Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13570 | 09 Mar 2025
Klinis : Seorang wanita Jepang berusia 32 tahun yang mengalami hipoglikemia berat (7 mg/dL) yang disertai dengan krisis tiroid. Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas, kelelahan umum, dan edema (pembengkakan) pada kaki. Sebelumnya, pasien tidak memiliki riwayat hipertiroidisme dan tidak ada riwayat penyakit tiroid dalam keluarga. Pada saat masuk rumah sakit, pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertiroidisme berat, dengan kadar FT3 >30 pg/mL, FT4 >6.0 ng/dL, dan TRAb 23.6 IU/L. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran difus kelenjar tiroid, tetapi tidak ditemukan exophthalmos (mata menonjol). Selain itu, pasien mengalami gagal jantung kongestif parah, yang diklasifikasikan sebagai kelas IV menurut New York Heart Association (NYHA). Pada malam pertama di rumah sakit, pasien tiba-tiba kehilangan kesadaran dan mengalami henti jantung. Tindakan resusitasi dilakukan, dan pasien berhasil diselamatkan. Pemeriksaan laboratorium setelah kejadian ini menunjukkan hipoglikemia berat (glukosa darah hanya 7 mg/dL), gagal jantung sisi kanan yang parah, serta disfungsi hati akibat kongesti hati. Kondisi pasien dikategorikan sebagai multiple organ failure akibat krisis tiroid, yang membutuhkan penanganan intensif di unit perawatan intensif (ICU). Penanganan yang diberikan meliputi infus glukosa intravena, hidrokortison, methimazole (obat anti-tiroid), dan diuretika. Selain itu, pasien menjalani Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mempertahankan sirkulasi darah dan mengurangi beban kerja jantung. Setelah kondisi pasien membaik dan hasil laboratorium kembali normal, ia akhirnya diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan selama 74 hari di rumah sakit. Studi kasus ini dikutip dari jurnal Severe Hypoglycemia Accompanied with Thyroid Crisis (Nakatani et al., 2019). 3.4 Pengkajian A. Identitas Klien Nama Pasien : - Usia : 32 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Tempat Perawatan : Dirawat di (ICU) rumah sakit di Jepang Diagnosis : Krisis tiroid (thyroid storm) dengan hipoglikemia berat dan gagal jantung kongestif B. Keluhan Utama Pasien datang dengan sesak napas, kelelahan berat, serta pembengkakan pada kaki. C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien awalnya mengalami kelelahan, sesak napas progresif, dan edema ekstremitas bawah yang semakin memburuk. Saat masuk rumah sakit, pasien mengalami krisis tiroid yang ditandai dengan hipertiroidisme berat, gagal jantung kongestif, serta hipoglikemia berat (glukosa darah 7 mg/dL). Pada malam pertama perawatan, pasien mengalami henti jantung mendadak, tetapi berhasil diselamatkan melalui resusitasi. D. Riwayat konsumsi obat: Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan hipertiroidisme sebelumnya karena tidak pernah didiagnosis hipertiroidisme sebelum masuk rumah sakit. E. Pemeriksaan Fisik • Kesadaran: Tidak stabil, mengalami kehilangan kesadaran pada malam pertama perawatan • Tekanan darah: Tidak disebutkan secara spesifik, tetapi mengalami gangguan sirkulasi. Tidak stabil, kemungkinan rendah (hipotensi) akibat gagal jantung dan hipoglikemia • Denyut Nadi (HR): >140 bpm (takikardia berat), khas pada krisis tiroid • Laju Napas (RR): ≥24 kali/menit (takipnea), sesuai dengan keluhan sesak napas • Suhu Tubuh: ≥39°C (demam tinggi), gejala khas krisis tiroid • Glukosa Darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat), menyebabkan gangguan kesadaran • Pembesaran kelenjar tiroid: Ditemukan pembesaran difus pada leher, tetapi tanpa exophthalmos (mata menonjol) • Edema: Pembengkakan pada kaki akibat gagal jantung kongestif F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium: • FT3 >30 pg/mL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • FT4 >6.0 ng/dL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • TRAb 23.6 IU/L (positif, menunjukkan penyakit Graves) • Glukosa darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat) • Disfungsi hati akibat kongesti dari gagal jantung Elektrokardiogram (EKG): Menunjukkan tanda-tanda takikardia dan gangguan sirkulasi akibat gagal jantung Ekokardiografi: Menunjukkan gagal jantung sisi kanan yang berat G. Penatalaksanaan 1. Stabilisasi hipoglikemia • Pemberian infus glukosa intravena untuk meningkatkan kadar gula darah • Pemantauan kadar glukosa darah secara ketat 2. Manajemen krisis tiroid • Obat anti-tiroid (Methimazole) untuk menekan produksi hormon tiroid • Beta-blocker (Propranolol) untuk mengontrol takikardia • Kortikosteroid (Hidrokortison) untuk mengurangi peradangan dan mencegah insufisiensi adrenal • Pemberian yodium untuk menghambat pelepasan hormon tiroid lebih lanjut 3. Penanganan gagal jantung • Diuretik untuk mengurangi retensi cairan akibat gagal jantung • Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mendukung fungsi ginjal dan sirkulasi darah 4. Dukungan Perawatan Intensif (ICU) • Resusitasi cairan untuk menjaga tekanan darah dan keseimbangan elektrolit • Ventilasi dan dukungan pernapasan untuk memastikan oksigenasi yang cukup • Pengawasan ketat terhadap fungsi organ vital
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan SDKI yang sesuai, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), serta intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) berdasarkan kasus yang diberikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital berhubungan dengan krisis tiroid, hipoglikemia berat, dan gagal jantung kongestif.
2. Risiko Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan gagal jantung kongestif dan disfungsi hati akibat kongesti.
