Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 14381 | 18 Mar 2025
Klinis : Seorang laki-laki, 35 tahun, didiagnosis Ca Paru Stadium 2 oleh dokter. Hasil pengkajian: saat mendapatkan informasi tersebut, pasien syok sambil memukul meja dan berteriak “tidak mungkin”. Pasien tampak tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya dan menangis.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Kecemasan berhubungan dengan diagnosis penyakit kronis yang mengancam jiwa (Ca Paru Stadium 2) ditandai dengan syok, memukul meja, berteriak, dan menangis.
Penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kecemasan didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang disertai respons otonom, perasaan tertekan yang berasal dari antisipasi bahaya. Dalam kasus ini, pasien mengalami kecemasan yang berhubungan dengan diagnosis penyakit kronis yang mengancam jiwa.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari kasus ini adalah pasien dapat menunjukkan penurunan tingkat kecemasan, yang dapat dilihat dari perubahan perilaku, tanda-tanda vital, dan ekspresi wajah.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Memberikan dukungan emosional dan psikologis kepada pasien.
2. Membantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan cemas yang dirasakan.
3. Mengajarkan teknik relaksasi dan manajemen stres untuk mengurangi kecemasan.
4. Melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan kepada pasien.
5. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti psikolog atau psikiater, untuk memberikan penanganan yang komprehensif.
Sebagai perawat, kita harus memahami kondisi pasien secara holistik dan memberikan intervensi yang tepat untuk membantu pasien dalam menghadapi diagnosis penyakit kronis yang mengancam jiwa. -
Article No. 14382 | 18 Mar 2025
Klinis : pusing
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi pusing.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko ketidakstabilan hemodinamik
Penjelasan:
Pusing dapat menjadi indikasi adanya risiko ketidakstabilan hemodinamik, yang berarti terdapat kemungkinan gangguan pada fungsi kardiovaskular dan sirkulasi darah. Pusing dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penurunan volume darah, disfungsi sistem saraf otonom, atau masalah pada sistem kardiovaskular. Risiko ketidakstabilan hemodinamik perlu diidentifikasi dan diatasi dengan cepat untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Stabilitas hemodinamik
2. Perfusi jaringan
3. Status neurologi
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Pemantauan tanda-tanda vital
2. Manajemen cairan
3. Terapi oksigen
4. Manajemen rasa pusing
Implementasi intervensi keperawatan ini bertujuan untuk menstabilkan fungsi kardiovaskular, mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, dan mengatasi gejala pusing yang dialami pasien. Evaluasi yang dilakukan secara berkala akan membantu memastikan tercapainya luaran keperawatan yang diharapkan. -
Article No. 14383 | 18 Mar 2025
Klinis : Seorang laki-laki, 35 tahun, didiagnosis Ca Paru Stadium 2 oleh dokter. Hasil pengkajian: saat mendapatkan informasi tersebut, pasien syok sambil memukul meja dan berteriak “tidak mungkin”. Pasien tampak tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya dan menangis.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, kondisi pasien tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: C34.9
- Deskripsi: Keganasan (kanker) primer pada bronkus atau paru, tidak ditentukan
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Tidak ada tindakan medis yang dilaporkan dalam kasus ini.
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 C34.9 digunakan untuk menggambarkan kondisi kanker paru-paru primer yang belum ditentukan secara spesifik. Hal ini sesuai dengan informasi yang diberikan bahwa pasien didiagnosis dengan "Ca Paru Stadium 2".
2. Dalam kasus ini, tidak ada informasi mengenai prosedur atau tindakan medis yang dilakukan, sehingga tidak ada kode ICD-9-CM Procedure yang dapat diberikan.
