Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 14690 | 23 Mar 2025
Klinis : SLKI Kekurangan volume cairan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Kekurangan Volume Cairan
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Kekurangan Volume Cairan didefinisikan sebagai pengurangan cairan intravaskular, intraseluler, dan/atau ekstravaskular yang menyebabkan dehidrasi dan gangguan fungsi tubuh.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan pada pasien dengan Kekurangan Volume Cairan adalah:
1. Pasien menunjukkan tanda-tanda adekuasi volume cairan.
2. Pasien menunjukkan keseimbangan cairan yang memadai.
3. Pasien menunjukkan fungsi organ yang optimal.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi Kekurangan Volume Cairan meliputi:
1. Pemantauan status cairan dan elektrolit
2. Manajemen cairan
3. Terapi cairan intravena
4. Edukasi tentang peningkatan asupan cairan
5. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengatasi penyebab kekurangan volume cairan
Secara akademis, standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) merupakan acuan baku bagi praktik keperawatan di Indonesia. Sebagai seorang pakar perawat, saya menekankan pentingnya penerapan standar ini dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dan berpusat pada pasien. -
Article No. 14691 | 23 Mar 2025
Klinis : slki Kekurangan volume cairan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI untuk kondisi kekurangan volume cairan sesuai dengan permintaan Anda.
Diagnosa Keperawatan:
Kekurangan Volume Cairan
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kekurangan Volume Cairan didefinisikan sebagai keadaan di mana individu mengalami kehilangan cairan tubuh yang melebihi jumlah yang diganti, sehingga terjadi defisit cairan dan elektrolit.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan Kekurangan Volume Cairan adalah:
1. Pasien dapat mempertahankan volume cairan yang adekuat.
2. Pasien dapat menunjukkan tanda-tanda cairan yang cukup.
3. Pasien dapat menunjukkan eliminasi urin yang adekuat.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk mengatasi Kekurangan Volume Cairan meliputi:
1. Pantau status cairan (intake, output, tanda-tanda vital, dan karakteristik urin).
2. Berikan cairan intravena atau oral sesuai kebutuhan.
3. Identifikasi penyebab dan faktor risiko kehilangan cairan.
4. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penanganan yang tepat.
5. Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya asupan cairan yang adekuat.
Semoga penjelasan singkat ini dapat membantu Anda dalam memahami Diagnosa Keperawatan dan standar SDKI - SLKI - SIKI terkait Kekurangan Volume Cairan. Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut, jangan ragu untuk bertanya. -
Article No. 14692 | 23 Mar 2025
Klinis : Seorang Anak laki laki An D usia 9 tahun datang ke IGD RS Ahmad Yani Metro 30 Agustus 2024 diantar keluarganya dengan keluhan deman dan gelisah yang dirasakan dari 2 hari sebelumnya, sejak tadi pagi sebelum di bawa ke IGD gusi berdarah, kedua kaki merah, nafsu makan tambah menurun, tampak semakin lemah. Saat dilakukan anamnesa ibu klien mengatakan masih demam, tidak mau makan dan anak mengeluh sakit di bagian perut disertai sesak, anak mengeluh sakit dan menangis saat BAK. Perawat selanjutnya memeriksa TTV, TD : 89/71, Suhu, 37,6 C, Nadi 132x/mnit tidak teratur, RR ; 34 x per menit, GCS : 15, SP02 : 95%. Ibu mengatakan anak tidak ada riwayat sakit sebelumnya dan tidak pernah di rawat di rs sebelumnya. Ibu mengatakan tidak ada obat obatan yang di minum sebelum ke rumah sakit. Sebelum sakit ini juga anak tidak ada riwayat operasi. Ibu mengatakan anak tidak ada alergi dan tidak pernah ada kecelakan. Ibu mengatakan tidak ada penyakit yang sama sebelumnya di keluarga. An D merupakan anak kedua dari 3 bersaudara laki laki. Ibu mengatakan An. D memiliki riwayat imunisasi lengkap. Ibu mengatakan sebelum sakit An D meruapana anak yang seperti anak lainnya yang dapat bersosialisasi dengan keluarga dan teman teman sebayanya namun setelah sakit anak hanya lemas tidur di kasur. Ibu mengatakan sebelum sakit anak makan 3 kali sehari dengan nasi sekitar 2 centongdan lauk bias telur, tempe atau ayam namun jarang. Setelah sakit naka hanya makan 1-2 sendok makan. Ibu mengatakan sebelum sakit anak bisa minum 6-8 gelas ukuran sedang setiap harinya. Setelah sakit anak hanya menghabiskan 1 gelas/hari. Ibu mengatakan anak sebelum sakit biasa tidur jam 21.00 wib dan bagun jam 06.30 Wib tanpa tidur siang. Namun setelah sakit anak hanya tidur malam hanya 4-5 jam/hari sering terbangun malam hari dan siang hanya tidur 1-2 jam sehari dans ering terbangun karena anak mengeluh sakit perutnya. Ibu mengatakan sebelum sakit anak mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari dan keramas setiap hari. Setelah sakit anak hanya di lap saja dengan air hangat. Ibu mengatakan sebelum sakit anak biasanya BAB 1 kali sehari dengan konsistensi padat, warna kuning kecoklatan. Setelah sakit, bab wana kecoklatan bercampur darah. Ibu mengatakan sebelum sakit anak D BAK 5-6 kali sehari bewarna kuning, setelah frekuesni BAK semakin berkurang dan setiap BAK menangis karena sakit. Perawat memeriksa TB : 103 cm, BB : 16 Kg, sebelum sakit 23Kg. urin 2000 cc, feses 350 cc, muntah 273 cc. pemeriksaan fisik lengkap kemudian dilakukan perawat mulai dari kepala tampak simestrisn rambut merata, warna hitam, kulit kepala bersih sedikit berminyak, tidak ada lesi maupun tonjolan. Tidak ada nyeri saat palpasi. Wajah tampak pucat namu merah berbintik. Mata berebntuk simetris, sklera putih, konjungtiva pucat, tidak ada lesi maupun tonjolan, tidak ada nyeri tekan. Hidung tampak simetris, tidak ada secret, tidak ada perdarahan hidung, tidak ada nyeri tekan. Mukosa bibir kering, tidak ada pembesaran tonsil tidak ada nyeri tekan. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada kaku kuduk, tidak ada nyeri tekan. Telinga simetris, tidak ada serumen bersih pendengaaran baik. Tidak ada nyeri tekan. Bentuk dada simetris, nafas dangkal, tampak simestris, terdapat retraksi dinding dada, terdapat suara tambahan ronkhi, suara paru pekak dan didapatkan sura napas vesikular. Abdomen simetris, tampak membuncit, adanya nyeri tekan, pembesaran hati, terdengar redup, bising usus 2 bising per menit. Adanya petekie/bintik bintik merah kulit spontan, turgor kulit kembali 10 detik. Genetalia bentuk normal, bersih, sakit saat BAK. Adanya edema bagian tengan dan kaki akral hangat adanya nyeri otot/sendi serta tulang kaku, terdapat sianosis Anak D juga diperiksa rontgen abdomen dengan hasil : tak tampak disensi sistema usus, tak tampak batu opaq diproyeksi traktus urinarius, sistema tulang intak. Hasil Ro Trorax : bronkopneumonia, sugestif efusi pleura dexstra, besar cor normal. Hasil USG abdomen : asietes, efusi pluera bilateral.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, dapat disusun diagnosa keperawatan untuk An. D dengan menggunakan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang terdiri dari:
1. Diagnosa Keperawatan (SDKI):
a. Risiko Infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan patogen ditandai dengan demam, gusi berdarah, eritema di kaki, dan penurunan nafsu makan.
b. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan edema, nyeri abdomen, dan sianosis.
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan fisik.
d. Gangguan Tidur berhubungan dengan rasa tidak nyaman akibat penyakit.
e. Gangguan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan dan intake nutrisi.
f. Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan nyeri saat berkemih.
g. Gangguan Eliminasi Fekal berhubungan dengan diare berdarah.
2. Standar Luaran Keperawatan (SLKI):
a. Bebas Infeksi
b. Perfusi Jaringan yang Efektif
c. Toleransi Aktivitas
d. Pola Tidur yang Adekuat
e. Status Nutrisi yang Adekuat
f. Pola Berkemih yang Adekuat
g. Pola Defekasi yang Efektif
3. Standar Intervensi Keperawatan (SIKI):
a. Manajemen Infeksi
b. Manajemen Perfusi Jaringan
c. Manajemen Aktivitas dan Istirahat
d. Manajemen Tidur
e. Manajemen Nutrisi
f. Manajemen Eliminasi Urin
g. Manajemen Eliminasi Fekal
Penjelasan singkat:
Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data yang dikumpulkan, meliputi risiko infeksi, gangguan perfusi jaringan, intoleransi aktivitas, gangguan tidur, gangguan nutrisi, gangguan eliminasi urin, dan gangguan eliminasi fekal. Standar Luaran Keperawatan (SLKI) menggambarkan hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi, seperti bebas infeksi, perfusi jaringan yang efektif, toleransi aktivitas, pola tidur yang adekuat, status nutrisi yang adekuat, pola berkemih yang adekuat, dan pola defekasi yang efektif. Standar Intervensi Keperawatan (SIKI) menjelaskan tindakan-tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan, seperti manajemen infeksi, manajemen perfusi jaringan, manajemen aktivitas dan istirahat, manajemen tidur, manajemen nutrisi, manajemen eliminasi urin, dan manajemen eliminasi fekal. -
Article No. 14693 | 23 Mar 2025
Klinis : Ny. K (55 tahun) dibawa ke RS karena keluhan sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk RS. Batuk-batuk ada tapi tidak berdahak, Sesak dirasakan sudah 1 bulan yang lalu disertai bengkak, terutama di kaki dan perut. Pasien sudah pernah dirawat 1 bulan yang lalu di RS dengan keluhan yang sama. Saat itu pasien sudah disarankan untuk melakukan cuci darah tapi pasien menolak. 1 bulan berikutnya, pasien masuk kembali ke RS dengan keluhan sesak napas, dan kedua ekstremitas bengkak. Pasien masuk ke IGD TD pasien mencapai 205/110 mmHg dan mendapatkan drip perdipin 2 amp/titrasi. Hasil analisa gas darah di IGD menunjukkan asidosis metabolik pH; 7,242 pCO2: 27,5 pO2: 155,3 HCO3-: 11,6. Saat itu pasien diberikan koreksi biknat 200 meq. Di IGD pasien juga diberikan drip cedocard 1 mg/jam dan lasix 5 mg/jam. Pasien juga diberikan terapi oksigen nasal canul 5 lpm. Pasien dengan riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, dan juga menderita DM sejak 5 tahun yang lalu. Saat dilakukan pengkajian pasien sudah berada diruangan rawat inap. Tingkat kesadaran pasien composmentis E4M6V5. Perawat mencoba melakukan anamnesa kepada pasien kenapa pasien menolak tindaka hemodialisis yang telah dianjurkan 1 bulan yang lalu. Pasien mengatakan menolak melakukan tindakan hemodialisis dikarenakan pasien tidak mau nasibnya sama seperti tetangga nya yang meninggal setelah menjalani hemodialisis. Namun, setelah diberikan penjelasan kepada pasien oleh tenaga kesehatan akhirnya pasien bersedia untuk dilakukan tindakan hemodialisis. Pasien akan direncanakan untuk tindakan hemodialisis besok hari. Pasien mengatakan nafsu makan sejak 1 bulan belakangan menurun. BB= TB IMT 20,1 kg/m2. Keluhan mual (+), muntah (-). Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, membran mukosa bibir kering. Diet: diet RG 1500 kkal/kgBB/hari, protein 1 gr/hari. Saat ini semua kebutuhan dibantu perawat, pasien hanya bisa beraktivitas di tempat tidur dengan bantuan parsial dari perawat dan keluarga. Pasien masih tampak sulit untuk melakukan kegiatan. Pasien mengatakan sudah mencoba untuk beraktivitas namun setiap kali turun dari tempat tirud pasien mengeluh pusing dan sesak semakin berat. Pasien saat ini terpasang CDL di subclavia dextra, terpasang kateter dan edema pada ekstremitas atas dan bawah, pitting edema grade 2. Keluhan badan terasa lemas dan letih (+). Pasien terpasang folley kateter, produksi urine kuning jernih dengan jumlah 900ml/24 jam. Pasien terpasang lasix 5 mg/jam. BAB tidak masalah. Balance cairan/24 jam →intake cairan 500 ml, output cairan: 1500 ml, BC: -1000 ml. Pasien mengeluh sering terbangun akibat sesak yang masih yang masih dirasakannya. Pasien harus tidur dengan 2 bantal, pasien mengatakan tidur hanya ± 5 jam setiap malamnya. Personal hygiene pasien cukup baik, kulit kering. Pasien merupakan seorang istri dan seorang ibu. Pasien sehari-hari menjalani peranya sebagai ibu rumah tangga. Terkait peran di rumah tangga semenjak sakit 1 bulan terakhir terdapat perubahan yang dirasakan oleh pasien, pasien tidak dapat beraktivitas berat karena akan memicu timbulnya sesak napas. Pasien seorang ibu rumah tangga. Selama perawatan suami pasien yang bertanggung jawab terhadap segala kebutuhan pasien. Pasien mengatakan orang yang terdekat selama perawatan adalah suaminya. Suamninya dengan setia menunggui dan memberikan support untuk kesembuhan pasien. Hasil pemeriksaan fisik di ruangan di dapatkan TD 182/85 mmHg HR 84 x/menit, nadi teraba kuat dan reguler, suhu 36,80C, akral teraba hangat, CRT < 3 detik. Pemeriksaan fisik paru: RR 24x/menit, irama nafas irreguler dan teratur terpasang nasal canul 5 liter per menit. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb = 8,8 g/dl, Ht = 27%, leukosit= 9,7 ribu/ul, trombosit = 307ribu/ul, eritrosit = 3,22 juta/u, albumin = 2,5 mg/dl, natrium : 145 mmol/l, kalium 5,33 mmol/l, chlorida 118 mmol/l. Hasil pemeriksaan laboratorium pre HD: ureum : 152 mg/dl, kreatinin : 7 mg/dl. Hasil pemeriksaan laboratorium post HD: ureum: 101 mg/dl, kreatinin: 5 mg/dl. Hasil rontgen thoraks kardiomegali dengan edema paru + efusi bilateral.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang sesuai untuk kasus Ny. K:
Diagnosa Keperawatan:
1. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal ditandai dengan edema, sesak napas, dan peningkatan berat badan.
