Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 15610 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 2 (sistem saraf) Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sakit kepala yang semakin parah selama 3 bulan terakhir, terutama di pagi hari. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Keluarga melaporkan bahwa pasien telah mengalami kelemahan pada sisi kanan tubuh dan kesulitan berbicara selama dua minggu terakhir. Data dari pemeriksaan fisik: Kesadaran: GCS 13 (E3V4M6). Tekanan darah: 150/90 mmHg, HR: 82x/menit, RR: 18x/menit, Suhu: 37,2°C. Pemeriksaan neurologis: Hemiparesis kanan (kekuatan otot 3/5). Refleks patologis (+) Babinski kanan. Papiledema (+) (pada pemeriksaan funduskopi). Tes lapang pandang menunjukkan hemianopsia temporal. Hasil Pemeriksaan Penunjang CT-Scan Kepala: Tampak massa hiperdense pada lobus parietalis kiri dengan efek massa dan edema perilesional, garis tengah otak sedikit bergeser ke kanan. MRI Kepala: Lesi berukuran 4 cm x 3,5 cm x 3 cm pada lobus parietalis kiri, tampak peninggian dengan kontras, edema perilesional luas dan pergeseran garis tengah minimal. Pemeriksaan Laboratorium: Hitung darah lengkap: Leukosit 9.800/µL, Hb 13,2 g/dL, Trombosit 280.000/µL. Elektrolit dalam batas normal. Elektroensefalografi (EEG): Tidak ada aktivitas epileptiform, tetapi ditemukan gelombang lambat pada area lesi. Pasien dijadwalkan menjalani terapi kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral dan bedah saraf untuk eksplorasi dan pengangkatan massa.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi sistem saraf:
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan otot dan hemiparesis pada sisi kanan tubuh.
2. Gangguan Persepsi Sensorik berhubungan dengan perubahan fungsi saraf dan papilledema.
3. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif berhubungan dengan efek massa dan pergeseran garis tengah otak.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Penurunan Mobilitas Fisik
- Definisi: Keterbatasan dalam pergerakan fisik yang disebabkan oleh penurunan kekuatan, ketahanan, dan/atau kontrol otot.
- Karakteristik mayor: Kelemahan otot, penurunan rentang gerak, penurunan koordinasi.
2. Gangguan Persepsi Sensorik
- Definisi: Perubahan dalam interpretasi stimulus sensorik yang disebabkan oleh disfungsi saraf.
- Karakteristik mayor: Perubahan penglihatan, perubahan kesadaran.
3. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
- Definisi: Berisiko mengalami penurunan aliran darah ke otak yang dapat menyebabkan kerusakan serebral.
- Faktor risiko: Peningkatan tekanan intrakranial, efek massa pada otak.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Penurunan Mobilitas Fisik
- Luaran: Peningkatan Mobilitas Fisik
- Indikator: Peningkatan kekuatan otot, peningkatan rentang gerak, peningkatan koordinasi.
2. Gangguan Persepsi Sensorik
- Luaran: Persepsi Sensorik Terintegrasi
- Indikator: Peningkatan kesadaran, peningkatan fungsi penglihatan.
3. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
- Luaran: Perfusi Serebral Efektif
- Indikator: Penurunan tekanan intrakranial, tidak ada efek massa pada otak.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Penurunan Mobilitas Fisik
- Intervensi: Peningkatan Mobilitas, Pelatihan Aktivitas Fisik.
2. Gangguan Persepsi Sensorik
- Intervensi: Manajemen Peningkatan Kesadaran, Manajemen Fungsi Penglihatan.
3. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
- Intervensi: Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial, Manajemen Efek Massa pada Otak. -
Article No. 15611 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 20: Bayi perempuan, umur 4 hari dirawat di ruang perinatologi dengan manifestasi jaundice/ikterik. Bayi lahir secara normal, usia gestasi 35 minggu dengan berat lahir 2500 gram. Hasil pengkajian didapatkan sklera tampak ikterik, bayi terlihat kuning pada area kepala sampai dengan di atas lutut, kulit teraba dingin, suhu tubuh 36,70C, frekuensi napas 38 x/menit, nadi 116 x/menit. Menurut ibu, bayi malas menetek dan tampak lemah. Pertanyaan: a. Berapakah derajat ikterus bayi tersebut menurut penilaian Kramer? pada area tubuh manakah terlihat ikterus yang paling jelas saat pemeriksaan fisik? b. Apa jenis pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan pada bayi untuk membantu menegakkan diagnosis? Berapakah nilai/hasil pemeriksaan yang dikatakan patologis? c. Tegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai pada anak sesuai kasus tersebut? d. Persiapkan bayi untuk fototerapi, tuliskan SOP tindakan pelaksanaan fototerapi, dan praktikan saat bimbingan laboratorium?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Selamat siang. Dengan senang hati saya akan membantu menjawab pertanyaan Anda mengenai kasus bayi perempuan usia 4 hari dengan kondisi jaundice/ikterik.
