Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 14206 | 16 Mar 2025
Klinis : Seorang anak perempuan berusia 11 tahun datang ke unit gawat darurat dengan keluhan utama demam yang tidak kunjung sembuh selama tiga minggu terakhir. Selain itu, ia mengalami artralgia migratori yang dominan pada artikulasi pergelangan tangan dan lutut, serta eritema malar yang memburuk akibat fotosensitivitas. Orang tua pasien melaporkan bahwa anaknya sering mengeluh lemas, mengalami rambut rontok, dan nafsu makannya menurun. Sebelum keluhan ini muncul, pasien memiliki riwayat sering mengalami sakit tenggorokan berulang. Saat diperiksa, ditemukan ruam malar, efusi pada kedua sendi lutut, serta petekie yang tidak menghilang dengan tekanan. Anak juga mengeluhkan nyeri dada ringan saat menarik napas dalam dan mengalami sariawan berulang. Hasil laboratorium awal menunjukkan: Hb: 9,5 g/dL (rendah), Leukosit: 3.200/mm³ (rendah, Trombosit: 110.000/mm³ (rendah), LED: meningkat, Proteinuria: (+2), Tes ANA: (+). Riwayat keluarga pasien tidak menunjukkan adanya lupus, tetapi ada anggota keluarga dengan riwayat rematik. ds dan do dari diagnosa nyeri akut dari kasus tersebut
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan informasi yang diberikan, kondisi pasien tersebut dapat didiagnosis sebagai Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau Lupus Sistemik. Berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Akut
Data Subjektif (DS):
- Pasien mengeluhkan nyeri pada sendi pergelangan tangan dan lutut yang bersifat bermigrasi.
- Pasien mengeluhkan nyeri dada ringan saat menarik napas dalam.
Data Objektif (DO):
- Ditemukan efusi pada kedua sendi lutut.
- Ditemukan petekie yang tidak menghilang dengan tekanan.
Penjelasan Singkat:
Nyeri akut pada pasien dengan SLE dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti inflamasi sendi, efusi sendi, dan peradangan pada pleura yang menyebabkan nyeri dada. Pasien dengan SLE sering mengalami artralgia migratori yang dominan pada artikulasi pergelangan tangan dan lutut, sehingga perlu adanya pengkajian dan intervensi yang tepat untuk mengelola nyeri.
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan.
- Karakteristik mayor: Pasien melaporkan nyeri, Pasien menunjukkan perubahan ekspresi wajah.
- Karakteristik minor: Pasien menunjukkan perilaku protektif, Pasien menunjukkan ketegangan otot.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Pasien dapat melaporkan nyeri terkontrol, Pasien dapat menunjukkan perilaku untuk mengatasi nyeri.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi yang dapat dilakukan: Manajemen nyeri, Terapi relaksasi, Pemberian analgesik, Terapi modalitas.
Dengan memahami diagnosa keperawatan, data subjektif dan objektif, serta standar SDKI-SLKI-SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan pasien dengan SLE. -
Article No. 14207 | 16 Mar 2025
Klinis : Seorang pria berusia 35 tahun, sebut saja Tn. A, dibawa ke unit gawat darurat setelah disengat lebah saat berkebun di halaman rumahnya. Sekitar 10 menit setelah sengatan, Tn. A mengalami gatal-gatal di seluruh tubuh, pembengkakan pada wajah dan bibir, serta kesulitan bernapas. Pengkajian Identitas Pasien Nama: Tn. A Usia: 35 tahun Jenis Kelamin: Laki-laki Pekerjaan: Petani Keluhan Utama Pasien mengeluhkan gatal-gatal di seluruh tubuh, pembengkakan pada wajah dan bibir, serta kesulitan bernapas setelah disengat lebah sekitar 10 menit sebelum tiba di rumah sakit. Riwayat Kesehatan Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien disengat lebah saat berkebun, segera mengalami gatal-gatal, pembengkakan, dan sesak napas. Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak ada riwayat alergi atau reaksi serupa sebelumnya. Pemeriksaan Fisik Airway (Jalan Napas): Terdapat pembengkakan pada bibir dan lidah, suara napas mengi, indikasi obstruksi jalan napas. Breathing (Pernapasan): Frekuensi napas 28 kali per menit, penggunaan otot bantu napas, suara napas mengi. Circulation (Sirkulasi): Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 110 kali per menit, lemah dan cepat, pengisian kapiler >3 detik. Disability (Tingkat Kesadaran): GCS 14 (E4V4M6), pasien tampak gelisah. Exposure (Pemeriksaan Luka & Gejala Lokal): Terdapat urtikaria (ruam kemerahan) di seluruh tubuh, area sengatan di lengan kanan tampak bengkak dan kemerahan. Tanda - Tanda Vital Tekanan Darah: 90/60 mmHg Nadi: 110 kali/menit Frekuensi Napas: 28 kali/menit
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan SDKI yang sesuai, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), serta intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) untuk kasus Tn. A.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Perburukan Pernapasan Berhubungan Dengan Obstruksi Jalan Napas
- Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami penurunan kemampuan untuk mempertahankan pertukaran gas yang adekuat.
