Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 15025 | 07 Apr 2025
Klinis : SESAK, BATUK, DEMAM, PILEK
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi sesak, batuk, demam, dan pilek.
Diagnosa Keperawatan:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
- Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan lancarnya ventilasi.
- Penyebab: Sekresi berlebih, obstruksi jalan napas, kelemahan otot pernapasan.
2. Hipertermia
- Definisi: Peningkatan suhu tubuh di atas nilai normal.
- Penyebab: Proses infeksi, reaksi imunologis.
3. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
- Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan lancarnya ventilasi.
- Penyebab: Sekresi berlebih, obstruksi jalan napas, kelemahan otot pernapasan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Bersihan Jalan Napas Efektif
2. Suhu Tubuh dalam Rentang Normal
3. Bersihan Jalan Napas Membaik
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Jalan Napas
- Tujuan: Mempertahankan dan memfasilitasi bersihan jalan napas.
- Intervensi: Pengisapan lendir, hidrasi, pemberian bronkodilator, dan latihan batuk efektif.
2. Manajemen Demam
- Tujuan: Menurunkan suhu tubuh ke dalam rentang normal.
- Intervensi: Kompres hangat, obat penurun demam, dan pemantauan suhu tubuh.
3. Manajemen Batuk
- Tujuan: Memfasilitasi pengeluaran sekret.
- Intervensi: Atur posisi, berikan cairan hangat, dan ajarkan teknik batuk efektif.
Secara umum, kondisi sesak, batuk, demam, dan pilek menunjukkan adanya gangguan pada sistem pernapasan yang dapat disebabkan oleh infeksi atau reaksi imunologis. Tujuan utama penatalaksanaan keperawatan adalah untuk mempertahankan bersihan jalan napas, menurunkan suhu tubuh, dan memfasilitasi pengeluaran sekret. -
Article No. 15026 | 07 Apr 2025
Klinis : Pusing, badan sakit-sakit , tenggorokan gatal
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Ibu/Bapak. Saya adalah perawat yang akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda alami.
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan iritasi dan inflamasi pada tenggorokan.
Penjelasan singkat:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
- Nyeri akut: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- Ketidakefektifan bersihan jalan napas: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
- Nyeri akut: Ekspresi verbal/nonverbal tentang pengalaman nyeri, Perilaku yang menunjukkan nyeri, dan Tanda-tanda vital yang abnormal.
- Ketidakefektifan bersihan jalan napas: Frekuensi napas, Irama napas, dan Kemampuan batuk efektif.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
- Nyeri akut: Manajemen nyeri, Manajemen obat-obatan, dan Teknik nonfarmakologis.
- Ketidakefektifan bersihan jalan napas: Manajemen jalan napas, Terapi pernapasan, dan Peningkatan batuk.
Berdasarkan kondisi yang Anda alami, yaitu pusing, badan sakit-sakit, dan tenggorokan gatal, kami merekomendasikan agar Anda melakukan pemeriksaan lebih lanjut ke tenaga kesehatan yang kompeten untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Jangan ragu untuk menghubungi kami jika ada pertanyaan atau hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut. Semoga lekas sembuh, Ibu/Bapak. -
Article No. 15027 | 07 Apr 2025
Klinis : Badan gatal-gatal 2 minggu
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Pruritus
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Pruritus didefinisikan sebagai sensasi tidak menyenangkan pada kulit yang memicu keinginan untuk menggaruk. Ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti alergi, infeksi, kondisi kulit, atau masalah kesehatan lainnya.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Tujuan utama dari penanganan pruritus adalah mengurangi atau menghilangkan rasa gatal, mencegah kerusakan kulit akibat menggaruk, dan mengatasi penyebab utamanya. Luaran yang diharapkan adalah klien dapat mengendalikan rasa gatal, memiliki kulit yang sehat, dan bebas dari komplikasi.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan untuk menangani pruritus meliputi:
1. Identifikasi penyebab dan faktor-faktor yang memperburuk gejala.
2. Penggunaan pelembab, pemberian obat topikal, atau antihistamin sesuai indikasi.
3. Edukasi klien tentang cara mengendalikan rasa gatal, seperti menghindari garukan, penggunaan kain lembut, dan manajemen stres.
4. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (dermatolog, ahli alergi) jika diperlukan.
Dengan pendekatan sistematis berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan efektif dalam mengatasi kondisi pruritus pada klien. -
Article No. 15028 | 07 Apr 2025
Klinis : sakit pinggang
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi sakit pinggang.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Kronik
Penjelasan:
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), nyeri kronik didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Pada kasus sakit pinggang, nyeri dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti cedera muskuloskeletal, kondisi degeneratif, atau masalah struktural di area pinggang.
Selanjutnya, terkait Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran yang diharapkan dari penanganan nyeri kronik meliputi pengurangan tingkat nyeri, peningkatan kemampuan beraktivitas, dan manajemen nyeri yang efektif. Pasien diharapkan dapat mengelola nyeri dengan baik dan mempertahankan kualitas hidup yang optimal.
Untuk Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi yang dapat dilakukan antara lain manajemen nyeri, terapi modalitas, terapi relaksasi, edukasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. Intervensi ini bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri, meningkatkan kemampuan fungsional, dan membantu pasien beradaptasi dengan kondisi nyeri kronis.
Secara keseluruhan, pendekatan holistik dan kolaboratif sangat diperlukan dalam penanganan sakit pinggang dengan nyeri kronik untuk mencapai hasil yang optimal bagi pasien. -
Article No. 15030 | 07 Apr 2025
Klinis : Pasien pria, usia 9 tahun, keadaan umum sedang, pasien post operasi laparatomi, pasien saat ini puasa total, flatus belum ada, kembung, distensi abdomen, lingkar perut 64cm, produksi cairan lambung 150 ml per 7 jam, produksi urine 600 ml per 7 jam
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang diberikan, berikut adalah diagnosis keperawatan, serta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang sesuai:
Diagnosis Keperawatan:
1. Risiko Konstipasi berhubungan dengan pembatasan asupan nutrisi dan cairan.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko Konstipasi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami kesulitan dalam defekasi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Pemulihan Fungsi Gastrointestinal: Tingkat pengembalian fungsi usus ke kondisi normal setelah mengalami gangguan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Konstipasi: Tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengatasi konstipasi.
2. Manajemen Abdomen: Tindakan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki fungsi abdomen.
Penjelasan Singkat:
Pasien pasca operasi laparatomi berisiko mengalami konstipasi karena pembatasan asupan nutrisi dan cairan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya distensi abdomen dan kembung. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen konstipasi dengan memantau pola defekasi, mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi konstipasi, dan memberikan intervensi yang sesuai, serta manajemen abdomen dengan memantau fungsi gastrointestinal dan melakukan tindakan yang tepat untuk memulihkan fungsi abdomen. -
Article No. 15031 | 07 Apr 2025
Klinis : Kasus 1 (Saraf) Seorang pasien laki-laki berusia 45 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pinggang bawah menjalar ke tungkai kanan sejak 2 bulan terakhir. Pasien juga mengeluhkan kesemutan dan kelemahan pada tungkai kanan terutama setelah duduk lama. Riwayat pekerjaan pasien sebagai kuli bangunan yang sering mengangkat beban berat. Skala nyeri 7/10 menurut Numerical Rating Scale (NRS). Data pemeriksaan fisik: Inspeksi: Postur tubuh pasien tampak condong ke satu sisi untuk menghindari nyeri, Palpasi: Teraba ketegangan otot paraspinal di daerah pinggang. Pemeriksaan neurologis: Tes Lasegue (+) pada tungkai kanan (nyeri bertambah bila tungkai diangkat ≥30°), refleks patela kanan menurun, kekuatan otot tungkai kanan 3/5 (kelemahan motorik). Hasil Pemeriksaan Penunjang MRI Lumbal: Hernia nukleus pulposus (HNP) L4-L5 dengan penekanan pada akar saraf L5, Penipisan diskus intervertebralis L4-L5. Rontgen Lumbal: Penyempitan ruang intervertebralis L4-L5, spondilosis ringan. EMG (Elektromiografi): Menunjukkan adanya radikulopati L5 pada tungkai kanan. Pasien diberikan terapi farmakologis (NSAID dan pelemas otot) serta fisioterapi untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan mobilitas. Namun, pasien masih merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Kasus 1 (Saraf)
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan dalam istilah kerusakan semacam itu.
