Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13563 | 09 Mar 2025
Klinis : intoleransi aktivitas dapat teratasi setelah diberikan asuhan keperawatan ditandai dengan?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi intoleransi aktivitas.
Diagnosa Keperawatan:
Intoleransi Aktivitas
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Intoleransi aktivitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau dibutuhkan, akibat keterbatasan fisik atau persepsi keterbatasan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, pasien dengan intoleransi aktivitas dapat teratasi, yang ditandai dengan:
1. Pasien mampu melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
2. Pasien tidak mengeluhkan kelelahan yang berlebihan saat melakukan aktivitas.
3. Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal selama aktivitas.
4. Pasien mampu beradaptasi dengan baik terhadap aktivitas yang dilakukan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk mengatasi intoleransi aktivitas, antara lain:
1. Manajemen aktivitas: Mengidentifikasi aktivitas yang dapat dilakukan pasien, menyusun rencana aktivitas, dan memantau toleransi pasien terhadap aktivitas.
2. Edukasi aktivitas: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai aktivitas yang aman dan sesuai dengan kondisi pasien.
3. Aktivitas latihan fisik: Memberikan latihan fisik yang sesuai dengan kemampuan pasien untuk meningkatkan toleransi aktivitas.
4. Manajemen kelelahan: Mengidentifikasi penyebab kelelahan dan menerapkan intervensi untuk mengurangi kelelahan.
Dengan pemberian asuhan keperawatan yang tepat, diharapkan pasien dengan intoleransi aktivitas dapat teratasi, ditandai dengan pasien mampu melakukan aktivitas sesuai kemampuan, tidak mengeluhkan kelelahan berlebihan, dan menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil selama aktivitas. -
Article No. 13564 | 09 Mar 2025
Klinis : rasional dari intervensi yang dikerjakan pada diagnosa intolerasi aktifitas adalah
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, rasional intervensi, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi intolerasi aktivitas.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi intolerasi aktivitas adalah "Intolerasi Aktivitas". Diagnosa ini menggambarkan ketidakmampuan individu untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin akibat keterbatasan energi, kekuatan, atau daya tahan.
Rasional Intervensi Keperawatan:
Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi diagnosa intolerasi aktivitas bertujuan untuk meningkatkan toleransi dan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Beberapa rasional intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi intoleransi aktivitas, seperti kelemahan, kelelahan, nyeri, atau dispnea.
2. Memantau tanda-tanda vital pasien selama aktivitas untuk mendeteksi perubahan yang dapat menandakan intoleransi.
3. Mengatur aktivitas sesuai dengan toleransi pasien, memperkenalkan teknik konservasi energi, dan melatih aktivitas secara bertahap.
4. Memberikan dukungan emosional dan edukasi kepada pasien serta keluarga untuk meningkatkan pemahaman dan partisipasi dalam program peningkatan aktivitas.
5. Mengkaji respons pasien terhadap intervensi dan melakukan modifikasi jika diperlukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Luaran yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan untuk mengatasi intolerasi aktivitas antara lain:
1. Toleransi Aktivitas Meningkat: Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan lebih baik, tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan atau tanda-tanda intoleransi.
2. Pengetahuan Tentang Manajemen Aktivitas Meningkat: Pasien dan keluarga memahami teknik konservasi energi, pengaturan aktivitas, dan strategi untuk meningkatkan toleransi aktivitas.
3. Partisipasi dalam Aktivitas Meningkat: Pasien terlibat secara aktif dalam aktivitas perawatan diri, aktivitas fungsional, dan latihan yang sesuai dengan kondisinya.
4. Kenyamanan Meningkat: Pasien merasa lebih nyaman dan mampu melakukan aktivitas tanpa mengalami gejala yang mengganggu.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pengaturan Aktivitas: Mengidentifikasi aktivitas yang dapat dilakukan dan mengatur jadwal aktivitas sesuai dengan toleransi pasien.
2. Latihan Aktivitas: Melatih pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap, dengan memperhatikan tanda-tanda intoleransi.
3. Konservasi Energi: Mengajarkan teknik konservasi energi, seperti mengatur pola napas, posisi tubuh, dan penggunaan alat bantu.
4. Edukasi Manajemen Aktivitas: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang manajemen aktivitas, teknik konservasi energi, dan strategi untuk meningkatkan toleransi aktivitas.
5. Pemantauan Tanda-Tanda Vital: Memantau tanda-tanda vital pasien selama aktivitas untuk mengidentifikasi perubahan yang menandakan intoleransi.
6. Dukungan Emosional: Memberikan dukungan emosional dan motivasi kepada pasien untuk meningkatkan partisipasi dan kepatuhan dalam program peningkatan aktivitas.