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas berhubungan dengan kelebihan volume cairan dan penurunan energi ditandai dengan napas cuping hidung, sesak napas, dan produksi sputum yang tidak produktif.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan energi dan kelebihan volume cairan yang ditandai dengan mudah lelah, sesak napas, dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Kelebihan Volume Cairan
- SDKI: Kelebihan Volume Cairan
- SLKI: Keseimbangan Cairan
- SIKI: Manajemen Cairan
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
- SDKI: Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
- SLKI: Bersihan Jalan Napas
- SIKI: Manajemen Jalan Napas
3. Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- SLKI: Aktivitas Sehari-hari
- SIKI: Peningkatan Toleransi Aktivitas
Penjelasan singkat:
1. Kelebihan Volume Cairan: Terjadi karena penurunan fungsi ginjal, yang mengakibatkan penumpukan cairan dalam tubuh, sehingga menyebabkan edema, sesak napas, dan peningkatan berat badan.
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas: Terjadi akibat kelebihan volume cairan dan penurunan energi, yang menyebabkan napas cuping hidung, sesak napas, dan produksi sputum yang tidak produktif.
3. Intoleransi Aktivitas: Terjadi karena penurunan energi dan kelebihan volume cairan, yang menyebabkan mudah lelah, sesak napas, dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. -
Article No. 14694 | 23 Mar 2025
Klinis : Seorang pasien laki-laki berusia 65 tahun dirawat di ruang perawatan intensif dengan diagnosis pneumonia berat dan perdarahan saluran cerna atas akibat gastritis erosif. Pasien mengalami batuk berdahak yang kental dan berwarna kekuningan sejak tiga hari terakhir serta mengeluhkan sesak napas yang semakin memburuk, terutama saat berbaring. Selain itu, pasien juga mengalami penurunan kesadaran ringan akibat hipoksia, sehingga dokter memutuskan untuk memasang Nasogastric Tube (NGT) guna mencegah aspirasi dan memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. Pasien memiliki riwayat hematemesis sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Untuk evaluasi perdarahan lebih lanjut, dokter merencanakan tindakan bilas lambung menggunakan NGT untuk membersihkan isi lambung dari darah yang dapat memperberat kondisi pasien. Saat dilakukan aspirasi melalui NGT, ditemukan residu lambung berwarna merah tua dalam jumlah banyak. Saat pemeriksaan fisik, pasien tampak lemah dengan frekuensi napas 28 kali per menit, penggunaan otot bantu napas, serta terdengar ronki pada kedua paru saat auskultasi. Saturasi oksigen pasien 90% dengan nasal kanul 3 L/menit. Pemeriksaan sputum menunjukkan adanya infeksi bakteri, sementara hasil aspirasi lambung melalui NGT menunjukkan adanya residu darah yang masih tersisa. Perawat mengobservasi bahwa pasien mengalami kesulitan mengeluarkan dahak akibat lendir yang kental, menyebabkan napas berbunyi dan tidak efektif. Pasien juga beberapa kali mengalami refleks muntah selama proses bilas lambung, yang semakin meningkatkan risiko aspirasi dan memperberat gangguan jalan napas.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif (SDKI) berhubungan dengan produksi sekret yang berlebih dan penurunan refleks batuk (SLKI) yang ditandai dengan batuk tidak efektif, penggunaan otot bantu napas, dan bunyi napas tambahan (SIKI).
2. Risiko aspirasi (SDKI) berhubungan dengan penurunan kesadaran dan refleks muntah yang tidak efektif (SLKI) yang ditandai dengan adanya residu lambung saat bilas lambung (SIKI).
3. Perdarahan saluran cerna (SDKI) berhubungan dengan gastritis erosif (SLKI) yang ditandai dengan hematemesis dan residu darah saat bilas lambung (SIKI).
4. Intoleransi aktivitas (SDKI) berhubungan dengan hipoksia dan kelemahan umum (SLKI) yang ditandai dengan sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan tampak lemah (SIKI).
Penjelasan Singkat:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif:
- Pasien mengalami produksi sekret yang berlebih dan penurunan refleks batuk, sehingga kesulitan membersihkan jalan napas secara efektif.
- Hal ini menyebabkan pasien mengalami batuk tidak efektif, penggunaan otot bantu napas, dan bunyi napas tambahan.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah suction, nebulisasi, dan mobilisasi sekret.
2. Risiko aspirasi:
- Pasien mengalami penurunan kesadaran dan refleks muntah yang tidak efektif, sehingga berisiko mengalami aspirasi.