Reaksi pasien saat menerima informasi mengenai diagnosis kanker paru-paru stadium 2 menunjukkan adanya reaksi psikologis yang kuat, seperti syok, tidak percaya, dan menangis. Hal ini merupakan respon emosional yang umum terjadi saat pasien menerima berita buruk tentang kondisi kesehatannya. Intervensi psikologis dan dukungan emosional dari tenaga kesehatan dan keluarga akan sangat bermanfaat dalam membantu pasien beradaptasi dengan diagnosis dan menjalani perawatan selanjutnya. -
Article No. 14384 | 18 Mar 2025
Klinis : Seorang laki-laki, 35 tahun, didiagnosis Ca Paru Stadium 2 oleh dokter. Hasil pengkajian: saat mendapatkan informasi tersebut, pasien syok sambil memukul meja dan berteriak “tidak mungkin”. Pasien tampak tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya dan menangis.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
1. Ketidakefektifan koping
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan upaya yang disadari untuk mengatur stresor atau perubahan yang menggangu kehidupan individu.
- Karakteristik mayor: Menunjukkan respons emosional yang tidak sesuai dengan stresor, tidak dapat mengidentifikasi sumber stres, menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Koping efektif
- Definisi: Kemampuan individu untuk melakukan upaya yang disadari untuk mengatur stresor atau perubahan yang menggangu kehidupan.
- Indikator:
a. Mendemonstrasikan perilaku koping yang efektif.
b. Mengungkapkan perasaan secara terbuka.
c. Melaporkan tingkat stres yang terkendali.
d. Mengidentifikasi sumber stres.
e. Menggunakan sumber daya yang tersedia untuk membantu mengatasi stres.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Terapi Kognitif
- Definisi: Intervensi untuk membantu individu mengidentifikasi dan mengubah pola berpikir yang tidak rasional atau maladaptif menjadi lebih positif dan konstruktif.
- Aktivitas:
a. Membantu pasien mengidentifikasi pikiran dan keyakinan yang tidak rasional atau maladaptif terkait diagnosis penyakitnya.
b. Mendiskusikan dengan pasien tentang pikiran dan keyakinan yang tidak rasional atau maladaptif tersebut.
c. Membantu pasien mengubah pikiran dan keyakinan yang tidak rasional atau maladaptif menjadi lebih positif dan konstruktif.
d. Mendorong pasien untuk menerapkan pikiran dan keyakinan yang lebih positif dan konstruktif dalam kehidupan sehari-hari.
2. Terapi Suportif
- Definisi: Intervensi untuk membantu individu mengembangkan mekanisme koping yang efektif melalui dukungan emosional, informasi, dan interaksi sosial.
- Aktivitas:
a. Memberikan dukungan emosional kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan-perasaan negatif yang muncul terkait dengan diagnosis penyakitnya.
b. Memberikan informasi yang jelas dan rinci tentang diagnosis penyakit, prognosis, dan rencana perawatan yang akan dilakukan.
c. Memfasilitasi pasien untuk memperoleh dukungan sosial dari keluarga, teman, atau kelompok pendukung lainnya.
d. Mendorong pasien untuk mengembangkan strategi koping yang lebih efektif dalam menghadapi diagnosis penyakitnya.
Penjelasan rinci:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai adalah Ketidakefektifan koping, karena pasien menunjukkan respons emosional yang tidak sesuai dengan stresor (syok, marah, tidak percaya) dan menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif (memukul meja, berteriak, menangis).
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI) adalah Koping efektif, yang ditandai dengan pasien dapat mendemonstrasikan perilaku koping yang efektif, mengungkapkan perasaan secara terbuka, melaporkan tingkat stres yang terkendali, mengidentifikasi sumber stres, dan menggunakan sumber daya yang tersedia untuk membantu mengatasi stres.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI) adalah Terapi Kognitif dan Terapi Suportif. Terapi Kognitif bertujuan untuk membantu pasien mengidentifikasi dan mengubah pola berpikir yang tidak rasional atau maladaptif menjadi lebih positif dan konstruktif. Sedangkan Terapi Suportif bertujuan untuk membantu pasien mengembangkan mekanisme koping yang efektif melalui dukungan emosional, informasi, dan interaksi sosial. -
Article No. 14385 | 18 Mar 2025
Klinis : Mr. John, a 55-year-old male with a history of hypertension, presents for a follow-up appointment. He reports feeling dizzy and tired, especially in the mornings. He has a mild headache that does not go away. Mr. John admits that he has not been taking his antihypertensive medications regularly. He is under stress at work, but he does not have a consistent exercise or diet plan. His blood pressure today is 160/100 mmHg, and his pulse is 84 bpm. He also mentions he has been feeling more fatigued lately, and his cholesterol levels are elevated.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kasus Tuan John yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan
2. Kelelahan
3. Hipertensi
Penjelasan Singkat:
1. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan
- SDKI: Ketidakmampuan individu dalam mengidentifikasi, mengendalikan, dan mengelola faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan.