Dengan penerapan diagnosa keperawatan, intervensi yang rasional, dan pencapaian luaran yang diharapkan, diharapkan kondisi intolerasi aktivitas pada pasien dapat diatasi secara komprehensif dan membantu meningkatkan kualitas hidup pasien. -
Article No. 13565 | 09 Mar 2025
Klinis : Seorang wanita Jepang berusia 32 tahun yang mengalami hipoglikemia berat (7 mg/dL) yang disertai dengan krisis tiroid. Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas, kelelahan umum, dan edema (pembengkakan) pada kaki. Sebelumnya, pasien tidak memiliki riwayat hipertiroidisme dan tidak ada riwayat penyakit tiroid dalam keluarga. Pada saat masuk rumah sakit, pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertiroidisme berat, dengan kadar FT3 >30 pg/mL, FT4 >6.0 ng/dL, dan TRAb 23.6 IU/L. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran difus kelenjar tiroid, tetapi tidak ditemukan exophthalmos (mata menonjol). Selain itu, pasien mengalami gagal jantung kongestif parah, yang diklasifikasikan sebagai kelas IV menurut New York Heart Association (NYHA). Pada malam pertama di rumah sakit, pasien tiba-tiba kehilangan kesadaran dan mengalami henti jantung. Tindakan resusitasi dilakukan, dan pasien berhasil diselamatkan. Pemeriksaan laboratorium setelah kejadian ini menunjukkan hipoglikemia berat (glukosa darah hanya 7 mg/dL), gagal jantung sisi kanan yang parah, serta disfungsi hati akibat kongesti hati. Kondisi pasien dikategorikan sebagai multiple organ failure akibat krisis tiroid, yang membutuhkan penanganan intensif di unit perawatan intensif (ICU). Penanganan yang diberikan meliputi infus glukosa intravena, hidrokortison, methimazole (obat anti-tiroid), dan diuretika. Selain itu, pasien menjalani Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mempertahankan sirkulasi darah dan mengurangi beban kerja jantung. Setelah kondisi pasien membaik dan hasil laboratorium kembali normal, ia akhirnya diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan selama 74 hari di rumah sakit. Studi kasus ini dikutip dari jurnal Severe Hypoglycemia Accompanied with Thyroid Crisis (Nakatani et al., 2019). 3.4 Pengkajian A. Identitas Klien Nama Pasien : - Usia : 32 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Tempat Perawatan : Dirawat di (ICU) rumah sakit di Jepang Diagnosis : Krisis tiroid (thyroid storm) dengan hipoglikemia berat dan gagal jantung kongestif B. Keluhan Utama Pasien datang dengan sesak napas, kelelahan berat, serta pembengkakan pada kaki. C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien awalnya mengalami kelelahan, sesak napas progresif, dan edema ekstremitas bawah yang semakin memburuk. Saat masuk rumah sakit, pasien mengalami krisis tiroid yang ditandai dengan hipertiroidisme berat, gagal jantung kongestif, serta hipoglikemia berat (glukosa darah 7 mg/dL). Pada malam pertama perawatan, pasien mengalami henti jantung mendadak, tetapi berhasil diselamatkan melalui resusitasi. D. Riwayat konsumsi obat: Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan hipertiroidisme sebelumnya karena tidak pernah didiagnosis hipertiroidisme sebelum masuk rumah sakit. E. Pemeriksaan Fisik • Kesadaran: Tidak stabil, mengalami kehilangan kesadaran pada malam pertama perawatan • Tekanan darah: Tidak disebutkan secara spesifik, tetapi mengalami gangguan sirkulasi. Tidak stabil, kemungkinan rendah (hipotensi) akibat gagal jantung dan hipoglikemia • Denyut Nadi (HR): >140 bpm (takikardia berat), khas pada krisis tiroid • Laju Napas (RR): ≥24 kali/menit (takipnea), sesuai dengan keluhan sesak napas • Suhu Tubuh: ≥39°C (demam tinggi), gejala khas krisis tiroid • Glukosa Darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat), menyebabkan gangguan kesadaran • Pembesaran kelenjar tiroid: Ditemukan pembesaran difus pada leher, tetapi tanpa exophthalmos (mata menonjol) • Edema: Pembengkakan pada kaki akibat gagal jantung kongestif F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium: • FT3 >30 pg/mL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • FT4 >6.0 ng/dL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • TRAb 23.6 IU/L (positif, menunjukkan penyakit Graves) • Glukosa darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat) • Disfungsi hati akibat kongesti dari gagal jantung Elektrokardiogram (EKG): Menunjukkan tanda-tanda takikardia dan gangguan sirkulasi akibat gagal jantung Ekokardiografi: Menunjukkan gagal jantung sisi kanan yang berat G. Penatalaksanaan 1. Stabilisasi hipoglikemia • Pemberian infus glukosa intravena untuk meningkatkan kadar gula darah • Pemantauan kadar glukosa darah secara ketat 2. Manajemen krisis tiroid • Obat anti-tiroid (Methimazole) untuk menekan produksi hormon tiroid • Beta-blocker (Propranolol) untuk mengontrol takikardia • Kortikosteroid (Hidrokortison) untuk mengurangi peradangan dan mencegah insufisiensi adrenal • Pemberian yodium untuk menghambat pelepasan hormon tiroid lebih lanjut 3. Penanganan gagal jantung • Diuretik untuk mengurangi retensi cairan akibat gagal jantung • Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mendukung fungsi ginjal dan sirkulasi darah 4. Dukungan Perawatan Intensif (ICU) • Resusitasi cairan untuk menjaga tekanan darah dan keseimbangan elektrolit • Ventilasi dan dukungan pernapasan untuk memastikan oksigenasi yang cukup • Pengawasan ketat terhadap fungsi organ vital
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, saya dapat memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien tersebut.
