Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 21547 | 06 Sep 2025
Klinis : lepas jahitan
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis terkait kondisi lepas jahitan:
1. Kode ICD-10:
- Kode: T81.31XA
- Deskripsi: Dehiscensi luka operasi, komplikasi saat perawatan, kondisi awal
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 86.59
- Deskripsi: Perbaikan luka operasi, lain-lain
Penjelasan:
Kode ICD-10 T81.31XA menunjukkan adanya dehiscensi (lepasnya) jahitan luka operasi, yang merupakan komplikasi yang terjadi selama perawatan. Kode "XA" menunjukkan bahwa ini adalah kasus awal atau kondisi yang baru terjadi.
Kode ICD-9-CM 86.59 mengacu pada prosedur perbaikan luka operasi, termasuk tindakan memasang kembali jahitan yang lepas. Kode ini mencakup berbagai jenis tindakan perbaikan luka operasi selain yang secara spesifik tercantum dalam kode-kode lainnya.
Penegakan kode diagnosis dan prosedur ini penting untuk mendokumentasikan kondisi pasien dan tindakan yang dilakukan, serta untuk keperluan penagihan dan klaim asuransi. -
Article No. 21548 | 06 Sep 2025
Klinis : Gatal - gatal di badan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI beserta kodenya dan definisinya yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Gatal-gatal di badan:
Diagnosa Keperawatan:
Pruritus (00027)
Definisi: Sensasi tidak nyaman kulit yang menyebabkan keinginan kuat untuk menggaruk.
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Kode: 00027
Definisi: Sensasi tidak nyaman kulit yang menyebabkan keinginan kuat untuk menggaruk.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Kode: LS-006
Definisi: Tingkat kenyamanan kulit yang optimal.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Kode: IP-030
Definisi: Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengendalikan atau mengurangi sensasi tidak nyaman pada kulit sehingga klien merasa nyaman.
Penjelasan singkat:
Pruritus atau gatal-gatal di badan merupakan sensasi tidak nyaman pada kulit yang menyebabkan keinginan kuat untuk menggaruk. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti reaksi alergi, infeksi, atau kondisi kulit lainnya. Perawatan keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pengkajian kondisi kulit, identifikasi penyebab, pemberian intervensi untuk mengurangi gejala gatal, serta edukasi kepada pasien mengenai perawatan kulit yang tepat. -
Article No. 21549 | 06 Sep 2025
Klinis : Muntah muntah demam
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, yaitu "Muntah-muntah, demam", berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Mual (NANDA-I: 00134)
- SDKI: Gangguan sensasi tidak nyaman di daerah lambung yang dapat menyebabkan dorongan untuk muntah.
- SLKI: Peningkatan kemampuan mengatasi mual.
- SIKI: Manajemen mual (10025).
2. Hipertermi (NANDA-I: 00007)
- SDKI: Suhu tubuh di atas normal (> 37,5°C) yang disebabkan oleh peningkatan produksi panas atau penurunan hilangnya panas.
- SLKI: Pemulihan suhu tubuh normal.
- SIKI: Manajemen hipertermi (10023).
Penjelasan Singkat:
1. Mual (NANDA-I: 00134)
- Kode SDKI: 10025
- Definisi SDKI: Gangguan sensasi tidak nyaman di daerah lambung yang dapat menyebabkan dorongan untuk muntah.
- Kode SLKI: 10025
- Definisi SLKI: Peningkatan kemampuan mengatasi mual.
- Kode SIKI: 10025
- Definisi SIKI: Manajemen mual.
2. Hipertermi (NANDA-I: 00007)
- Kode SDKI: 10023
- Definisi SDKI: Suhu tubuh di atas normal (> 37,5°C) yang disebabkan oleh peningkatan produksi panas atau penurunan hilangnya panas.
- Kode SLKI: 10023
- Definisi SLKI: Pemulihan suhu tubuh normal.
- Kode SIKI: 10023
- Definisi SIKI: Manajemen hipertermi.
