Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 15310 | 11 Apr 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan kuku kaki dan tangan berubah bewarna orange
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci terkait diagnosis keperawatan, luaran keperawatan, dan intervensi keperawatan untuk kondisi pasien dengan keluhan kuku kaki dan tangan berubah warna menjadi oranye.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien tersebut adalah "Perubahan Integritas Kulit" (SDKI, 2017). Perubahan integritas kulit didefinisikan sebagai "Gangguan pada struktur dan fungsi kulit yang dapat menimbulkan kerusakan, perubahan warna, atau perubahan sensasi" (SDKI, 2017). Dalam kasus ini, perubahan warna kuku menjadi oranye merupakan salah satu manifestasi dari perubahan integritas kulit.
Luaran/Output Keperawatan yang Diharapkan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan luaran/output yang dicapai adalah:
1. Pemulihan Integritas Kulit (SLKI, 2019): Menunjukkan pemulihan struktur dan fungsi kulit yang optimal. Indikator keberhasilannya dapat berupa warna kuku yang kembali normal, tidak ada perubahan warna lainnya, dan tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit lainnya.
2. Kontrol Gejala (SLKI, 2019): Pasien mampu mengontrol gejala perubahan warna kuku dan mengelola dampaknya terhadap aktivitas sehari-hari. Indikatornya dapat berupa pasien dapat menjelaskan penyebab perubahan warna kuku, mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan mampu melakukan tindakan perawatan yang tepat.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output keperawatan yang diharapkan, berikut intervensi keperawatan yang dapat dilakukan:
1. Manajemen Perubahan Integritas Kulit (SIKI, 2018):
- Kaji integritas, warna, dan kondisi kuku secara komprehensif.
- Identifikasi penyebab perubahan warna kuku, seperti defisiensi nutrisi, paparan kimia, atau kondisi medis lainnya.
- Lakukan perawatan kuku sesuai kebutuhan, seperti memotong, menghaluskan, atau mengaplikasikan pelembab.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, ahli gizi, dan lain-lain) untuk mengatasi penyebab mendasar.
2. Edukasi Kesehatan (SIKI, 2018):
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang penyebab perubahan warna kuku.
- Berikan edukasi tentang perawatan kuku yang tepat dan pencegahan kerusakan kulit lebih lanjut.
- Diskusikan gaya hidup sehat dan pola makan yang dapat mendukung pemulihan integritas kulit.
3. Manajemen Gejala (SIKI, 2018):
- Bantu pasien mengidentifikasi dan mengelola dampak perubahan warna kuku terhadap aktivitas sehari-hari.
- Berikan dukungan emosional dan psikologis untuk mengatasi perubahan penampilan akibat perubahan warna kuku.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (psikolog, konselor, dan lain-lain) jika diperlukan.
Dengan penerapan diagnosis keperawatan, luaran keperawatan, dan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan dapat membantu pasien dalam mencapai pemulihan integritas kulit, kontrol gejala, dan peningkatan kualitas hidup. -
Article No. 15311 | 11 Apr 2025
Klinis : Anak S, perempuan, usia 10 tahun, sekolah di salah satu Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri di Bandung. Anak S beraktivitas setiap hari Senin sampai Sabtu mulai pukul 9 pagi sampai 11 siang. Anak S mengikuti kegiatan di sekolah, selanjutnya bermain di rumah, anak aktif bermain. Kegiatan sehari-hari, seperti makan, mandi, berpakaian dibantu orangtua. BAB dan BAK tidak ada keluhan, tetapi masih dibantu orangtua. Anak S menyukai bermain, menari, menonton TV, dan berjalan-jalan. Komunikasi sangat sedikit dapat dimengerti. Orangtua menyatakan bahwa anak S tidak mengalami hambatan dalam interaksi sosial. Ibu mengatakan anaknya mengalami keterlambatan tumbuh kembang. Sejak kecil proses tumbuh kembang klien tidak sama dengan anak-anak lain pada umumnya. Anak S mengalami keterlambatan dalam berjalan, kemampuan berbicara dan bahasa. Ibu mengatakan sudah mengetahui bahwa anaknya menderita down syndrome, sehingga menyekolahkan anaknya di SLB. Hasil pemeriksaan perkembangan menggunakan Denver II menunjukkan usia kronologis anak pada saat pemeriksaan adalah 9 tahun 6 bulan 6 hari. Kemampuan anak sesuai dengan usia sekolah, seperti kemampuan kognitif yaitu berpikir secara konkrit (mencari solusi alternatif dan pemecahan masalah), membaca, menulis, dan menghitung tidak dikuasai sehingga pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Denver