- Hal ini ditandai dengan adanya residu lambung saat dilakukan bilas lambung.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemasangan NGT, pencegahan muntah, dan pengaturan posisi.
3. Perdarahan saluran cerna:
- Pasien mengalami perdarahan saluran cerna atas akibat gastritis erosif.
- Hal ini ditandai dengan adanya hematemesis dan residu darah saat bilas lambung.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemantauan tanda-tanda vital, pemberian obat, dan pemberian nutrisi yang sesuai.
4. Intoleransi aktivitas:
- Pasien mengalami hipoksia dan kelemahan umum, yang menyebabkan intoleransi terhadap aktivitas.
- Hal ini ditandai dengan sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan tampak lemah.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemberian oksigen, manajemen energi, dan latihan fisik yang sesuai.
Saya harap penjelasan ini dapat membantu Anda dalam memahami diagnosa keperawatan dan intervensi yang sesuai untuk kondisi pasien tersebut berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jika Anda memiliki pertanyaan lain, silakan tanyakan. -
Article No. 14695 | 23 Mar 2025
Klinis : Seorang Anak laki laki An D usia 9 tahun datang ke IGD RS Ahmad Yani Metro 30 Agustus 2024 diantar keluarganya dengan keluhan deman dan gelisah yang dirasakan dari 2 hari sebelumnya, sejak tadi pagi sebelum di bawa ke IGD gusi berdarah, kedua kaki merah, nafsu makan tambah menurun, tampak semakin lemah. Saat dilakukan anamnesa ibu klien mengatakan masih demam, tidak mau makan dan anak mengeluh sakit di bagian perut disertai sesak, anak mengeluh sakit dan menangis saat BAK. Perawat selanjutnya memeriksa TTV, TD : 89/71, Suhu, 37,6 C, Nadi 132x/mnit tidak teratur, RR ; 34 x per menit, GCS : 15, SP02 : 95%. Ibu mengatakan anak tidak ada riwayat sakit sebelumnya dan tidak pernah di rawat di rs sebelumnya. Ibu mengatakan tidak ada obat obatan yang di minum sebelum ke rumah sakit. Sebelum sakit ini juga anak tidak ada riwayat operasi. Ibu mengatakan anak tidak ada alergi dan tidak pernah ada kecelakan. Ibu mengatakan tidak ada penyakit yang sama sebelumnya di keluarga. An D merupakan anak kedua dari 3 bersaudara laki laki. Ibu mengatakan An. D memiliki riwayat imunisasi lengkap. Ibu mengatakan sebelum sakit An D meruapana anak yang seperti anak lainnya yang dapat bersosialisasi dengan keluarga dan teman teman sebayanya namun setelah sakit anak hanya lemas tidur di kasur. Ibu mengatakan sebelum sakit anak makan 3 kali sehari dengan nasi sekitar 2 centongdan lauk bias telur, tempe atau ayam namun jarang. Setelah sakit naka hanya makan 1-2 sendok makan. Ibu mengatakan sebelum sakit anak bisa minum 6-8 gelas ukuran sedang setiap harinya. Setelah sakit anak hanya menghabiskan 1 gelas/hari. Ibu mengatakan anak sebelum sakit biasa tidur jam 21.00 wib dan bagun jam 06.30 Wib tanpa tidur siang. Namun setelah sakit anak hanya tidur malam hanya 4-5 jam/hari sering terbangun malam hari dan siang hanya tidur 1-2 jam sehari dans ering terbangun karena anak mengeluh sakit perutnya. Ibu mengatakan sebelum sakit anak mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari dan keramas setiap hari. Setelah sakit anak hanya di lap saja dengan air hangat. Ibu mengatakan sebelum sakit anak biasanya BAB 1 kali sehari dengan konsistensi padat, warna kuning kecoklatan. Setelah sakit, bab wana kecoklatan bercampur darah. Ibu mengatakan sebelum sakit anak D BAK 5-6 kali sehari bewarna kuning, setelah frekuesni BAK semakin berkurang dan setiap BAK menangis karena sakit. Perawat memeriksa TB : 103 cm, BB : 16 Kg, sebelum sakit 23Kg. urin 2000 cc, feses 350 cc, muntah 273 cc. pemeriksaan fisik lengkap kemudian dilakukan perawat mulai dari kepala tampak simestrisn rambut merata, warna hitam, kulit kepala bersih sedikit berminyak, tidak ada lesi maupun tonjolan. Tidak ada nyeri saat palpasi. Wajah tampak pucat namu merah berbintik. Mata berebntuk simetris, sklera putih, konjungtiva pucat, tidak ada lesi maupun tonjolan, tidak ada nyeri tekan. Hidung tampak simetris, tidak ada secret, tidak ada perdarahan hidung, tidak ada nyeri tekan. Mukosa bibir kering, tidak ada pembesaran tonsil tidak ada nyeri tekan. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada kaku kuduk, tidak ada nyeri tekan. Telinga simetris, tidak ada serumen bersih pendengaaran baik. Tidak ada nyeri tekan. Bentuk dada simetris, nafas dangkal, tampak simestris, terdapat retraksi dinding dada, terdapat suara tambahan ronkhi, suara paru pekak dan didapatkan sura napas vesikular. Abdomen simetris, tampak membuncit, adanya nyeri tekan, pembesaran hati, terdengar redup, bising usus 2 bising per menit. Adanya petekie/bintik bintik merah kulit spontan, turgor kulit kembali 10 detik. Genetalia bentuk normal, bersih, sakit saat BAK. Adanya edema bagian tengan dan kaki akral hangat adanya nyeri otot/sendi serta tulang kaku, terdapat sianosis Anak D juga diperiksa rontgen abdomen dengan hasil : tak tampak disensi sistema usus, tak tampak batu opaq diproyeksi traktus urinarius, sistema tulang intak. Hasil Ro Trorax : bronkopneumonia, sugestif efusi pleura dexstra, besar cor normal. Hasil USG abdomen : asietes, efusi pluera bilateral
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang digambarkan, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko syok (SDKI)
- Definisi: Keadaan yang menunjukkan penurunan dalam volume sirkulasi yang mengancam fungsi vital organ.
- Faktor Risiko: Perdarahan, demam, diare, dehidrasi.
2. Nyeri akut (SDKI)
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial.
- Penyebab: Proses penyakit, prosedur diagnostik/terapeutik.
3. Intoleransi aktivitas (SDKI)
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau diperlukan, seperti yang telah diatur sebelumnya.
