Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 15591 | 15 Apr 2025
Klinis : Pasien resiko bunuh diri
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk pasien dengan risiko bunuh diri.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk pasien dengan risiko bunuh diri adalah "Risiko Bunuh Diri". Diagnosa ini menggambarkan keadaan pasien yang memiliki potensi untuk melukai atau membunuh diri sendiri. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan risiko bunuh diri antara lain depresi, gangguan mental, masalah interpersonal, riwayat percobaan bunuh diri sebelumnya, dan kurangnya dukungan sosial.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat mencapai luaran sebagai berikut:
1. Perilaku Bunuh Diri Berkurang: Pasien menunjukkan penurunan dalam perilaku dan keinginan untuk melukai atau membunuh diri sendiri.
2. Keyakinan Menghadapi Masalah Meningkat: Pasien menunjukkan peningkatan dalam kemampuan untuk menghadapi masalah dan tantangan dalam hidupnya.
3. Dukungan Sosial Meningkat: Pasien memiliki jaringan dukungan sosial yang lebih baik, seperti keluarga, teman, atau kelompok pendukung.
4. Koping Adaptif Meningkat: Pasien menunjukkan peningkatan dalam kemampuan untuk mengelola stres dan situasi sulit dengan cara-cara yang konstruktif.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, berikut adalah beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan:
1. Pengkajian Komprehensif: Melakukan pengkajian yang mendalam terhadap faktor-faktor risiko, riwayat kesehatan mental, dan kemampuan koping pasien.
2. Manajemen Krisis: Memberikan intervensi segera untuk mengatasi krisis atau keinginan bunuh diri yang sedang terjadi, termasuk menjamin keamanan dan keselamatan pasien.
3. Terapi Suportif: Memberikan dukungan emosional, pendampingan, dan konseling untuk membantu pasien mengatasi masalah dan meningkatkan harga diri.
4. Perencanaan Keselamatan: Mengembangkan rencana keselamatan yang melibatkan pasien, keluarga, dan tim kesehatan untuk mencegah perilaku bunuh diri.
5. Koordinasi Perawatan: Berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti psikiater atau konselor, untuk memberikan perawatan yang komprehensif dan terintegrasi.
6. Edukasi dan Pemberdayaan: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai risiko bunuh diri, strategi koping, dan sumber dukungan yang tersedia.
7. Pemantauan dan Evaluasi: Melakukan pemantauan secara berkala terhadap kondisi pasien dan mengevaluasi efektivitas intervensi yang diberikan.
Dengan penerapan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang tepat, diharapkan dapat membantu pasien dengan risiko bunuh diri untuk meningkatkan keselamatan, kesejahteraan, dan kualitas hidupnya. -
Article No. 15592 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 22: Bayi perempuan, usia gestasi 35 minggu, lahir spontan 3 jam yang lalu di rumah sakit. Hasil pengkajian: BB 1800 gram, PB 41 cm, frekuensi napas 56 x/mnt, nadi 140 x/menit, SpO2 94 %. Bayi tampak aktif, kemampuan menghisap baik, dan tidak ditemukan adanya kelainan. Setelah 30 menit, bayi mengalami penurunan suhu sampai 360C. Pertanyaan: a. Tegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai berdasarkan kasus? b. Tuliskan intervensi yang tepat dilakukan pada bayi dengan kasus tersebut? c. Tuliskan SOP perawatan bayi dalam inkubator dan SOP tindakan perawatan metode kanguru, dan praktikan saat bimbingan laboratorium? d. Jika usia kronologis bayi saat ini adalah 60 hari, hitunglah berapa usia koreksi bayi tersebut?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan senang hati saya akan membantu Anda dengan informasi yang Anda butuhkan untuk kasus ini.