II (usia infant-preschool). Hasil pemeriksaan menunjukkan: Motorik kasar: anak tidak mampu berdiri seimbang dengan satu kaki lebih dari 2 detik, anak tidak mampu jinjit dengan baik. Anak mampu melompat 1 kaki, berdiri seimbang kurang dari 2 detik, menendang bola ke depan. Sehingga usia perkembangan motorik kasar setara 4,5 tahun. Motorik halus: anak tidak mampu mencontoh bentuk kotak dengan dan tanpa ditunjukkan, menggambar 3-5 bagian tubuh, memilih garis yang lebih panjang, mencontoh tanda +, dan mencontoh O. Anak menunjukkan mampu menggoyangkan ibu jari, membuat menara dari kubus dan meniru garis vertikal. Sehingga usia perkembangan motorik halus setara 4 tahun Bahasa: anak tidak mampu menyebutkan 4 warna, mengartikan 5 kata, dan 3 kata sifat. Anak mengetahui 4 kegiatan (menari, makan, main, bobo), kegunaan 3 benda (bola untuk bermain, pensil untuk menulis, dan sepatu untuk diigunakan di kaki), menghitung 1 kubus, berbicara belum jelas, menunjukan keinginan dengan gesture. Sehingga usia perkembanganya kemampuan bahasa setara 3 tahun. Personal sosial: anak tidak mampu mengambil makanan, menggosok gigi tanpa bantuan, bermain ular tangga, berpakaian tanpa bantuan, dan memakai t-shirt. Anak mampu menyebutkan nama teman dan mencuci serta mengeringkan tangan. Sehingga perkembangan personal sosial anak setara 3 tahun. Kognitif: anak menunjukan penggunaan simbol atau kata untuk menggambarkan objek atau benda yang memungkinkan anak memikirkan objek tersebut, misalnya anak menunjuk gambar eskrim kemudian bersikap seolah-olah menjilat eskrim tersebut, anak menunjukkan gambar bulan kemudian bersikap seperti tidur dengan menempelkan dua tangan di salah satu pipinya. Sehingga usia perkembangan kognitif anak setara usia preschool (4-6 tahun). Hasil pengkajian psikososial menunjukkan: Kepribadian anak Anak takut dengan gelap, dapat memelihara diri dan barang miliknya, dapat bermain. Anak tidak bisa melakukan perjalanan sendiri, bicara dan bahasa belum lancar, sikap terhadap hal-hal yang baru cenderung pemalu. Kemauan Kemauannya sulit dibelokkan, berusaha menghadapi persoalan, suka memperlihatkan kecakapan, bertahan dalam pembicaraan jika bersalah, kadang suka mengasingkan diri. Ketelitian dan daya ingat Cenderung tidak teliti dalam berbicara, berpakaian, dan melihat hal yang menyimpang dari biasanya. Klien tidak berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tidak mau berusaha berusaha agar orang lain senang padanya. Kadang sikapnya menurut terhadap perintah, kadang juga cuek. Perhatian dan aktifitasnya mudah beralih. Kecemasan pada orang tua Orang tua klien mengatakan tidak percaya dengan kondisi yang dialami klien. Orang tua tampak cemas dengan adanya penurunan kognitif, apektif, dan psikomotor yang terjadi pada klien.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosis keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi anak S yang dideskripsikan.
Diagnosis Keperawatan SDKI:
1. Keterlambatan Perkembangan Kognitif berhubungan dengan Sindrom Down yang ditandai dengan kemampuan berpikir konkret, membaca, menulis, dan berhitung yang tidak dikuasai.
2. Keterlambatan Perkembangan Motorik Kasar berhubungan dengan Sindrom Down yang ditandai dengan ketidakmampuan berdiri seimbang dengan satu kaki lebih dari 2 detik dan tidak mampu berjinjit dengan baik.
3. Keterlambatan Perkembangan Motorik Halus berhubungan dengan Sindrom Down yang ditandai dengan ketidakmampuan mencontoh bentuk kotak, menggambar 3-5 bagian tubuh, memilih garis yang lebih panjang, dan mencontoh tanda +.
4. Keterlambatan Perkembangan Bahasa berhubungan dengan Sindrom Down yang ditandai dengan ketidakmampuan menyebutkan 4 warna, mengartikan 5 kata, dan 3 kata sifat.
5. Keterlambatan Perkembangan Personal-Sosial berhubungan dengan Sindrom Down yang ditandai dengan ketidakmampuan mengambil makanan, menggosok gigi tanpa bantuan, bermain ular tangga, dan berpakaian tanpa bantuan.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Anak S menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir konkret, membaca, menulis, dan berhitung sesuai usia perkembangan.
2. Anak S menunjukkan peningkatan kemampuan motorik kasar, seperti berdiri seimbang dengan satu kaki lebih dari 2 detik dan berjinjit dengan baik.
3. Anak S menunjukkan peningkatan kemampuan motorik halus, seperti mencontoh bentuk kotak, menggambar 3-5 bagian tubuh, memilih garis yang lebih panjang, dan mencontoh tanda +.