Faktor yang Berhubungan: Agen cedera biologis (hernia nukleus pulposus), abnormalitas neurofisiologis.
2. Gangguan Mobilitas Fisik
Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik yang bertujuan dan terkoordinasi dari satu atau lebih ekstremitas.
Faktor yang Berhubungan: Keterbatasan lingkup gerak sendi, kelemahan otot.
3. Gangguan Persepsi Sensorik
Definisi: Perubahan dalam jumlah atau pola masukan sensorik.
Faktor yang Berhubungan: Disfungsi sensorik saraf perifer (radikulopati L5).
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Kontrol Nyeri
Definisi: Kemampuan untuk mengendalikan pengalaman nyeri.
Kriteria Hasil:
- Pasien dapat melaporkan nyeri berkurang hingga skor 3/10 pada Numerical Rating Scale (NRS).
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan nyeri terkontrol.
2. Mobilitas
Definisi: Kemampuan untuk bergerak secara bebas dan terkoordinasi.
Kriteria Hasil:
- Pasien dapat berjalan dengan baik tanpa bantuan alat bantu.
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri.
3. Persepsi Sensorik: Somatosensorik
Definisi: Kemampuan untuk mengenali, membedakan, dan merespons rangsangan sensorik.
Kriteria Hasil:
- Pasien dapat merasakan sensasi normal pada tungkai kanan.
- Pasien tidak lagi mengalami keluhan kesemutan pada tungkai kanan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Nyeri
- Lakukan pengkajian nyeri komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, intensitas, faktor pencetus, dan faktor yang mempengaruhi).
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk memberikan terapi farmakologis dan non-farmakologis yang sesuai (NSAID, pelemas otot, fisioterapi).
- Ajarkan teknik manajemen nyeri mandiri (distraksi, relaksasi, kompres hangat).
- Monitor respon pasien terhadap intervensi yang diberikan.
2. Peningkatan Mobilitas
- Kaji keterbatasan gerak dan kekuatan otot pasien.
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk memberikan latihan peregangan dan penguatan otot.
- Ajarkan pasien latihan mobilisasi bertahap dan penggunaan alat bantu jika diperlukan.
- Dorong pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara bertahap.
- Berikan dukungan emosional dan motivasi pada pasien.
3. Peningkatan Persepsi Sensorik
- Kaji sensasi somatosensorik pasien (sentuhan, tekanan, getaran, propriosepsi).
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk memberikan stimulasi sensorik dan latihan koordinasi.
- Ajarkan pasien latihan sensomotorik dan pemanfaatan indera lain untuk mengkompensasi defisit.
- Monitor perkembangan persepsi sensorik pasien dan lakukan evaluasi berkala.
Penjelasan rinci dan terperinci:
Diagnosis keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien ini adalah nyeri akut, gangguan mobilitas fisik, dan gangguan persepsi sensorik. Nyeri akut disebabkan oleh hernia nukleus pulposus L4-L5 yang menekan akar saraf L5, mengakibatkan nyeri pinggang bawah menjalar ke tungkai kanan. Gangguan mobilitas fisik terjadi karena kelemahan otot tungkai kanan dan keterbatasan gerak sendi akibat nyeri. Gangguan persepsi sensorik berupa kesemutan dan berkurangnya sensasi pada tungkai kanan disebabkan oleh radikulopati L5.
Luaran yang diharapkan setelah asuhan keperawatan adalah kontrol nyeri, peningkatan mobilitas, dan perbaikan persepsi sensorik. Pasien diharapkan dapat mengendalikan nyeri hingga skor 3/10 pada NRS, sehingga dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik. Pasien juga diharapkan dapat berjalan tanpa alat bantu dan melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Selain itu, pasien diharapkan dapat merasakan sensasi normal pada tungkai kanan dan tidak lagi mengalami keluhan kesemutan.