Diagnosa Keperawatan:
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan produksi hormon tiroid akibat krisis tiroid.
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan gagal jantung kongestif.
3. Penurunan cardiac output berhubungan dengan disfungsi jantung akibat krisis tiroid.
4. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan hipoglikemia berat.
5. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan umum.
Penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Hipertermia: Peningkatan suhu tubuh di atas normal akibat peningkatan produksi hormon tiroid pada krisis tiroid.
2. Gangguan perfusi jaringan: Penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan akibat gagal jantung kongestif.
3. Penurunan cardiac output: Penurunan volume darah yang dipompa oleh jantung per menit akibat disfungsi jantung.
4. Ketidakstabilan kadar glukosa darah: Fluktuasi kadar glukosa darah di luar batas normal, terutama hipoglikemia berat.
5. Risiko aspirasi: Potensi masuknya cairan atau zat lain ke dalam saluran pernapasan akibat penurunan kesadaran.
6. Intoleransi aktivitas: Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari akibat kelelahan umum.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Suhu tubuh dalam batas normal
2. Perfusi jaringan adekuat
3. Cardiac output dalam batas normal
4. Stabilitas kadar glukosa darah
5. Tidak terjadi aspirasi
6. Toleransi terhadap aktivitas
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen hipertermia: Pemantauan suhu tubuh, pemberian antipiretik, pengendalian lingkungan.
2. Manajemen perfusi jaringan: Pemberian cairan intravena, pemantauan tanda-tanda vital, terapi oksigen.
3. Manajemen cardiac output: Pemberian obat-obatan kardiovaskular, pemantauan status hemodinamik.
4. Manajemen kadar glukosa darah: Pemberian insulin/glukosa, pemantauan kadar glukosa darah.
5. Pencegahan aspirasi: Posisi semi-Fowler, pemantauan refleks batuk dan deglutisi.
6. Peningkatan toleransi aktivitas: Manajemen kelelahan, perencanaan aktivitas bertahap.
Penanganan yang komprehensif sangat diperlukan untuk mengatasi kondisi krisis tiroid yang kompleks ini, meliputi stabilisasi hipoglikemia, manajemen krisis tiroid, penanganan gagal jantung, serta dukungan perawatan intensif. -
Article No. 13566 | 09 Mar 2025
Klinis : Seorang wanita Jepang berusia 32 tahun yang mengalami hipoglikemia berat (7 mg/dL) yang disertai dengan krisis tiroid. Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas, kelelahan umum, dan edema (pembengkakan) pada kaki. Sebelumnya, pasien tidak memiliki riwayat hipertiroidisme dan tidak ada riwayat penyakit tiroid dalam keluarga. Pada saat masuk rumah sakit, pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertiroidisme berat, dengan kadar FT3 >30 pg/mL, FT4 >6.0 ng/dL, dan TRAb 23.6 IU/L. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran difus kelenjar tiroid, tetapi tidak ditemukan exophthalmos (mata menonjol). Selain itu, pasien mengalami gagal jantung kongestif parah, yang diklasifikasikan sebagai kelas IV menurut New York Heart Association (NYHA). Pada malam pertama di rumah sakit, pasien tiba-tiba kehilangan kesadaran dan mengalami henti jantung. Tindakan resusitasi dilakukan, dan pasien berhasil diselamatkan. Pemeriksaan laboratorium setelah kejadian ini menunjukkan hipoglikemia berat (glukosa darah hanya 7 mg/dL), gagal jantung sisi kanan yang parah, serta disfungsi hati akibat kongesti hati. Kondisi pasien dikategorikan sebagai multiple organ failure akibat krisis tiroid, yang membutuhkan penanganan intensif di unit perawatan intensif (ICU). Penanganan yang diberikan meliputi infus glukosa intravena, hidrokortison, methimazole (obat anti-tiroid), dan diuretika. Selain itu, pasien menjalani Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mempertahankan sirkulasi darah dan mengurangi beban kerja jantung. Setelah kondisi pasien membaik dan hasil laboratorium kembali normal, ia akhirnya diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan selama 74 hari di rumah sakit. Studi kasus ini dikutip dari jurnal Severe Hypoglycemia Accompanied with Thyroid Crisis (Nakatani et al., 2019). 