1. Kode ICD-10:
- Kode: P07.3
- Deskripsi: Bayi prematur, dengan usia gestasi 32 minggu atau lebih, tetapi kurang dari 37 minggu
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Tidak ada kode ICD-9-CM prosedur yang spesifik untuk kasus ini.
a. Diagnosis keperawatan yang sesuai berdasarkan kasus:
- Risiko hipotermi
- Risiko gangguan pernafasan
- Risiko gangguan sirkulasi
b. Intervensi yang tepat dilakukan pada bayi dengan kasus tersebut:
- Mempertahankan suhu tubuh bayi dalam kisaran normal dengan menggunakan inkubator atau metode perawatan skin-to-skin (metode kanguru)
- Memantau frekuensi pernafasan, nadi, dan saturasi oksigen secara berkala
- Memberikan dukungan oksigen jika diperlukan
- Memastikan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
- Melakukan stimulasi dan interaksi yang sesuai untuk mendukung perkembangan bayi
c. SOP perawatan bayi dalam inkubator dan SOP tindakan perawatan metode kanguru:
SOP Perawatan Bayi dalam Inkubator:
- Menyiapkan inkubator dengan suhu, kelembaban, dan oksigen yang sesuai
- Memindahkan bayi ke dalam inkubator dengan hati-hati
- Memantau suhu, kelembaban, dan oksigen secara berkala
- Menjaga kebersihan inkubator dan melakukan penggantian sesuai kebutuhan
- Melakukan interaksi dan stimulasi yang sesuai untuk bayi di dalam inkubator
SOP Tindakan Perawatan Metode Kanguru:
- Memastikan kondisi bayi stabil sebelum dimulai
- Mempersiapkan posisi yang nyaman bagi ibu/pengganti
- Menempatkan bayi di dalam posisi skin-to-skin dengan ibu/pengganti
- Memastikan bayi tetap terlindung dan nyaman
- Memantau tanda-tanda vital bayi selama prosedur
- Memberikan dukungan emosional dan edukasi kepada ibu/pengganti
d. Usia Koreksi Bayi:
Usia kronologis bayi saat ini adalah 60 hari. Usia gestasi bayi saat lahir adalah 35 minggu. Usia koreksi bayi dapat dihitung sebagai berikut:
Usia koreksi = Usia kronologis - (40 minggu - Usia gestasi saat lahir)
Usia koreksi = 60 hari - (40 minggu - 35 minggu) = 60 hari - 5 minggu = 55 hari
Jadi, usia koreksi bayi saat ini adalah 55 hari. -
Article No. 15593 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 22: Bayi perempuan, usia gestasi 35 minggu, lahir spontan 3 jam yang lalu di rumah sakit. Hasil pengkajian: BB 1800 gram, PB 41 cm, frekuensi napas 56 x/mnt, nadi 140 x/menit, SpO2 94 %. Bayi tampak aktif, kemampuan menghisap baik, dan tidak ditemukan adanya kelainan. Setelah 30 menit, bayi mengalami penurunan suhu sampai 360C. Pertanyaan: a. Tegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai berdasarkan kasus? b. Tuliskan intervensi yang tepat dilakukan pada bayi dengan kasus tersebut? c. Tuliskan SOP perawatan bayi dalam inkubator dan SOP tindakan perawatan metode kanguru, dan praktikan saat bimbingan laboratorium? d. Jika usia kronologis bayi saat ini adalah 60 hari, hitunglah berapa usia koreksi bayi tersebut?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah jawaban saya:
a. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kasus ini adalah:
1. Hipotermi berhubungan dengan penurunan suhu tubuh hingga 36°C.
b. Intervensi yang tepat dilakukan pada bayi dengan kasus tersebut:
1. Kaji tanda-tanda vital bayi secara berkala (suhu, nadi, pernapasan, saturasi oksigen).
2. Pertahankan lingkungan termal yang optimal dengan menempatkan bayi di dalam inkubator dengan suhu sesuai kebutuhan.
3. Berikan perawatan metode kanguru untuk mempertahankan suhu tubuh bayi.
4. Berikan nutrisi enteral sesuai kebutuhan bayi.
5. Lakukan stimulasi taktil dan auditori untuk meningkatkan kemampuan menyusu.
6. Pantau masukan dan keluaran cairan serta timbang berat badan bayi secara teratur.
7. Libatkan orang tua dalam perawatan bayi untuk meningkatkan kelekatan.
c. SOP Perawatan Bayi dalam Inkubator:
1. Persiapkan inkubator dengan suhu dan kelembaban yang sesuai.
2. Tempatkan bayi di dalam inkubator dengan posisi yang nyaman.
3. Pantau suhu, kelembaban, dan nutrisi bayi secara berkala.
4. Lakukan pemberian nutrisi dan perawatan lainnya melalui lubang inkubator.
5. Pertahankan suhu inkubator sesuai kebutuhan bayi.
SOP Perawatan Metode Kanguru:
1. Siapkan ruangan yang nyaman dan kondusif.
2. Instruksikan ibu untuk membuka baju atasnya.
3. Letakkan bayi dalam posisi tegak di dada ibu dengan kontak kulit ke kulit.
4. Selimuti bayi dan ibu untuk mempertahankan suhu.
5. Pertahankan posisi bayi selama minimal 1 jam.
6. Pantau tanda-tanda vital bayi selama prosedur.
d. Jika usia kronologis bayi saat ini adalah 60 hari, maka usia koreksi bayi tersebut adalah:
Usia koreksi = Usia kronologis - Usia gestasi
Usia koreksi = 60 hari - 35 minggu = 25 hari
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Suhu tubuh bayi kembali ke normal (36,5-37,5°C).
2. Bayi dapat mempertahankan suhu tubuh dengan baik.
3. Bayi tidak mengalami komplikasi terkait hipotermi.
4. Bayi mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Pantau tanda-tanda vital bayi secara teratur.
2. Pertahankan lingkungan termal yang optimal melalui penggunaan inkubator dan metode kanguru.
3. Berikan nutrisi enteral sesuai kebutuhan bayi.
4. Lakukan stimulasi taktil dan auditori untuk meningkatkan kemampuan menyusu.
5. Libatkan orang tua dalam perawatan bayi untuk meningkatkan kelekatan.
6. Evaluasi efektivitas intervensi dan lakukan penyesuaian jika diperlukan.
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai: Bayi mengalami penurunan suhu tubuh hingga 36°C, sehingga diagnosis yang tepat adalah hipotermi. Kondisi ini harus segera ditangani untuk mencegah komplikasi yang dapat terjadi.
Intervensi Keperawatan: Intervensi yang diberikan bertujuan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi dalam rentang normal, mencegah komplikasi, dan mendukung pertumbuhan serta perkembangan bayi secara optimal. Pemantauan tanda-tanda vital, pengaturan lingkungan termal, pemberian nutrisi, stimulasi, dan keterlibatan orang tua merupakan tindakan yang penting dalam perawatan bayi prematur dengan hipotermi.
SOP Perawatan Bayi dalam Inkubator dan Metode Kanguru: Kedua prosedur ini merupakan intervensi utama untuk mempertahankan suhu tubuh bayi. Inkubator menyediakan lingkungan yang hangat dan terkendali, sedangkan metode kanguru memanfaatkan kontak kulit ke kulit dengan ibu untuk mempertahankan suhu. Penjelasan langkah-langkah dalam SOP memberikan panduan yang jelas dalam pelaksanaan kedua prosedur tersebut.
Usia Koreksi Bayi: Usia koreksi dihitung dengan mengurangi usia kronologis bayi (60 hari) dengan usia gestasi saat lahir (35 minggu). Hal ini penting untuk menilai perkembangan bayi dengan memperhitungkan usia gestasi saat lahir, sehingga dapat memastikan pertumbuhan dan perkembangan bayi sesuai harapan.