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran tersebut meliputi manajemen nyeri, peningkatan mobilitas, dan peningkatan persepsi sensorik. Manajemen nyeri dilakukan melalui pengkajian nyeri komprehensif, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk memberikan terapi farmakologis dan non-farmakologis, serta edukasi teknik manajemen nyeri mandiri. Peningkatan mobilitas dilakukan melalui pengkajian keterbatasan gerak dan kekuatan otot, kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan mobilisasi, serta dorongan pada pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara bertahap. Peningkatan persepsi sensorik dilakukan melalui pengkajian sensasi somatosensorik, kolaborasi dengan fisioterapis untuk stimulasi sensorik dan latihan koordinasi, serta edukasi latihan sensomotorik pada pasien. -
Article No. 15032 | 07 Apr 2025
Klinis : Seorang remaja perempuan berusia 15 tahun bernama Nn. RY bersama orang tuanya mengunjungi RSUD Cempaka Putih dengan keluhan tidak mendapatkan menstruasi pertama pada usia 15 tahun dan tidak adanya perkembangan payudara atau karakteristik seks sekunder. Nn. RY terlihat cemas dan gelisah karena hal tersebut merasa dirinya berbeda dengan remaja pada umumnya dan takut akan hal buruk yang terjadi pada dirinya. Dalam pemeriksaan fisik, pasien menunjukkan TD: 119/82, N: 89 x/mnt, RR: 20 x/mnt, SpO2: 100%, obesitas dan perkembangan payudara yang sesuai dengan Tanner stage V, namun tidak ada tanda-tanda virilisasi atau kelainan pada genitalia eksternal. Menstruasi belum pernah terjadi, meskipun terdapat catatan percepatan pertumbuhan sekitar 1,5-2 tahun sebelum kunjungan. Analisis laboratorium menunjukkan hipogonadisme hipergonadotropik dengan tingkat oestradiol rendah, pemeriksaan pencitraan mendapati uterus kecil tanpa ovarium yang terdeteksi, dan pasien positif menderita amenorrhea primer.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi pasien Nn. RY:
1. Cemas berhubungan dengan perubahan fisik yang dialami.
Definisi: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya atau ketidakpastian.
2. Risiko ketidakefektifan identitas diri berhubungan dengan perubahan fisik yang belum sesuai dengan tahap perkembangan.
Definisi: Rentan mengalami perasaan tidak mampu mengintegrasikan aspek-aspek diri dan merasa tidak berharga sebagai individu.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Cemas Terkendali
- Pasien dapat mengidentifikasi penyebab kecemasan
- Pasien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi untuk mengatasi kecemasan
- Pasien dapat menunjukkan perilaku yang mencerminkan kontrol diri yang baik
2. Identitas Diri Positif
- Pasien dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diri
- Pasien dapat menunjukkan penerimaan terhadap perubahan fisik yang dialami
- Pasien dapat menunjukkan perilaku yang mencerminkan harga diri yang baik
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Kecemasan
- Kaji tingkat kecemasan pasien
- Identifikasi penyebab kecemasan pasien
- Ajarkan teknik relaksasi seperti napas dalam, visualisasi, dan distraksi
- Berikan dukungan emosional
- Libatkan keluarga dalam mendukung pasien
2. Peningkatan Citra Tubuh
- Kaji persepsi pasien tentang perubahan fisik yang dialami
- Bantu pasien mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diri
- Ajarkan pasien untuk menerima perubahan fisik yang dialami
- Berikan edukasi tentang perubahan fisik yang wajar terjadi pada usia remaja
- Libatkan keluarga dalam mendukung penerimaan diri pasien
Penjelasan rinci:
Pasien Nn. RY mengalami kondisi yang disebut amenorrhea primer, yaitu ketika seorang remaja perempuan belum mendapatkan menstruasi pertama pada usia 15 tahun dan tidak adanya perkembangan payudara atau karakteristik seks sekunder lainnya. Hal ini dapat menyebabkan kecemasan dan risiko ketidakefektifan identitas diri pada pasien.