3.4 Pengkajian A. Identitas Klien Nama Pasien : - Usia : 32 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Tempat Perawatan : Dirawat di (ICU) rumah sakit di Jepang Diagnosis : Krisis tiroid (thyroid storm) dengan hipoglikemia berat dan gagal jantung kongestif B. Keluhan Utama Pasien datang dengan sesak napas, kelelahan berat, serta pembengkakan pada kaki. C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien awalnya mengalami kelelahan, sesak napas progresif, dan edema ekstremitas bawah yang semakin memburuk. Saat masuk rumah sakit, pasien mengalami krisis tiroid yang ditandai dengan hipertiroidisme berat, gagal jantung kongestif, serta hipoglikemia berat (glukosa darah 7 mg/dL). Pada malam pertama perawatan, pasien mengalami henti jantung mendadak, tetapi berhasil diselamatkan melalui resusitasi. D. Riwayat konsumsi obat: Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan hipertiroidisme sebelumnya karena tidak pernah didiagnosis hipertiroidisme sebelum masuk rumah sakit. E. Pemeriksaan Fisik • Kesadaran: Tidak stabil, mengalami kehilangan kesadaran pada malam pertama perawatan • Tekanan darah: Tidak disebutkan secara spesifik, tetapi mengalami gangguan sirkulasi. Tidak stabil, kemungkinan rendah (hipotensi) akibat gagal jantung dan hipoglikemia • Denyut Nadi (HR): >140 bpm (takikardia berat), khas pada krisis tiroid • Laju Napas (RR): ≥24 kali/menit (takipnea), sesuai dengan keluhan sesak napas • Suhu Tubuh: ≥39°C (demam tinggi), gejala khas krisis tiroid • Glukosa Darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat), menyebabkan gangguan kesadaran • Pembesaran kelenjar tiroid: Ditemukan pembesaran difus pada leher, tetapi tanpa exophthalmos (mata menonjol) • Edema: Pembengkakan pada kaki akibat gagal jantung kongestif F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium: • FT3 >30 pg/mL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • FT4 >6.0 ng/dL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • TRAb 23.6 IU/L (positif, menunjukkan penyakit Graves) • Glukosa darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat) • Disfungsi hati akibat kongesti dari gagal jantung Elektrokardiogram (EKG): Menunjukkan tanda-tanda takikardia dan gangguan sirkulasi akibat gagal jantung Ekokardiografi: Menunjukkan gagal jantung sisi kanan yang berat G. Penatalaksanaan 1. Stabilisasi hipoglikemia • Pemberian infus glukosa intravena untuk meningkatkan kadar gula darah • Pemantauan kadar glukosa darah secara ketat 2. Manajemen krisis tiroid • Obat anti-tiroid (Methimazole) untuk menekan produksi hormon tiroid • Beta-blocker (Propranolol) untuk mengontrol takikardia • Kortikosteroid (Hidrokortison) untuk mengurangi peradangan dan mencegah insufisiensi adrenal • Pemberian yodium untuk menghambat pelepasan hormon tiroid lebih lanjut 3. Penanganan gagal jantung • Diuretik untuk mengurangi retensi cairan akibat gagal jantung • Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mendukung fungsi ginjal dan sirkulasi darah 4. Dukungan Perawatan Intensif (ICU) • Resusitasi cairan untuk menjaga tekanan darah dan keseimbangan elektrolit • Ventilasi dan dukungan pernapasan untuk memastikan oksigenasi yang cukup • Pengawasan ketat terhadap fungsi organ vital
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang diberikan:
Diagnosa Keperawatan (SDKI):
1. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan gagal jantung kongestif dan hipoglikemia berat
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan lemah/kelelahan umum dan sesak napas
3. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan sesak napas
4. Penurunan Kardiak Output berhubungan dengan disfungsi jantung akibat krisis tiroid
5. Perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan gagal jantung kongestif dan hipoglikemia
Penjelasan Singkat:
1. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan volume dan/atau komposisi cairan dan elektrolit dalam rentang normal.
- Faktor yang berhubungan: Gagal jantung kongestif dan hipoglikemia berat.
- Gejala dan tanda: Edema, hipotensi, takikardia, hipoglikemia, dan disfungsi organ.
2. Intoleransi Aktivitas
- Definisi: Keterbatasan untuk bertoleransi terhadap aktivitas fisik.
- Faktor yang berhubungan: Kelelahan umum dan sesak napas.
- Gejala dan tanda: Kelelahan, dyspnea, dan penurunan toleransi aktivitas.
3. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret atau benda asing dari saluran napas untuk mempertahankan jalan napas terbuka.
- Faktor yang berhubungan: Sesak napas.
- Gejala dan tanda: Sesak napas, takipnea, dan gangguan pertukaran gas.
4. Penurunan Kardiak Output
- Definisi: Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh.
- Faktor yang berhubungan: Disfungsi jantung akibat krisis tiroid.
- Gejala dan tanda: Takikardia, hipotensi, dan edema.
5. Perubahan Perfusi Jaringan
- Definisi: Perubahan aliran darah ke jaringan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
- Faktor yang berhubungan: Gagal jantung kongestif dan hipoglikemia.
- Gejala dan tanda: Perubahan status mental, hipoglikemia, dan disfungsi organ.