a. Berdasarkan penilaian Kramer, derajat ikterus bayi tersebut adalah derajat 3. Pada pemeriksaan fisik, area tubuh yang tampak paling jelas terkena ikterus adalah di atas lutut.
b. Pemeriksaan penunjang yang penting dilakukan adalah pemerisakaan kadar bilirubin total dalam darah. Nilai bilirubin total yang dikatakan patologis adalah >5 mg/dL pada bayi usia kurang dari 24 jam, >10 mg/dL pada bayi usia 24-48 jam, dan >15 mg/dL pada bayi usia lebih dari 48 jam.
c. Diagnosis keperawatan yang sesuai untuk kasus ini adalah:
1. Hiperbilirubinemia akut berhubungan dengan imaturitas sistem enzim hati, ditandai dengan peningkatan kadar bilirubin total dalam darah.
d. Persiapan bayi untuk fototerapi:
1. Bayi diletakkan telanjang di bawah sinar lampu fototerapi, dengan posisi tubuh terlentang.
2. Penutup mata bayi diberikan untuk melindungi mata dari paparan sinar.
3. Suhu ruangan dan bayi dijaga agar tetap hangat.
4. Tanda-tanda vital bayi seperti suhu tubuh, frekuensi nadi, dan nafas dipantau secara berkala.
5. Intake dan output cairan bayi dicatat.
SOP Tindakan Fototerapi:
1. Cuci tangan sesuai prosedur.
2. Siapkan alat: lampu fototerapi, penutup mata, termometer, dan alat pemantau tanda-tanda vital.
3. Letakkan bayi telanjang di bawah lampu fototerapi, posisi terlentang.
4. Pasang penutup mata pada bayi.
5. Nyalakan lampu fototerapi dan atur intensitas cahaya sesuai kebutuhan.
6. Pantau suhu tubuh bayi setiap 30 menit.
7. Catat intake dan output cairan bayi secara rutin.
8. Dokumentasikan tindakan dan respon bayi.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Kadar bilirubin total dalam batas normal, ditandai dengan penurunan kadar bilirubin total sesuai usia bayi.
2. Tidak terjadi komplikasi akibat hiperbilirubinemia, seperti ensefalopati biliruber.
3. Bayi dapat beraktivitas dan menetek dengan baik.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Lakukan fototerapi sesuai indikasi dan durasi yang direkomendasikan.