Dengan tone yang akademis dan persona sebagai pakar/perawat, penjelasan ini memberikan informasi mengenai diagnosa keperawatan, kode, dan definisi yang sesuai dengan SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh PPNI untuk kondisi "Muntah-muntah, demam". -
Article No. 21551 | 06 Sep 2025
Klinis : Pada penghujung tahun 2021, Gunung Semeru mengeluarkan Awan Panas Guguran (APG) hingga lahar dingin cukup besar yang meluluhlantakkan ratusan bangunan serta merenggut nyawa sejumlah warga hingga hewan ternak mati atau terjebak dalam abu vulkanik. Setelah erupsi, disusul banjir lahar dingin hingga menghanyutkan mobil relawan. Berdasarkan data Pos Komando (Posko) Penanganan Darurat Bencana Erupsi Semeru, per Sabtu (25/12/2021), tercatat ada 54 orang meninggal dunia, sedangkan 6 warga dinyatakan hilang. Sementara total rumah rusak mencapai 1.027 unit. Rumah rusak ini tersebar di beberapa Desa dengan kategori rusak berat hingga ratusan unit. Total warga mengungsi sejumlah 9.417 jiwa yang tersebar di 402 titik. Bencana alam ini mendapat respons dari sejumlah pihak. Banyak bantuan hingga relawan berdatangan. Di posko pengungsian, lansia merupakan salah satu kelompok rentan yang menghadapi tantangan yang lebih kompleks dibanding kelompok usia produktif. Hal ini dikarenakan kelompok lansia tidak jarang memiliki keterbatasan dalam mobilisasi, sehingga sulit melakukan evakuasi mandiri ketika bencana terjadi. Banyak dari lansia yang harus dibopong, digendong, atau menggunakan alat bantu jalan yang kurang memadai. Akibatnya, sebagian lansia mengalami cedera atau kelelahan selama proses evakuasi. Di tenda-tenda darurat yang padat, kondisi ini semakin diperparah oleh fasilitas yang minim, misalnya akses toilet yang jauh, tempat tidur seadanya, serta kurangnya pencahayaan dan ventilasi. Berdasarkan pendataan Kemkes (2021) di lapangan, tercatat sekitar 312 lansia mengalami hambatan mobilisasi, dengan 48 orang di antaranya mengalami cedera ringan seperti terkilir dan memar akibat proses evakuasi yang terburu-buru. Lebih lanjut, sebanyak 527 lansia dilaporkan kesulitan beradaptasi dengan kondisi pengungsian, terutama terkait akses sanitasi dan tempat tidur. Dari jumlah tersebut, 139 orang mengeluhkan nyeri sendi dan punggung akibat harus tidur di alas seadanya. Kondisi kesehatan juga menjadi perhatian, tercatat 276 kasus berasal dari kelompok lansia dengan riwayat penyakit kronis, di mana 91 orang di antaranya mengalami perburukan penyakit jantung dan diabetes sehingga membutuhkan pemantauan intensif. Selain itu, sejumlah 479 pengungsi mengalami ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Atas, yang mana jumlah pengungsi terbanyak berasal dari kelompok lansia. Lansia sendiri merupakan kelompok rentan dengan komorbiditas tinggi, seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, serta gangguan pernapasan kronis. Paparan abu vulkanik dari erupsi memperburuk kondisi mereka. Banyak lansia mengeluhkan batuk kronis, sesak napas, pusing, dan kelelahan akibat kualitas udara yang buruk. Selain itu, keterbatasan obat-obatan rutin seperti antihipertensi, insulin, dan obat jantung menimbulkan risiko komplikasi serius Dari sisi psikososial, hasil assessment menunjukkan sekitar 183 lansia mengalami gejala stres berat, bahkan 57 orang di antaranya memperlihatkan tanda-tanda depresi sedang hingga berat akibat kehilangan rumah dan harta benda. Beberapa bahkan kehilangan pasangan hidup atau anggota keluarga, sehingga muncul perasaan sedih yang mendalam, cemas, hingga gejala depresi. Keterputusan dari rutinitas harian dan lingkungan sosial mereka menambah kerentanan psikologis, terlebih bagi lansia yang sebelumnya hidup mandiri.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang digambarkan, berikut adalah beberapa diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI (Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang dapat diterapkan:
1. Diagnosa Keperawatan: Risiko ketidakstabilan termoregulasi
- SDKI Kode: 00005
- Definisi: Rentan mengalami perubahan suhu tubuh yang dapat mengancam kesehatan
- Penjelasan: Adanya paparan abu vulkanik dari erupsi Gunung Semeru dapat menyebabkan ketidaknyamanan dan risiko gangguan termoregulasi pada para lansia di pengungsian.