- Faktor Risiko: Obstruksi jalan napas akibat pembengkakan pada bibir dan lidah.
2. Kecemasan Berhubungan Dengan Ancaman Terhadap Integritas Fisik
- Definisi: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh persepsi ancaman, baik yang diketahui maupun tidak diketahui.
- Faktor Berhubungan: Ancaman terhadap keselamatan diri akibat reaksi alergi.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Risiko Perburukan Pernapasan Berhubungan Dengan Obstruksi Jalan Napas
- Luaran: Pertukaran Gas
- Kriteria Hasil:
1) Frekuensi napas dalam rentang normal
2) Irama napas teratur
3) Tidak ada tanda-tanda sianosis
4) Tidak ada retraksi otot bantu napas
2. Kecemasan Berhubungan Dengan Ancaman Terhadap Integritas Fisik
- Luaran: Tingkat Kecemasan
- Kriteria Hasil:
1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab kecemasan
2) Pasien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi
3) Pasien melaporkan berkurangnya gejala kecemasan
4) Pasien tampak tenang
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko Perburukan Pernapasan Berhubungan Dengan Obstruksi Jalan Napas
- Intervensi:
1) Pantau jalan napas dan pernapasan secara berkala
2) Berikan oksigen sesuai kebutuhan
3) Berikan bronkodilator dan antihistamin sesuai instruksi dokter
4) Persiapkan alat untuk tindakan intubasi atau pembukaan jalan napas darurat
2. Kecemasan Berhubungan Dengan Ancaman Terhadap Integritas Fisik
- Intervensi:
1) Bina hubungan saling percaya dengan pasien
2) Identifikasi penyebab dan faktor yang mempengaruhi kecemasan
3) Ajarkan teknik relaksasi, seperti napas dalam, visualisasi, atau distraksi
4) Berikan dukungan emosional dan informasi yang dibutuhkan
5) Libatkan keluarga dalam memberikan dukungan
Penjelasan:
Diagnosa keperawatan SDKI yang sesuai dengan kasus Tn. A adalah Risiko Perburukan Pernapasan Berhubungan Dengan Obstruksi Jalan Napas dan Kecemasan Berhubungan Dengan Ancaman Terhadap Integritas Fisik. Hal ini didasarkan pada gejala yang dialami Tn. A, yaitu pembengkakan pada bibir dan lidah yang menyebabkan obstruksi jalan napas, serta kecemasan akibat ancaman terhadap keselamatan dirinya.
Luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI) mencakup pemulihan fungsi pernapasan dan penurunan tingkat kecemasan. Kriteria hasil untuk masing-masing luaran telah dijelaskan secara rinci.
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) meliputi pemantauan jalan napas dan pernapasan, pemberian oksigen dan obat-obatan sesuai instruksi, serta manajemen kecemasan melalui bina hubungan, identifikasi penyebab, latihan relaksasi, dan dukungan emosional. Intervensi-intervensi ini dirancang untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Tn. A secara komprehensif. -
Article No. 14208 | 16 Mar 2025
Klinis : Seorang perempuan berusia 60 tahun dirawat di ruang penyakit dalam sejak 6 bulan yang lalu. akibat DM tipe 2, hyperglycaemia dan mengalami kebas pada kaki kiri. Hasil pengkajian: pasien mengeluh lelah, sering haus, banyak BAK, dan lapar terus. TTV: 120/80. RR:18x/menit, HR: 80X/menit. Pasien memiliki riwayat obesitas. Pemeriksaan laboratorium terakhir GDS = 280 mg/dL. HbA1C= 8,2%. Pasien baru pertama mendapat injeksi insulin short acting 4u-4u-4u. 1. Sebutkan diagnosa keperawatan utama pada kasus 2. Lakukan injeksi insulin pada pasien tersebut 3. Lakukan pengkajian kaki 4. Lakukan evaluasi setelah dilakukan penyuntikan 5. Lakukan edukasi pada pasien tersebut
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: 1. Diagnosa Keperawatan Utama:
Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Diabetes Melitus tipe 2 dan Hiperglikemia.
