Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 15950 | 22 Apr 2025
Klinis : Seorang pasien pasca mastektomi mengeluhkan nyeri pada area insisi. Apakah tindakan keperawatan yang paling tepat untuk mengatasi nyeri pasien pada fase awal pasca operasi? Select one: a. Melakukan masase lembut di sekitar area insisi. b. Memberikan analgetik sesuai program dokter. c. Memberikan kompres hangat pada area insisi. d. Menganjurkan pasien untuk beristirahat total. e. Menganjurkan pasien untuk melakukan gerakan aktif pada lengan yang dioperasi.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, sebagai seorang perawat, saya akan memberikan analisis komprehensif mengenai kondisi pasca mastektomi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri akut (NANDA-I) berhubungan dengan trauma pembedahan pada area insisi mastektomi.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) mengidentifikasi "Nyeri akut" sebagai diagnosis keperawatan yang sesuai dengan kondisi yang Anda gambarkan. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) menetapkan bahwa tujuan utama adalah mengurangi nyeri pasien. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) menyarankan beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Manajemen Nyeri (SIKI)
- Monitoring tanda-tanda vital dan respon nonverbal pasien terhadap nyeri
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik sesuai program
2. Terapi Kehangatan (SIKI)
- Kompres hangat pada area insisi untuk mengurangi nyeri
Berdasarkan kondisi pasien pasca mastektomi yang mengeluhkan nyeri pada area insisi, maka tindakan keperawatan yang paling tepat adalah:
Jawaban b. Memberikan analgetik sesuai program dokter.
Pemberian analgetik sesuai program dokter merupakan intervensi utama untuk mengatasi nyeri pada fase awal pasca operasi. Tindakan ini dapat segera mengurangi rasa nyeri dan membantu proses pemulihan pasien. Selain itu, intervensi lain seperti kompres hangat dapat dilakukan untuk membantu mengurangi nyeri secara komplementer. -
Article No. 15951 | 22 Apr 2025
Klinis : Perawat memberikan imunisasi Hepatitis B dosis pertama pada bayi baru lahir normal sebelum bayi dipulangkan. Di manakah lokasi penyuntikan yang paling tepat untuk imunisasi ini? Select one: a. Subkutan di perut. b. Paha bagian anterolateral. c. Lengan atas bagian deltoid. d. Intradermal di lengan bawah. e. Bokong bagian dorsogluteal.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan terkait diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir.
Diagnosa Keperawatan:
Berdasarkan kondisi yang diberikan, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah "Ketidakefektifan Imunisasi" dari domain Promosi Kesehatan. Hal ini dikarenakan bayi baru lahir memerlukan imunisasi Hepatitis B sebagai upaya pencegahan penyakit.
Penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Ketidakefektifan Imunisasi didefinisikan sebagai kondisi di mana individu mengalami penurunan atau tidak menerima imunisasi yang direkomendasikan.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Luaran yang diharapkan adalah Tingkat Imunisasi Efektif, di mana individu menerima imunisasi sesuai rekomendasi dan jadwal yang tepat.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi yang dapat dilakukan adalah Manajemen Imunisasi, yang meliputi pemberian imunisasi, pemantauan reaksi, dan edukasi kepada pasien/keluarga.
Terkait dengan lokasi penyuntikan imunisasi Hepatitis B pada bayi baru lahir, yang paling tepat adalah paha bagian anterolateral (opsi b). Hal ini sesuai dengan rekomendasi dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia dan praktik terbaik dalam pemberian imunisasi pada bayi. -
Article No. 15952 | 22 Apr 2025
Klinis : Seorang ibu melahirkan bayi perempuan secara spontan 2 jam yang lalu. Saat ini, Perawat mendapati uterus ibu teraba lembek dan tinggi fundus uteri dua jari di atas umbilikus. Ibu juga mengeluarkan banyak darah segar dari jalan lahir. Apakah diagnosis yang paling mungkin pada kasus ini? Select one: a. Atonia uteri b. Sisa plasenta c. Ruptur uteri d. Laserasi jalan lahir e. Inversio uteri
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan yang paling mungkin pada kasus ini adalah:
a. Atonia uteri
Penjelasan:
Berdasarkan gejala yang dipaparkan, yaitu uterus ibu yang teraba lembek, tinggi fundus uteri yang masih dua jari di atas umbilikus, serta adanya perdarahan segar yang banyak dari jalan lahir, menunjukkan adanya atonia uteri atau kegagalan uterus untuk berkontraksi secara adekuat setelah persalinan.