2. Diagnosa Keperawatan: Defisit perawatan diri
- SDKI Kode: 00108
- Definisi: Keterbatasan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri
- Penjelasan: Lansia di pengungsian menghadapi keterbatasan akses ke fasilitas sanitasi yang memadai, sehingga mengalami kesulitan dalam melakukan perawatan diri.
3. Diagnosa Keperawatan: Gangguan mobilitas fisik
- SDKI Kode: 00085
- Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik yang disengaja dan mandiri
- Penjelasan: Sebagian lansia mengalami hambatan mobilisasi dan cedera ringan akibat proses evakuasi yang terburu-buru, sehingga mengalami gangguan mobilitas fisik.
4. Diagnosa Keperawatan: Ansietas
- SDKI Kode: 00146
- Definisi: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang berlebihan terkait sumber yang tidak spesifik atau tidak diketahui
- Penjelasan: Lansia mengalami gejala stres berat dan depresi sedang hingga berat akibat kehilangan rumah, harta benda, dan anggota keluarga, sehingga menimbulkan ansietas.
5. Diagnosa Keperawatan: Nyeri
- SDKI Kode: 00132
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial
- Penjelasan: Beberapa lansia mengeluhkan nyeri sendi dan punggung akibat harus tidur di alas seadanya di tenda pengungsian.
6. Diagnosa Keperawatan: Intoleransi aktivitas
- SDKI Kode: 00092
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin
- Penjelasan: Lansia mengalami kelelahan dan pusing akibat paparan abu vulkanik, sehingga menimbulkan intoleransi aktivitas.
Kode dan definisi di atas merupakan standar yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk membantu perawat dalam menentukan diagnosa keperawatan yang tepat. Setiap diagnosa keperawatan juga dilengkapi dengan SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang dapat digunakan sebagai acuan dalam merencanakan dan melaksanakan intervensi keperawatan yang sesuai. -
Article No. 21552 | 06 Sep 2025
Klinis : Pada penghujung tahun 2021, Gunung Semeru mengeluarkan Awan Panas Guguran (APG) hingga lahar dingin cukup besar yang meluluhlantakkan ratusan bangunan serta merenggut nyawa sejumlah warga hingga hewan ternak mati atau terjebak dalam abu vulkanik. Setelah erupsi, disusul banjir lahar dingin hingga menghanyutkan mobil relawan. Berdasarkan data Pos Komando (Posko) Penanganan Darurat Bencana Erupsi Semeru, per Sabtu (25/12/2021), tercatat ada 54 orang meninggal dunia, sedangkan 6 warga dinyatakan hilang. Sementara total rumah rusak mencapai 1.027 unit. Rumah rusak ini tersebar di beberapa Desa dengan kategori rusak berat hingga ratusan unit. Total warga mengungsi sejumlah 9.417 jiwa yang tersebar di 402 titik. Bencana alam ini mendapat respons dari sejumlah pihak. Banyak bantuan hingga relawan berdatangan. Di posko pengungsian, lansia merupakan salah satu kelompok rentan yang menghadapi tantangan yang lebih kompleks dibanding kelompok usia produktif. Hal ini dikarenakan kelompok lansia