3. Risiko Ketidakseimbangan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan hipoglikemia berat.
4. Risiko Penurunan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan gagal jantung kongestif dan hipotensi.
5. Risiko Penurunan Kesadaran berhubungan dengan hipoglikemia berat dan gangguan fungsi jantung.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Stabilitas Tanda-Tanda Vital
- Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal
- Tidak terjadi fluktuasi yang ekstrem pada tanda-tanda vital
2. Peningkatan Curah Jantung
- Fungsi jantung membaik, dengan EF (ejection fraction) lebih dari 50%
- Tidak terjadi retensi cairan dan tanda-tanda gagal jantung kongestif teratasi
3. Stabilitas Kadar Glukosa Darah
- Kadar glukosa darah dalam rentang normal (70-99 mg/dL)
- Tidak terjadi episode hipoglikemia berat
4. Peningkatan Perfusi Jaringan
- Tidak ada tanda-tanda hipoperfusi jaringan (akral dingin, sianosis, dll.)
- Terjadi perbaikan edema pada ekstremitas
5. Peningkatan Tingkat Kesadaran
- Pasien mempertahankan kesadaran yang baik, tidak terjadi penurunan kesadaran lagi
- Pasien dapat merespons dengan baik terhadap stimulasi
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital:
- Pantau tanda-tanda vital secara ketat (setiap 1-2 jam)
- Berikan oksigen suplementasi untuk mempertahankan saturasi oksigen yang adekuat
- Lakukan tindakan penanganan awal jika terjadi perubahan tanda-tanda vital yang signifikan
- Berikan obat-obatan sesuai instruksi medis (antityroid, beta-blocker, kortikosteroid, dll.)
2. Risiko Penurunan Curah Jantung:
- Pantau tanda-tanda gagal jantung kongestif (edema, distensi vena jugularis, dll.)
- Berikan diuretik sesuai instruksi medis untuk mengurangi retensi cairan
- Kolaborasi dengan tim medis untuk mempertahankan keseimbangan cairan yang adekuat
- Lakukan pemantauan fungsi jantung (EKG, ekokardiografi) secara berkala
- Berikan terapi suportif, seperti terapi ventilasi dan terapi cairan sesuai kebutuhan
3. Risiko Ketidakseimbangan Kadar Glukosa Darah:
- Pantau kadar glukosa darah secara ketat (setiap 1-2 jam)
- Berikan terapi insulin intravena atau infus glukosa sesuai instruksi medis untuk mengatasi hipoglikemia
- Pastikan asupan nutrisi yang adekuat untuk mempertahankan kadar glukosa darah
- Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai manajemen hipoglikemia
4. Risiko Penurunan Perfusi Jaringan Perifer:
- Pantau tanda-tanda hipoperfusi jaringan (akral dingin, sianosis, dll.)
- Kolaborasi dengan tim medis untuk menjaga tekanan darah dan sirkulasi yang adekuat
- Lakukan mobilisasi pasien secara bertahap untuk meningkatkan perfusi jaringan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk mengoptimalkan asupan nutrisi pasien
5. Risiko Penurunan Kesadaran:
- Pantau tingkat kesadaran pasien secara ketat menggunakan skala penilaian yang sesuai
- Berikan stimulasi kognitif dan komunikasi terapeutik untuk mempertahankan tingkat kesadaran
- Kolaborasi dengan tim medis untuk mengatasi penyebab penurunan kesadaran (hipoglikemia, gangguan fungsi jantung)
- Sediakan lingkungan yang aman untuk mencegah cedera akibat penurunan kesadaran
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus bekerja secara kolaboratif dengan tim medis lainnya untuk memastikan penanganan yang komprehensif dan optimal bagi pasien. Pemantauan yang ketat, pemberian intervensi yang sesuai, serta kolaborasi yang efektif dengan profesi lain merupakan kunci untuk mencapai luaran yang diharapkan dan memulihkan kondisi pasien. -
Article No. 13571 | 09 Mar 2025
Klinis : Seorang wanita Jepang berusia 32 tahun yang mengalami hipoglikemia berat (7 mg/dL) yang disertai dengan krisis tiroid. Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas, kelelahan umum, dan edema (pembengkakan) pada kaki. Sebelumnya, pasien tidak memiliki riwayat hipertiroidisme dan tidak ada riwayat penyakit tiroid dalam keluarga. Pada saat masuk rumah sakit, pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertiroidisme berat, dengan kadar FT3 >30 pg/mL, FT4 >6.0 ng/dL, dan TRAb 23.6 IU/L. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran difus kelenjar tiroid, tetapi tidak ditemukan exophthalmos (mata menonjol). Selain itu, pasien mengalami gagal jantung kongestif parah, yang diklasifikasikan sebagai kelas IV menurut New York Heart Association (NYHA). Pada malam pertama di rumah sakit, pasien tiba-tiba kehilangan kesadaran dan mengalami henti jantung. Tindakan resusitasi dilakukan, dan pasien berhasil diselamatkan. Pemeriksaan laboratorium setelah kejadian ini menunjukkan hipoglikemia berat (glukosa darah hanya 7 mg/dL), gagal jantung sisi kanan yang parah, serta disfungsi hati akibat kongesti hati. Kondisi pasien dikategorikan sebagai multiple organ failure akibat krisis tiroid, yang membutuhkan penanganan intensif di unit perawatan intensif (ICU). Penanganan yang diberikan meliputi infus glukosa intravena, hidrokortison, methimazole (obat anti-tiroid), dan diuretika. Selain itu, pasien menjalani Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mempertahankan sirkulasi darah dan mengurangi beban kerja jantung. Setelah kondisi pasien membaik dan hasil laboratorium kembali normal, ia akhirnya diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan selama 74 hari di rumah sakit. Studi kasus ini dikutip dari jurnal Severe Hypoglycemia Accompanied with Thyroid Crisis (Nakatani et al., 2019). 