- Penyebab: Kelemahan, penurunan energi.
4. Kekurangan volume cairan (SDKI)
- Definisi: Pengurangan cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraseluler.
- Penyebab: Kehilangan cairan berlebihan, gangguan intake cairan.
5. Gangguan tidur (SDKI)
- Definisi: Gangguan dalam jumlah, kualitas, atau pola tidur yang mengganggu fungsi sehari-hari.
- Penyebab: Nyeri, demam, perubahan lingkungan.
6. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (SDKI)
- Definisi: Asupan nutrisi yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
- Penyebab: Anoreksia, mual, muntah.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien yang menjadi fokus intervensi keperawatan.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk menentukan hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk menentukan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
Standar ini ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai acuan bagi perawat dalam praktik keperawatan di Indonesia. -
Article No. 14696 | 23 Mar 2025
Klinis : Seorang Anak laki laki An D usia 9 tahun datang ke IGD RS Ahmad Yani Metro 30 Agustus 2024 diantar keluarganya dengan keluhan deman dan gelisah yang dirasakan dari 2 hari sebelumnya, sejak tadi pagi sebelum di bawa ke IGD gusi berdarah, kedua kaki merah, nafsu makan tambah menurun, tampak semakin lemah. Saat dilakukan anamnesa ibu klien mengatakan masih demam, tidak mau makan dan anak mengeluh sakit di bagian perut disertai sesak, anak mengeluh sakit dan menangis saat BAK. Perawat selanjutnya memeriksa TTV, TD : 89/71, Suhu, 37,6 C, Nadi 132x/mnit tidak teratur, RR ; 34 x per menit, GCS : 15, SP02 : 95%. Ibu mengatakan anak tidak ada riwayat sakit sebelumnya dan tidak pernah di rawat di rs sebelumnya. Ibu mengatakan tidak ada obat obatan yang di minum sebelum ke rumah sakit. Sebelum sakit ini juga anak tidak ada riwayat operasi. Ibu mengatakan anak tidak ada alergi dan tidak pernah ada kecelakan. Ibu mengatakan tidak ada penyakit yang sama sebelumnya di keluarga. An D merupakan anak kedua dari 3 bersaudara laki laki. Ibu mengatakan An. D memiliki riwayat imunisasi lengkap. Ibu mengatakan sebelum sakit An D meruapana anak yang seperti anak lainnya yang dapat bersosialisasi dengan keluarga dan teman teman sebayanya namun setelah sakit anak hanya lemas tidur di kasur. Ibu mengatakan sebelum sakit anak makan 3 kali sehari dengan nasi sekitar 2 centongdan lauk bias telur, tempe atau ayam namun jarang. Setelah sakit naka hanya makan 1-2 sendok makan. Ibu mengatakan sebelum sakit anak bisa minum 6-8 gelas ukuran sedang setiap harinya. Setelah sakit anak hanya menghabiskan 1 gelas/hari. Ibu mengatakan anak sebelum sakit biasa tidur jam 21.00 wib dan bagun jam 06.30 Wib tanpa tidur siang. Namun setelah sakit anak hanya tidur malam hanya 4-5 jam/hari sering terbangun malam hari dan siang hanya tidur 1-2 jam sehari dans ering terbangun karena anak mengeluh sakit perutnya. Ibu mengatakan sebelum sakit anak mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari dan keramas setiap hari. Setelah sakit anak hanya di lap saja dengan air hangat. Ibu mengatakan sebelum sakit anak biasanya BAB 1 kali sehari dengan konsistensi padat, warna kuning kecoklatan. Setelah sakit, bab wana kecoklatan bercampur darah. Ibu mengatakan sebelum sakit anak D BAK 5-6 kali sehari bewarna kuning, setelah frekuesni BAK semakin berkurang dan setiap BAK menangis karena sakit. Perawat memeriksa TB : 103 cm, BB : 16 Kg, sebelum sakit 23Kg. urin 2000 cc, feses 350 cc, muntah 273 cc. pemeriksaan fisik lengkap kemudian dilakukan perawat mulai dari kepala tampak simestrisn rambut merata, warna hitam, kulit kepala bersih sedikit berminyak, tidak ada lesi maupun tonjolan. Tidak ada nyeri saat palpasi. Wajah tampak pucat namu merah berbintik. Mata berebntuk simetris, sklera putih, konjungtiva pucat, tidak ada lesi maupun tonjolan, tidak ada nyeri tekan. Hidung tampak simetris, tidak ada secret, tidak ada perdarahan hidung, tidak ada nyeri tekan. Mukosa bibir kering, tidak ada pembesaran tonsil tidak ada nyeri tekan. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada kaku kuduk, tidak ada nyeri tekan. Telinga simetris, tidak ada serumen bersih pendengaaran baik. Tidak ada nyeri tekan. Bentuk dada simetris, nafas dangkal, tampak simestris, terdapat retraksi dinding dada, terdapat suara tambahan ronkhi, suara paru pekak dan didapatkan sura napas vesikular. Abdomen simetris, tampak membuncit, adanya nyeri tekan, pembesaran hati, terdengar redup, bising usus 2 bising per menit. Adanya petekie/bintik bintik merah kulit spontan, turgor kulit kembali 10 detik. Genetalia bentuk normal, bersih, sakit saat BAK. Adanya edema bagian tengan dan kaki akral hangat adanya nyeri otot/sendi serta tulang kaku, terdapat sianosis Anak D juga diperiksa rontgen abdomen dengan hasil : tak tampak disensi sistema usus, tak tampak batu opaq diproyeksi traktus urinarius, sistema tulang intak. Hasil Ro Trorax : bronkopneumonia, sugestif efusi pleura dexstra, besar cor normal. Hasil USG abdomen : asietes, efusi pluera bilateral
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI):
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi ditandai dengan suhu tubuh di atas 37,6°C.
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan keluhan nyeri pada perut dan saat berkemih.
3. Penurunan berat badan berhubungan dengan penurunan nafsu makan dan asupan nutrisi yang tidak adekuat ditandai dengan penurunan berat badan dari 23 kg menjadi 16 kg.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan dan elektrolit melalui muntah, diare, dan penurunan asupan cairan ditandai dengan gejala dehidrasi.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan akibat proses penyakit ditandai dengan anak tampak semakin lemah dan hanya berbaring di tempat tidur.
6. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan peradangan dan infeksi ditandai dengan adanya tanda-tanda kulit kemerahan pada kaki.