Diagnosa keperawatan yang sesuai adalah cemas berhubungan dengan perubahan fisik yang dialami, dan risiko ketidakefektifan identitas diri berhubungan dengan perubahan fisik yang belum sesuai dengan tahap perkembangan. Luaran yang diharapkan adalah cemas terkendali dan identitas diri positif.
Intervensi keperawatan yang diperlukan adalah manajemen kecemasan dan peningkatan citra tubuh. Manajemen kecemasan bertujuan untuk membantu pasien mengelola kecemasan yang dialami, sedangkan peningkatan citra tubuh bertujuan untuk membantu pasien menerima perubahan fisik yang terjadi dan membangun konsep diri yang positif.
Kerja sama yang erat dengan tim medis lainnya, seperti endokrinolog dan ahli gizi, juga diperlukan untuk menangani kondisi medis pasien secara komprehensif. -
Article No. 15033 | 07 Apr 2025
Klinis : Seorang remaja perempuan berusia 15 tahun bernama Nn. RY bersama orang tuanya mengunjungi RSUD Cempaka Putih dengan keluhan tidak mendapatkan menstruasi pertama pada usia 15 tahun dan tidak adanya perkembangan payudara atau karakteristik seks sekunder. Nn. RY terlihat cemas dan gelisah karena hal tersebut merasa dirinya berbeda dengan remaja pada umumnya dan takut akan hal buruk yang terjadi pada dirinya. Dalam pemeriksaan fisik, pasien menunjukkan TD: 119/82, N: 89 x/mnt, RR: 20 x/mnt, SpO2: 100%, obesitas dan perkembangan payudara yang sesuai dengan Tanner stage V, namun tidak ada tanda-tanda virilisasi atau kelainan pada genitalia eksternal. Menstruasi belum pernah terjadi, meskipun terdapat catatan percepatan pertumbuhan sekitar 1,5-2 tahun sebelum kunjungan. Analisis laboratorium menunjukkan hipogonadisme hipergonadotropik dengan tingkat oestradiol rendah, pemeriksaan pencitraan mendapati uterus kecil tanpa ovarium yang terdeteksi, dan pasien positif menderita amenorrhea primer.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis keperawatan yang sesuai untuk kondisi Nn. RY adalah:
1. Diagnosis Keperawatan (SDKI): Gangguan Citra Tubuh
Penjelasan: Nn. RY mengalami gangguan citra tubuh ditandai dengan kecemasan dan kegelisahan karena merasa berbeda dengan remaja pada umumnya dan takut akan hal buruk yang terjadi pada dirinya. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya menstruasi pertama dan perkembangan karakteristik seks sekunder yang tidak sesuai dengan usia.
2. Diagnosis SLKI: Kesejahteraan Emosional Terganggu
Penjelasan: Nn. RY mengalami gangguan kesejahteraan emosional yang ditandai dengan kecemasan dan kegelisahan akibat kondisi medisnya yang belum jelas. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan Nn. RY dalam beradaptasi dan mengelola emosinya secara efektif.