3.4 Pengkajian A. Identitas Klien Nama Pasien : - Usia : 32 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Tempat Perawatan : Dirawat di (ICU) rumah sakit di Jepang Diagnosis : Krisis tiroid (thyroid storm) dengan hipoglikemia berat dan gagal jantung kongestif B. Keluhan Utama Pasien datang dengan sesak napas, kelelahan berat, serta pembengkakan pada kaki. C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien awalnya mengalami kelelahan, sesak napas progresif, dan edema ekstremitas bawah yang semakin memburuk. Saat masuk rumah sakit, pasien mengalami krisis tiroid yang ditandai dengan hipertiroidisme berat, gagal jantung kongestif, serta hipoglikemia berat (glukosa darah 7 mg/dL). Pada malam pertama perawatan, pasien mengalami henti jantung mendadak, tetapi berhasil diselamatkan melalui resusitasi. D. Riwayat konsumsi obat: Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan hipertiroidisme sebelumnya karena tidak pernah didiagnosis hipertiroidisme sebelum masuk rumah sakit. E. Pemeriksaan Fisik • Kesadaran: Tidak stabil, mengalami kehilangan kesadaran pada malam pertama perawatan • Tekanan darah: Tidak disebutkan secara spesifik, tetapi mengalami gangguan sirkulasi. Tidak stabil, kemungkinan rendah (hipotensi) akibat gagal jantung dan hipoglikemia • Denyut Nadi (HR): >140 bpm (takikardia berat), khas pada krisis tiroid • Laju Napas (RR): ≥24 kali/menit (takipnea), sesuai dengan keluhan sesak napas • Suhu Tubuh: ≥39°C (demam tinggi), gejala khas krisis tiroid • Glukosa Darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat), menyebabkan gangguan kesadaran • Pembesaran kelenjar tiroid: Ditemukan pembesaran difus pada leher, tetapi tanpa exophthalmos (mata menonjol) • Edema: Pembengkakan pada kaki akibat gagal jantung kongestif F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium: • FT3 >30 pg/mL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • FT4 >6.0 ng/dL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • TRAb 23.6 IU/L (positif, menunjukkan penyakit Graves) • Glukosa darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat) • Disfungsi hati akibat kongesti dari gagal jantung Elektrokardiogram (EKG): Menunjukkan tanda-tanda takikardia dan gangguan sirkulasi akibat gagal jantung Ekokardiografi: Menunjukkan gagal jantung sisi kanan yang berat G. Penatalaksanaan 1. Stabilisasi hipoglikemia • Pemberian infus glukosa intravena untuk meningkatkan kadar gula darah • Pemantauan kadar glukosa darah secara ketat 2. Manajemen krisis tiroid • Obat anti-tiroid (Methimazole) untuk menekan produksi hormon tiroid • Beta-blocker (Propranolol) untuk mengontrol takikardia • Kortikosteroid (Hidrokortison) untuk mengurangi peradangan dan mencegah insufisiensi adrenal • Pemberian yodium untuk menghambat pelepasan hormon tiroid lebih lanjut 3. Penanganan gagal jantung • Diuretik untuk mengurangi retensi cairan akibat gagal jantung • Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mendukung fungsi ginjal dan sirkulasi darah 4. Dukungan Perawatan Intensif (ICU) • Resusitasi cairan untuk menjaga tekanan darah dan keseimbangan elektrolit • Ventilasi dan dukungan pernapasan untuk memastikan oksigenasi yang cukup • Pengawasan ketat terhadap fungsi organ vital
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), serta intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) yang sesuai untuk kondisi pasien ini.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital
- Definisi: Adanya perubahan tanda-tanda vital di luar rentang normal yang dapat mengancam kesehatan.
- Faktor yang Berhubungan: Krisis tiroid, gagal jantung kongestif, hipoglikemia berat.
2. Perfusi Jaringan Terganggu
- Definisi: Penurunan sirkulasi darah ke jaringan yang dapat mengancam kesehatan.
- Faktor yang Berhubungan: Gagal jantung kongestif, hipoglikemia berat.
3. Risiko Ketidakstabilan Metabolik
- Definisi: Kerentanan mengalami gangguan keseimbangan metabolik.
- Faktor Risiko: Krisis tiroid, hipoglikemia berat.
4. Risiko Gangguan Keseimbangan Cairan
- Definisi: Kerentanan mengalami kelebihan atau kekurangan cairan.
- Faktor Risiko: Gagal jantung kongestif, krisis tiroid.
Luaran/Output yang Diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Stabilitas Tanda-Tanda Vital
- Kriteria Hasil: Tanda-tanda vital pasien stabil sesuai dengan rentang normal.
2. Perfusi Jaringan Adekuat
- Kriteria Hasil: Pasien menunjukkan tanda-tanda perfusi jaringan yang adekuat, seperti membran mukosa yang lembab, ekstremitas hangat, dan urine output yang memadai.
3. Keseimbangan Metabolik
- Kriteria Hasil: Pasien menunjukkan kadar glukosa darah, hormon tiroid, dan fungsi organ yang stabil dalam rentang normal.
4. Keseimbangan Cairan
- Kriteria Hasil: Pasien menunjukkan intake dan output cairan yang seimbang, tidak terdapat tanda-tanda kelebihan atau kekurangan cairan.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Pemantauan Tanda-Tanda Vital
- Pemantauan tanda-tanda vital secara berkala (tekanan darah, denyut nadi, laju napas, suhu tubuh).
- Identifikasi perubahan tanda-tanda vital yang dapat mengancam kesehatan.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk manajemen tanda-tanda vital yang tidak stabil.
2. Manajemen Perfusi Jaringan
- Pemantauan tanda-tanda perfusi jaringan (warna kulit, suhu, turgor, refill kapiler).
- Pemberian dukungan oksigen dan ventilasi yang adekuat.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk manajemen gagal jantung kongestif dan hipoglikemia.
3. Manajemen Metabolisme
- Pemantauan kadar glukosa darah secara berkala.
- Pemberian infus glukosa intravena untuk mengatasi hipoglikemia.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk manajemen krisis tiroid (pemberian obat anti-tiroid, kortikosteroid, yodium).
4. Manajemen Keseimbangan Cairan
- Pemantauan intake dan output cairan secara ketat.
