi Diuretik
6. Edukasi Manajemen Cairan
Penjelasan Singkat:
Diagnosa keperawatan "Gangguan Keseimbangan Cairan" mengacu pada ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan atau mencapai keseimbangan antara asupan dan pengeluaran cairan. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakadekuatan pemberian cairan, kehilangan cairan berlebih, atau perubahan fisiologis. Luaran keperawatan yang diharapkan adalah terpeliharanya keseimbangan cairan, perfusi jaringan yang efektif, dan eliminasi urin yang adekuat. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pemantauan tanda-tanda vital, pemantauan intake dan output cairan, pemberian cairan intravena, terapi penggantian cairan, terapi diuretik, serta edukasi manajemen cairan kepada pasien.