Atonia uteri merupakan penyebab perdarahan postpartum yang paling umum terjadi. Kondisi ini disebabkan oleh kelelahan otot uterus setelah kontraksi intensif selama persalinan, sehingga uterus tidak dapat mempertahankan kontraksi yang kuat untuk menghentikan perdarahan.
Penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk mengatasi atonia uteri, seperti pemberian oksitosik, pemijatan uterus, dan tindakan lain jika perdarahan masih berlanjut.
Pilihan jawaban lainnya seperti sisa plasenta, ruptur uteri, dan laserasi jalan lahir juga dapat menyebabkan perdarahan postpartum, namun gejala yang ditunjukkan pada kasus ini lebih mengarah pada atonia uteri. -
Article No. 15953 | 22 Apr 2025
Klinis : Seorang pasien dengan kanker serviks stadium lanjut mengungkapkan perasaan sedih dan menarik diri dari interaksi sosial. Apakah diagnosis keperawatan psikososial yang paling tepat pada kasus ini? Select one: a. Risiko bunuh diri berhubungan dengan prognosis penyakit. b. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perkembangan penyakit. c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisik akibat kanker. d. Isolasi sosial berhubungan dengan perasaan sedih dan menarik diri. e. Ansietas berhubungan dengan ketidakpastian masa depan.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, diagnosis keperawatan yang paling tepat adalah:
d. Isolasi sosial berhubungan dengan perasaan sedih dan menarik diri.
Penjelasan:
Pasien dengan kanker serviks stadium lanjut mengungkapkan perasaan sedih dan menarik diri dari interaksi sosial. Hal ini menunjukkan adanya isolasi sosial, yang merupakan kondisi di mana individu mengalami keterasingan atau kesepian karena keterbatasan dalam membentuk dan mempertahankan hubungan sosial yang memuaskan.
Diagnosa keperawatan ini sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). SDKI merupakan acuan baku dalam menentukan diagnosis keperawatan yang didasarkan pada penilaian perawat terhadap respons pasien terhadap masalah kesehatan.
Selain itu, diagnosis ini juga selaras dengan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang merupakan bagian dari sistem klasifikasi praktik keperawatan Indonesia. SLKI dan SIKI memberikan panduan untuk mengidentifikasi hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan dan jenis intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan. -
Article No. 15954 | 22 Apr 2025
Klinis : Seorang wanita berusia 45 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan adanya benjolan keras dan tidak nyeri di payudara kanan atas. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan adanya retraksi kulit dan peau d'orange. Apakah diagnosis keperawatan prioritas pada kasus ini? Select one: a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infiltrasi tumor b. Nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor. c. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun. d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisik akibat kanker. e. Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan memperhatikan gejala yang dialami oleh pasien, yaitu adanya benjolan keras dan tidak nyeri di payudara kanan atas serta retraksi kulit dan peau d'orange, diagnosis keperawatan prioritas yang sesuai adalah:
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisik akibat kanker.
Penjelasan:
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), diagnosis keperawatan yang paling sesuai dengan kasus ini adalah "Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisik akibat kanker".
Gangguan citra tubuh adalah perubahan dalam persepsi dan perasaan tentang penampilan fisik seseorang. Dalam kasus ini, pasien mengalami perubahan fisik di payudara yang dapat mempengaruhi persepsi dan perasaannya tentang kondisi tubuhnya, sehingga diagnosis ini menjadi prioritas.
Diagnosa lainnya seperti "Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infiltrasi tumor", "Nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor", dan "Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun" juga mungkin relevan, tetapi tidak menjadi prioritas utama dalam kasus ini.
Diagnosis "Ansietas berhubungan dengan diagnosis kanker" juga dapat menjadi masalah keperawatan yang penting, namun dalam kasus ini belum cukup informasi untuk menetapkannya sebagai diagnosa prioritas. -
Article No. 15955 | 22 Apr 2025
Klinis : Seorang bayi perempuan lahir aterm spontan dan mengalami hipotermia berat. Seorang perawat memeriksa bayi tersebut. Apa ciri-ciri bayi tersebut? Select one: a. Pernafasan tidak teratur b. Tangisan lemah c. Kulit berwarna tidak rata d. Kaki teraba dingin e. Kemampuan menghisap lemah
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Jawaban yang tepat adalah:
e. Kemampuan menghisap lemah
Penjelasan:
Seorang bayi perempuan yang lahir aterm spontan dan mengalami hipotermia berat akan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Kemampuan menghisap lemah
Bayi dengan hipotermia berat akan mengalami penurunan refleks menghisap dan menelan, sehingga kemampuan menghisap menjadi lemah.