- SLKI: Pemberian edukasi, konseling, dan bimbingan terkait pengelolaan kondisi kesehatan yang efektif.
- SIKI: Intervensi keperawatan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam mengelola kondisi kesehatannya secara mandiri.
2. Kelelahan
- SDKI: Perasaan lelah atau keletihan yang berkepanjangan dan mengganggu aktivitas sehari-hari.
- SLKI: Pemberian istirahat yang cukup, manajemen stres, dan peningkatan gaya hidup sehat.
- SIKI: Intervensi keperawatan untuk memulihkan dan meningkatkan energi individu.
3. Hipertensi
- SDKI: Peningkatan tekanan darah di atas nilai normal yang dapat menimbulkan komplikasi.
- SLKI: Pemantauan dan pengaturan tekanan darah, edukasi gaya hidup sehat, dan manajemen obat-obatan antihipertensi.
- SIKI: Intervensi keperawatan untuk mencapai dan mempertahankan tekanan darah dalam batas normal.
Berdasarkan kondisi Tuan John, yang perlu segera ditangani adalah ketidakefektifan manajemen kesehatan dan hipertensi. Perawat harus memberikan edukasi, konseling, dan bimbingan untuk meningkatkan kemampuan Tuan John dalam mengelola kondisi kesehatannya, khususnya dalam hal kepatuhan minum obat antihipertensi, manajemen stres, dan perubahan gaya hidup yang lebih sehat. -
Article No. 14386 | 18 Mar 2025
Klinis : Seorang laki-laki, 35 tahun, didiagnosis Ca Paru Stadium 2 oleh dokter. Hasil pengkajian: saat mendapatkan informasi tersebut, pasien syok sambil memukul meja dan berteriak “tidak mungkin”. Pasien tampak tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya dan menangis.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda paparkan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Kecemasan berhubungan dengan reaksi terhadap diagnosis penyakit, yang ditandai dengan syok, tidak percaya, dan menangis.
Penjelasan SDKI, SLKI, SIKI:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Kecemasan adalah respon emosional dan psikofiologis individu terhadap sumber ancaman, bahaya, atau tantangan yang tidak jelas dan tidak spesifik.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Luaran yang diharapkan adalah pasien dapat menunjukkan tingkat kecemasan yang terkontrol, mampu mengenali dan mengungkapkan kecemasan, serta dapat menerapkan strategi koping yang efektif.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi yang dapat dilakukan adalah memberikan dukungan emosional, memfasilitasi pengungkapan perasaan, mengajarkan teknik relaksasi, serta melibatkan keluarga dalam proses penyembuhan.