4. Anak S menunjukkan peningkatan kemampuan bahasa, seperti menyebutkan 4 warna, mengartikan 5 kata, dan 3 kata sifat.
5. Anak S menunjukkan peningkatan kemampuan personal-sosial, seperti mengambil makanan, menggosok gigi tanpa bantuan, bermain ular tangga, dan berpakaian tanpa bantuan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Untuk Keterlambatan Perkembangan Kognitif:
a. Kaji kemampuan kognitif anak sesuai dengan usia perkembangan.
b. Berikan stimulasi kognitif sesuai dengan tahap perkembangan anak.
c. Kolaborasi dengan terapis okupasi dan guru untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak.
d. Ajarkan orang tua teknik stimulasi kognitif yang dapat dilakukan di rumah.
2. Untuk Keterlambatan Perkembangan Motorik Kasar:
a. Kaji kemampuan motorik kasar anak sesuai dengan usia perkembangan.
b. Berikan latihan fisik dan aktivitas yang melatih kemampuan motorik kasar.
c. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak.
d. Ajarkan orang tua teknik latihan motorik kasar yang dapat dilakukan di rumah.
3. Untuk Keterlambatan Perkembangan Motorik Halus:
a. Kaji kemampuan motorik halus anak sesuai dengan usia perkembangan.
b. Berikan aktivitas yang melatih kemampuan motorik halus, seperti menggambar, menyusun, dan meremas.
c. Kolaborasi dengan terapis okupasi untuk meningkatkan kemampuan motorik halus anak.
d. Ajarkan orang tua teknik latihan motorik halus yang dapat dilakukan di rumah.
4. Untuk Keterlambatan Perkembangan Bahasa:
a. Kaji kemampuan bahasa anak sesuai dengan usia perkembangan.
b. Berikan stimulasi bahasa melalui interaksi, percakapan, dan aktivitas yang melatih kemampuan berbahasa.
c. Kolaborasi dengan terapis wicara untuk meningkatkan kemampuan bahasa anak.
d. Ajarkan orang tua teknik stimulasi bahasa yang dapat dilakukan di rumah.
5. Untuk Keterlambatan Perkembangan Personal-Sosial:
a. Kaji kemampuan personal-sosial anak sesuai dengan usia perkembangan.
b. Berikan latihan dan aktivitas yang melatih kemampuan personal-sosial, seperti berpakaian, makan, dan berinteraksi.
c. Kolaborasi dengan terapis okupasi dan guru untuk meningkatkan kemampuan personal-sosial anak.
d. Ajarkan orang tua teknik latihan personal-sosial yang dapat dilakukan di rumah.
Dengan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan anak S dapat menunjukkan peningkatan dalam berbagai aspek perkembangannya, sehingga dapat mencapai luaran yang diharapkan sesuai dengan usia perkembangannya. -
Article No. 15312 | 11 Apr 2025
Klinis : Anak S, perempuan, usia 10 tahun, sekolah di salah satu Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri di Bandung. Anak S beraktivitas setiap hari Senin sampai Sabtu mulai pukul 9 pagi sampai 11 siang. Anak S mengikuti kegiatan di sekolah, selanjutnya bermain di rumah, anak aktif bermain. Kegiatan sehari-hari, seperti makan, mandi, berpakaian dibantu orangtua. BAB dan BAK tidak ada keluhan, tetapi masih dibantu orangtua. Anak S menyukai bermain, menari, menonton TV, dan berjalan-jalan. Komunikasi sangat sedikit dapat dimengerti. Orangtua menyatakan bahwa anak S tidak mengalami hambatan dalam interaksi sosial. Ibu mengatakan anaknya mengalami keterlambatan tumbuh kembang. Sejak kecil proses tumbuh kembang klien tidak sama dengan anak-anak lain pada umumnya. Anak S mengalami keterlambatan dalam berjalan, kemampuan berbicara dan bahasa. Ibu mengatakan sudah mengetahui bahwa anaknya menderita down syndrome, sehingga menyekolahkan anaknya di SLB. Hasil pemeriksaan perkembangan menggunakan Denver II menunjukkan usia kronologis anak pada saat pemeriksaan adalah 9 tahun 6 bulan 6 hari. Kemampuan anak sesuai dengan usia sekolah, seperti kemampuan kognitif yaitu berpikir secara konkrit (mencari solusi alternatif dan pemecahan masalah), membaca, menulis, dan menghitung tidak dikuasai sehingga pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Denver II (usia infant-preschool). Hasil pemeriksaan menunjukkan: Motorik kasar: anak tidak mampu berdiri seimbang dengan satu kaki lebih dari 2 detik, anak tidak mampu jinjit dengan baik. Anak mampu melompat 1 kaki, berdiri seimbang kurang dari 2 detik, menendang bola ke depan. Sehingga usia perkembangan