tidak jarang memiliki keterbatasan dalam mobilisasi, sehingga sulit melakukan evakuasi mandiri ketika bencana terjadi. Banyak dari lansia yang harus dibopong, digendong, atau menggunakan alat bantu jalan yang kurang memadai. Akibatnya, sebagian lansia mengalami cedera atau kelelahan selama proses evakuasi. Di tenda-tenda darurat yang padat, kondisi ini semakin diperparah oleh fasilitas yang minim, misalnya akses toilet yang jauh, tempat tidur seadanya, serta kurangnya pencahayaan dan ventilasi. Berdasarkan pendataan Kemkes (2021) di lapangan, tercatat sekitar 312 lansia mengalami hambatan mobilisasi, dengan 48 orang di antaranya mengalami cedera ringan seperti terkilir dan memar akibat proses evakuasi yang terburu-buru. Lebih lanjut, sebanyak 527 lansia dilaporkan kesulitan beradaptasi dengan kondisi pengungsian, terutama terkait akses sanitasi dan tempat tidur. Dari jumlah tersebut, 139 orang mengeluhkan nyeri sendi dan punggung akibat harus tidur di alas seadanya. Kondisi kesehatan juga menjadi perhatian, tercatat 276 kasus berasal dari kelompok lansia dengan riwayat penyakit kronis, di mana 91 orang di antaranya mengalami perburukan penyakit jantung dan diabetes sehingga membutuhkan pemantauan intensif. Selain itu, sejumlah 479 pengungsi mengalami ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Atas, yang mana jumlah pengungsi terbanyak berasal dari kelompok lansia. Lansia sendiri merupakan kelompok rentan dengan komorbiditas tinggi, seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung, serta gangguan pernapasan kronis. Paparan abu vulkanik dari erupsi memperburuk kondisi mereka. Banyak lansia mengeluhkan batuk kronis, sesak napas, pusing, dan kelelahan akibat kualitas udara yang buruk. Selain itu, keterbatasan obat-obatan rutin seperti antihipertensi, insulin, dan obat jantung menimbulkan risiko komplikasi serius Dari sisi psikososial, hasil assessment menunjukkan sekitar 183 lansia mengalami gejala stres berat, bahkan 57 orang di antaranya memperlihatkan tanda-tanda depresi sedang hingga berat akibat kehilangan rumah dan harta benda. Beberapa bahkan kehilangan pasangan hidup atau anggota keluarga, sehingga muncul perasaan sedih yang mendalam, cemas, hingga gejala depresi. Keterputusan dari rutinitas harian dan lingkungan sosial mereka menambah kerentanan psikologis, terlebih bagi lansia yang sebelumnya hidup mandiri.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
DIAGNOSIS KEPERAWATAN DAN INTERVENSI PADA KELOMPOK LANSIA PASCA BENCANA ERUPSI GUNUNG SEMERU
I. LATAR BELAKANG
Bencana erupsi Gunung Semeru pada akhir tahun 2021 mengakibatkan dampak signifikan terhadap kelompok lansia sebagai populasi rentan. Data menunjukkan kompleksitas masalah yang dihadapi lansia mulai dari hambatan mobilisasi, cedera fisik, penurunan kondisi kesehatan, hingga gangguan psikososial yang memerlukan pendekatan keperawatan komprehensif.