Luaran/Output dan Intervensi Keperawatan: Luaran yang diharapkan mencakup pemulihan suhu tubuh bayi, kemampuan bayi dalam mempertahankan suhu, pencegahan komplikasi, serta pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Intervensi keperawatan yang diuraikan secara rinci mencakup semua aspek perawatan bayi dengan hipotermi, dari pemantauan, pengaturan lingkungan, pemberian nutrisi, stimulasi, hingga keterlibatan orang tua. Semua intervensi ini bertujuan untuk mencapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 15594 | 15 Apr 2025
Klinis : Tidak bisa kontrol BAK, Retensi urin, terpsang kateter, tidak ada reflek kontrol kandung kemih
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Eliminasi Urin Berhubungan dengan Disfungsi Vesika Urinaria
Penjelasan:
Berdasarkan kondisi yang diberikan, pasien mengalami masalah berupa ketidakmampuan untuk mengontrol buang air kecil (BAK) atau retensi urin, serta pemasangan kateter dan tidak adanya refleks kontrol kandung kemih. Hal ini menunjukkan adanya gangguan pada eliminasi urin yang berhubungan dengan disfungsi pada vesika urinaria (kandung kemih).
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Gangguan Eliminasi Urin adalah diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi pasien yang tidak dapat mengontrol atau mengeluarkan urin secara efektif.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan untuk pasien dengan gangguan eliminasi urin adalah pemulihan fungsi eliminasi urin, pola eliminasi urin yang normal, serta pencegahan komplikasi yang dapat timbul akibat gangguan eliminasi urin.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan eliminasi urin meliputi perawatan kateter, manajemen retensi urin, latihan kontrol kandung kemih, serta pemantauan fungsi eliminasi urin. -
Article No. 15595 | 15 Apr 2025
Klinis : tidak bisa menggerakan kedua kaki, refleks tendon menurun, tidak bisa berpindaj sendiri, kekuatan otot ekstremitas bawah 0/5, no lower extrimity motor activity
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang Anda minta dengan gaya akademis dan perspektif seorang perawat pakar.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi di atas adalah "Gangguan Mobilitas Fisik Terkait Kelemahan Otot dan Penurunan Refleks Tendon". Kondisi ini ditandai dengan tidak dapat menggerakkan kedua kaki, refleks tendon yang menurun, tidak dapat berpindah sendiri, kekuatan otot ekstremitas bawah 0/5, dan tidak ada aktivitas motorik di ekstremitas bawah. Hal ini menunjukkan adanya gangguan signifikan pada kemampuan mobilitas fisik pasien.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Peningkatan Mobilitas: Pasien dapat meningkatkan kemampuan mobilitas fisik, seperti dapat melakukan pergerakan pada ekstremitas bawah, meningkatkan kekuatan otot, dan dapat berpindah dengan bantuan atau secara mandiri.
2. Peningkatan Aktivitas Sehari-hari: Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri atau dengan minimal bantuan, seperti mandi, berpakaian, toileting, dan berpindah.
3. Pencegahan Komplikasi Imobilitas: Pasien tidak mengalami komplikasi akibat imobilitas, seperti ulkus dekubitus, kontraktur, pneumonia, atau deep vein thrombosis.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Aktivitas dan Latihan:
- Latihan rentang gerak aktif dan pasif pada ekstremitas bawah untuk meningkatkan mobilitas.
- Latihan kekuatan otot ekstremitas bawah menggunakan alat bantu atau gravitasi.
- Latihan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda atau alat bantu lainnya.
- Mengatur posisi dan postur tubuh yang tepat untuk mencegah komplikasi.
2. Manajemen Nyeri:
- Identifikasi dan manajemen nyeri yang mungkin dialami pasien.
- Pemberian analgesik sesuai dengan kebutuhan pasien.
- Terapi nonfarmakologis, seperti kompres hangat/dingin, masase, dan relaksasi.
3. Manajemen Risiko:
- Identifikasi dan pencegahan risiko komplikasi akibat imobilitas, seperti ulkus dekubitus, kontraktur, pneumonia, dan deep vein thrombosis.
- Perawatan kulit dan pengaturan posisi untuk mencegah ulkus dekubitus.