motorik kasar setara 4,5 tahun. Motorik halus: anak tidak mampu mencontoh bentuk kotak dengan dan tanpa ditunjukkan, menggambar 3-5 bagian tubuh, memilih garis yang lebih panjang, mencontoh tanda +, dan mencontoh O. Anak menunjukkan mampu menggoyangkan ibu jari, membuat menara dari kubus dan meniru garis vertikal. Sehingga usia perkembangan motorik halus setara 4 tahun Bahasa: anak tidak mampu menyebutkan 4 warna, mengartikan 5 kata, dan 3 kata sifat. Anak mengetahui 4 kegiatan (menari, makan, main, bobo), kegunaan 3 benda (bola untuk bermain, pensil untuk menulis, dan sepatu untuk diigunakan di kaki), menghitung 1 kubus, berbicara belum jelas, menunjukan keinginan dengan gesture. Sehingga usia perkembanganya kemampuan bahasa setara 3 tahun. Personal sosial: anak tidak mampu mengambil makanan, menggosok gigi tanpa bantuan, bermain ular tangga, berpakaian tanpa bantuan, dan memakai t-shirt. Anak mampu menyebutkan nama teman dan mencuci serta mengeringkan tangan. Sehingga perkembangan personal sosial anak setara 3 tahun. Kognitif: anak menunjukan penggunaan simbol atau kata untuk menggambarkan objek atau benda yang memungkinkan anak memikirkan objek tersebut, misalnya anak menunjuk gambar eskrim kemudian bersikap seolah-olah menjilat eskrim tersebut, anak menunjukkan gambar bulan kemudian bersikap seperti tidur dengan menempelkan dua tangan di salah satu pipinya. Sehingga usia perkembangan kognitif anak setara usia preschool (4-6 tahun). Hasil pengkajian psikososial menunjukkan: Kepribadian anak Anak takut dengan gelap, dapat memelihara diri dan barang miliknya, dapat bermain. Anak tidak bisa melakukan perjalanan sendiri, bicara dan bahasa belum lancar, sikap terhadap hal-hal yang baru cenderung pemalu. Kemauan Kemauannya sulit dibelokkan, berusaha menghadapi persoalan, suka memperlihatkan kecakapan, bertahan dalam pembicaraan jika bersalah, kadang suka mengasingkan diri. Ketelitian dan daya ingat Cenderung tidak teliti dalam berbicara, berpakaian, dan melihat hal yang menyimpang dari biasanya. Klien tidak berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tidak mau berusaha berusaha agar orang lain senang padanya. Kadang sikapnya menurut terhadap perintah, kadang juga cuek. Perhatian dan aktifitasnya mudah beralih. Kecemasan pada orang tua Orang tua klien mengatakan tidak percaya dengan kondisi yang dialami klien. Orang tua tampak cemas dengan adanya penurunan kognitif, apektif, dan psikomotor yang terjadi pada klien.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, dapat disimpulkan bahwa kondisi anak S, usia 10 tahun dengan Down Syndrome, adalah sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Keterlambatan Perkembangan Kognitif
2. Keterlambatan Perkembangan Motorik
3. Keterlambatan Perkembangan Bahasa
4. Kecemasan Orangtua
Penjelasan singkat menggunakan SDKI - SLKI - SIKI:
1. Keterlambatan Perkembangan Kognitif
- SDKI: Perkembangan Kognitif Terganggu
- SLKI: Meningkatkan Perkembangan Kognitif
- SIKI: Terapi Stimulasi Perkembangan Kognitif
2. Keterlambatan Perkembangan Motorik
- SDKI: Keterlambatan Perkembangan Motorik
- SLKI: Meningkatkan Perkembangan Motorik
- SIKI: Terapi Stimulasi Perkembangan Motorik
3. Keterlambatan Perkembangan Bahasa
- SDKI: Keterlambatan Perkembangan Bahasa
- SLKI: Meningkatkan Perkembangan Bahasa
- SIKI: Terapi Stimulasi Perkembangan Bahasa
4. Kecemasan Orangtua
- SDKI: Kecemasan
- SLKI: Menurunkan Kecemasan
- SIKI: Konseling Keluarga
Standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) ini memberikan panduan komprehensif untuk mengidentifikasi, merencanakan, dan mengintervensi kondisi anak S dengan Down Syndrome. Fokus utamanya adalah pada peningkatan perkembangan kognitif, motorik, dan bahasa, serta manajemen kecemasan orangtua, dengan harapan dapat meningkatkan kualitas hidup anak dan mendukung keluarga. -
Article No. 15313 | 11 Apr 2025