3. Diagnosis SIKI: Manajemen Disfungsi Seksual
Penjelasan: Nn. RY mengalami disfungsi seksual berupa amenorrhea primer dan keterlambatan perkembangan karakteristik seks sekunder. Hal ini memerlukan intervensi keperawatan yang tepat untuk membantu Nn. RY dalam mengelola kondisi seksualnya dengan baik.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat dapat menggunakan standar praktik keperawatan (SDKI, SLKI, SIKI) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai panduan dalam menentukan diagnosis, intervensi, dan hasil yang diharapkan. Dengan pendekatan yang holistik dan berpusat pada pasien, perawat dapat membantu Nn. RY dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya. -
Article No. 15034 | 07 Apr 2025
Klinis : SLKI: Perfusi serebral meningkat Indikator SLKI: Kesadaran membaik GCS meningkat Tanda vital stabil Tidak ada tanda peningkatan tekanan intrakranial SIKI: Manajemen Neurologis Intervensi & Rasional: Intervensi SIKI Rasional Pantau tingkat kesadaran (GCS) secara berkala Mengkaji perkembangan perfusi otak Observasi tanda vital dan status neurologis Perubahan dapat menunjukkan kondisi otak Posisi kepala 30 derajat Membantu menurunkan tekanan intrakranial Kolaborasi pemberian terapi oksigen Meningkatkan oksigenasi jaringan otak
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Perfusi Serebral Meningkat
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Perfusi Serebral Meningkat merupakan kondisi individu dengan peningkatan aliran darah ke otak, ditandai dengan kesadaran membaik, peningkatan skor GCS, stabilnya tanda vital, dan tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan pada kondisi ini adalah Perfusi Serebral Meningkat, dengan indikator SLKI yaitu kesadaran membaik, GCS meningkat, tanda vital stabil, dan tidak ada tanda peningkatan tekanan intrakranial.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang sesuai adalah Manajemen Neurologis, dengan rasional untuk memantau perkembangan perfusi otak melalui pemantauan tingkat kesadaran dan status neurologis, serta melakukan intervensi untuk mempertahankan dan meningkatkan perfusi serebral, seperti pengaturan posisi kepala dan kolaborasi pemberian terapi oksigen.
Perawat perlu melakukan pengkajian dan pemantauan yang komprehensif terhadap kondisi pasien untuk memastikan perfusi serebral tetap optimal dan mencegah komplikasi lebih lanjut. -
Article No. 15035 | 07 Apr 2025
Klinis : SLKI: Perfusi serebral meningkat Indikator SLKI: Kesadaran membaik GCS meningkat Tanda vital stabil Tidak ada tanda peningkatan tekanan intrakranial SIKI: Manajemen Neurologis Intervensi & Rasional: Intervensi SIKI Rasional Pantau tingkat kesadaran (GCS) secara berkala Mengkaji perkembangan perfusi otak Observasi tanda vital dan status neurologis Perubahan dapat menunjukkan kondisi otak Posisi kepala 30 derajat Membantu menurunkan tekanan intrakranial Kolaborasi pemberian terapi oksigen Meningkatkan oksigenasi jaringan otak
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Peningkatan Perfusi Serebral
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Peningkatan perfusi serebral merupakan diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi dimana terjadi peningkatan aliran darah ke otak, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti peningkatan tekanan darah, penurunan tekanan intrakranial, atau perbaikan kondisi neurologis.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan pada kondisi peningkatan perfusi serebral adalah:
1. Kesadaran membaik: Pasien menunjukkan peningkatan tingkat kesadaran yang dapat diukur dengan Glascow Coma Scale (GCS).
2. GCS meningkat: Skor GCS pasien mengalami peningkatan, menandakan perbaikan kondisi neurologis.
3. Tanda vital stabil: Tanda-tanda vital, seperti tekanan darah, nadi, dan respirasi, berada dalam rentang normal.
4. Tidak ada tanda peningkatan tekanan intrakranial: Tidak ditemukan gejala-gejala yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan di dalam rongga tengkorak.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengelola peningkatan perfusi serebral adalah:
1. Pantau tingkat kesadaran (GCS) secara berkala: Untuk mengkaji perkembangan perfusi otak.
2. Observasi tanda vital dan status neurologis: Perubahan tanda vital dan kondisi neurologis dapat menunjukkan perubahan pada fungsi otak.
3. Posisikan kepala 30 derajat: Untuk membantu menurunkan tekanan intrakranial.
4. Kolaborasi pemberian terapi oksigen: Untuk meningkatkan oksigenasi jaringan otak.
Secara keseluruhan, pengelolaan kondisi peningkatan perfusi serebral berfokus pada pemantauan kondisi neurologis, pengaturan posisi, dan kolaborasi pemberian terapi yang bertujuan untuk menjaga stabilitas perfusi dan oksigenasi otak.