- Mobilisasi dini dan latihan pernapasan untuk mencegah komplikasi pernapasan.
- Penggunaan alat bantu mobilisasi yang sesuai, seperti kursi roda atau walker.
4. Edukasi dan Dukungan:
- Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang kondisi, prognosis, dan manajemen perawatan.
- Dukungan psikologis untuk meningkatkan motivasi dan kepatuhan pasien dalam menjalani program rehabilitasi.
- Kolaborasi dengan tim multidisiplin, seperti fisioterapis dan okupasi terapis, untuk mencapai tujuan rehabilitasi.
Dengan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan pasien dapat meningkatkan mobilitas fisik, kemampuan aktivitas sehari-hari, dan mencegah komplikasi akibat imobilitas. Hal ini akan membantu pasien mencapai hasil yang optimal dalam proses pemulihan. -
Article No. 15596 | 15 Apr 2025
Klinis : tidak bisa menggerakan kedua kaki, refleks tendon menurun, tidak bisa berpindaj sendiri, kekuatan otot ekstremitas bawah 0/5, no lower extrimity motor activity
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda paparkan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kelemahan Otot Ekstremitas Bawah
Penjelasan Singkat:
a. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Gangguan Mobilitas Fisik: Keterbatasan dalam pergerakan bebas dan terkoordinasi pada satu atau lebih ekstremitas.
- Faktor berhubungan: Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Mobilitas Fisik: Kemampuan untuk bergerak secara bebas dan terkoordinasi.
- Luaran yang diharapkan: Pasien dapat meningkatkan mobilitas fisik ekstremitas bawah.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi yang dapat dilakukan: Latihan rentang gerak, latihan kekuatan otot, perawatan kesehatan umum, manajemen nyeri, dan konseling.
- Tujuannya adalah untuk membantu pasien meningkatkan kekuatan otot, mobilitas, dan kemampuan berpindah secara mandiri.
Berdasarkan kondisi yang Anda paparkan, yaitu tidak dapat menggerakkan kedua kaki, refleks tendon menurun, tidak dapat berpindah sendiri, kekuatan otot ekstremitas bawah 0/5, dan tidak ada aktivitas motorik ekstremitas bawah, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kelemahan Otot Ekstremitas Bawah. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah latihan rentang gerak, latihan kekuatan otot, perawatan kesehatan umum, manajemen nyeri, dan konseling untuk membantu pasien meningkatkan mobilitas dan kemampuan berpindah secara mandiri. -
Article No. 15597 | 15 Apr 2025
Klinis : Risiko infeksi
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda minta.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi "Risiko Infeksi":
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi "Risiko Infeksi" adalah "Risiko Infeksi". Diagnosa ini mengacu pada kerentanan individu terhadap masuknya dan berkembangnya agen patogen, yang dapat menyebabkan infeksi. Risiko infeksi dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti prosedur medis, penurunan sistem imun, paparan lingkungan yang tidak higienis, dan lain-lain.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan untuk kondisi "Risiko Infeksi" adalah:
a. Kontrol Infeksi: Pasien dapat menunjukkan perilaku yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan infeksi.
b. Integritas Kulit: Pasien dapat mempertahankan integritas kulit yang optimal.
c. Kesejahteraan: Pasien dapat mempertahankan kesejahteraan umum yang optimal.