II. DIAGNOSIS KEPERAWATAN UTAMA
Berdasarkan data assessment, ditetapkan diagnosis keperawatan utama:
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan cedera muskuloskeletal, kelemahan fisik, dan keterbatasan alat bantu
(SDKI: 0207 - Gangguan Mobilitas Fisik)
III. STANDAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN INDONESIA (SDKI)
Kode SDKI 0207: Gangguan Mobilitas Fisik
Definisi: Ketidakmampuan individu untuk bergerak secara mandiri dan tujuan yang dibatasi secara fisik
Karakteristik Mayor:
- Hambatan dalam koordinasi gerakan
- Penurunan kekuatan otot
- Keterbatasan rentang gerak sendi
- Gangguan keseimbangan
IV. STANDAR LUARAN KEPERAWATAN INDONESIA (SLKI)
Kode SLKI 0207: Status Mobilitas
Kriteria Luaran:
1. Kekuatan otot ekstremitas memadai
2. Kemampuan melakukan aktivitas fungsional
3. Keseimbangan tubuh memadai
4. Koordinasi gerakan efektif
5. Rentang gerak sendi adekuat
V. STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN INDONESIA (SIKI)
Kode SIKI 0207: Manajemen Mobilitas
Intervensi:
1. 2240 - Bantuan Gerak: Bantu pasien dalam perubahan posisi dan ambulasi
2. 0220 - Perawatan Sendi: Lakukan latihan rentang gerak pasif/aktif
3. 0180 - Manajemen Lingkungan: Modifikasi lingkungan untuk memfasilitasi mobilitas
4. 5610 - Pendidikan: Proses Penyakit: Edukasi tentang teknik mobilisasi aman
5. 0960 - Manajemen Energi: Bantu dalam pengaturan aktivitas untuk konservasi energi
VI. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Intervensi keperawatan difokuskan pada peningkatan kemampuan mobilisasi, pencegahan cedera lebih lanjut, dan adaptasi dengan keterbatasan lingkungan pengungsian. Evaluasi luaran dilakukan secara berkala dengan mengukur peningkatan kekuatan otot, rentang gerak, dan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
VII. KESIMPULAN
Pendekatan keperawatan komprehensif dengan menggunakan standar SDKI-SLKI-SIKI diperlukan untuk mengatasi masalah mobilitas pada lansia pasca bencana, dengan mempertimbangkan keterbatasan sumber daya dan kondisi lingkungan pengungsian yang kurang ideal.
Referensi:
PPNI (2019). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Edisi 1-6
PPNI (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Edisi 1-6
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Edisi 1-6
Kementerian Kesehatan RI (2021). Laporan Assesment Kesehatan Pengungsi Erupsi Semeru -
Article No. 21553 | 06 Sep 2025
Klinis : Seorang perempuan berusia 62 tahun dibawa ke IGD dengan keluhan merasa lemas dan sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas bertambah sejak 1 hari yang lalu. Sesak nafas hilang timbul dipengaruhi aktivitas. Hasil pengkajian: Frekuensi nafas 26 kali/menit, nafas cepat dan dangkal. Sesak nafas semakin berat pada posisi berbaring. Terdapat bunyi nafas ronkhi. Pasien batuk dengan sputum berwarna putih, berbusa Pasien merasa dada berdebar cepat, frekuensi nadi 118 kali/menit, tekanan darah 140/90 mmHg, SaO2 95 %, Distensi vena jugularis, Kulit pucat, dingin dan berkeringat Pasien mengeluh pusing dan terlihat gelisah. Terdapat edema pada ekstremitas bawah Hasil EKG: Rate 106, Gel P sulit diidentifikasi, PR interval didak dapat dihitung, Komplek QRS tidak teratur. Atrial Fibrilation Diagnosa medis: gagal jantung dekompensasi akut
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah pembahasan yang rinci dan terperinci mengenai kasus di atas:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif (Domain 4 Aktivitas/Istirahat, Kelas 4 Kardiovaskuler/Pulmonari, Kode 00030)
- Ditandai dengan peningkatan frekuensi napas, napas cepat dan dangkal, bunyi napas ronki, dan sesak napas yang bertambah berat saat berbaring.
- Disebabkan oleh gagal jantung yang menyebabkan kongesti paru dan edema paru.
2. Penurunan Curah Jantung (Domain 4 Aktivitas/Istirahat, Kelas 4 Kardiovaskuler/Pulmonari, Kode 00029)
- Ditandai dengan dispnea, edema ekstremitas bawah, distensi vena jugularis, dan takikardia.
- Disebabkan oleh gagal jantung yang menyebabkan penurunan kemampuan jantung untuk memompa darah yang cukup.
3. Kecemasan (Domain 9 Koping/Stres Toleransi, Kelas 2 Koping Emosional, Kode 00146)
- Ditandai dengan pasien merasa gelisah, pusing, dan tampak cemas.
- Disebabkan oleh kondisi akut yang mengancam nyawa pasien.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Bersihan Jalan Nafas Efektif
- Indikator: Frekuensi napas normal, pola napas dalam dan teratur, tidak ada bunyi napas tambahan, dan tidak ada sesak napas.