Dalam perawatan pasien ini, perawat harus fokus pada stabilisasi kondisi, manajemen komplikasi (hipoglikemia, krisis tiroid, dan gagal jantung), serta dukungan perawatan intensif yang komprehensif. -
Article No. 13567 | 09 Mar 2025
Klinis : Seorang wanita Jepang berusia 32 tahun yang mengalami hipoglikemia berat (7 mg/dL) yang disertai dengan krisis tiroid. Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas, kelelahan umum, dan edema (pembengkakan) pada kaki. Sebelumnya, pasien tidak memiliki riwayat hipertiroidisme dan tidak ada riwayat penyakit tiroid dalam keluarga. Pada saat masuk rumah sakit, pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertiroidisme berat, dengan kadar FT3 >30 pg/mL, FT4 >6.0 ng/dL, dan TRAb 23.6 IU/L. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran difus kelenjar tiroid, tetapi tidak ditemukan exophthalmos (mata menonjol). Selain itu, pasien mengalami gagal jantung kongestif parah, yang diklasifikasikan sebagai kelas IV menurut New York Heart Association (NYHA). Pada malam pertama di rumah sakit, pasien tiba-tiba kehilangan kesadaran dan mengalami henti jantung. Tindakan resusitasi dilakukan, dan pasien berhasil diselamatkan. Pemeriksaan laboratorium setelah kejadian ini menunjukkan hipoglikemia berat (glukosa darah hanya 7 mg/dL), gagal jantung sisi kanan yang parah, serta disfungsi hati akibat kongesti hati. Kondisi pasien dikategorikan sebagai multiple organ failure akibat krisis tiroid, yang membutuhkan penanganan intensif di unit perawatan intensif (ICU). Penanganan yang diberikan meliputi infus glukosa intravena, hidrokortison, methimazole (obat anti-tiroid), dan diuretika. Selain itu, pasien menjalani Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mempertahankan sirkulasi darah dan mengurangi beban kerja jantung. Setelah kondisi pasien membaik dan hasil laboratorium kembali normal, ia akhirnya diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan selama 74 hari di rumah sakit. Studi kasus ini dikutip dari jurnal Severe Hypoglycemia Accompanied with Thyroid Crisis (Nakatani et al., 2019). 3.4 Pengkajian A. Identitas Klien Nama Pasien : - Usia : 32 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Tempat Perawatan : Dirawat di (ICU) rumah sakit di Jepang Diagnosis : Krisis tiroid (thyroid storm) dengan hipoglikemia berat dan gagal jantung kongestif B. Keluhan Utama Pasien datang dengan sesak napas, kelelahan berat, serta pembengkakan pada kaki. C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien awalnya mengalami kelelahan, sesak napas progresif, dan edema ekstremitas bawah yang semakin memburuk. Saat masuk rumah sakit, pasien mengalami krisis tiroid yang ditandai dengan hipertiroidisme berat, gagal jantung kongestif, serta hipoglikemia berat (glukosa darah 7 mg/dL). Pada malam pertama perawatan, pasien mengalami henti jantung mendadak, tetapi berhasil diselamatkan melalui resusitasi. D. Riwayat konsumsi obat: Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan hipertiroidisme sebelumnya karena tidak pernah didiagnosis hipertiroidisme sebelum masuk rumah sakit. E. Pemeriksaan Fisik • Kesadaran: Tidak stabil, mengalami kehilangan kesadaran pada malam pertama perawatan • Tekanan darah: Tidak disebutkan secara spesifik, tetapi mengalami gangguan sirkulasi. Tidak stabil, kemungkinan rendah (hipotensi) akibat gagal jantung dan hipoglikemia • Denyut Nadi (HR): >140 bpm (takikardia berat), khas pada krisis tiroid • Laju Napas (RR): ≥24 kali/menit (takipnea), sesuai dengan keluhan sesak napas • Suhu Tubuh: ≥39°C (demam tinggi), gejala khas krisis tiroid • Glukosa Darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat), menyebabkan gangguan kesadaran • Pembesaran kelenjar tiroid: Ditemukan pembesaran difus pada leher, tetapi tanpa exophthalmos (mata menonjol) • Edema: Pembengkakan pada kaki akibat gagal jantung kongestif F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium: • FT3 >30 pg/mL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • FT4 >6.0 ng/dL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • TRAb 23.6 IU/L (positif, menunjukkan penyakit Graves) • Glukosa darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat) • Disfungsi hati akibat kongesti dari gagal jantung Elektrokardiogram (EKG): Menunjukkan tanda-tanda takikardia dan gangguan sirkulasi akibat gagal jantung Ekokardiografi: Menunjukkan gagal jantung sisi kanan yang berat G. Penatalaksanaan 1. Stabilisasi hipoglikemia • Pemberian infus glukosa intravena untuk meningkatkan kadar gula darah • Pemantauan kadar glukosa darah secara ketat 2. Manajemen krisis tiroid • Obat anti-tiroid (Methimazole) untuk