2. Pernafasan tidak teratur
Hipotermia dapat menyebabkan penurunan laju pernafasan dan bahkan apnea pada bayi.
3. Tangisan lemah
Bayi dengan hipotermia akan memiliki tangisan yang lemah dan tidak kuat.
4. Kulit berwarna tidak rata
Pada hipotermia, kulit bayi akan terlihat pucat, kaku, dan berwarna kebiruan (sianosis).
5. Kaki teraba dingin
Salah satu tanda hipotermia pada bayi adalah ekstremitas yang terasa dingin.
Jadi, ciri-ciri utama bayi dengan hipotermia berat adalah kemampuan menghisap yang lemah. -
Article No. 15956 | 22 Apr 2025
Klinis : Untuk mencegah komplikasi tromboemboli vena dalam (DVT) pasca seksio sesarea, intervensi keperawatan yang penting adalah: Select one: a. Menganjurkan ibu untuk tidak minum banyak cairan b. Menganjurkan ambulasi dini sesuai kondisi ibu c. Memasang gurita perut dengan ketat d. Memberikan kompres hangat pada kedua kaki ibu e. Membatasi pergerakan ibu di tempat tidur .
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda berikan.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Tromboemboli Vena Dalam (Deep Vein Thrombosis - DVT)
Penjelasan:
a. Menganjurkan ibu untuk tidak minum banyak cairan - Bukan merupakan intervensi yang tepat. Dehidrasi dapat menyebabkan stasis vena dan meningkatkan risiko DVT.
b. Menganjurkan ambulasi dini sesuai kondisi ibu - Merupakan intervensi yang penting. Ambulasi dini dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah, mencegah stasis vena, dan menurunkan risiko DVT.
c. Memasang gurita perut dengan ketat - Bukan merupakan intervensi yang tepat. Gurita perut yang terlalu ketat dapat menghambat aliran darah dan meningkatkan risiko DVT.
d. Memberikan kompres hangat pada kedua kaki ibu - Bukan merupakan intervensi yang tepat. Kompres hangat dapat membantu meningkatkan sirkulasi darah, tetapi tidak secara khusus mencegah DVT.
e. Membatasi pergerakan ibu di tempat tidur - Bukan merupakan intervensi yang tepat. Mobilisasi dini dan ambulasi sesuai kondisi ibu lebih direkomendasikan untuk mencegah DVT.
Sesuai dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia, intervensi keperawatan yang penting untuk mencegah komplikasi tromboemboli vena dalam (DVT) pasca seksio sesarea adalah menganjurkan ambulasi dini sesuai kondisi ibu. -
Article No. 15957 | 22 Apr 2025
Klinis : Seorang wanita berusia 35 tahun datang ke klinik dengan keluhan keputihan yang berbau tidak sedap dan perdarahan setelah berhubungan seksual. Apakah faktor risiko utama yang paling mungkin berhubungan dengan kondisi pasien ini? Select one: a. Riwayat persalinan multipara. b. Infeksi Human Papillomavirus (HPV). c. Riwayat keluarga dengan kanker serviks. d. Penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang. e. Merokok lebih dari 10 tahun.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Selamat siang, sebagai seorang perawat profesional saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang Anda sampaikan.
Berdasarkan gejala yang dialami pasien, yaitu keputihan berbau tidak sedap dan perdarahan setelah berhubungan seksual, faktor risiko utama yang paling mungkin berhubungan dengan kondisi pasien ini adalah:
b. Infeksi Human Papillomavirus (HPV)
Penjelasan:
Infeksi Human Papillomavirus (HPV) merupakan faktor risiko utama bagi perkembangan kanker serviks, yang dapat menyebabkan gejala seperti keputihan berbau tidak sedap dan perdarahan setelah berhubungan seksual. HPV adalah virus yang ditularkan melalui kontak seksual, dan dapat menyebabkan perubahan sel-sel pada serviks yang dapat berkembang menjadi kanker.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Infeksi berhubungan dengan infeksi Human Papillomavirus (HPV)
2. Risiko Perdarahan berhubungan dengan infeksi Human Papillomavirus (HPV)
3. Risiko Nyeri berhubungan dengan infeksi Human Papillomavirus (HPV)
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Risiko Infeksi: Kerentanan terhadap invasi dan perkembangbiakan organisme patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
- Risiko Perdarahan: Kerentanan terhadap kehilangan darah yang melebihi batas normal, yang dapat mengancam kesehatan.