2. Pantau tanda-tanda vital bayi secara berkala.
3. Tingkatkan intake cairan bayi sesuai kebutuhan.
4. Berikan dukungan dan edukasi kepada orang tua mengenai proses pengobatan dan perawatan bayi.
5. Kolaborasi dengan dokter terkait pemantauan kadar bilirubin dan evaluasi efektivitas fototerapi.
Semoga penjelasan ini dapat membantu Anda. Jika ada pertanyaan lain, silakan tanyakan. Salam hangat, Perawat. -
Article No. 15612 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 2 (sistem saraf) Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sakit kepala yang semakin parah selama 3 bulan terakhir, terutama di pagi hari. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Keluarga melaporkan bahwa pasien telah mengalami kelemahan pada sisi kanan tubuh dan kesulitan berbicara selama dua minggu terakhir. Data dari pemeriksaan fisik: Kesadaran: GCS 13 (E3V4M6). Tekanan darah: 150/90 mmHg, HR: 82x/menit, RR: 18x/menit, Suhu: 37,2°C. Pemeriksaan neurologis: Hemiparesis kanan (kekuatan otot 3/5). Refleks patologis (+) Babinski kanan. Papiledema (+) (pada pemeriksaan funduskopi). Tes lapang pandang menunjukkan hemianopsia temporal. Hasil Pemeriksaan Penunjang CT-Scan Kepala: Tampak massa hiperdense pada lobus parietalis kiri dengan efek massa dan edema perilesional, garis tengah otak sedikit bergeser ke kanan. MRI Kepala: Lesi berukuran 4 cm x 3,5 cm x 3 cm pada lobus parietalis kiri, tampak peninggian dengan kontras, edema perilesional luas dan pergeseran garis tengah minimal. Pemeriksaan Laboratorium: Hitung darah lengkap: Leukosit 9.800/µL, Hb 13,2 g/dL, Trombosit 280.000/µL. Elektrolit dalam batas normal. Elektroensefalografi (EEG): Tidak ada aktivitas epileptiform, tetapi ditemukan gelombang lambat pada area lesi. Pasien dijadwalkan menjalani terapi kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral dan bedah saraf untuk eksplorasi dan pengangkatan massa.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Untuk kasus pasien perempuan berusia 52 tahun dengan keluhan sakit kepala, mual, muntah, gangguan penglihatan, kelemahan sisi kanan tubuh, dan kesulitan berbicara, dapat diberikan kode diagnostik sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: G93.5
- Deskripsi: Komplikasi vaskuler otak
Penjelasan:
Berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan, pasien mengalami komplikasi vaskuler otak berupa massa pada lobus parietalis kiri dengan efek massa dan edema perilesional, yang menyebabkan gejala neurologis seperti hemiparesis kanan, gangguan bicara, dan gangguan penglihatan. Kode ICD-10 G93.5 mencakup kondisi ini, yang merupakan komplikasi vaskuler otak lainnya, selain perdarahan atau infark serebral.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 01.59
- Deskripsi: Pembedahan eksplorasi dan dekompresi otak lainnya, termasuk kraniotomi
Penjelasan:
Berdasarkan rencana tata laksana, pasien akan menjalani terapi kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral dan juga bedah saraf untuk eksplorasi dan pengangkatan massa. Kode ICD-9-CM 01.59 mencakup prosedur pembedahan eksplorasi dan dekompresi otak lainnya, termasuk kraniotomi, yang sesuai dengan rencana tindakan yang akan dilakukan pada pasien ini. -
Article No. 15613 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 2 (sistem saraf) Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sakit kepala yang semakin parah selama 3 bulan terakhir, terutama di pagi hari. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Keluarga melaporkan bahwa pasien telah mengalami kelemahan pada sisi kanan tubuh dan kesulitan berbicara selama dua minggu terakhir. Data dari pemeriksaan fisik: Kesadaran: GCS 13 (E3V4M6). Tekanan darah: 150/90 mmHg, HR: 82x/menit, RR: 18x/menit, Suhu: 37,2°C. Pemeriksaan neurologis: Hemiparesis kanan (kekuatan otot 3/5). Refleks patologis (+) Babinski kanan. Papiledema (+) (pada pemeriksaan funduskopi). Tes lapang pandang menunjukkan hemianopsia temporal. Hasil Pemeriksaan Penunjang CT-Scan Kepala: Tampak massa hiperdense pada lobus parietalis kiri dengan efek massa dan edema perilesional, garis tengah otak sedikit bergeser ke kanan. MRI Kepala: Lesi berukuran 4 cm x 3,5 cm x 3 cm pada lobus parietalis kiri, tampak peninggian dengan kontras, edema perilesional luas dan pergeseran garis tengah minimal. Pemeriksaan Laboratorium: Hitung darah lengkap: Leukosit 9.800/µL, Hb 13,2 g/dL, Trombosit 280.000/µL. Elektrolit dalam batas normal. Elektroensefalografi (EEG): Tidak ada aktivitas epileptiform, tetapi ditemukan gelombang lambat pada area lesi. Pasien dijadwalkan menjalani terapi kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral dan bedah saraf untuk eksplorasi dan pengangkatan massa.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi sistem saraf:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Persepsi Sensori: Penglihatan Terganggu
2. Hambatan Mobilitas Fisik
3. Intoleransi Aktivitas
Penjelasan Singkat:
1. Gangguan Persepsi Sensori: Penglihatan Terganggu
- SDKI: Gangguan Persepsi Sensori
- SLKI: Pemantauan Penglihatan
- SIKI: Intervensi Keperawatan dalam Perawatan Mata
- Penjelasan: Pasien mengalami gangguan penglihatan berupa pandangan kabur yang disebabkan oleh efek massa dan edema pada lobus parietalis kiri. Hal ini dapat mengganggu kemampuan pasien dalam menerima, menginterpretasi, dan merespon stimuli visual.