7. Perubahan proses keluaran urin berhubungan dengan peradangan pada saluran kemih ditandai dengan keluhan sakit saat berkemih.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5-37,5°C).
2. Anak melaporkan nyeri berkurang atau tidak ada.
3. Berat badan kembali ke berat badan sebelum sakit.
4. Cairan dan elektrolit dalam rentang normal.
5. Anak mampu melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
6. Perfusi jaringan perifer membaik, ditandai dengan hilangnya tanda-tanda kemerahan pada kulit.
7. Pola berkemih normal, tidak ada keluhan sakit saat berkemih.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Hipertermia:
- Observasi suhu tubuh secara berkala.
- Pemberian obat penurun panas sesuai indikasi.
- Kompres hangat pada area yang demam.
- Edukasi keluarga tentang manajemen demam.
2. Manajemen Nyeri:
- Observasi tanda-tanda nyeri.
- Pemberian analgesik sesuai indikasi.
- Teknik distraksi dan relaksasi.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk penanganan nyeri.
3. Manajemen Nutrisi:
- Observasi asupan nutrisi dan cairan.
- Pemberian nutrisi yang adekuat sesuai kebutuhan.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk perencanaan nutrisi.
- Edukasi keluarga tentang pentingnya nutrisi yang adekuat.
4. Manajemen Cairan dan Elektrolit:
- Observasi status cairan dan elektrolit.
- Pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan.
- Pemantauan intake-output cairan.
- Edukasi keluarga tentang pentingnya hidrasi yang adekuat.
5. Manajemen Aktivitas:
- Observasi toleransi aktivitas.
- Perencanaan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan anak.
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk program rehabilitasi.
- Edukasi keluarga tentang manajemen aktivitas anak.
6. Manajemen Perfusi Perifer:
- Observasi tanda-tanda perfusi perifer.
- Pemberian terapi antibiotik sesuai indikasi.
- Elevasi ekstremitas untuk meningkatkan sirkulasi.
- Edukasi keluarga tentang pentingnya pemantauan perfusi perifer.
7. Manajemen Berkemih:
- Observasi pola berkemih dan tanda-tanda infeksi saluran kemih.
- Pemberian terapi antibiotik sesuai indikasi.
- Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan infeksi saluran kemih.
- Edukasi keluarga tentang pentingnya pemantauan pola berkemih.
Semoga informasi ini bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada kasus yang diberikan. -
Article No. 14697 | 23 Mar 2025
Klinis : Seorang Anak laki laki An D usia 9 tahun datang ke IGD RS Ahmad Yani Metro 30 Agustus 2024 diantar keluarganya dengan keluhan deman dan gelisah yang dirasakan dari 2 hari sebelumnya, sejak tadi pagi sebelum di bawa ke IGD gusi berdarah, kedua kaki merah, nafsu makan tambah menurun, tampak semakin lemah. Saat dilakukan anamnesa ibu klien mengatakan masih demam, tidak mau makan dan anak mengeluh sakit di bagian perut disertai sesak, anak mengeluh sakit dan menangis saat BAK. Perawat selanjutnya memeriksa TTV, TD : 89/71, Suhu, 37,6 C, Nadi 132x/mnit tidak teratur, RR ; 34 x per menit, GCS : 15, SP02 : 95%. Ibu mengatakan anak tidak ada riwayat sakit sebelumnya dan tidak pernah di rawat di rs sebelumnya. Ibu mengatakan tidak ada obat obatan yang di minum sebelum ke rumah sakit. Sebelum sakit ini juga anak tidak ada riwayat operasi. Ibu mengatakan anak tidak ada alergi dan tidak pernah ada kecelakan. Ibu mengatakan tidak ada penyakit yang sama sebelumnya di keluarga. An D merupakan anak kedua dari 3 bersaudara laki laki. Ibu mengatakan An. D memiliki riwayat imunisasi lengkap. Ibu mengatakan sebelum sakit An D meruapana anak yang seperti anak lainnya yang dapat bersosialisasi dengan keluarga dan teman teman sebayanya namun setelah sakit anak hanya lemas tidur di kasur. Ibu mengatakan sebelum sakit anak makan 3 kali sehari dengan nasi sekitar 2 centongdan lauk bias telur, tempe atau ayam namun jarang. Setelah sakit naka hanya makan 1-2 sendok makan. Ibu mengatakan sebelum sakit anak bisa minum 6-8 gelas ukuran sedang setiap harinya. Setelah sakit anak hanya menghabiskan 1 gelas/hari. Ibu mengatakan anak sebelum sakit biasa tidur jam 21.00 wib dan bagun jam 06.30 Wib tanpa tidur siang. Namun setelah sakit anak hanya tidur malam hanya 4-5 jam/hari sering terbangun malam hari dan siang hanya tidur 1-2 jam sehari dans ering terbangun karena anak mengeluh sakit perutnya. Ibu mengatakan sebelum sakit anak mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari dan keramas setiap hari. Setelah sakit anak hanya di lap saja dengan air hangat. Ibu mengatakan sebelum sakit anak biasanya BAB 1 kali sehari dengan konsistensi padat, warna kuning kecoklatan. Setelah sakit, bab wana kecoklatan bercampur darah. Ibu mengatakan sebelum sakit anak D BAK 5-6 kali sehari bewarna kuning, setelah frekuesni BAK semakin berkurang dan setiap BAK menangis karena sakit. Perawat memeriksa TB : 103 cm, BB : 16 Kg, sebelum sakit 23Kg. urin 2000 cc, feses 350 cc, muntah 273 cc. pemeriksaan fisik lengkap kemudian dilakukan perawat mulai dari kepala tampak simestrisn rambut merata, warna hitam, kulit kepala bersih sedikit berminyak, tidak ada lesi maupun tonjolan. Tidak ada nyeri saat palpasi. Wajah tampak pucat namu merah berbintik. Mata berebntuk simetris, sklera putih, konjungtiva pucat, tidak ada lesi maupun tonjolan, tidak ada nyeri tekan. Hidung tampak simetris, tidak ada secret, tidak ada perdarahan hidung, tidak ada nyeri tekan. Mukosa bibir kering, tidak ada pembesaran tonsil tidak ada nyeri tekan. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada kaku kuduk, tidak ada nyeri tekan. Telinga simetris, tidak ada serumen bersih pendengaaran baik. Tidak ada nyeri tekan. Bentuk dada simetris, nafas dangkal, tampak simestris, terdapat retraksi dinding dada, terdapat suara tambahan ronkhi, suara paru pekak dan didapatkan sura napas vesikular. Abdomen simetris, tampak membuncit, adanya nyeri tekan, pembesaran hati, terdengar redup, bising usus 2 bising per menit. Adanya petekie/bintik bintik merah kulit spontan, turgor kulit kembali 10 detik. Genetalia bentuk normal, bersih, sakit saat BAK. Adanya edema bagian tengan dan kaki akral hangat adanya nyeri otot/sendi serta tulang kaku, terdapat sianosis Anak D juga diperiksa rontgen abdomen dengan hasil : tak tampak disensi sistema usus, tak tampak batu opaq diproyeksi traktus urinarius, sistema tulang intak. Hasil Ro Trorax : bronkopneumonia, sugestif efusi pleura dexstra, besar cor normal. Hasil USG abdomen : asietes, efusi pluera bilateral
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis dan tindakan medis yang dapat dikodekan adalah sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: A41.9
- Deskripsi: Sepsis, tidak diklasifikasikan di tempat lain. Anak D menunjukkan gejala-gejala yang sesuai dengan diagnosis sepsis, termasuk demam, penurunan nafsu makan, kelemahan, perdarahan gusi, dan perubahan pada kulit dan sistem pencernaan.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.15
- Deskripsi: Pemberian cairan intravena. Anak D memerlukan rehidrasi dan penanganan cairan yang adekuat untuk mengatasi kondisi dehidrasi dan gangguan tanda vital.