Tujuan-tujuan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi, menjaga kondisi kulit yang sehat, dan memastikan kesejahteraan umum pasien selama proses perawatan.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran pada kondisi "Risiko Infeksi" meliputi:
a. Manajemen Risiko Infeksi:
- Identifikasi faktor risiko infeksi pada pasien
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pencegahan infeksi
- Penggunaan teknik aseptik saat melakukan prosedur keperawatan
- Pemantauan tanda-tanda infeksi
b. Perawatan Kulit:
- Pemeliharaan kebersihan dan integritas kulit
- Penggunaan teknik perawatan kulit yang sesuai
- Identifikasi dan penanganan lesi kulit
c. Dukungan Kesejahteraan:
- Identifikasi kebutuhan kesejahteraan pasien
- Pemberian dukungan emosional dan psikologis
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain sesuai kebutuhan
Tujuan dari intervensi-intervensi ini adalah untuk mengurangi risiko infeksi, menjaga integritas kulit, dan memastikan kesejahteraan pasien secara menyeluruh. Perawat berperan penting dalam mengidentifikasi dan mengelola faktor-faktor risiko, memberikan edukasi dan dukungan, serta melakukan tindakan keperawatan yang sesuai untuk mencapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 15598 | 15 Apr 2025
Klinis : Pasien mengatakan belum BAB sejak kecelakaan dan dirawat, no reflex bowel stimulation, decrease defecation reflex dou to medullary injury
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan mencoba memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai standar SDKI - SLKI - SIKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda berikan.
Diagnosa Keperawatan:
Konstipasi berhubungan dengan penurunan refleks defekasi akibat cedera medula spinalis
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Konstipasi: Keadaan di mana frekuensi, konsistensi, dan/atau pengeluaran feses tidak normal.
- Penyebab: Penurunan refleks defekasi akibat cedera medula spinalis.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Pengeluaran feses normal
- Tidak ada distensi abdomen
- Tidak ada rasa tidak nyaman akibat konstipasi
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen konstipasi: Intervensi untuk membantu memulihkan pola defekasi normal.
- Stimulasi reflek defekasi: Intervensi untuk membantu memulihkan refleks defekasi.
- Perawatan eliminasi: Intervensi untuk membantu pasien memenuhi kebutuhan eliminasi.
Dengan menggunakan standar SDKI - SLKI - SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang terstruktur dan berpedoman pada praktik berbasis bukti untuk mengatasi masalah konstipasi pada pasien dengan cedera medula spinalis. -
Article No. 15599 | 15 Apr 2025
Klinis : Total immobilization (paraplegia) Prolonged lying down, risk of pressure on skin Urinary retention (risk of genital area skin moisture)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi total immobilization (paraplegia), prolonged lying down dengan risiko terjadinya tekanan pada kulit, serta urinary retention dengan risiko kelembaban area genital.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Integritas Kulit Tergangggu berhubungan dengan total immobilisasi dan prolonged lying down.
2. Risiko Inkontinensia Urin berhubungan dengan urinary retention.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Integritas Kulit Tergangggu: Keadaan di mana individu berisiko mengalami perubahan struktur dan fungsi kulit yang normal.
2. Risiko Inkontinensia Urin: Keadaan di mana individu berisiko mengalami ketidakmampuan untuk mengendalikan pengeluaran urin secara sukarela.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Integritas Kulit Terpelihara: Kondisi di mana struktur dan fungsi kulit normal dipertahankan.
2. Kontrol Inkontinensia Urin: Kondisi di mana individu mampu mengendalikan pengeluaran urin secara sukarela.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Perawatan Kulit: Serangkaian tindakan untuk mempertahankan integritas kulit.