Penjelasan:
Berdasarkan kasus yang diberikan, pasien mengalami gejala-gejala khas Diabetes Melitus tipe 2, seperti sering haus, banyak BAK, dan lapar terus. Pemeriksaan laboratorium juga menunjukkan kadar gula darah yang tinggi (GDS = 280 mg/dL) dan HbA1C yang belum terkontrol dengan baik (8,2%). Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara asupan nutrisi dan kebutuhan tubuh, sehingga diagnosa keperawatan yang paling tepat adalah Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh.
2. Injeksi Insulin:
Pasien baru pertama mendapat injeksi insulin short acting 4u-4u-4u. Oleh karena itu, perawat dapat melanjutkan pemberian injeksi insulin short acting sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan oleh dokter.
3. Pengkajian Kaki:
Perawat perlu melakukan pengkajian lengkap pada kaki pasien, terutama terkait adanya kebas/mati rasa pada kaki kiri. Pengkajian dapat meliputi inspeksi visual, pemeriksaan sensasi, pemeriksaan refleks, serta pemeriksaan sirkulasi darah.
4. Evaluasi Setelah Penyuntikan:
Setelah pemberian injeksi insulin, perawat perlu melakukan evaluasi terhadap tanda-tanda vital pasien, kadar gula darah, serta gejala-gejala hipoglikemia atau hiperglikemia. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pemberian insulin telah tepat dan efektif dalam menurunkan kadar gula darah.
5. Edukasi Pasien:
Tone = Akademis, Persona = Pakar, Nurse
"Selamat siang, Ibu. Saya adalah perawat yang akan memberikan edukasi terkait kondisi Diabetes Melitus Ibu. Sebagai seorang profesional di bidang kesehatan, saya akan menjelaskan hal-hal penting yang perlu Ibu ketahui.
Ibu mengalami Diabetes Melitus tipe 2, yang ditandai dengan kadar gula darah yang tinggi. Hal ini dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti kebas atau mati rasa pada kaki, yang Ibu alami saat ini. Oleh karena itu, pengaturan pola makan, aktivitas fisik, dan penggunaan obat-obatan secara teratur menjadi sangat penting untuk mengontrol kadar gula darah.
Saya akan memberikan edukasi terkait perawatan kaki, termasuk pemeriksaan rutin, perawatan kulit, dan penggunaan alas kaki yang tepat. Selain itu, Ibu juga perlu memantau tanda-tanda hipoglikemia (gula darah rendah) dan hiperglikemia (gula darah tinggi), serta segera melaporkan jika terjadi keluhan.
Saya harap penjelasan ini dapat membantu Ibu dalam mengelola Diabetes Melitus Ibu dengan baik. Jika ada pertanyaan, silakan tanyakan kapan saja. Saya akan dengan senang hati membantu Ibu." -
Article No. 14209 | 16 Mar 2025
Klinis : Seorang laki-laki 51 tahun, datang kontrol kedua kali setelah didiagnosa Diabtes melitus tipe 2. Pasien didampingi istrinya, gula darah puasa pasien 200 mg/dL, gula darah 2 jam PP 310 mg/dL. Pasien mendapatkan terapi insulin short acting 10-10-10 unit. 1. Tegakkan diagnosa keperawatan pada kasus tersebut! 2. Lakukan penkes dan demonstrasi monitoring gula darah menggunakan glukometer setelah 2 jam setelah makan siang di poli!
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: 1. Diagnosa Keperawatan:
a. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
- Definisi: Asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
- Etiologi: Penurunan asupan makanan, perubahan metabolisme, kebutuhan nutrisi yang meningkat.
b. Manajemen Regimen Terapeutik Tidak Efektif
- Definisi: Pola tindakan dan aktivitas yang tidak cukup untuk memenuhi target terapeutik yang diharapkan.
- Etiologi: Kurangnya pengetahuan, keterampilan, atau motivasi untuk mengelola regimen terapeutik.
2. Penkes dan Demonstrasi Monitoring Gula Darah:
Selamat siang, Bapak. Saya akan memberikan penkes dan demonstrasi tentang monitoring gula darah menggunakan glukometer. Sebagai seorang perawat, saya memahami betapa pentingnya kontrol gula darah yang baik bagi pasien dengan Diabetes Melitus tipe 2.
Pertama-tama, saya akan menjelaskan tentang pentingnya pemantauan gula darah secara teratur. Pemantauan gula darah membantu Bapak dan tim kesehatan untuk memastikan bahwa pengobatan yang diberikan efektif dalam mengendalikan kadar gula darah. Idealnya, pemantauan dilakukan sebelum dan 2 jam setelah makan, serta sebelum tidur. Hal ini akan membantu Bapak dan tim kesehatan memahami pola fluktuasi gula darah Bapak.