- Kode: 99.75
- Deskripsi: Pemberian terapi oksigen. Anak D menunjukkan gejala sesak napas, sehingga perlu diberikan terapi oksigen untuk membantu pernafasannya.
- Kode: 88.76
- Deskripsi: Ultrasonografi abdomen. Pemeriksaan USG abdomen dilakukan untuk mengevaluasi kondisi abdomen, termasuk adanya efusi pleura dan asites.
- Kode: 87.49
- Deskripsi: Pemeriksaan radiologi lain pada abdomen. Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk mengidentifikasi adanya bronkopneumonia dan efusi pleura.
Penjelasan:
Berdasarkan gejala dan temuan klinis yang disajikan, anak D didiagnosis dengan sepsis, yang ditandai dengan demam, penurunan nafsu makan, kelemahan, perdarahan gusi, perubahan pada kulit dan sistem pencernaan. Selain itu, ditemukan juga adanya bronkopneumonia, efusi pleura, dan asites yang memerlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Untuk penanganan, anak D memerlukan pemberian cairan intravena, terapi oksigen, dan pemantauan yang ketat. -
Article No. 14698 | 23 Mar 2025
Klinis : Seorang Anak laki laki An D usia 9 tahun datang ke IGD RS Ahmad Yani Metro 30 Agustus 2024 diantar keluarganya dengan keluhan deman dan gelisah yang dirasakan dari 2 hari sebelumnya, sejak tadi pagi sebelum di bawa ke IGD gusi berdarah, kedua kaki merah, nafsu makan tambah menurun, tampak semakin lemah. Saat dilakukan anamnesa ibu klien mengatakan masih demam, tidak mau makan dan anak mengeluh sakit di bagian perut disertai sesak, anak mengeluh sakit dan menangis saat BAK. Perawat selanjutnya memeriksa TTV, TD : 89/71, Suhu, 37,6 C, Nadi 132x/mnit tidak teratur, RR ; 34 x per menit, GCS : 15, SP02 : 95%. Ibu mengatakan anak tidak ada riwayat sakit sebelumnya dan tidak pernah di rawat di rs sebelumnya. Ibu mengatakan tidak ada obat obatan yang di minum sebelum ke rumah sakit. Sebelum sakit ini juga anak tidak ada riwayat operasi. Ibu mengatakan anak tidak ada alergi dan tidak pernah ada kecelakan. Ibu mengatakan tidak ada penyakit yang sama sebelumnya di keluarga. An D merupakan anak kedua dari 3 bersaudara laki laki. Ibu mengatakan An. D memiliki riwayat imunisasi lengkap. Ibu mengatakan sebelum sakit An D meruapana anak yang seperti anak lainnya yang dapat bersosialisasi dengan keluarga dan teman teman sebayanya namun setelah sakit anak hanya lemas tidur di kasur. Ibu mengatakan sebelum sakit anak makan 3 kali sehari dengan nasi sekitar 2 centongdan lauk bias telur, tempe atau ayam namun jarang. Setelah sakit naka hanya makan 1-2 sendok makan. Ibu mengatakan sebelum sakit anak bisa minum 6-8 gelas ukuran sedang setiap harinya. Setelah sakit anak hanya menghabiskan 1 gelas/hari. Ibu mengatakan anak sebelum sakit biasa tidur jam 21.00 wib dan bagun jam 06.30 Wib tanpa tidur siang. Namun setelah sakit anak hanya tidur malam hanya 4-5 jam/hari sering terbangun malam hari dan siang hanya tidur 1-2 jam sehari dans ering terbangun karena anak mengeluh sakit perutnya. Ibu mengatakan sebelum sakit anak mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari dan keramas setiap hari. Setelah sakit anak hanya di lap saja dengan air hangat. Ibu mengatakan sebelum sakit anak biasanya BAB 1 kali sehari dengan konsistensi padat, warna kuning kecoklatan. Setelah sakit, bab wana kecoklatan bercampur darah. Ibu mengatakan sebelum sakit anak D BAK 5-6 kali sehari bewarna kuning, setelah frekuesni BAK semakin berkurang dan setiap BAK menangis karena sakit. Perawat memeriksa TB : 103 cm, BB : 16 Kg, sebelum sakit 23Kg. urin 2000 cc, feses 350 cc, muntah 273 cc. pemeriksaan fisik lengkap kemudian dilakukan perawat mulai dari kepala tampak simestrisn rambut merata, warna hitam, kulit kepala bersih sedikit berminyak, tidak ada lesi maupun tonjolan. Tidak ada nyeri saat palpasi. Wajah tampak pucat namu merah berbintik. Mata berebntuk simetris, sklera putih, konjungtiva pucat, tidak ada lesi maupun tonjolan, tidak ada nyeri tekan. Hidung tampak simetris, tidak ada secret, tidak ada perdarahan hidung, tidak ada nyeri tekan. Mukosa bibir kering, tidak ada pembesaran tonsil tidak ada nyeri tekan. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada kaku kuduk, tidak ada nyeri tekan. Telinga simetris, tidak ada serumen bersih pendengaaran baik. Tidak ada nyeri tekan. Bentuk dada simetris, nafas dangkal, tampak simestris, terdapat retraksi dinding dada, terdapat suara tambahan ronkhi, suara paru pekak dan didapatkan sura napas vesikular. Abdomen simetris, tampak membuncit, adanya nyeri tekan, pembesaran hati, terdengar redup, bising usus 2 bising per menit. Adanya petekie/bintik bintik merah kulit spontan, turgor kulit kembali 10 detik. Genetalia bentuk normal, bersih, sakit saat BAK. Adanya edema bagian tengan dan kaki akral hangat adanya nyeri otot/sendi serta tulang kaku, terdapat sianosis Anak D juga diperiksa rontgen abdomen dengan hasil : tak tampak disensi sistema usus, tak tampak batu opaq diproyeksi traktus urinarius, sistema tulang intak. Hasil Ro Trorax : bronkopneumonia, sugestif efusi pleura dexstra, besar cor normal. Hasil USG abdomen : asietes, efusi pluera bilateral
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, ditandai dengan suhu tubuh >37,6°C.