2. Hambatan Mobilitas Fisik
- SDKI: Hambatan Mobilitas Fisik
- SLKI: Mobilitas
- SIKI: Peningkatan Mobilitas
- Penjelasan: Pasien mengalami hemiparesis kanan dan kesulitan berbicara yang disebabkan oleh efek massa dan edema pada lobus parietalis kiri. Hal ini dapat menghambat kemampuan pasien dalam bergerak dan melakukan aktivitas secara mandiri.
3. Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- SLKI: Toleransi Aktivitas
- SIKI: Manajemen Energi
- Penjelasan: Pasien mengalami keluhan sakit kepala yang semakin parah, mual, dan muntah yang dapat menyebabkan kelelahan dan penurunan toleransi terhadap aktivitas. Hal ini dapat mengganggu kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Standar tersebut di atas merupakan acuan yang digunakan oleh perawat di Indonesia untuk mengidentifikasi dan menentukan diagnosa keperawatan, serta merencanakan dan melaksanakan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. -
Article No. 15614 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 2 (sistem saraf) Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sakit kepala yang semakin parah selama 3 bulan terakhir, terutama di pagi hari. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Keluarga melaporkan bahwa pasien telah mengalami kelemahan pada sisi kanan tubuh dan kesulitan berbicara selama dua minggu terakhir. Data dari pemeriksaan fisik: Kesadaran: GCS 13 (E3V4M6). Tekanan darah: 150/90 mmHg, HR: 82x/menit, RR: 18x/menit, Suhu: 37,2°C. Pemeriksaan neurologis: Hemiparesis kanan (kekuatan otot 3/5). Refleks patologis (+) Babinski kanan. Papiledema (+) (pada pemeriksaan funduskopi). Tes lapang pandang menunjukkan hemianopsia temporal. Hasil Pemeriksaan Penunjang CT-Scan Kepala: Tampak massa hiperdense pada lobus parietalis kiri dengan efek massa dan edema perilesional, garis tengah otak sedikit bergeser ke kanan. MRI Kepala: Lesi berukuran 4 cm x 3,5 cm x 3 cm pada lobus parietalis kiri, tampak peninggian dengan kontras, edema perilesional luas dan pergeseran garis tengah minimal. Pemeriksaan Laboratorium: Hitung darah lengkap: Leukosit 9.800/µL, Hb 13,2 g/dL, Trombosit 280.000/µL. Elektrolit dalam batas normal. Elektroensefalografi (EEG): Tidak ada aktivitas epileptiform, tetapi ditemukan gelombang lambat pada area lesi. Pasien dijadwalkan menjalani terapi kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral dan bedah saraf untuk eksplorasi dan pengangkatan massa.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang sesuai dengan kasus sistem saraf pada pasien perempuan berusia 52 tahun:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Mobilitas Fisik Terkait Kelemahan Sisi Kanan Tubuh.
2. Nyeri Kepala Terkait Proses Patologis.
3. Gangguan Persepsi Sensori Visual Terkait Perubahan Anatomi dan Fisiologi.
Penjelasan Singkat:
1. Gangguan Mobilitas Fisik Terkait Kelemahan Sisi Kanan Tubuh:
SDKI: Kemampuan untuk melakukan gerakan tubuh yang terkoordinasi secara mandiri terganggu.
SLKI: Peningkatan kemampuan mobilitas fisik.
SIKI: Asuhan keperawatan untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam melakukan pergerakan tubuh secara mandiri.
2. Nyeri Kepala Terkait Proses Patologis:
SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial di area kepala.
SLKI: Penurunan tingkat nyeri kepala.
SIKI: Asuhan keperawatan untuk mengurangi sensasi nyeri kepala yang dialami pasien.
3. Gangguan Persepsi Sensori Visual Terkait Perubahan Anatomi dan Fisiologi:
SDKI: Perubahan dalam kemampuan untuk menerima, menginterpretasi, dan merespons stimuli visual.
SLKI: Peningkatan kemampuan persepsi sensori visual.
SIKI: Asuhan keperawatan untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam menerima, menginterpretasi, dan merespons stimuli visual.