- Pemberian diuretik untuk mengatasi retensi cairan akibat gagal jantung kongestif.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk manajemen cairan, elektrolit, dan fungsi ginjal.
Dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, perawat harus mempertimbangkan berbagai faktor yang saling terkait, seperti krisis tiroid, hipoglikemia berat, dan gagal jantung kongestif. Pemantauan yang ketat, intervensi yang tepat, serta kolaborasi yang erat dengan tim medis sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas kondisi pasien dan memulihkan keseimbangan metabolik serta perfusi jaringan yang adekuat. -
Article No. 13572 | 09 Mar 2025
Klinis : Seorang wanita Jepang berusia 32 tahun yang mengalami hipoglikemia berat (7 mg/dL) yang disertai dengan krisis tiroid. Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas, kelelahan umum, dan edema (pembengkakan) pada kaki. Sebelumnya, pasien tidak memiliki riwayat hipertiroidisme dan tidak ada riwayat penyakit tiroid dalam keluarga. Pada saat masuk rumah sakit, pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertiroidisme berat, dengan kadar FT3 >30 pg/mL, FT4 >6.0 ng/dL, dan TRAb 23.6 IU/L. Pemeriksaan fisik menunjukkan pembesaran difus kelenjar tiroid, tetapi tidak ditemukan exophthalmos (mata menonjol). Selain itu, pasien mengalami gagal jantung kongestif parah, yang diklasifikasikan sebagai kelas IV menurut New York Heart Association (NYHA). Pada malam pertama di rumah sakit, pasien tiba-tiba kehilangan kesadaran dan mengalami henti jantung. Tindakan resusitasi dilakukan, dan pasien berhasil diselamatkan. Pemeriksaan laboratorium setelah kejadian ini menunjukkan hipoglikemia berat (glukosa darah hanya 7 mg/dL), gagal jantung sisi kanan yang parah, serta disfungsi hati akibat kongesti hati. Kondisi pasien dikategorikan sebagai multiple organ failure akibat krisis tiroid, yang membutuhkan penanganan intensif di unit perawatan intensif (ICU). Penanganan yang diberikan meliputi infus glukosa intravena, hidrokortison, methimazole (obat anti-tiroid), dan diuretika. Selain itu, pasien menjalani Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mempertahankan sirkulasi darah dan mengurangi beban kerja jantung. Setelah kondisi pasien membaik dan hasil laboratorium kembali normal, ia akhirnya diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan selama 74 hari di rumah sakit. Studi kasus ini dikutip dari jurnal Severe Hypoglycemia Accompanied with Thyroid Crisis (Nakatani et al., 2019). 3.4 Pengkajian A. Identitas Klien Nama Pasien : - Usia : 32 tahun Jenis Kelamin : Perempuan Tempat Perawatan : Dirawat di (ICU) rumah sakit di Jepang Diagnosis : Krisis tiroid (thyroid storm) dengan hipoglikemia berat dan gagal jantung kongestif B. Keluhan Utama Pasien datang dengan sesak napas, kelelahan berat, serta pembengkakan pada kaki. C. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien awalnya mengalami kelelahan, sesak napas progresif, dan edema ekstremitas bawah yang semakin memburuk. Saat masuk rumah sakit, pasien mengalami krisis tiroid yang ditandai dengan hipertiroidisme berat, gagal jantung kongestif, serta hipoglikemia berat (glukosa darah 7 mg/dL). Pada malam pertama perawatan, pasien mengalami henti jantung mendadak, tetapi berhasil diselamatkan melalui resusitasi. D. Riwayat konsumsi obat: Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan hipertiroidisme sebelumnya karena tidak pernah didiagnosis hipertiroidisme sebelum masuk rumah sakit. E. Pemeriksaan Fisik • Kesadaran: Tidak stabil, mengalami kehilangan kesadaran pada malam pertama perawatan • Tekanan darah: Tidak disebutkan secara spesifik, tetapi mengalami gangguan sirkulasi. Tidak stabil, kemungkinan rendah (hipotensi) akibat gagal jantung dan hipoglikemia • Denyut Nadi (HR): >140 bpm (takikardia berat), khas pada krisis tiroid • Laju Napas (RR): ≥24 kali/menit (takipnea), sesuai dengan keluhan sesak napas • Suhu Tubuh: ≥39°C (demam tinggi), gejala khas krisis tiroid • Glukosa Darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat), menyebabkan gangguan kesadaran • Pembesaran kelenjar tiroid: Ditemukan pembesaran difus pada leher, tetapi tanpa exophthalmos (mata menonjol) • Edema: Pembengkakan pada kaki akibat gagal jantung kongestif F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium: • FT3 >30 pg/mL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • FT4 >6.0 ng/dL (menunjukkan hipertiroidisme berat) • TRAb 23.6 IU/L (positif, menunjukkan penyakit Graves) • Glukosa darah: 7 mg/dL (hipoglikemia berat) • Disfungsi hati akibat kongesti dari gagal jantung Elektrokardiogram (EKG): Menunjukkan tanda-tanda takikardia dan gangguan sirkulasi akibat gagal jantung Ekokardiografi: Menunjukkan gagal jantung sisi kanan yang berat G. Penatalaksanaan 1. Stabilisasi hipoglikemia • Pemberian infus glukosa intravena untuk meningkatkan kadar gula darah • Pemantauan kadar glukosa darah secara ketat 2. Manajemen krisis tiroid • Obat anti-tiroid (Methimazole) untuk menekan produksi hormon tiroid • Beta-blocker (Propranolol) untuk mengontrol takikardia • Kortikosteroid (Hidrokortison) untuk mengurangi peradangan dan mencegah insufisiensi adrenal • Pemberian yodium untuk menghambat pelepasan hormon tiroid lebih lanjut 3. Penanganan gagal jantung • Diuretik untuk mengurangi retensi cairan akibat gagal jantung • Continuous Hemodiafiltration (CHDF) selama 7 hari untuk mendukung fungsi ginjal dan sirkulasi darah 4. Dukungan Perawatan Intensif (ICU) • Resusitasi cairan untuk menjaga tekanan darah dan keseimbangan elektrolit • Ventilasi dan dukungan pernapasan untuk memastikan oksigenasi yang cukup • Pengawasan ketat terhadap fungsi organ vital
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang dijelaskan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme pada krisis tiroid
2. Gangguan regulasi suhu berhubungan dengan disfungsi kelenjar tiroid
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gagal jantung kongestif dan hipoglikemia
4. Gangguan pola napas berhubungan dengan edema paru dan gagal jantung
5. Resiko ketidakefektifan perfusi serebral berhubungan dengan hipoglikemia dan henti jantung
Penjelasan Singkat:
1. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme pada krisis tiroid
- Peningkatan suhu tubuh (≥39°C) sebagai akibat dari hipermetabolisme pada kondisi krisis tiroid.