menekan produksi hormon tiroid • Beta-blocker (Propranolol) untuk mengontrol takikardia • Kortikosteroid (Hidrokortison) untuk mengurangi peradangan dan mencegah insufisiensi adrenal • Pemberian yodium untuk menghambat pelepasan hormon tiroid lebih lanjut 3. Penanganan gagal jantung • Diuretik untuk mengurangi retensi cairan akibat gagal jantung • Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mendukung fungsi ginjal dan sirkulasi darah 4. Dukungan Perawatan Intensif (ICU) • Resusitasi cairan untuk menjaga tekanan darah dan keseimbangan elektrolit • Ventilasi dan dukungan pernapasan untuk memastikan oksigenasi yang cukup • Pengawasan ketat terhadap fungsi organ vital stikan oksigenasi yang cukup • Pengawasan ketat terhadap fungsi organ vital
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan (SIKI) untuk kondisi pasien yang diberikan:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Hipertermi terkait krisis tiroid yang ditandai dengan suhu tubuh ≥39°C
2. Gangguan perfusi jaringan kardiovaskular terkait gagal jantung kongestif yang ditandai dengan takikardia, hipotensi, oliguri, dan edema perifer
3. Ketidakstabilan kadar glukosa darah terkait hipoglikemia berat yang ditandai dengan kadar glukosa 7 mg/dL dan gangguan kesadaran
4. Kelelahan terkait gangguan kardiovaskular dan metabolik yang ditandai dengan malaise dan lemah
Luaran/Output yang diharapkan (SLKI):
1. Stabilitas suhu tubuh
- Suhu tubuh dalam batas normal (36-37,5°C)
- Tidak ada tanda-tanda hipertermi
2. Perfusi jaringan kardiovaskular yang adekuat
- Tanda-tanda vital stabil (TD, nadi, dan RR dalam batas normal)
- Curah jantung adekuat
- Tidak ada edema perifer
3. Kadar glukosa darah dalam rentang normal
- Kadar glukosa darah 80-130 mg/dL
- Tidak ada tanda-tanda hipoglikemia atau hiperglikemia
4. Peningkatan energi
- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kelelahan berlebihan
- Tidak ada malaise atau kelemahan yang berlebihan
Intervensi Keperawatan yang diperlukan (SIKI):
1. Manajemen Hipertermia
- Pemantauan suhu tubuh secara berkala
- Pemberian antipiretik sesuai indikasi
- Memberikan kompres dingin untuk menurunkan suhu
- Mengatur lingkungan yang sejuk dan nyaman
2. Manajemen Perfusi Kardiovaskular
- Pemantauan tanda-tanda vital secara ketat
- Pemberian cairan intravena untuk menjaga volume cairan dan perfusi
- Pemberian diuretik untuk mengurangi retensi cairan
- Pemberian oksigen sesuai kebutuhan
- Kolaborasi dengan tenaga medis untuk penanganan gagal jantung
3. Manajemen Kadar Glukosa Darah
- Pemantauan kadar glukosa darah secara berkala
- Pemberian infus glukosa intravena untuk mengoreksi hipoglikemia
- Kolaborasi dengan tenaga medis untuk penanganan hipoglikemia
- Edukasi pasien dan keluarga tentang manajemen kadar glukosa darah
4. Manajemen Kelelahan
- Pemantauan tanda-tanda kelelahan dan malaise
- Atur istirahat yang cukup bagi pasien
- Berikan dukungan emosional dan motivasi
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk rehabilitasi dan meningkatkan energi
Perawatan pasien dengan krisis tiroid, hipoglikemia berat, dan gagal jantung kongestif membutuhkan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif antara tim kesehatan. Tujuan utamanya adalah mencapai stabilitas tanda-tanda vital, mengoreksi gangguan metabolik, serta memulihkan fungsi kardiovaskular dan organ vital lainnya. Intervensi keperawatan yang terencana dan terintegrasi dengan penanganan medis akan sangat membantu mencapai luaran yang diharapkan bagi pasien. -
Article No. 13510 | 08 Mar 2025
Klinis : hipotensi, takikardi, lemas, hipoglikemia
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang Anda berikan, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang mungkin terkait dengan kondisi tersebut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: R55
- Deskripsi: Sinkop dan kolaps
2. Kode ICD-10:
- Kode: R00.0
- Deskripsi: Takikardi, tidak terspesifikasi
3. Kode ICD-10:
- Kode: R53
- Deskripsi: Kelelahan
4. Kode ICD-10:
- Kode: E16.2
- Deskripsi: Hipoglikemia, tidak terspesifikasi
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 R55 (Sinkop dan kolaps) dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi hipotensi, yang dapat menyebabkan penurunan sementara aliran darah ke otak dan mengakibatkan hilangnya kesadaran (sinkop).
2. Kode ICD-10 R00.0 (Takikardi, tidak terspesifikasi) dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi takikardi, yang merupakan peningkatan detak jantung yang tidak normal.
3. Kode ICD-10 R53 (Kelelahan) dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi lemas atau kelelahan yang dirasakan oleh pasien.