2. Peningkatan Curah Jantung
- Indikator: Tekanan darah, nadi, dan saturasi oksigen dalam batas normal, tidak ada edema, dan tidak ada distensi vena jugularis.
3. Penurunan Kecemasan
- Indikator: Pasien tampak tenang, tidak ada keluhan pusing, dan pasien dapat beristirahat dengan nyaman.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif:
- Posisikan pasien semi-fowler untuk memudahkan ventilasi
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan untuk meningkatkan oksigenasi
- Lakukan suction untuk mengeluarkan sekret jika perlu
- Ajarkan teknik batuk efektif dan latihan napas dalam
- Kolaborasi pemberian diuretik dan bronkodilator jika diperlukan
2. Penurunan Curah Jantung:
- Pantau tanda-tanda vital secara ketat
- Batasi asupan cairan sesuai kebutuhan
- Kolaborasi pemberian diuretik, ACE-inhibitor, atau beta-blocker jika diperlukan
- Anjurkan istirahat yang cukup
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai manajemen gagal jantung
3. Kecemasan:
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
- Berikan dukungan emosional dan anjurkan keluarga untuk menemani pasien
- Lakukan teknik relaksasi seperti napas dalam
- Berikan informasi yang jelas mengenai kondisi dan rencana perawatan
- Kolaborasi pemberian obat anti-kecemasan jika diperlukan
Dengan implementasi intervensi keperawatan yang komprehensif dan pemantauan yang ketat, diharapkan dapat mencapai luaran yang diinginkan dan memperbaiki kondisi pasien dengan gagal jantung dekompensasi akut. -
Article No. 21554 | 06 Sep 2025
Klinis : Pasien wanita, usia 60 tahun, mengalami nyeri dada yang hebat, menjalar ke lengan kiri, disertai dengan sesak napas, mual, dan keringat dingin. EKG menunjukkan infark miokard akut. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan diabetes melitus tipe 2.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah penjelasan rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran/output, serta intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi yang Anda deskripsikan:
1. Diagnosa Keperawatan SDKI:
a. Nyeri Akut (00132): Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah-istilah tersebut (International Association for the Study of Pain).
b. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Kardiak (00029): Penurunan sirkulasi darah dan oksigen ke jantung, yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan miokard.
c. Gangguan Pertukaran Gas (00030): Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi yang adekuat atau menghilangkan karbon dioksida.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
a. Kontrol Nyeri (1605): Tingkat kenyamanan individu yang dapat diterima selama menghindari efek samping yang tidak diinginkan dari penggunaan analgetik.
- Hasil yang diharapkan: Pasien dapat melaporkan penurunan intensitas nyeri menjadi 2-3 dari skala 0-10 dalam waktu 30 menit setelah pemberian intervensi.
b. Perfusi Jaringan: Jantung (0402): Kecukupan aliran darah dan oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolik jaringan jantung.
- Hasil yang diharapkan: Pasien menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil (tekanan darah, nadi, dan saturasi oksigen) dan tidak ada tanda-tanda iskemia miokard lanjut (nyeri dada, sesak napas, atau perubahan EKG) dalam waktu 1 jam setelah penanganan awal.
c. Pertukaran Gas (0402): Proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan kapiler darah.
- Hasil yang diharapkan: Pasien menunjukkan perbaikan fungsi pernapasan, dengan peningkatan saturasi oksigen mencapai ?95% dalam waktu 1 jam setelah penanganan awal.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
a. Manajemen Nyeri (1400):
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
- Berikan analgesik sesuai dengan resep dokter untuk mengurangi nyeri.
- Ajarkan teknik non-farmakologis untuk mengurangi nyeri, seperti relaksasi, imajinasi terbimbing, atau distraksi.
- Monitor efektivitas intervensi dalam mengurangi nyeri.
b. Manajemen Pernapasan (3390):
- Pantau status pernapasan pasien, termasuk frekuensi, kedalaman, dan irama pernapasan.
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan untuk mempertahankan saturasi oksigen.