Klinis : Anak S, perempuan, usia 10 tahun, sekolah di salah satu Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri di Bandung. Anak S beraktivitas setiap hari Senin sampai Sabtu mulai pukul 9 pagi sampai 11 siang. Anak S mengikuti kegiatan di sekolah, selanjutnya bermain di rumah, anak aktif bermain. Kegiatan sehari-hari, seperti makan, mandi, berpakaian dibantu orangtua. BAB dan BAK tidak ada keluhan, tetapi masih dibantu orangtua. Anak S menyukai bermain, menari, menonton TV, dan berjalan-jalan. Komunikasi sangat sedikit dapat dimengerti. Orangtua menyatakan bahwa anak S tidak mengalami hambatan dalam interaksi sosial. Ibu mengatakan anaknya mengalami keterlambatan tumbuh kembang. Sejak kecil proses tumbuh kembang klien tidak sama dengan anak-anak lain pada umumnya. Anak S mengalami keterlambatan dalam berjalan, kemampuan berbicara dan bahasa. Ibu mengatakan sudah mengetahui bahwa anaknya menderita down syndrome, sehingga menyekolahkan anaknya di SLB. Hasil pemeriksaan perkembangan menggunakan Denver II menunjukkan usia kronologis anak pada saat pemeriksaan adalah 9 tahun 6 bulan 6 hari. Kemampuan anak sesuai dengan usia sekolah, seperti kemampuan kognitif yaitu berpikir secara konkrit (mencari solusi alternatif dan pemecahan masalah), membaca, menulis, dan menghitung tidak dikuasai sehingga pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Denver II (usia infant-preschool). Hasil pemeriksaan menunjukkan: Motorik kasar: anak tidak mampu berdiri seimbang dengan satu kaki lebih dari 2 detik, anak tidak mampu jinjit dengan baik. Anak mampu melompat 1 kaki, berdiri seimbang kurang dari 2 detik, menendang bola ke depan. Sehingga usia perkembangan motorik kasar setara 4,5 tahun. Motorik halus: anak tidak mampu mencontoh bentuk kotak dengan dan tanpa ditunjukkan, menggambar 3-5 bagian tubuh, memilih garis yang lebih panjang, mencontoh tanda +, dan mencontoh O. Anak menunjukkan mampu menggoyangkan ibu jari, membuat menara dari kubus dan meniru garis vertikal. Sehingga usia perkembangan motorik halus setara 4 tahun Bahasa: anak tidak mampu menyebutkan 4 warna, mengartikan 5 kata, dan 3 kata sifat. Anak mengetahui 4 kegiatan (menari, makan, main, bobo), kegunaan 3 benda (bola untuk bermain, pensil untuk menulis, dan sepatu untuk diigunakan di kaki), menghitung 1 kubus, berbicara belum jelas, menunjukan keinginan dengan gesture. Sehingga usia perkembanganya kemampuan bahasa setara 3 tahun. Personal sosial: anak tidak mampu mengambil makanan, menggosok gigi tanpa bantuan, bermain ular tangga, berpakaian tanpa bantuan, dan memakai t-shirt. Anak mampu menyebutkan nama teman dan mencuci serta mengeringkan tangan. Sehingga perkembangan personal sosial anak setara 3 tahun. Kognitif: anak menunjukan penggunaan simbol atau kata untuk menggambarkan objek atau benda yang memungkinkan anak memikirkan objek tersebut, misalnya anak menunjuk gambar eskrim kemudian bersikap seolah-olah menjilat eskrim tersebut, anak menunjukkan gambar bulan kemudian bersikap seperti tidur dengan menempelkan dua tangan di salah satu pipinya. Sehingga usia perkembangan kognitif anak setara usia preschool (4-6 tahun). Hasil pengkajian psikososial menunjukkan: Kepribadian anak Anak takut dengan gelap, dapat memelihara diri dan barang miliknya, dapat bermain. Anak tidak bisa melakukan perjalanan sendiri, bicara dan bahasa belum lancar, sikap terhadap hal-hal yang baru cenderung pemalu. Kemauan Kemauannya sulit dibelokkan, berusaha menghadapi persoalan, suka memperlihatkan kecakapan, bertahan dalam pembicaraan jika bersalah, kadang suka mengasingkan diri. Ketelitian dan daya ingat Cenderung tidak teliti dalam berbicara, berpakaian, dan melihat hal yang menyimpang dari biasanya. Klien tidak berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, tidak mau berusaha berusaha agar orang lain senang padanya. Kadang sikapnya menurut terhadap perintah, kadang juga cuek. Perhatian dan aktifitasnya mudah beralih. Kecemasan pada orang tua Orang tua klien mengatakan tidak percaya dengan kondisi yang dialami klien. Orang tua tampak cemas dengan adanya penurunan kognitif, apektif, dan psikomotor yang terjadi pada klien.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) untuk kondisi anak S:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Perkembangan tidak sesuai usia (00112)
Definisi: Pola perkembangan fisik, kognitif, psikososial, dan/atau perilaku yang tidak sesuai dengan tahapan perkembangan yang diharapkan.