Sebagai perawat, saya akan berfokus pada upaya membantu pasien mengatasi kecemasan yang dialaminya. Hal ini penting dilakukan agar pasien dapat menerima kondisinya dan berkolaborasi dengan tim kesehatan untuk menjalani proses pengobatan yang optimal. -
Article No. 14387 | 18 Mar 2025
Klinis : Ny. K (55 tahun) dibawa ke RS karena keluhan sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk RS. Batuk-batuk ada tapi tidak berdahak, Sesak dirasakan sudah 1 bulan yang lalu disertai bengkak, terutama di kaki dan perut. Pasien sudah pernah dirawat 1 bulan yang lalu di RS dengan keluhan yang sama. Saat itu pasien sudah disarankan untuk melakukan cuci darah tapi pasien menolak. 1 bulan berikutnya, pasien masuk kembali ke RS dengan keluhan sesak napas, dan kedua ekstremitas bengkak. Pasien masuk ke IGD TD pasien mencapai 205/110 mmHg dan mendapatkan drip perdipin 2 amp/titrasi. Hasil analisa gas darah di IGD menunjukkan asidosis metabolik pH; 7,242 pCO2: 27,5 pO2: 155,3 HCO3-: 11,6. Saat itu pasien diberikan koreksi biknat 200 meq. Di IGD pasien juga diberikan drip cedocard 1 mg/jam dan lasix 5 mg/jam. Pasien juga diberikan terapi oksigen nasal canul 5 lpm. Pasien dengan riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, dan juga menderita DM sejak 5 tahun yang lalu. Saat dilakukan pengkajian pasien sudah berada diruangan rawat inap. Tingkat kesadaran pasien composmentis E4M6V5. Perawat mencoba melakukan anamnesa kepada pasien kenapa pasien menolak tindaka hemodialisis yang telah dianjurkan 1 bulan yang lalu. Pasien mengatakan menolak melakukan tindakan hemodialisis dikarenakan pasien tidak mau nasibnya sama seperti tetangga nya yang meninggal setelah menjalani hemodialisis. Namun, setelah diberikan penjelasan kepada pasien oleh tenaga kesehatan akhirnya pasien bersedia untuk dilakukan tindakan hemodialisis. Pasien akan direncanakan untuk tindakan hemodialisis besok hari. Pasien mengatakan nafsu makan sejak 1 bulan belakangan menurun. BB= TB IMT 20,1 kg/m2. Keluhan mual (+), muntah (-). Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, membran mukosa bibir kering. Diet: diet RG 1500 kkal/kgBB/hari, protein 1 gr/hari. Saat ini semua kebutuhan dibantu perawat, pasien hanya bisa beraktivitas di tempat tidur dengan bantuan parsial dari perawat dan keluarga. Pasien masih tampak sulit untuk melakukan kegiatan. Pasien mengatakan sudah mencoba untuk beraktivitas namun setiap kali turun dari tempat tirud pasien mengeluh pusing dan sesak semakin berat. Pasien saat ini terpasang CDL di subclavia dextra, terpasang kateter dan edema pada ekstremitas atas dan bawah, pitting edema grade 2. Keluhan badan terasa lemas dan letih (+). Pasien terpasang folley kateter, produksi urine kuning jernih dengan jumlah 900ml/24 jam. Pasien terpasang lasix 5 mg/jam. BAB tidak masalah. Balance cairan/24 jam→intake cairan 500 ml, output cairan: 1500 ml, BC: -1000 ml. Pasien mengeluh sering terbangun akibat sesak yang masih yang masih dirasakannya. Pasien harus tidur dengan 2 bantal, pasien mengatakan tidur hanya ± 5 jam setiap malamnya. Personal hygiene pasien cukup baik, kulit kering. Pasien merupakan seorang istri dan seorang ibu. Pasien sehari-hari menjalani peranya sebagai ibu rumah tangga. Terkait peran di rumah tangga semenjak sakit 1 bulan terakhir terdapat perubahan yang dirasakan oleh pasien, pasien tidak dapat beraktivitas berat karena akan memicu timbulnya sesak napas. Pasien seorang ibu rumah tangga. Selama perawatan suami pasien yang bertanggung jawab terhadap segala kebutuhan pasien. Pasien mengatakan orang yang terdekat selama perawatan adalah suaminya. Suamninya dengan setia menunggui dan memberikan support untuk kesembuhan pasien. Hasil pemeriksaan fisik di ruangan di dapatkan TD 182/85 mmHg HR 84 x/menit, nadi teraba kuat dan reguler, suhu 36,80C, akral teraba hangat, CRT < 3 detik. Pemeriksaan fisik paru: RR 24x/menit, irama nafas irreguler dan teratur terpasang nasal canul 5 liter per menit. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb = 8,8 g/dl, Ht = 27%, leukosit= 9,7 ribu/ul, trombosit = 307ribu/ul, eritrosit = 3,22 juta/u, albumin = 2,5 mg/dl, natrium : 145 mmol/l, kalium 5,33 mmol/l, chlorida 118 mmol/l. Hasil pemeriksaan laboratorium pre HD: ureum : 152 mg/dl, kreatinin : 7 mg/dl. Hasil pemeriksaan laboratorium post HD: ureum: 101 mg/dl, kreatinin: 5 mg/dl. Hasil rontgen thoraks kardiomegali dengan edema paru + efusi bilateral.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang diderita oleh Ny. K, dapat ditegakkan Diagnosa Keperawatan sebagai berikut:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mengeluarkan secret/mucus dari saluran pernapasan dengan efektif.