- Ajarkan teknik pernapasan dalam untuk meningkatkan ventilasi.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk penanganan lebih lanjut, jika diperlukan.
c. Manajemen Perfusi Jaringan (4026):
- Pantau tanda-tanda vital dan status hemodinamik pasien.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk penanganan awal infark miokard, seperti pemberian antiplatelet, antikoagulan, atau tindakan revaskularisasi.
- Lakukan pemantauan EKG dan intervensi untuk mencegah komplikasi aritmia.
- Kolaborasi dengan tim gizi untuk perencanaan diet yang sesuai untuk kondisi kardiovaskular.
Secara keseluruhan, pendekatan asuhan keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif dengan tim medis sangat penting untuk mengelola kondisi pasien dengan infark miokard akut, mengatasi nyeri, menjaga perfusi jaringan jantung, dan mempertahankan pertukaran gas yang adekuat. -
Article No. 21555 | 06 Sep 2025
Klinis : Pasien sesak napas, masuk dengan penurunan kesadaran, Diabetes, tidak rutin minum obat dan suntik insulin
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan senang hati, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk kondisi pasien yang dideskripsikan.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
a. Penurunan Jalan Nafas Efektif (00030)
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan jalan nafas yang terbuka untuk memungkinkan pertukaran gas yang adekuat.
- Penyebab: Penurunan kesadaran, diabetes, dan tidak rutin minum obat/suntik insulin dapat menyebabkan penurunan jalan nafas efektif.
- Tanda & Gejala: Sesak napas, penurunan kesadaran, hipoksemia, dan hiperkapnia.
b. Manajemen Regimen Terapeutik Tidak Efektif (00080)
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi, mengelola, dan mematuhi pengobatan yang dipresepsikan untuk kondisi atau penyakit.
- Penyebab: Tidak rutin minum obat dan suntik insulin.
- Tanda & Gejala: Kadar glukosa darah tidak terkontrol, komplikasi diabetes, dan ketidakpatuhan pengobatan.
2. Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
a. Penurunan Jalan Nafas Efektif (00030)
- Pemeliharaan Jalan Napas (0410)
- Kriteria: Pasien dapat mempertahankan jalan napas yang terbuka, memiliki pola napas yang normal, dan mencapai saturasi oksigen yang adekuat.
- Pertukaran Gas (0402)
- Kriteria: Pasien menunjukkan pertukaran gas yang efektif, dengan nilai PaO2, PaCO2, dan saturasi oksigen yang normal.
b. Manajemen Regimen Terapeutik Tidak Efektif (00080)
- Kepatuhan terhadap Regimen Terapeutik (1601)
- Kriteria: Pasien dapat mengidentifikasi dan mengelola pengobatan yang dipresepsikan dengan baik, serta patuh dalam minum obat dan suntik insulin secara rutin.
- Kontrol Glikemik (1820)
- Kriteria: Pasien dapat mempertahankan kadar glukosa darah dalam rentang normal dan bebas dari komplikasi diabetes.
3. Intervensi Keperawatan (SIKI):
a. Penurunan Jalan Nafas Efektif (00030)
- Pemantauan Pernapasan (3350)
- Tindakan: Memantau frekuensi, kedalaman, dan upaya napas pasien, serta menilai adanya tanda-tanda distress pernapasan.
- Manajemen Jalan Napas (3140)
- Tindakan: Mempertahankan jalan napas yang terbuka, memberikan oksigenasi yang adekuat, dan memfasilitasi pengeluaran sekret.
- Manajemen Ventilasi Mekanis (3300)
- Tindakan: Melakukan ventilasi mekanis, jika diperlukan, untuk membantu pasien mencapai pertukaran gas yang optimal.
b. Manajemen Regimen Terapeutik Tidak Efektif (00080)
- Edukasi Obat (5616)
- Tindakan: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya minum obat dan suntik insulin secara rutin.
- Manajemen Diabetes (1620)
- Tindakan: Membantu pasien memantau kadar glukosa darah, mengelola pengobatan diabetes, dan mencegah komplikasi.