- Perlu dilakukan pemantauan suhu tubuh secara ketat dan manajemen untuk menurunkan suhu.
2. Gangguan regulasi suhu berhubungan dengan disfungsi kelenjar tiroid
- Disfungsi kelenjar tiroid dapat menyebabkan gangguan dalam mengatur suhu tubuh, baik hipertermia maupun hipotermia.
- Dibutuhkan upaya untuk menstabilkan suhu tubuh pasien dengan pengaturan lingkungan dan pemberian obat-obatan.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gagal jantung kongestif dan hipoglikemia
- Penurunan kemampuan jantung untuk memompa darah (gagal jantung) serta kadar glukosa darah yang sangat rendah (hipoglikemia) dapat menyebabkan gangguan perfusi ke seluruh jaringan tubuh.
- Perlu dilakukan intervensi untuk memperbaiki fungsi jantung dan mempertahankan kadar glukosa darah yang normal.
4. Gangguan pola napas berhubungan dengan edema paru dan gagal jantung
- Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan edema paru, sehingga mengganggu pola pernapasan pasien (sesak napas).
- Intervensi keperawatan diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat, misalnya dengan bantuan oksigen dan ventilasi.
5. Resiko ketidakefektifan perfusi serebral berhubungan dengan hipoglikemia dan henti jantung
- Kadar glukosa darah yang sangat rendah (hipoglikemia) serta henti jantung yang pernah terjadi dapat berisiko menyebabkan gangguan aliran darah dan oksigenasi ke otak.
- Tindakan segera untuk mengatasi hipoglikemia dan menstabilkan sirkulasi sangat penting untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut. -
Article No. 13573 | 09 Mar 2025
Klinis : Meningeal Sign
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: G93.4
- Deskripsi: Sindrom meningeal (Meningeal sign)
Sindrom meningeal, juga dikenal sebagai tanda-tanda meningeal, mengacu pada kumpulan gejala yang mengindikasikan adanya inflamasi atau iritasi pada membran meninges (selaput pelindung otak dan sumsum tulang belakang). Tanda-tanda meningeal dapat mencakup kekakuan leher, fotofobia (kepekaan terhadap cahaya), dan Kernig's sign atau Brudzinski's sign, yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: Tidak ada kode spesifik ICD-9-CM untuk sindrom meningeal.
- Deskripsi: Sindrom meningeal umumnya tidak memerlukan prosedur medis spesifik, melainkan penanganan berdasarkan diagnosis penyebab utama, seperti infeksi sistem saraf pusat, cedera kepala, atau kondisi lainnya yang mendasari.
Dalam kasus sindrom meningeal, pemeriksaan fisik dan anamnesis yang cermat, serta pemeriksaan penunjang seperti analisis cairan serebrospinal, pencitraan otak, dan uji laboratorium, akan membantu mengidentifikasi penyebab mendasar dan mengarahkan pada penatalaksanaan yang tepat. -
Article No. 13574 | 09 Mar 2025
Klinis : tolong buatkan diagnosa terkait risiko penurunan curah jantung pada anak dengan VSD diameter defect 3-4 mm
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi anak dengan VSD diameter defect 3-4 mm dan risiko penurunan curah jantung adalah "Risiko Penurunan Curah Jantung". Diagnosa ini mengacu pada kondisi di mana pasien memiliki faktor risiko yang dapat menyebabkan penurunan kemampuan jantung untuk memompa darah secara efektif.
Pada kasus ini, adanya VSD (Ventricular Septal Defect) dengan diameter 3-4 mm dapat menyebabkan peningkatan aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga meningkatkan beban kerja jantung. Hal ini dapat berdampak pada penurunan curah jantung, yang selanjutnya dapat mengakibatkan berbagai komplikasi seperti gagal jantung, edema, dan hipoksia.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
Setelah diberikan Asuhan Keperawatan, diharapkan pasien dapat mencapai luaran/output sebagai berikut:
1. Stabilitas Hemodinamik Terjaga
- Pasien menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil, sesuai dengan usia dan kondisi.
- Pasien tidak mengalami penurunan curah jantung yang signifikan.
- Pasien tidak mengalami tanda-tanda gagal jantung, seperti edema, sesak napas, atau batuk.
2. Perfusi Jaringan Efektif
- Pasien menunjukkan warna kulit, turgor, dan kapiler refill yang normal.
- Pasien tidak mengalami tanda-tanda hipoksia, seperti sianosis atau kelelahan.
- Pasien menunjukkan aktivitas dan perkembangan yang sesuai dengan usia.
3. Pengetahuan Meningkat
- Pasien dan keluarga memahami penyakit jantung bawaan (VSD) dan pentingnya pemantauan serta perawatan yang tepat.
- Pasien dan keluarga dapat mengidentifikasi tanda-tanda komplikasi dan melaporkan kepada tenaga kesehatan.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, diperlukan intervensi keperawatan yang komprehensif, meliputi:
1. Pemantauan Hemodinamik
- Memantau tanda-tanda vital secara teratur, seperti tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu.