Karakteristik Definisi: Keterlambatan motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan personal-sosial.
2. Koping keluarga inefektif (00063)
Definisi: Usaha yang tidak efektif untuk mengelola stresor yang mengakibatkan perubahan dalam fungsi keluarga.
Karakteristik Definisi: Keluarga mengalami kecemasan dengan kondisi anak.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Perkembangan anak (0004)
- Indikator:
a. Mencapai kemampuan motorik kasar sesuai usia
b. Mencapai kemampuan motorik halus sesuai usia
c. Mencapai kemampuan bahasa sesuai usia
d. Mencapai kemampuan personal-sosial sesuai usia
e. Mencapai kemampuan kognitif sesuai usia
2. Koping keluarga (2602)
- Indikator:
a. Keluarga mampu mengidentifikasi stresor
b. Keluarga mampu menggunakan strategi koping yang efektif
c. Keluarga menunjukkan sikap positif terhadap kondisi anak
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Stimulasi perkembangan anak (6710)
- Kaji perkembangan anak menggunakan instrumen yang sesuai (misal: Denver II)
- Identifikasi area perkembangan yang terlambat
- Berikan stimulasi perkembangan sesuai dengan usia dan kemampuan anak
- Ajarkan orang tua untuk memberikan stimulasi perkembangan di rumah
- Kolaborasi dengan terapis untuk intervensi yang lebih spesifik
2. Dukungan keluarga (7110)
- Fasilitasi diskusi keluarga untuk mengidentifikasi stresor dan sumber dukungan
- Berikan informasi tentang kondisi anak dan perkembangannya
- Ajarkan keluarga teknik koping yang efektif
- Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan
- Kolaborasi dengan profesi lain (misalnya psikolog) untuk memberikan konseling keluarga
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas:
Diagnosa keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi anak S adalah "Perkembangan tidak sesuai usia" dan "Koping keluarga inefektif". Anak S menunjukkan keterlambatan perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa, dan personal-sosial, serta keluarga mengalami kecemasan dengan kondisi anak.
Luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan adalah agar anak S dapat mencapai kemampuan perkembangan sesuai usia (motorik kasar, motorik halus, bahasa, personal-sosial, dan kognitif) serta keluarga dapat mengelola stresor dan menunjukkan sikap positif terhadap kondisi anak.
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran adalah "Stimulasi perkembangan anak" dan "Dukungan keluarga". Pada intervensi stimulasi perkembangan anak, perawat akan melakukan pengkajian perkembangan, identifikasi area yang terlambat, memberikan stimulasi yang sesuai, mengajarkan orang tua untuk memberikan stimulasi di rumah, serta berkolaborasi dengan terapis. Pada intervensi dukungan keluarga, perawat akan memfasilitasi diskusi keluarga, memberikan informasi tentang kondisi anak, mengajarkan teknik koping yang efektif, melibatkan keluarga dalam asuhan keperawatan, serta berkolaborasi dengan profesi lain (misalnya psikolog) untuk memberikan konseling keluarga. -
Article No. 15314 | 11 Apr 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan hipertermia
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah informasi yang Anda minta:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi pasien dengan keluhan hipertermia:
Diagnosa Keperawatan yang sesuai adalah "Hipertermia". Hipertermia didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh di atas batas normal, biasanya diatas 37,5°C. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, dehidrasi, atau gangguan dalam pengaturan suhu tubuh.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Suhu tubuh dalam batas normal: Pasien menunjukkan suhu tubuh dalam rentang 36-37,5°C.
2. Tanda-tanda vital stabil: Pasien menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil, seperti denyut nadi, frekuensi napas, dan tekanan darah yang berada dalam batas normal.
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi: Pasien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat, seperti kulit elastis, mukosa lembab, dan produksi urin yang cukup.
4. Peningkatan rasa nyaman: Pasien melaporkan perasaan nyaman dan bebas dari gejala hipertermia.
5. Pemahaman pasien tentang manajemen hipertermia: Pasien menunjukkan pemahaman tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan hipertermia dan strategi untuk mengelolanya.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Pemantauan suhu tubuh secara berkala: Melakukan pengukuran suhu tubur pasien secara berkala untuk memantau perkembangan kondisi.
2. Pemberian cairan dan elektrolit: Memberikan cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan pasien untuk mencegah atau mengatasi dehidrasi.
3. Pendinginan tubuh: Menggunakan metode pendinginan tubuh, seperti kompres hangat, kipas angin, atau mandi air hangat, untuk menurunkan suhu tubuh.