Standar Diagnosa Keperawatan, Luaran Keperawatan, dan Intervensi Keperawatan ini mengacu pada Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). -
Article No. 15615 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 2 (sistem saraf) Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sakit kepala yang semakin parah selama 3 bulan terakhir, terutama di pagi hari. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Keluarga melaporkan bahwa pasien telah mengalami kelemahan pada sisi kanan tubuh dan kesulitan berbicara selama dua minggu terakhir. Data dari pemeriksaan fisik: Kesadaran: GCS 13 (E3V4M6). Tekanan darah: 150/90 mmHg, HR: 82x/menit, RR: 18x/menit, Suhu: 37,2°C. Pemeriksaan neurologis: Hemiparesis kanan (kekuatan otot 3/5). Refleks patologis (+) Babinski kanan. Papiledema (+) (pada pemeriksaan funduskopi). Tes lapang pandang menunjukkan hemianopsia temporal. Hasil Pemeriksaan Penunjang CT-Scan Kepala: Tampak massa hiperdense pada lobus parietalis kiri dengan efek massa dan edema perilesional, garis tengah otak sedikit bergeser ke kanan. MRI Kepala: Lesi berukuran 4 cm x 3,5 cm x 3 cm pada lobus parietalis kiri, tampak peninggian dengan kontras, edema perilesional luas dan pergeseran garis tengah minimal. Pemeriksaan Laboratorium: Hitung darah lengkap: Leukosit 9.800/µL, Hb 13,2 g/dL, Trombosit 280.000/µL. Elektrolit dalam batas normal. Elektroensefalografi (EEG): Tidak ada aktivitas epileptiform, tetapi ditemukan gelombang lambat pada area lesi. Pasien dijadwalkan menjalani terapi kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral dan bedah saraf untuk eksplorasi dan pengangkatan massa.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kasus sistem saraf yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan hemiparesis kanan.
2. Gangguan Persepsi Sensorik berhubungan dengan hemianopsia temporal.
3. Perubahan Profil Kesehatan berhubungan dengan adanya massa pada lobus parietalis kiri.
Penjelasan Singkat:
1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan hemiparesis kanan:
- SDKI: Kemampuan individu untuk melakukan gerakan tubuh secara mandiri dan terkoordinasi.
- SLKI: Kemampuan individu untuk melakukan pergerakan tubuh secara mandiri dan terkoordinasi.
- SIKI: Intervensi untuk memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan individu dalam melakukan pergerakan tubuh secara mandiri dan terkoordinasi.
2. Gangguan Persepsi Sensorik berhubungan dengan hemianopsia temporal:
- SDKI: Gangguan dalam menerima dan menginterpretasikan rangsangan sensorik.
- SLKI: Kemampuan individu dalam menerima dan menginterpretasikan rangsangan sensorik.
- SIKI: Intervensi untuk memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan individu dalam menerima dan menginterpretasikan rangsangan sensorik.
3. Perubahan Profil Kesehatan berhubungan dengan adanya massa pada lobus parietalis kiri:
- SDKI: Perubahan pola fungsi fisiologis atau psikologis individu.
- SLKI: Kemampuan individu dalam mengelola perubahan pola fungsi fisiologis atau psikologis.
- SIKI: Intervensi untuk memfasilitasi dan meningkatkan kemampuan individu dalam mengelola perubahan pola fungsi fisiologis atau psikologis.
Penjelasan singkat ini didasarkan pada Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat ini dapat digunakan sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif bagi pasien dengan kondisi sistem saraf seperti yang Anda deskripsikan. -
Article No. 15486 | 14 Apr 2025
Klinis : Post operasi TKR Hemoglobin 8,0 Drain produktif 200cc/24jam
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah Diagnosa Keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Post Operasi Total Knee Replacement (TKR) dengan Hemoglobin 8,0 g/dL dan Drain produktif 200 cc/24 jam:
1. Diagnosa Keperawatan: Risiko Perdarahan
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Risiko Perdarahan adalah keadaan individu yang berisiko mengalami kehilangan darah yang berlebihan dari sistem vaskuler.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Setelah intervensi keperawatan, pasien dapat mempertahankan intake dan output cairan yang seimbang, tanda-tanda vital stabil, dan tidak terjadi perdarahan.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain memantau tanda-tanda vital, memantau drainase luka operasi, mengendalikan perdarahan, dan memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga.
2. Diagnosa Keperawatan: Defisit Volume Cairan
- SDKI: Defisit Volume Cairan adalah keadaan individu yang mengalami kehilangan cairan dari tubuh melebihi intake.