- Tanda dan Gejala: Pasien mengalami sesak napas, pernapasan iregular, sputum berlebih.
- Penyebab: Edema paru, kegagalan jantung, efusi pleura.
2. Kelebihan Volume Cairan
- Definisi: Kelebihan cairan isotonis yang terkumpul di dalam kompartemen intra dan/atau ekstra seluler.
- Tanda dan Gejala: Edema, sesak napas, distensi vena leher, berat badan meningkat.
- Penyebab: Kegagalan ginjal, intake cairan melebihi output, retensi natrium dan air.
3. Intoleransi Aktivitas
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan.
- Tanda dan Gejala: Lemah, mudah lelah, sesak napas saat beraktivitas.
- Penyebab: Kelemahan otot, penurunan curah jantung, gangguan respirasi.
4. Perubahan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
- Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
- Tanda dan Gejala: Penurunan berat badan, nafsu makan menurun, mukosa kering.
- Penyebab: Anoreksia, malabsorpsi, peningkatan kebutuhan metabolik.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) merupakan standar yang dikembangkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk memandu proses asuhan keperawatan. Penjelasan singkat dari masing-masing standar adalah sebagai berikut:
1. SDKI: Memberikan definisi, batasan karakteristik, faktor berhubungan, dan faktor risiko dari setiap diagnosis keperawatan.
2. SLKI: Menetapkan luaran atau kriteria hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan untuk setiap diagnosis keperawatan.
3. SIKI: Menetapkan intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan, termasuk aktivitas dan rasional pelaksanaannya.
Dengan menggunakan standar-standar tersebut, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang terstandar dan terarah untuk mencapai hasil yang optimal bagi pasien. -
Article No. 14388 | 18 Mar 2025
Klinis : M.N., usia 40 tahun, dirawat dengan kolesistitis akut. Setelah menjalani kolesistektomi terbuka, ia dirawat di lantai bedah. Dia memiliki selang nasogastrik untuk penyedotan dinding rendah secara terus menerus, infus oneperifer, dan balutan perut yang besar. M.N berkata ia merasakan nyeri skala 7 (dari 1-10), dibagian post operasi rasanya seperti ditusuk tusuk. Intruksi dokter adalah sebagai berikut: Diet rendah lemak sesuai toleransi, D5 ½ NS dengan 40 mEq KCl pada 125 mL/jam. Tekanan darah 148/82 mmHg, Denyut jantung 118 kali/menit, Frekuensi nafas 24 kali/menit, Suhu 101° F (38,3°C), SaO2 88%.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi M.N.:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Akut
- SDKI: Nyeri Akut
- SLKI: Pengelolaan Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri
Penjelasan:
M.N. mengalami nyeri skala 7 (dari 1-10) di area post-operasi yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Ini merupakan nyeri akut akibat prosedur pembedahan.
2. Risiko Ketidakseimbangan Cairan
- SDKI: Risiko Ketidakseimbangan Cairan
- SLKI: Manajemen Cairan
- SIKI: Manajemen Cairan
Penjelasan:
M.N. memiliki selang nasogastrik untuk penyedotan dinding rendah secara terus-menerus dan infus oneperifer. Hal ini menunjukkan adanya risiko ketidakseimbangan cairan akibat prosedur pembedahan.
3. Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- SLKI: Peningkatan Mobilitas
- SIKI: Manajemen Aktivitas
Penjelasan:
Setelah menjalani kolesistektomi terbuka, M.N. memerlukan perawatan di lantai bedah, yang menunjukkan adanya keterbatasan dalam melakukan aktivitas.
4. Risiko Infeksi
- SDKI: Risiko Infeksi
- SLKI: Pencegahan Infeksi
- SIKI: Manajemen Infeksi
Penjelasan:
M.N. memiliki balutan perut yang besar setelah prosedur pembedahan, yang meningkatkan risiko terjadinya infeksi.
Secara keseluruhan, diagnosa keperawatan yang muncul adalah Nyeri Akut, Risiko Ketidakseimbangan Cairan, Intoleransi Aktivitas, dan Risiko Infeksi. Penerapan standar SDKI, SLKI, dan SIKI akan membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan terstandar untuk mengatasi kondisi M.N. -
Article No. 14389 | 18 Mar 2025
Klinis : slki dari defisit pengetahuan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi defisit pengetahuan:
Diagnosa Keperawatan:
Defisit Pengetahuan
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Defisit pengetahuan didefinisikan sebagai kurangnya informasi kognitif yang terkait dengan topik tertentu. Diagnosa ini menggambarkan ketidakmampuan individu untuk memperoleh, memproses, dan memahami informasi dasar yang diperlukan untuk pengambilan keputusan yang efektif.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan defisit pengetahuan adalah peningkatan pengetahuan pasien, dimana pasien dapat menunjukkan pemahaman yang benar tentang suatu topik atau situasi kesehatan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi defisit pengetahuan antara lain pemberian informasi, edukasi kesehatan, dan konseling. Perawat berperan dalam memfasilitasi proses pembelajaran pasien, memastikan pemahaman, dan mendorong keterlibatan aktif pasien dalam perawatannya.
Sebagai seorang pakar perawat, saya menekankan pentingnya pendekatan yang holistik dan berpusat pada pasien dalam menangani defisit pengetahuan. Memahami latar belakang, preferensi, dan kebutuhan unik setiap pasien sangat penting untuk memastikan intervensi yang efektif dan sesuai. Komunikasi yang efektif, pemberian informasi yang jelas, dan kolaborasi yang erat antara perawat dan pasien merupakan kunci keberhasilan dalam mengatasi masalah ini. -
Article No. 14390 | 18 Mar 2025
Klinis : slki dari defisit pengetahuan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnostik keperawatan dan penjelasan singkat sesuai dengan SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi defisit pengetahuan:
Diagnosa Keperawatan:
Defisit Pengetahuan
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Defisit Pengetahuan didefinisikan sebagai kurangnya informasi kognitif yang terkait dengan topik tertentu. Ini dapat disebabkan oleh kurangnya paparan, kurangnya minat, atau kekurangan intelektual.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan untuk Defisit Pengetahuan adalah peningkatan pengetahuan pasien terkait kondisi kesehatan dan/atau manajemen perawatan diri. Pasien dapat mendemonstrasikan pemahaman yang lebih baik tentang penyakitnya, pengobatan, dan tindakan perawatan diri yang diperlukan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi Defisit Pengetahuan meliputi:
1. Pendidikan Kesehatan: memberikan informasi dan edukasi kepada pasien terkait kondisi kesehatan, pengobatan, dan perawatan diri yang diperlukan.
2. Klarifikasi: mengklarifikasi pemahaman pasien untuk memastikan bahwa informasi yang diberikan dapat dipahami dengan baik.
3. Bahan Ajar: menyediakan bahan ajar atau media edukasi yang sesuai untuk memfasilitasi pembelajaran pasien.
4. Evaluasi: mengevaluasi tingkat pengetahuan pasien secara berkala untuk menilai efektivitas intervensi.
Dalam konteks ini, sebagai perawat profesional, saya akan berusaha membantu pasien meningkatkan pengetahuannya terkait kondisi kesehatan dan manajemen perawatan dirinya melalui intervensi-intervensi yang sesuai dengan standar PPNI.