4. Kode ICD-10 E16.2 (Hipoglikemia, tidak terspesifikasi) dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi hipoglikemia, yang merupakan penurunan kadar gula darah di bawah normal.
Tidak ditemukan kode ICD-9-CM yang spesifik untuk prosedur atau tindakan medis yang terkait dengan kondisi-kondisi di atas. Pada umumnya, penanganan kondisi-kondisi tersebut dapat meliputi pemantauan vital signs, pemberian cairan atau glukosa intravenous, serta tindakan stabilisasi lainnya sesuai dengan kebutuhan klinis pasien. -
Article No. 13511 | 08 Mar 2025
Klinis : hipotensi, takikardi, lemas, hipoglikemia
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang dikeluarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi hipotensi, takikardi, lemas, dan hipoglikemia.
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital (SDKI)
Definisi: Keadaan di mana individu mengalami perubahan nilai normal tanda-tanda vital.
Penyebab: Perubahan isi cairan, gangguan kardiovaskular, gangguan metabolik, atau efek obat-obatan.
2. Intoleransi Aktivitas (SDKI)
Definisi: Ketidakmampuan untuk mentoleransi atau menyelesaikan aktivitas rutin.
Penyebab: Keterbatasan fisik, perubahan fisiologis, atau persepsi terhadap kemampuan.
3. Risiko Hipoglikemia (SDKI)
Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami penurunan kadar glukosa darah di bawah normal.
Penyebab: Penggunaan obat-obatan, gangguan metabolik, atau ketidakseimbangan antara asupan kalori, aktivitas, dan insulin.
Luaran Keperawatan (SLKI):
1. Stabilitas Tanda-Tanda Vital
2. Toleransi Aktivitas
3. Kadar Glukosa Darah dalam Rentang Normal
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Pemantauan Tanda-Tanda Vital
2. Manajemen Aktivitas
3. Manajemen Hipoglikemia
Sebagai seorang perawat, saya akan melakukan evaluasi secara komprehensif, pemantauan tanda-tanda vital secara rutin, serta memberikan intervensi yang tepat untuk mengatasi kondisi hipotensi, takikardi, lemas, dan hipoglikemia yang dialami oleh pasien. Tujuan utamanya adalah untuk memulihkan stabilitas tanda-tanda vital, meningkatkan toleransi aktivitas, dan mempertahankan kadar glukosa darah dalam rentang normal. -
Article No. 13512 | 08 Mar 2025
Klinis : perdarahan kurang lebih 1 bulan dari jalan lahir, satu hari bis ganti softex 4 kali
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait dengan kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi yang Anda deskripsikan adalah "Perdarahan". Perdarahan adalah keluarnya darah dari sistem kardiovaskular dalam jumlah yang lebih banyak dari biasanya.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Kontrol Perdarahan: Pasien dapat mengendalikan perdarahan yang terjadi.
2. Pemulihan Cairan: Pasien dapat mempertahankan volume cairan tubuh yang adekuat.
3. Manajemen Nyeri: Pasien dapat mengelola nyeri yang timbul akibat perdarahan.
4. Pemeliharaan Kesehatan: Pasien dapat mempertahankan kesehatan umum selama proses penyembuhan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Pemantauan Perdarahan:
- Pantau tanda-tanda vital pasien secara rutin.
- Pantau jumlah, warna, dan konsistensi darah yang keluar.
- Pantau waktu mulainya perdarahan dan lama perdarahan.
- Identifikasi faktor penyebab perdarahan.
2. Manajemen Perdarahan:
- Berikan kompres hangat pada area perdarahan untuk meningkatkan aliran darah dan membantu menghentikan perdarahan.
- Anjurkan pasien untuk beristirahat dan menghindari aktivitas yang dapat memicu perdarahan.
- Berikan obat-obatan sesuai resep untuk membantu menghentikan perdarahan, jika diindikasikan.
- Pertahankan kebersihan dan kenyamanan area perdarahan.
3. Manajemen Cairan:
- Pantau asupan dan pengeluaran cairan pasien.
- Berikan cairan intravena untuk menggantikan cairan yang hilang akibat perdarahan.
- Berikan makanan dan minuman yang kaya nutrisi untuk membantu proses pemulihan.
4. Manajemen Nyeri:
- Identifikasi karakteristik nyeri yang dirasakan pasien.
- Berikan analgesik sesuai resep untuk mengurangi nyeri.
- Ajarkan teknik-teknik non-farmakologis untuk mengelola nyeri, seperti relaksasi, distraksi, dan terapi kompres.
5. Pendidikan Kesehatan:
- Jelaskan penyebab, tanda, dan gejala perdarahan kepada pasien dan keluarga.
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang cara mengendalikan perdarahan dan mencegah komplikasi.