- Risiko Nyeri: Kerentanan terhadap pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Bebas Infeksi: Tidak ada tanda-tanda atau gejala infeksi.
- Kontrol Perdarahan: Tidak ada perdarahan atau perdarahan terkendali.
- Manajemen Nyeri: Bebas dari nyeri atau rasa tidak nyaman.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Pencegahan Infeksi: Tindakan untuk mencegah dan mengendalikan infeksi.
- Manajemen Perdarahan: Tindakan untuk mengendalikan atau menghentikan perdarahan.
- Manajemen Nyeri: Tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri.
Semoga penjelasan ini dapat membantu Anda dalam memahami diagnosa keperawatan dan standar SDKI - SLKI - SIKI terkait kondisi pasien. Jika ada pertanyaan lain, jangan ragu untuk menghubungi saya. -
Article No. 15958 | 22 Apr 2025
Klinis : Seorang bayi perempuan lahir aterm spontan dan lahir normal. Seorang perawat memeriksa bayi tersebut pada sistem renal. Apa ciri-ciri bayi tersebut? Select one: a. Jumlah urin menurun 50 ml/hr pada akhir minggu pertama b. Jumlah urin sekitar 10 ml/hr c. BAK dalam waktu 24 jam setelah lahir d. Ginjal sudah berfungsi sempurna e. Jumlah urin meningkat 250 ml/hr pada akhir minggu pertama
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: e. Jumlah urin meningkat 250 ml/hr pada akhir minggu pertama
Penjelasan:
Kondisi bayi perempuan yang lahir aterm secara spontan dan normal menunjukkan bahwa sistem renal (ginjal) pada bayi tersebut sedang dalam proses adaptasi dan perkembangan. Berikut ciri-ciri sistem renal bayi pada minggu pertama kelahiran:
1. Jumlah urin meningkat sekitar 250 ml/jam pada akhir minggu pertama. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi ginjal bayi semakin matang dan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
2. BAK (buang air kecil) dalam waktu 24 jam setelah lahir menunjukkan bahwa sistem renal bayi sudah mulai berfungsi, meskipun belum sempurna.
3. Ginjal bayi belum berfungsi sempurna pada awal kehidupan, melainkan masih dalam proses perkembangan dan adaptasi.
4. Jumlah urin sekitar 10 ml/jam pada awal kehidupan, kemudian meningkat menjadi 250 ml/jam pada akhir minggu pertama.
5. Jumlah urin tidak menurun 50 ml/jam pada akhir minggu pertama, melainkan justru meningkat.
Jadi, ciri-ciri yang paling sesuai dengan kondisi bayi tersebut adalah "Jumlah urin meningkat 250 ml/hr pada akhir minggu pertama". -
Article No. 15959 | 22 Apr 2025
Klinis : Seorang ibu mengalami perdarahan pasca partum yang tidak berhenti setelah diberikan masase uterus dan oksitosin. Bidan mencurigai adanya sisa plasenta. Tindakan selanjutnya yang paling tepat adalah... Select one: a. Memberikan uterotonika tambahan seperti misoprostol. b. Memberikan transfusi darah segera. c. Memantau tanda-tanda vital ibu setiap 5 menit. d. Memberikan antibiotik dosis tinggi. e. Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mengeluarkan sisa plasenta .
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
Perdarahan pascapartum (SDKI)
Penjelasan Singkat:
- SDKI: Perdarahan berlebih yang terjadi segera setelah bayi lahir, umumnya lebih dari 500 ml.
- SLKI: Kondisi stabil hemodinamik, volume darah adekuat, dan tidak ada tanda-tanda komplikasi.
- SIKI: Intervensi yang paling tepat adalah melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mengeluarkan sisa plasenta (e).
Penjelasan:
Pada kasus seorang ibu yang mengalami perdarahan pascapartum yang tidak berhenti setelah diberikan masase uterus dan oksitosin, dan bidan mencurigai adanya sisa plasenta, maka tindakan yang paling tepat adalah melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mengeluarkan sisa plasenta (e). Hal ini didasarkan pada standar intervensi keperawatan (SIKI) yang merekomendasikan tindakan tersebut sebagai intervensi yang paling sesuai untuk mengatasi perdarahan pascapartum akibat sisa plasenta.
Tindakan lain seperti memberikan uterotonika tambahan (a), transfusi darah segera (b), memantau tanda-tanda vital ibu setiap 5 menit (c), atau memberikan antibiotik dosis tinggi (d) mungkin dapat membantu, namun tidak merupakan tindakan yang paling tepat untuk mengatasi penyebab utama perdarahan, yaitu sisa plasenta.