4. Manajemen lingkungan: Mengatur suhu dan kelembaban lingkungan sekitar pasien untuk mendukung penurunan suhu tubuh.
5. Edukasi pasien dan keluarga: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyebab, gejala, dan manajemen hipertermia untuk meningkatkan pemahaman dan keterlibatan dalam perawatan.
6. Pemantauan tanda-tanda vital: Melakukan pemantauan tanda-tanda vital secara berkala untuk mengevaluasi efektivitas intervensi dan stabilitas kondisi pasien.
7. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain: Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain, seperti dokter, untuk memastikan penanganan yang komprehensif dan sesuai dengan kondisi pasien.
Dengan intervensi keperawatan yang tepat dan pemantauan yang cermat, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diharapkan dan pulih dari kondisi hipertermia. -
Article No. 15315 | 11 Apr 2025
Klinis : Gangguan mobilitas fisik
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah penjelasan yang rinci dan terperinci untuk kondisi Gangguan Mobilitas Fisik:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi gangguan mobilitas fisik adalah "Gangguan Mobilitas Fisik" (GMP). Diagnosa ini didasarkan pada keterbatasan kemampuan individu untuk melakukan pergerakan yang bebas dan terkoordinasi, baik yang disebabkan oleh faktor fisik, psikologis, kognitif, maupun lingkungan.
Luaran/Output SLKI:
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat mencapai luaran/output sebagai berikut:
1. Peningkatan Kemampuan Mobilitas (MOB): Pasien menunjukkan peningkatan kemampuan dalam melakukan pergerakan dan aktivitas sehari-hari secara mandiri atau dengan bantuan minimal.
2. Integritas Jaringan Kulit (IJS): Pasien menunjukkan integritas kulit yang baik, tanpa ada tanda-tanda kerusakan atau risiko kerusakan.
3. Pencegahan Komplikasi (PKP): Pasien terhindar dari komplikasi yang dapat timbul akibat gangguan mobilitas, seperti kontraktur, dekubitus, dan emboli.
Intervensi Keperawatan SIKI:
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, diperlukan intervensi keperawatan sebagai berikut:
1. Manajemen Aktivitas (MAK)
- Kaji kemampuan mobilitas pasien dan identifikasi faktor-faktor yang membatasi.
- Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan kemampuannya, dengan memberikan bantuan atau alat bantu yang sesuai.
- Berikan latihan mobilitas dan latihan rentang gerak sesuai kondisi pasien.
- Lakukan pengaturan posisi dan perubahan posisi secara berkala untuk mencegah komplikasi.
2. Perawatan Kulit (PK)
- Kaji integritas kulit pasien secara berkala untuk mendeteksi tanda-tanda kerusakan.
- Lakukan perawatan kulit, seperti menjaga kebersihan, kelembapan, dan mencegah gesekan atau tekanan berlebih.
- Berikan perawatan khusus pada area kulit yang berisiko, seperti punggung, pantat, dan tumit.
3. Manajemen Risiko (MRS)
- Identifikasi risiko komplikasi yang dapat timbul akibat gangguan mobilitas, seperti kontraktur, dekubitus, dan emboli.
- Lakukan intervensi pencegahan sesuai dengan risiko yang teridentifikasi, misalnya pengaturan posisi, latihan, serta penggunaan alat bantu yang sesuai.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (fisioterapis, terapis okupasi, ahli gizi) untuk mencegah komplikasi secara komprehensif.
Dengan intervensi keperawatan yang tepat dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain, diharapkan pasien dapat meningkatkan kemampuan mobilitas, mempertahankan integritas kulit, dan terhindar dari komplikasi yang dapat timbul akibat gangguan mobilitas fisik. -
Article No. 15316 | 11 Apr 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan gatal-gatal hilang timbul di seluruh tubuh sudah 1 minggu
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Pruritus (Gatal-Gatal)
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Pruritus didefinisikan sebagai sensasi tidak nyaman pada kulit yang menyebabkan keinginan untuk menggaruk. Pruritus dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti alergi, infeksi, penyakit kulit, atau masalah internal.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan pruritus adalah pasien dapat mengendalikan gatal, tidak terdapat lesi kulit baru akibat garukan, dan pasien dapat meningkatkan kenyamanan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan untuk mengatasi pruritus meliputi:
1. Identifikasi penyebab pruritus
2. Pemberian terapi topikal sesuai indikasi (misalnya kortikosteroid, antihistamin)
3. Edukasi pasien tentang manajemen pruritus (menghindari iritan, menggunakan pelembab, teknik relaksasi)
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan sistemik jika diperlukan
Dengan pendekatan SDKI-SLKI-SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan terstandar untuk mengatasi keluhan gatal-gatal pada pasien. -
Article No. 15317 | 11 Apr 2025
Klinis : KORTIKOSTEROID PADA DHF: PRO vs KONTRA?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: A97
- Deskripsi: Demam Berdarah Dengue (DBD)
2. Tidak ada kode ICD-9-CM Procedure spesifik untuk penggunaan kortikosteroid pada DBD, karena terapi kortikosteroid pada DBD masih menjadi perdebatan di kalangan klinis.