- Dorong pasien untuk mengikuti rencana pengobatan dan kontrol kesehatan secara teratur.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif dan berorientasi pada luaran yang diharapkan, diharapkan pasien dapat mengendalikan perdarahan, mempertahankan kesehatan umum, dan mencapai pemulihan yang optimal. -
Article No. 13513 | 08 Mar 2025
Klinis : BBLR, dirawat 10 hari di perina
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi BBLR yang dirawat 10 hari di perina:
Diagnosa Keperawatan:
1. Resiko Ketidakstabilan Tanda Tanda Vital berhubungan dengan Perkembangan Fisiologis yang Belum Sempurna
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan Otot
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan Imaturitas Sistem Imun
Penjelasan Singkat:
1. Resiko Ketidakstabilan Tanda Tanda Vital berhubungan dengan Perkembangan Fisiologis yang Belum Sempurna
- SDKI: Ketidakstabilan Tanda Tanda Vital
- SLKI: Stabilitas Tanda Tanda Vital
- SIKI: Pemantauan Tanda Tanda Vital
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan Otot
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- SLKI: Toleransi Aktivitas
- SIKI: Intervensi Keperawatan untuk Meningkatkan Toleransi Aktivitas
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan Imaturitas Sistem Imun
- SDKI: Risiko Infeksi
- SLKI: Manajemen Infeksi
- SIKI: Intervensi Keperawatan untuk Pencegahan Infeksi
Dalam melakukan proses keperawatan, perawat harus mengikuti standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk memastikan kualitas dan keselamatan pasien. -
Article No. 13514 | 08 Mar 2025
Klinis : KASUS KOLELITHIASIS Pasien Ny R 48 tahun datang ke rumah sakit melalui IGD dengan keluhan keluhan utama nyeri hebat di perut kanan atas sejak 6 jam lalu. Nyeri bersifat tajam, hilang timbul, menjalar ke punggung dan bahu kanan, serta memburuk setelah makan makanan berlemak. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, perut kembung, dan demam ringan sejak kemarin. Keluhan lain: Nafsu makan menurun, sering bersendawa, feses tampak berwarna pucat, urin berwarna gelap seperti teh, tidak ada riwayat BAB berdarah atau muntah darah. Pasien juga mengalami sulit tidur kerena nyeri yang dirasakan.Riwayat Penyakit Dahulu: Diabetes Mellitus tipe 2 sejak 5 tahun lalu. Riwayat Penyakit Keluarga: Ibu pasien memiliki riwayat kolelitiasis. Kesadaran Compos Mentis Tanda Vital TD: 130/80 mmHg, N: 90 x/menit, RR: 22 x/menit, Suhu: 37,8°C Inspeksi Abdomen Distensi ringan, tidak ada benjolan Palpasi Abdomen Nyeri tekan di kuadran kanan atas, tanda Murphy (+) Auskultasi Abdomen Peristaltik usus normal (5-10x/menit) Sklera Mata Icteric (+) Kulit Tidak ada spider angioma, tetapi tampak sedikit jaundice Pemeriksaan Hasil Laboratorium Darah Hemoglobin (Hb) 13,2 g/Dl Leukosit 14.000/mm³ Trombosit 260.000/mm³ Bilirubin Total 3,2 mg/dL Bilirubin Direct 2,5 mg/dL ALP 280 U/L Gamma-GT 150 U/L Amilase 80 U/L Lipase 60 U/L USG Abdomen Batu empedu berukuran 1,5 cm di kandung empedu, dinding kandung empedu menebal 4 mm, tidak ada dilatasi saluran empedu MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography) Tidak ditemukan batu di ductus choledochus, hanya batu di kandung empedu carikan diagnosa beserta do ds
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan nada akademis, sebagai pakar perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI untuk kasus kolelithiasis pada Ny. R.
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan batu empedu
2. Mual dan muntah berhubungan dengan obstruksi saluran empedu
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri
Penjelasan Singkat:
1. Nyeri Akut Berhubungan dengan Batu Empedu
- SDKI: Nyeri Akut
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau dijelaskan dalam istilah kerusakan jaringan.
- Karakteristik: Nyeri hebat, tajam, hilang timbul, menjalar ke punggung dan bahu kanan, memburuk setelah makan makanan berlemak.
- Faktor yang Berhubungan: Adanya batu empedu yang menyebabkan obstruksi saluran empedu.
2. Mual dan Muntah Berhubungan dengan Obstruksi Saluran Empedu
- SDKI: Mual
- Definisi: Perasaan tidak nyaman di perut yang menimbulkan keinginan untuk memuntahkan isi perut.
- Karakteristik: Pasien mengeluhkan mual, muntah, perut kembung.
- Faktor yang Berhubungan: Adanya obstruksi saluran empedu oleh batu empedu.
3. Intoleransi Aktivitas Berhubungan dengan Nyeri
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- Definisi: Keterbatasan dalam melakukan pekerjaan rutin atau aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
- Karakteristik: Pasien mengalami sulit tidur karena nyeri yang dirasakan.
- Faktor yang Berhubungan: Adanya nyeri hebat di perut kanan atas yang menyebabkan keterbatasan dalam melakukan aktivitas.
Terkait dengan SLKI dan SIKI, perawat dapat menggunakan intervensi dan luaran keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan. Intervensi dan luaran tersebut dapat ditemukan dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).