2. Manajemen Inkontinensia: Serangkaian tindakan untuk mengatasi masalah inkontinensia urin.
Sebagai perawat, saya akan berfokus pada pencegahan komplikasi dan pemeliharaan kondisi pasien melalui intervensi keperawatan yang komprehensif. Tujuan utama adalah mempertahankan integritas kulit dan mengontrol inkontinensia urin pada pasien dengan total immobilisasi (paraplegia) dan risiko tekanan pada kulit serta kelembaban area genital. -
Article No. 15600 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 2 (sistem saraf) Seorang pasien perempuan berusia 52 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sakit kepala yang semakin parah selama 3 bulan terakhir, terutama di pagi hari. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, dan gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Keluarga melaporkan bahwa pasien telah mengalami kelemahan pada sisi kanan tubuh dan kesulitan berbicara selama dua minggu terakhir. Data dari pemeriksaan fisik: Kesadaran: GCS 13 (E3V4M6). Tekanan darah: 150/90 mmHg, HR: 82x/menit, RR: 18x/menit, Suhu: 37,2°C. Pemeriksaan neurologis: Hemiparesis kanan (kekuatan otot 3/5). Refleks patologis (+) Babinski kanan. Papiledema (+) (pada pemeriksaan funduskopi). Tes lapang pandang menunjukkan hemianopsia temporal. Hasil Pemeriksaan Penunjang CT-Scan Kepala: Tampak massa hiperdense pada lobus parietalis kiri dengan efek massa dan edema perilesional, garis tengah otak sedikit bergeser ke kanan. MRI Kepala: Lesi berukuran 4 cm x 3,5 cm x 3 cm pada lobus parietalis kiri, tampak peninggian dengan kontras, edema perilesional luas dan pergeseran garis tengah minimal. Pemeriksaan Laboratorium: Hitung darah lengkap: Leukosit 9.800/µL, Hb 13,2 g/dL, Trombosit 280.000/µL. Elektrolit dalam batas normal. Elektroensefalografi (EEG): Tidak ada aktivitas epileptiform, tetapi ditemukan gelombang lambat pada area lesi. Pasien dijadwalkan menjalani terapi kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral dan bedah saraf untuk eksplorasi dan pengangkatan massa.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) untuk kasus tersebut:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Defisit Perawatan Diri (SDKI: 2016) berhubungan dengan hemiparesis/kelemahan sisi kanan tubuh.
2. Gangguan Persepsi Sensori (SDKI: 2016) berhubungan dengan lesi di lobus parietalis kiri yang menyebabkan gangguan penglihatan berupa hemianopsia temporal.
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral (SDKI: 2016) berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial akibat massa dan edema pada lobus parietalis kiri.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Defisit Perawatan Diri: Pasien akan dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri atau dengan bantuan minimal.
2. Gangguan Persepsi Sensori: Pasien akan dapat mengenali dan menyesuaikan diri dengan gangguan penglihatan yang terjadi.
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral: Pasien akan menunjukkan tanda-tanda peningkatan perfusi jaringan serebral yang membaik.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Defisit Perawatan Diri:
a. Identifikasi tingkat ketergantungan pasien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
b. Berikan bantuan dan bimbingan sesuai dengan kemampuan pasien untuk melakukan perawatan diri.
c. Latih pasien dalam melakukan aktivitas perawatan diri secara bertahap.
d. Dorong keluarga untuk terlibat dalam membantu pasien.
2. Gangguan Persepsi Sensori:
a. Evaluasi persepsi sensorik pasien, terutama pada fungsi penglihatan.
b. Ajarkan pasien teknik kompensasi untuk mengatasi gangguan penglihatan, seperti penggunaan alat bantu.
c. Modifikasi lingkungan untuk mengurangi risiko cedera akibat gangguan penglihatan.
d. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang manajemen gangguan persepsi sensorik.
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral:
a. Pantau tanda-tanda vital dan neurologi pasien secara berkala.
b. Berikan terapi farmakologis sesuai dengan rencana pengobatan, seperti pemberian kortikosteroid.
c. Posisikan pasien sesuai dengan rekomendasi untuk meningkatkan perfusi serebral.
d. Lakukan kolaborasi dengan tim medis dalam memantau dan mengevaluasi efektivitas terapi.
Penjelasan rinci:
Diagnosa keperawatan SDKI dirumuskan berdasarkan masalah kesehatan utama yang dialami pasien, yaitu hemiparesis, gangguan penglihatan, dan peningkatan tekanan intrakranial. Luaran/output yang diharapkan dan intervensi keperawatan dirancang untuk mengatasi masalah-masalah tersebut secara komprehensif, dengan fokus pada pemulihan fungsi, kompensasi gangguan, dan stabilisasi kondisi pasien. Kolaborasi dengan tim medis juga diperlukan untuk memberikan perawatan yang optimal.