- Peningkatan Kepatuhan (1622)
- Tindakan: Mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien, serta memberikan dukungan dan motivasi.
Penjelasan di atas mencakup diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk menangani kondisi pasien yang disajikan. Setiap poin telah diuraikan secara rinci dan terperinci, dengan menggunakan tone akademis dan persona pakar, nurse. -
Article No. 21556 | 06 Sep 2025
Klinis : Pasien sesak napas, masuk dengan penurunan kesadaran, Diabetes, tidak rutin minum obat dan suntik insulin
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berdasarkan kondisi yang dideskripsikan, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis:
1. Kode ICD-10:
- Kode: R06.0
- Deskripsi: Dispnea (sesak napas)
2. Kode ICD-10:
- Kode: R40.2
- Deskripsi: Penurunan kesadaran
3. Kode ICD-10:
- Kode: E11
- Deskripsi: Diabetes mellitus tipe 2
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 R06.0 (Dispnea) sesuai dengan kondisi pasien yang mengalami sesak napas.
2. Kode ICD-10 R40.2 (Penurunan kesadaran) menggambarkan kondisi pasien yang masuk dengan penurunan kesadaran.
3. Kode ICD-10 E11 (Diabetes mellitus tipe 2) sesuai dengan riwayat Diabetes yang dimiliki oleh pasien.
Tidak ditemukan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis berdasarkan informasi yang diberikan. Namun, tindakan yang mungkin diperlukan adalah stabilisasi kondisi pasien, pemberian oksigen, dan penanganan Diabetes yang tidak terkontrol, termasuk pemberian insulin. -
Article No. 21557 | 06 Sep 2025
Klinis : Pasien sesak napas, masuk dengan penurunan kesadaran, Diabetes, tidak rutin minum obat dan suntik insulin
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat, serta kode dan definisi dari SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Pola Napas Tidak Efektif (00032)
Definisi: Ketidakmampuan untuk bernapas dengan nyaman, yang menyebabkan ketidakadekuatan ventilasi.
b. Penurunan Kesadaran (00050)
Definisi: Tingkat respons terhadap stimulasi berkurang.
c. Ketidakpatuhan (00079)
Definisi: Perilaku seseorang yang tidak sesuai dengan rencana pengobatan atau kesehatan yang disepakati antara individu (atau keluarga) dan penyedia layanan kesehatan.
2. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
a. Pola Napas Tidak Efektif (00032)
- Kode: 00032
- Definisi: Ketidakmampuan untuk bernapas dengan nyaman, yang menyebabkan ketidakadekuatan ventilasi.
b. Penurunan Kesadaran (00050)
- Kode: 00050
- Definisi: Tingkat respons terhadap stimulasi berkurang.
c. Ketidakpatuhan (00079)
- Kode: 00079
- Definisi: Perilaku seseorang yang tidak sesuai dengan rencana pengobatan atau kesehatan yang disepakati antara individu (atau keluarga) dan penyedia layanan kesehatan.
3. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
a. Pola Napas (1904)
- Kode: 1904
- Definisi: Kemampuan untuk bernapas dengan ritme, kedalaman, dan frekuensi yang normal.
b. Tingkat Kesadaran (0908)
- Kode: 0908
- Definisi: Tingkat respons individu terhadap stimulasi internal dan eksternal.
c. Perilaku Patuh (1601)
- Kode: 1601
- Definisi: Tindakan yang sesuai dengan saran atau petunjuk dari pemberi perawatan.
4. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
a. Manajemen Jalan Napas (3140)
- Kode: 3140
- Definisi: Mempertahankan dan/atau memperbaiki ventilasi yang adekuat.
b. Manajemen Kesadaran (2840)
- Kode: 2840
- Definisi: Mempertahankan dan/atau meningkatkan tingkat kesadaran.
c. Manajemen Ketidakpatuhan (4420)
- Kode: 4420
- Definisi: Memfasilitasi perilaku patuh terhadap rejimen pengobatan.
Tone: Akademis, dengan penjelasan yang padat dan informatif.
Persona: Pakar, menyampaikan informasi dengan kepakaran yang jelas.