- Memantau intake dan output cairan, serta tanda-tanda kelebihan volume cairan (edema, distension vena leher).
- Memantau saturasi oksigen dan gejala hipoksia (sianosis, kelelahan).
2. Manajemen Perfusi Jaringan
- Mempertahankan posisi semi-Fowler untuk memfasilitasi ventilasi dan perfusi.
- Mengatur pemberian oksigen sesuai kebutuhan untuk mempertahankan saturasi oksigen yang adekuat.
- Memberikan perawatan kulit dan mukosa untuk mencegah kerusakan akibat hipoksia.
3. Edukasi dan Konseling
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit jantung bawaan (VSD), prognosis, dan perawatan yang diperlukan.
- Mengajarkan pasien dan keluarga cara mengenali tanda-tanda komplikasi dan melaporkannya kepada tenaga kesehatan.
- Mendorong pasien dan keluarga untuk aktif terlibat dalam perawatan dan pengambilan keputusan.
4. Kolaborasi Interdisipliner
- Berkolaborasi dengan tim medis (dokter, ahli gizi, terapis) untuk mengoptimalkan penanganan pasien.
- Merujuk pasien ke fasilitas kesehatan yang lebih komprehensif, jika diperlukan.
- Melakukan koordinasi dan komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan lainnya.
Dengan intervensi keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien, diharapkan pasien dapat mencapai luaran/output yang diharapkan, yaitu stabilitas hemodinamik, perfusi jaringan yang efektif, dan peningkatan pengetahuan pasien serta keluarga. Hal ini akan membantu mencegah komplikasi dan mendukung proses penyembuhan pasien. -
Article No. 13575 | 09 Mar 2025
Klinis : tolong buatkan diagnosa terkait risiko penurunan curah jantung pada anak dengan VSD diameter defect 3-4 mm berhubungan dengan apa
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan SDKI, Luaran/Output SLKI, dan Intervensi Keperawatan SIKI yang sesuai untuk kondisi yang Anda deskripsikan, yaitu risiko penurunan curah jantung pada anak dengan VSD (Ventricular Septal Defect) diameter defect 3-4 mm.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Risiko Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan peningkatan beban jantung sekunder akibat defek septum ventrikel diameter 3-4 mm.
Penjelasan:
Diagnosa ini menggambarkan kondisi pasien, yaitu adanya risiko penurunan curah jantung, yang berhubungan dengan peningkatan beban jantung akibat adanya defek pada septum ventrikel berukuran 3-4 mm. Defek pada septum ventrikel dapat menyebabkan beban jantung yang berlebihan, sehingga meningkatkan risiko penurunan curah jantung.
Luaran/Output SLKI:
1. Curah Jantung Meningkat
2. Tanda-Tanda Vital dalam Batas Normal
3. Toleransi Aktivitas Meningkat
Penjelasan:
1. Curah Jantung Meningkat: Diharapkan setelah mendapatkan asuhan keperawatan yang tepat, curah jantung pasien dapat meningkat dan mencapai batas normal.
2. Tanda-Tanda Vital dalam Batas Normal: Diharapkan tanda-tanda vital pasien, seperti denyut nadi, tekanan darah, dan laju napas, dapat berada dalam batas normal.
3. Toleransi Aktivitas Meningkat: Diharapkan setelah mendapatkan asuhan keperawatan, toleransi aktivitas pasien dapat meningkat, sehingga anak dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan lebih baik.
Intervensi Keperawatan SIKI:
1. Pemantauan Tanda-Tanda Vital
2. Manajemen Aktivitas
3. Manajemen Perfusi Jaringan
4. Edukasi Keluarga
Penjelasan:
1. Pemantauan Tanda-Tanda Vital: Melakukan pemantauan rutin terkait denyut nadi, tekanan darah, laju napas, dan suhu tubuh pasien untuk mendeteksi adanya perubahan yang dapat menggambarkan kondisi curah jantung.
2. Manajemen Aktivitas: Mengatur dan membatasi aktivitas pasien sesuai toleransinya, serta membantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari untuk mencegah kelelahan.
3. Manajemen Perfusi Jaringan: Melakukan intervensi untuk meningkatkan perfusi jaringan, misalnya dengan memberikan oksigen, mengatur posisi pasien, dan memantau intake/output cairan.
4. Edukasi Keluarga: Memberikan edukasi kepada keluarga terkait kondisi pasien, manajemen aktivitas, dan tanda-tanda yang perlu dilaporkan kepada petugas kesehatan.
Melalui penerapan diagnosa keperawatan, luaran/output, dan intervensi keperawatan yang tepat, diharapkan dapat membantu mengatasi risiko penurunan curah jantung pada anak dengan VSD diameter defek 3-4 mm dan meningkatkan kondisi kesehatan pasien. -
Article No. 13576 | 09 Mar 2025
Klinis : KASUS KOLELITHIASIS Pasien Ny R 48 tahun datang ke rumah sakit melalui IGD dengan keluhan utama nyeri hebat di perut bagian kanan atas sejak 6 jam lalu. Nyeri bersifat tajam, hilang timbul, menjalar ke punggung dan bahu kanan, serta memburuk setelah makan makanan berlemak. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, perut kembung, dan demam ringan sejak kemarin. Keluhan lain: Nafsu makan menurun, sering bersendawa, feses tampak berwarna pucat, urin berwarna gelap seperti teh, tidak ada riwayat BAB berdarah atau muntah darah. Pasien juga mengalami sulit tidur kerena nyeri yang dirasakan.Riwayat Penyakit Dahulu: Diabetes Mellitus tipe 2 sejak 5 tahun lalu. Riwayat Penyakit Keluarga: Ibu pasien memiliki riwayat kolelitiasis. Kesadaran Compos Mentis Tanda Vital TD: 130/80 mmHg, N: 90x/menit, RR: 22x/menit, Suhu: 37, 8°C Inspeksi Abdomen Distensi ringan, tidak ada benjolan Palpasi Abdomen Nyeri tekan kuadran kanan atas, tanda Murphy (+) Auskultasi Abdomen Peristaltik usus normal (5-10x/menit) Sklera Mata Icteric (+) Kulit Tidak ada spider angioma, tetapi tampak sedikit jaundice Pemeriksaan Hasil Laboratorium Darah Hemoglobin (Hb) 13,2 g/Dl Leukosit 14.000/mm³ Trombosit 260.000/mm³ Bilirubin Total 3,2 mg/dL Bilirubin Direct 2,5 mg/dL ALP 280 U/L Gamma-GT 150 U/L Amilase 80 U/L Lipase 60 U/L USG Abdomen Batu empedu berukuran 1,5 cm di kandung empedu, dinding kandung empedu menebal 4 mm, tidak ada dilatasi saluran empedu MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography) Tidak ditemukan batu di ductus choledochus, hanya batu di kandung empedu
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan menganalisis kasus yang diberikan, dapat disusun diagnosa keperawatan SDKI yang sesuai, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), serta intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Nyeri akut berhubungan dengan penyakit kandung empedu, ditandai dengan nyeri hebat di perut kanan atas, nyeri menjalar ke punggung dan bahu kanan, serta memburuk setelah makan makanan berlemak.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri hebat di perut kanan atas, ditandai dengan sulit tidur.