Selanjutnya, saya akan mendemonstrasikan cara menggunakan glukometer untuk memeriksa kadar gula darah. Pertama, pastikan bahwa glukometer dan strip tes dalam kondisi baik dan steril. Cuci tangan Bapak dengan sabun dan air bersih. Kemudian, masukkan strip tes ke dalam glukometer dan ikuti instruksi pada layar. Tancapkan jarum lancet pada ujung jari Bapak dan ambil sedikit darah. Sentuhkan darah tersebut ke strip tes dan tunggu hingga hasilnya muncul di layar. Catat hasil pengukuran gula darah Bapak.
Setelah demonstrasi, saya harap Bapak dapat melakukan pemantauan gula darah secara mandiri di rumah. Jangan ragu untuk menghubungi saya atau tim kesehatan jika Bapak memiliki pertanyaan atau membutuhkan bantuan lebih lanjut. Pemantauan yang teratur akan sangat membantu mengendalikan kondisi Diabetes Melitus Bapak.
Apakah ada pertanyaan yang ingin Bapak sampaikan? -
Article No. 14210 | 16 Mar 2025
Klinis : Risiko perubahan suhu tubuh hipotermia b.d fluktuasi yang disebabkan oleh perubahan Iingkungan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Risiko perubahan suhu tubuh hipotermia berhubungan dengan fluktuasi yang disebabkan oleh perubahan lingkungan.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Risiko perubahan suhu tubuh hipotermia adalah kondisi di mana individu rentan mengalami penurunan suhu tubuh di bawah 35°C yang disebabkan oleh faktor internal atau eksternal.
- Faktor risiko: Fluktuasi suhu lingkungan, usia ekstrem, gangguan sirkulasi, dan malnutrisi.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Klien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.
- Indikator: Suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda hipotermia, dan tidak ada komplikasi terkait hipotermia.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan:
1. Pantau suhu tubuh secara berkala.
2. Lingkungan yang hangat dan kering.
3. Berikan pakaian yang dapat menjaga suhu tubuh.
4. Berikan cairan hangat melalui oral atau parenteral.
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk penanganan yang komprehensif.
Tone: Akademis
Persona: Pakar, Perawat -
Article No. 14211 | 16 Mar 2025
Klinis : Risiko perubahan suhu tubuh hipotermia b.d fluktuasi yang disebabkan oleh perubahan Iingkungan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Risiko Perubahan Suhu Tubuh Hipotermia Berhubungan dengan Fluktuasi Lingkungan
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko Perubahan Suhu Tubuh Hipotermia adalah keadaan di mana individu mengalami penurunan suhu tubuh di bawah 35°C yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan kondisi fisik yang memengaruhi kemampuan tubuh dalam mengatur suhu.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari diagnosa ini adalah pasien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal, tidak terjadi penurunan suhu tubuh, dan komplikasi hipotermia dapat dicegah.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain: memantau suhu tubuh, mengatur lingkungan untuk menjaga suhu tetap hangat, memberikan pakaian yang sesuai, memberikan cairan hangat, dan mengobservasi tanda-tanda hipotermia. Tujuannya adalah untuk mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.
Dalam kondisi ini, pasien berisiko mengalami hipotermia akibat fluktuasi suhu lingkungan. Perawat perlu melakukan pengkajian, perencanaan, dan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya penurunan suhu tubuh dan komplikasi yang mungkin timbul. -
Article No. 14212 | 16 Mar 2025
Klinis : Risiko tinggi hipotermi b.d perubahan lingkungan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Risiko tinggi hipotermi b.d perubahan lingkungan:
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Hipotermia
Definisi:
Rentan mengalami penurunan suhu tubuh di bawah 35°C akibat paparan suhu lingkungan yang dingin.
Faktor Risiko (berdasarkan SDKI):
1. Perubahan lingkungan yang menyebabkan penurunan suhu tubuh
2. Gangguan sirkulasi
3. Gangguan metabolism
4. Gangguan pertahanan tubuh
5. Usia ekstrim (anak-anak dan lansia)
Tujuan Keperawatan (berdasarkan SLKI):
1. Klien akan mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
2. Klien akan menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil.
3. Klien akan menunjukkan perilaku untuk mencegah hipotermia.
Intervensi Keperawatan (berdasarkan SIKI):
1. Kaji suhu tubuh, tanda-tanda vital, dan status hemodinamik klien.
2. Pertahankan lingkungan yang hangat dan nyaman bagi klien.
3. Berikan pakaian atau selimut yang sesuai untuk mencegah kehilangan panas.
4. Pantau asupan cairan dan nutrisi yang adekuat.
5. Berikan edukasi kepada klien dan keluarga tentang pencegahan hipotermia.
Harapan Hasil:
Klien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal, menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil, dan menerapkan perilaku untuk mencegah hipotermia. -
Article No. 14213 | 16 Mar 2025
Klinis : Risiko tinggi hipotermi b.d perubahan lingkungan bayi baru lahir
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Risiko tinggi hipotermi b.d perubahan lingkungan bayi baru lahir:
Diagnosa Keperawatan:
Risiko tinggi hipotermi berhubungan dengan perubahan lingkungan bayi baru lahir.