Penjelasan:
Penggunaan kortikosteroid pada Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi topik yang diperdebatkan di kalangan tenaga kesehatan. Terdapat argumen pro dan kontra dalam penggunaan kortikosteroid pada manajemen pasien DBD.
Argumen Pro:
1. Kortikosteroid dapat membantu mengurangi peningkatan permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma, yang merupakan salah satu karakteristik patofisiologi DBD.
2. Kortikosteroid dapat menekan respons inflamasi berlebihan yang dapat berkontribusi pada perkembangan sindrom renjatan dengue.
3. Beberapa studi kecil menunjukkan penggunaan kortikosteroid dapat memperbaiki luaran klinis pada pasien DBD.
Argumen Kontra:
1. Penggunaan kortikosteroid dapat memperlambat klirens virus dengue, sehingga memperpanjang viremia dan memperberat kondisi klinis.
2. Terdapat risiko efek samping kortikosteroid, seperti hipertensi, hiperglikemia, gangguan elektrolit, dan penurunan respons imun.
3. Bukti klinis yang kuat mengenai efikasi kortikosteroid pada DBD masih terbatas, dengan hasil studi yang tidak konsisten.
Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid pada manajemen DBD harus dipertimbangkan secara hati-hati dan disesuaikan dengan kondisi klinis masing-masing pasien. Terapi suportif dan manajemen cairan tetap menjadi pilar utama dalam penatalaksanaan DBD. -
Article No. 15318 | 11 Apr 2025
Klinis : Hipertensi dengan diagnosis risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral
Definisi:
Keadaan di mana individu berisiko mengalami gangguan aliran darah ke otak, yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak.
Penyebab/Faktor Risiko:
1. Hipertensi
2. Aterosklerosis
3. Penyakit jantung
4. Diabetes Melitus
5. Merokok
6. Usia lanjut
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Tekanan darah tinggi
2. Perubahan status mental
3. Nyeri kepala
4. Gangguan penglihatan
5. Hemiparesis
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Perfusi jaringan serebral yang efektif
2. Tidak ada tanda-tanda kerusakan otak
3. Tidak ada tanda-tanda komplikasi serebrovaskular
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Pemantauan tanda-tanda vital
2. Pemantauan status neurologis
3. Manajemen hipertensi
4. Manajemen nyeri
5. Edukasi tentang gaya hidup sehat
Penjelasan:
Pasien dengan hipertensi berisiko mengalami ketidakefektifan perfusi jaringan serebral, yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Perawat perlu memantau tanda-tanda vital, status neurologis, dan mengelola hipertensi serta nyeri untuk mencegah komplikasi serebrovaskular. Edukasi tentang gaya hidup sehat juga penting untuk mencegah komplikasi jangka panjang. -
Article No. 15319 | 11 Apr 2025
Klinis : risiko penurunan jaringan serebral tidak efektif
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, sebagai perawat profesional, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi risiko penurunan jaringan serebral tidak efektif.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Penurunan Fungsi Serebral Tidak Efektif
Definisi:
Risiko terjadinya penurunan kemampuan untuk menerima, memproses, menyimpan, dan/atau menggunakan informasi di otak secara tidak efektif.
Faktor Risiko:
1. Gangguan tekanan intrakranial
2. Gangguan oksigenasi serebral
3. Trauma kepala
4. Penyakit serebrovaskular
5. Infeksi sistem saraf pusat
Tujuan (SLKI):
1. Klien menunjukkan peningkatan fungsi serebral
2. Klien menunjukkan stabilitas tanda-tanda vital
3. Klien menunjukkan perilaku yang sesuai
Intervensi (SIKI):
1. Pemantauan fungsi serebral
2. Manajemen tekanan intrakranial
3. Manajemen oksigenasi
4. Manajemen nutrisi
5. Pencegahan komplikasi
Penjelasan Singkat:
Diagnosa keperawatan ini menggambarkan risiko terjadinya penurunan kemampuan otak dalam menerima, memproses, menyimpan, dan menggunakan informasi secara tidak efektif. Faktor risiko dapat berupa gangguan tekanan intrakranial, oksigenasi serebral, trauma kepala, penyakit serebrovaskular, atau infeksi sistem saraf pusat. Tujuan utama adalah meningkatkan fungsi serebral, menjaga stabilitas tanda-tanda vital, dan menunjukkan perilaku yang sesuai. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pemantauan fungsi serebral, manajemen tekanan intrakranial, oksigenasi, nutrisi, dan pencegahan komplikasi.