2. Risiko Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan penurunan asupan cairan, diare, dan muntah.
3. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi dan peradangan pada abdomen dan saluran kemih, ditandai dengan keluhan nyeri pada perut dan saat BAK.
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, ditandai dengan gejala demam, gelisah, dan perubahan tanda-tanda vital.
5. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, ditandai dengan penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
6. Gangguan Pola Eliminasi Urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih, ditandai dengan frekuensi BAK berkurang dan rasa sakit saat BAK.
7. Gangguan Pola Eliminasi Fekal berhubungan dengan diare, ditandai dengan perubahan konsistensi dan frekuensi BAB.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Hipertermia:
- Suhu tubuh dalam batas normal
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
2. Keseimbangan Cairan:
- Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
- Intake dan output cairan seimbang
- Tekanan darah, nadi, dan laju pernapasan dalam batas normal
3. Kontrol Nyeri:
- Nyeri berkurang
- Anak dapat melaporkan nyeri dengan akurat
- Anak dapat menggunakan metode nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
4. Kontrol Risiko Infeksi:
- Tidak ada tanda-tanda infeksi baru
- Tidak ada peningkatan suhu tubuh
- Tidak ada peningkatan jumlah leukosit
5. Kemampuan Beraktivitas:
- Anak dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan bantuan minimal
- Anak dapat berpartisipasi dalam aktivitas bermain dan belajar
6. Pola Eliminasi Urin:
- Frekuensi BAK dalam batas normal
- Anak tidak mengeluh sakit saat BAK
- Tidak ada tanda-tanda infeksi saluran kemih
7. Pola Eliminasi Fekal:
- Frekuensi dan konsistensi BAB dalam batas normal
- Tidak ada darah dalam feses
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Hipertermia:
- Monitoring tanda-tanda vital secara berkala
- Pemberian kompres hangat/dingin untuk menurunkan suhu tubuh
- Manajemen lingkungan yang nyaman dan sejuk
- Edukasi kepada keluarga tentang pengelolaan hipertermia
2. Risiko Kekurangan Volume Cairan:
- Monitoring intake dan output cairan
- Pemberian cairan intravena sesuai kebutuhan
- Pemberian antiemetik dan antidiare jika diperlukan
- Edukasi kepada keluarga tentang pentingnya asupan cairan yang adekuat
3. Nyeri Akut:
- Pengkajian nyeri secara komprehensif
- Pemberian analgesik sesuai indikasi
- Terapi non-farmakologis (distraksi, terapi bermain)
- Edukasi kepada anak dan keluarga tentang manajemen nyeri
4. Risiko Infeksi:
- Monitoring tanda-tanda infeksi secara berkala
- Pemberian antibiotik sesuai indikasi
- Perawatan luka dan kebersihan diri yang baik
- Edukasi kepada keluarga tentang pencegahan infeksi
5. Intoleransi Aktivitas:
- Pengkajian kemampuan aktivitas anak
- Perencanaan aktivitas dan latihan fisik yang bertahap
- Pemberian dukungan emosional dan motivasi
- Edukasi kepada anak dan keluarga tentang manajemen aktivitas
6. Gangguan Pola Eliminasi Urin:
- Monitoring pola eliminasi urin
- Pemberian cairan yang adekuat dan antibiotik sesuai indikasi
- Perawatan genetalia yang baik
- Edukasi kepada anak dan keluarga tentang manajemen infeksi saluran kemih
7. Gangguan Pola Eliminasi Fekal:
- Monitoring pola eliminasi fekal
- Pemberian obat antidiare sesuai indikasi
- Peningkatan asupan cairan dan serat
- Edukasi kepada anak dan keluarga tentang manajemen diare
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mempertimbangkan kondisi anak secara holistik, melibatkan keluarga, dan bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya untuk mencapai hasil yang optimal bagi anak. -
Article No. 14699 | 23 Mar 2025
Klinis : Manajemen Halusinasi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Manajemen Halusinasi dengan tone akademis dan persona sebagai pakar perawat.
Diagnosa Keperawatan:
Halusinasi
Definisi:
Halusinasi adalah persepsi sensori yang timbul tanpa adanya stimulus eksternal yang sesuai.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita eksternal dan terjadi tanpa adanya rangsangan sensorik yang sesuai.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari manajemen halusinasi adalah klien dapat mengenali dan mengontrol halusinasi, serta dapat beradaptasi dengan efektif terhadap pengalaman halusinasi.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk manajemen halusinasi antara lain:
1. Asesmen halusinasi: mengidentifikasi karakteristik, frekuensi, dan respon klien terhadap halusinasi.
2. Intervensi farmakologis: pemberian obat-obatan sesuai dengan indikasi medis untuk mengurangi gejala halusinasi.
3. Intervensi nonfarmakologis: teknik relaksasi, distraksi, dan realitas orientasi untuk membantu klien mengenali dan mengontrol halusinasi.
4. Edukasi dan konseling: memberikan informasi mengenai halusinasi serta strategi manajemen yang efektif.
5. Dukungan keluarga: melibatkan keluarga dalam proses perawatan dan manajemen halusinasi.
Dengan pendekatan komprehensif yang mencakup asesmen, intervensi farmakologis dan nonfarmakologis, serta edukasi dan dukungan, diharapkan klien dapat mengelola halusinasi secara efektif dan meningkatkan kualitas hidupnya.