3. Gangguan rasa nyaman: mual berhubungan dengan penyakit kandung empedu, ditandai dengan mual dan muntah.
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan, ditandai dengan penurunan berat badan.
5. Risiko komplikasi: hiperbilirubinemia berhubungan dengan penyakit kandung empedu, ditandai dengan sklera ikterik dan warna urin gelap.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Nyeri terkontrol: Pasien melaporkan nyeri berkurang, skor nyeri menurun, dan mampu melakukan aktivitas tanpa hambatan nyeri.
2. Toleransi aktivitas meningkat: Pasien dapat beristirahat dengan cukup, mampu tidur dengan nyaman, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik.
3. Rasa nyaman: mual terkontrol: Pasien melaporkan tidak mual dan tidak muntah, serta dapat makan dengan baik.
4. Status nutrisi membaik: Pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan, berat badan stabil, dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
5. Risiko komplikasi: hiperbilirubinemia terkendali: Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda hiperbilirubinemia, seperti sklera tidak ikterik dan warna urin normal.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Nyeri:
a. Identifikasi karakteristik, durasi, dan faktor-faktor yang memengaruhi nyeri.
b. Ajarkan teknik manajemen nyeri non-farmakologis, seperti relaksasi dan distraksi.
c. Berikan analgesik sesuai indikasi medis untuk mengurangi nyeri.
d. Evaluasi efektivitas intervensi manajemen nyeri.
2. Peningkatan Istirahat:
a. Identifikasi pola tidur dan kebutuhan istirahat pasien.
b. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk tidur.
c. Ajarkan teknik relaksasi untuk memfasilitasi tidur.
d. Kolaborasi dengan tim medis untuk pengaturan obat-obatan yang dapat membantu tidur.
3. Manajemen Mual dan Muntah:
a. Identifikasi faktor penyebab mual dan muntah.
b. Berikan antiemetik sesuai indikasi medis.
c. Anjurkan diet rendah lemak dan mudah dicerna.
d. Hindari faktor-faktor pemicu mual dan muntah.
e. Evaluasi efektivitas intervensi manajemen mual dan muntah.
4. Manajemen Nutrisi:
a. Identifikasi pola makan dan kebutuhan nutrisi pasien.
b. Berikan diet yang sesuai dengan kondisi pasien, misalnya diet rendah lemak.
c. Pantau asupan nutrisi dan cairan.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk perencanaan diet yang tepat.
5. Pemantauan Tanda-Tanda Vital dan Status Laboratorium:
a. Monitor tanda-tanda vital secara rutin.
b. Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (bilirubin, enzim hati, dll.).
c. Lakukan pemeriksaan penunjang tambahan jika diperlukan.
d. Laporkan hasil pemantauan ke tim medis untuk tindak lanjut.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kolelithiasis, peran perawat adalah mengidentifikasi dan mengatasi masalah keperawatan yang muncul, serta bekerja sama dengan tim medis untuk mencapai hasil yang optimal bagi pasien. -
Article No. 13577 | 09 Mar 2025
Klinis : tolong buatkan diagnosa terkait risiko infeksi pada anak dengan VSD diameter defect 3-4 mm berhubungan dengan apa
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan rincian yang diminta dengan nada akademis dan sebagai seorang perawat yang pakar di bidang ini.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Risiko Infeksi berhubungan dengan defek jantung bawaan (VSD diameter 3-4 mm)
Penjelasan:
Pasien anak dengan Defek Septum Ventrikel (VSD) berdiameter 3-4 mm memiliki risiko tinggi untuk mengalami infeksi. VSD adalah kelainan jantung bawaan yang menyebabkan aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi pada sistem kardiovaskular. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko infeksi pada anak dengan VSD ini antara lain: penurunan fungsi imun, prosedur invasif (seperti kateterisasi jantung), serta paparan lingkungan yang tidak higienis.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi (suhu tubuh normal, tidak ada erythema, bengkak, nyeri, dll)
2. Tidak ada komplikasi akibat infeksi (sepsis, endokarditis, dll)
3. Pengetahuan keluarga yang baik tentang pencegahan infeksi
Penjelasan:
Setelah diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien tidak mengalami tanda-tanda infeksi seperti demam, kemerahan, pembengkakan, atau nyeri. Selain itu, juga diharapkan tidak terjadi komplikasi yang lebih berat akibat infeksi, seperti sepsis atau endokarditis. Luaran lainnya adalah meningkatnya pengetahuan keluarga tentang cara-cara pencegahan infeksi pada anak dengan VSD, agar dapat menjaga kesehatan pasien di rumah.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Identifikasi faktor risiko infeksi pada pasien
2. Pemantauan tanda-tanda vital dan tanda infeksi secara rutin
3. Edukasi kepada keluarga tentang cara mencegah infeksi
4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk pemberian antibiotik profilaksis, jika diperlukan
5. Menjaga lingkungan pasien tetap bersih dan higienis
6. Monitoring hasil pemeriksaan laboratorium terkait infeksi
7. Pemberian perawatan luka/akses invasif secara aseptik
Penjelasan:
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencegah risiko infeksi pada pasien anak dengan VSD meliputi identifikasi faktor risiko, pemantauan tanda-tanda vital dan infeksi, edukasi keluarga, kolaborasi dengan tim medis, menjaga kebersihan lingkungan, serta pemberian perawatan luka dan akses invasif secara aseptik. Hal-hal tersebut penting dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan, yaitu tidak adanya tanda-tanda infeksi, tidak terjadi komplikasi, serta meningkatnya pengetahuan keluarga dalam pencegahan infeksi. -
Article No. 13578 | 09 Mar 2025
Klinis : Pasien Ny R 48 tahun datang ke rumah sakit melalui IGD dengan keluhan keluhan utama nyeri hebat di perut kanan atas sejak 6 jam lalu. Nyeri bersifat tajam, hilang timbul, menjalar ke punggung dan bahu kanan, serta memburuk setelah makan makanan berlemak. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, perut kembung, dan demam ringan sejak kemarin. Keluhan lain: Nafsu makan menurun, sering bersendawa, feses tampak berwarna pucat, urin berwarna gelap seperti teh, tidak ada riwayat BAB berdarah atau muntah darah. Pasien juga mengalami sulit tidur kerena nyeri yang dirasakan.Riwayat Penyakit Dahulu: Diabetes Mellitus tipe 2 sejak 5 tahun lalu. Riwayat Penyakit Keluarga: Ibu pasien memiliki riwayat kolelitiasis. Kesadaran Tanda Vital Compos Mentis TD: 130/80 mmHg, N: 90 x/menit, RR: 22 x/menit, Suhu: 37,8°C Inspeksi Abdomen Distensi ringan, tidak ada benjolan Palpasi Abdomen Nyeri tekan di kuadran kanan atas, tanda Murphy (+) Auskultasi Abdomen Peristaltik usus normal (5-10x/menit) Sklera Mata Icteric (+) Kulit Laboratorium Darah Hemoglobin (Hb) Leukosit Trombosit Bilirubin Total Bilirubin Direct ALP Gamma-GT Amilase Lipase USG Abdomen Tidak ada spider angioma, tetapi tampak sedikit jaundice Pemeriksaan MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography) Hasil 13,2 g/Dl 14.000/mm³ 260.000/mm³ 3,2 mg/dL 2,5 mg/dL 280 U/L 150 U/L 80 U/L 60 U/L Batu empedu berukuran 1,5 cm di kandung empedu, dinding kandung empedu menebal 4 mm, tidak ada dilatasi saluran empedu Tidak ditemukan batu di ductus choledochus, hanya batu di kandung empedu
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis keperawatan yang sesuai untuk pasien Ny. R adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan batu empedu (kolelitasis) ditandai dengan nyeri hebat di perut kanan atas, menjalar ke punggung dan bahu kanan, serta memburuk setelah makan makanan berlemak.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri perut yang dirasakan pasien, ditandai dengan penurunan nafsu makan, sulit tidur, dan peningkatan tanda-tanda vital.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan adanya batu empedu yang dapat menyebabkan infeksi saluran empedu, ditandai dengan demam ringan, bilirubin total dan direct yang meningkat, serta peningkatan enzim hati (ALP dan Gamma-GT).
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan menetapkan diagnosis keperawatan.
- Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kasus ini adalah Nyeri akut, Intoleransi aktivitas, dan Risiko infeksi.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar yang digunakan untuk menetapkan luaran atau hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan.
- Untuk diagnosa Nyeri akut, luaran yang diharapkan adalah pengurangan nyeri dan peningkatan kemampuan pasien dalam mengelola nyeri.
- Untuk diagnosa Intoleransi aktivitas, luaran yang diharapkan adalah peningkatan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
- Untuk diagnosa Risiko infeksi, luaran yang diharapkan adalah tidak terjadi infeksi.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar yang digunakan untuk menetapkan tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
- Untuk diagnosa Nyeri akut, intervensi yang dapat dilakukan antara lain manajemen nyeri, terapi komplementer, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.
- Untuk diagnosa Intoleransi aktivitas, intervensi yang dapat dilakukan antara lain manajemen aktivitas, peningkatan energi, dan dukungan keluarga.
- Untuk diagnosa Risiko infeksi, intervensi yang dapat dilakukan antara lain pencegahan infeksi, manajemen nutrisi, dan pemantauan tanda-tanda vital. -
Article No. 13579 | 09 Mar 2025
Klinis : Muntah darah 3x, mual
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi Muntah darah 3x, mual.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Perdarahan Aktif
Penjelasan:
Risiko Perdarahan Aktif adalah diagnosa keperawatan yang menggambarkan adanya kondisi di mana individu berisiko mengalami perdarahan aktif yang dapat mengancam jiwa. Dalam kasus ini, pasien mengalami muntah darah sebanyak 3 kali, yang menunjukkan adanya perdarahan aktif dalam saluran pencernaan.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami perdarahan yang dapat mengancam jiwa.
Karakteristik Definisi:
1. Adanya riwayat perdarahan
2. Adanya tanda-tanda perdarahan aktif
3. Faktor risiko perdarahan
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Kontrol Perdarahan
2. Pemulihan Hemodinamik
3. Pemulihan Homeostasis
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Pemantauan Tanda Vital
2. Manajemen Perdarahan
3. Terapi Cairan dan Elektrolit
4. Manajemen Nyeri
Dalam menangani kasus ini, perawat harus melakukan pemantauan yang ketat terhadap tanda-tanda vital pasien, memberikan intervensi untuk menghentikan perdarahan, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, serta mengelola rasa nyeri yang mungkin dialami pasien.