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko tinggi hipotermi adalah kondisi di mana bayi baru lahir memiliki kemungkinan tinggi mengalami penurunan suhu tubuh di bawah normal akibat perubahan lingkungan yang tidak sesuai.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan adalah bayi baru lahir dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal sesuai usia dan tidak mengalami hipotermi.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain: menjaga lingkungan yang hangat, melakukan inisiasi menyusu dini, menggunakan pakaian yang sesuai, dan memantau suhu tubuh bayi secara berkala.
Sebagai seorang pakar dan perawat, saya menekankan pentingnya pemantauan dan pencegahan hipotermi pada bayi baru lahir untuk menjaga kesejahteraan dan keselamatan mereka. Perubahan lingkungan yang tidak sesuai dapat berisiko menyebabkan penurunan suhu tubuh yang dapat berdampak serius bagi bayi. Oleh karena itu, perawatan yang komprehensif dan kolaboratif dengan tim kesehatan lainnya sangat diperlukan untuk mencegah dan mengatasi risiko hipotermi pada bayi baru lahir. -
Article No. 14214 | 16 Mar 2025
Klinis : Risiko tinggi hipotermi b.d perubahan lingkungan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Risiko tinggi hipotermi berhubungan dengan perubahan lingkungan
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Risiko tinggi hipotermi adalah keadaan dimana individu mengalami risiko penurunan suhu tubuh di bawah 35°C (95°F) akibat paparan lingkungan yang dingin atau ketidakmampuan mempertahankan suhu tubuh normal.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan risiko tinggi hipotermi adalah pemeliharaan suhu tubuh dalam batas normal, pemeliharaan perfusi jaringan yang adekuat, dan pencegahan komplikasi akibat hipotermi.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk menangani risiko tinggi hipotermi meliputi pemantauan suhu tubuh, pengaturan lingkungan, pemberian pakaian/selimut hangat, pemberian cairan hangat, dan edukasi kepada pasien/keluarga.
Secara akademis, perawat sebagai pakar keperawatan berperan penting dalam mengidentifikasi, merencanakan, dan melaksanakan intervensi keperawatan yang tepat untuk mencegah dan mengatasi risiko tinggi hipotermi pada pasien. Perawat harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai terkait penanganan hipotermi sesuai dengan standar praktik keperawatan yang berlaku. -
Article No. 14215 | 16 Mar 2025
Klinis : Risiko tinggi hipotermi b.d perubahan lingkungan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Risiko Tinggi Hipotermi
Penjelasan Singkat:
1. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Risiko Tinggi Hipotermi didefinisikan sebagai keadaan ketika individu berisiko mengalami penurunan suhu tubuh di bawah 35°C (95°F) yang disebabkan oleh beberapa faktor risiko, seperti perubahan lingkungan, usia, malnutrisi, dan kondisi medis tertentu.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari pengelolaan Risiko Tinggi Hipotermi adalah:
a. Klien dapat mempertahankan suhu tubuh normal.
b. Klien dapat melakukan tindakan pencegahan hipotermi.
c. Klien dapat mengontrol faktor-faktor yang menyebabkan hipotermi.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengelola Risiko Tinggi Hipotermi meliputi:
a. Pemantauan tanda-tanda vital, terutama suhu tubuh.
b. Pemberian pakaian atau selimut yang sesuai untuk mempertahankan suhu tubuh.
c. Pengaturan suhu lingkungan yang nyaman.
d. Pemberian makanan dan cairan yang cukup untuk mencegah malnutrisi.
e. Edukasi kepada klien dan keluarga tentang pencegahan hipotermi.
Persona: Sebagai seorang pakar atau perawat, saya menekankan pentingnya pengelolaan Risiko Tinggi Hipotermi dengan mengacu pada standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tujuannya adalah untuk memastikan klien dapat mempertahankan suhu tubuh normal, melakukan tindakan pencegahan, dan mengontrol faktor-faktor yang menyebabkan hipotermi.