- SLKI: Setelah intervensi keperawatan, pasien dapat mempertahankan status cairan yang adekuat, tanda-tanda vital stabil, dan tidak terjadi dehidrasi.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain memantau intake dan output cairan, mempertahankan keseimbangan cairan, mengganti cairan yang hilang, dan memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga.
3. Diagnosa Keperawatan: Anemia
- SDKI: Anemia adalah keadaan individu dengan kadar hemoglobin di bawah normal.
- SLKI: Setelah intervensi keperawatan, pasien dapat meningkatkan kadar hemoglobin, menurunkan gejala anemia, dan meningkatkan toleransi aktivitas.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain memantau kadar hemoglobin, mengelola terapi anemia, memfasilitasi istirahat yang adekuat, dan memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mempertimbangkan kondisi pasien secara holistik, memantau tanda-tanda vital, dan melakukan intervensi keperawatan yang sesuai dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia. -
Article No. 15487 | 14 Apr 2025
Klinis : Pasien mengeluh semalam tidak bisa tidur dan mengalami demam, keesokan harinya suhu tubuh menurun dan badan terasa lemas serta pegal pegal
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien tersebut adalah:
1. Gangguan Pola Tidur (Insomnia)
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan durasi dan kualitas tidur yang diinginkan.
- Karakteristik: Sulit memulai tidur, sering terbangun pada malam hari, dan tidak dapat kembali tidur.
2. Intoleransi Aktivitas
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin akibat keterbatasan fisik dan/atau psikologis.
- Karakteristik: Kelelahan, kelemahan, dan nyeri otot.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
- Merupakan standar diagnosis keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI.
- Terdiri dari definisi, karakteristik, faktor yang berhubungan, dan faktor yang memperberat.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
- Merupakan standar luaran/hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan.
- Terdiri dari indikator, kriteria hasil, dan skala pengukuran.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
- Merupakan standar intervensi keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI.
- Terdiri dari definisi, tujuan, aktivitas, dan rasional.
Dengan menggunakan kerangka SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang terstandar dan berkualitas sesuai dengan kondisi pasien. -
Article No. 15488 | 14 Apr 2025
Klinis : pasien datang dengan sakit ulu hati
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien dengan sakit ulu hati:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa lambung
Penjelasan singkat:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau dijelaskan dalam istilah seperti itu (International Association for the Study of Pain/IASP, 1994).
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Pasien akan melaporkan penurunan nyeri, dapat mengendalikan nyeri, dan mendemonstrasikan perilaku untuk mengurangi nyeri.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi yang dapat dilakukan antara lain manajemen nyeri, terapi relaksasi, dan evaluasi efektivitas intervensi.
Sebagai seorang perawat dengan tone akademis dan persona pakar, Anda dapat menjelaskan diagnosa keperawatan tersebut secara lebih rinci, membahas penyebab, tanda-tanda, dan rencana penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk membantu mengatasi masalah nyeri ulu hati pada pasien. Anda juga dapat menekankan pentingnya penggunaan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dalam praktik keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dan berpusat pada pasien. -
Article No. 15489 | 14 Apr 2025
Klinis : pasien datang dengan cemas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat dari SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi pasien yang datang dengan cemas.
Diagnosa Keperawatan:
1. Kecemasan
Penjelasan Singkat:
a. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Kecemasan adalah respon emosional dan psikologis individu terhadap sumber ancaman, bahaya, atau perubahan yang belum jelas.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Tujuan utama adalah menurunkan tingkat kecemasan pasien.
- Indikator hasil yang dapat diukur, seperti pasien dapat mengidentifikasi penyebab kecemasan, pasien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi, dan pasien dapat melaporkan penurunan tingkat kecemasan.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan, seperti terapi reminiscence, terapi musik, teknik relaksasi, konseling, dan pemberian informasi.
- Tujuan intervensi adalah membantu pasien mengatasi dan beradaptasi dengan kecemasan yang dialami.
Dalam konteks ini, pasien datang dengan kondisi cemas, maka perawat dapat menggunakan pendekatan akademis dan berperan sebagai pakar untuk memberikan intervensi yang sesuai. Perawat dapat menggali penyebab kecemasan, memberikan edukasi, dan mengajarkan teknik-teknik relaksasi untuk membantu pasien mengatasi kecemasan yang dialami.