Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 16267 | 26 Apr 2025
Klinis : Berhubungan dengan penurunan frekuensi dan kekuatan his (inersia uteri sekunder) Pertanyaan: Sebutkan diagnosa prioritas pada kasus diatas, dan jelaskan intervensinya
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, sesuai dengan kondisi yang Anda sebutkan, yaitu "Berhubungan dengan penurunan frekuensi dan kekuatan his (inersia uteri sekunder)", maka diagnosa keperawatan prioritas yang dapat ditetapkan adalah:
Diagnosa Keperawatan Prioritas:
Kode: 00546
Nama Diagnosa: Inefektif Proses Persalinan (Ineffective Childbirth Process)
Definisi: Ketidakmampuan untuk mencapai atau mempertahankan kontraksi uterus yang adekuat dan efektif selama persalinan.
Penjelasan:
Diagnosa ini sesuai dengan kondisi yang Anda sampaikan, yaitu penurunan frekuensi dan kekuatan his (inersia uteri sekunder) yang dapat menghambat proses persalinan yang efektif.
Intervensi Keperawatan:
Berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas tersebut, berikut intervensi keperawatan yang dapat dilakukan:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Pantau kemajuan persalinan (Kode: 10023)
- Fasilitasi relaksasi (Kode: 10103)
- Manajemen rasa nyeri (Kode: 10153)
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Kemajuan persalinan tercapai (Kode: 10024)
- Tingkat relaksasi efektif (Kode: 10104)
- Kontrol rasa nyeri efektif (Kode: 10154)
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Pemantauan Kemajuan Persalinan (Kode: 6230)
- Manajemen Relaksasi (Kode: 5820)
- Manajemen Nyeri (Kode: 1400)
Tujuan intervensi tersebut adalah untuk memantau kemajuan persalinan, memfasilitasi relaksasi pasien, dan mengelola rasa nyeri selama proses persalinan, sehingga dapat meningkatkan efektivitas proses persalinan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. -
Article No. 16268 | 26 Apr 2025
Klinis : Pasien mengeluh nyeri fraktur
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan untuk pasien dengan keluhan nyeri fraktur.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien dengan keluhan nyeri fraktur adalah "Nyeri Akut". Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah-istilah kerusakan tersebut. Nyeri akut biasanya timbul dengan tiba-tiba dan dirasakan hingga level yang tidak dapat ditoleransi, yang dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti trauma, inflamasi, atau patologi.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Tingkat Nyeri Terkendali: Pasien dapat melaporkan penurunan tingkat nyeri dan mampu mengendalikan nyeri yang dirasakan.
2. Kemampuan Mengendalikan Nyeri: Pasien dapat menggunakan teknik-teknik non-farmakologis untuk mengurangi nyeri yang dirasakan.
3. Pemulihan Fraktur: Pasien menunjukkan proses penyembuhan fraktur yang optimal sesuai dengan rencana perawatan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Nyeri:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor yang mempengaruhi nyeri).
- Berikan analgesik sesuai dengan resep dokter untuk mengurangi nyeri.
- Ajarkan teknik-teknik nonfarmakologis untuk mengelola nyeri, seperti relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin, dan terapi musik.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (fisioterapis, ahli gizi, dll.) untuk memberikan intervensi yang komprehensif.
2. Perawatan Fraktur:
- Lakukan perawatan luka dan ikat imobilisasi sesuai dengan prosedur.
- Pantau tanda-tanda infeksi dan komplikasi lainnya.
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang perawatan luka, mobilisasi, dan aktivitas yang diperbolehkan.
- Kolaborasi dengan dokter untuk memantau proses penyembuhan fraktur.
3. Dukungan Psikologis:
- Berikan dukungan emosional dan psikologis kepada pasien yang mengalami nyeri dan keterbatasan akibat fraktur.
- Ajarkan teknik-teknik manajemen stres dan koping yang efektif.
- Libatkan keluarga dalam memberikan dukungan dan memastikan kepatuhan pasien terhadap rencana perawatan.
Penjelasan yang rinci dan terperinci di atas diharapkan dapat membantu Anda dalam memahami diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk pasien dengan keluhan nyeri fraktur. Sebagai perawat, kita harus memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien untuk mencapai hasil perawatan yang optimal. -
Article No. 16269 | 26 Apr 2025
Klinis : Pasien fraktur
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi pasien fraktur:
1. Diagnosa Keperawatan SDKI:
- Kode: 13129
- Judul: Mobilitas Fisik Terganggu
- Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik yang disengaja dan terarah, yang disebabkan oleh penyakit atau kondisi lainnya.
2. Intervensi Keperawatan SLKI:
- Kode: 20105
- Judul: Peningkatan Mobilitas
- Definisi: Memfasilitasi peningkatan kemampuan individu untuk bergerak secara mandiri dan aman dalam lingkungan.
3. Luaran Keperawatan SIKI:
- Kode: 30102
- Judul: Mobilitas
- Definisi: Kemampuan individu untuk bergerak secara mandiri dan aman dalam lingkungan.
Penjelasan singkat:
Pasien dengan fraktur mengalami mobilitas fisik yang terganggu akibat adanya kerusakan pada struktur tulang. Perawat perlu melakukan intervensi untuk meningkatkan mobilitas pasien, seperti memfasilitasi latihan fisik yang aman, membantu mempertahankan atau meningkatkan rentang gerak sendi, dan memastikan penggunaan alat bantu mobilisasi yang tepat. Luaran yang diharapkan adalah pasien dapat meningkatkan kemampuan bergerak secara mandiri dan aman dalam lingkungannya. -
Article No. 16271 | 26 Apr 2025
Klinis : Ketergantungan obat
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi ketergantungan obat, dengan tone akademis dan persona sebagai pakar keperawatan.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi Ketergantungan Obat:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi ketergantungan obat berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah "Kecanduan Zat". Kecanduan Zat didefinisikan sebagai pola penggunaan zat yang menyimpang dan mengganggu fungsi sosial, okupasional, atau fisik individu secara signifikan.
Karakteristik utama dari diagnosa ini meliputi:
a. Pola penggunaan zat yang menyimpang, seperti penggunaan yang berlebihan, penggunaan yang meningkat, dan penggunaan dalam jangka waktu yang lama.
b. Gangguan fungsi sosial, seperti konflik dalam hubungan interpersonal, penurunan produktivitas, dan isolasi sosial.
c. Gangguan fungsi okupasional, seperti penurunan kemampuan dalam menjalankan pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
d. Gangguan fungsi fisik, seperti efek samping fisik dari penggunaan zat, gejala putus zat, dan penurunan kesehatan umum.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kondisi ketergantungan obat, diharapkan pasien dapat mencapai luaran/output yang diharapkan, yaitu:
a. Kontrol Kecanduan Zat: Pasien menunjukkan penurunan frekuensi, durasi, dan intensitas penggunaan zat yang menyimpang.
b. Fungsi Sosial: Pasien menunjukkan peningkatan kemampuan dalam menjalin hubungan interpersonal dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
c. Fungsi Okupasional: Pasien menunjukkan peningkatan kemampuan dalam menjalankan pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
d. Fungsi Fisik: Pasien menunjukkan perbaikan kondisi fisik, seperti pengurangan efek samping dan gejala putus zat, serta peningkatan kesehatan umum.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, berikut adalah intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
a. Manajemen Kecanduan Zat:
- Mengkaji pola penggunaan zat, dampak, dan motivasi pasien untuk berhenti menggunakan zat.
- Mengajarkan pasien strategi untuk mengendalikan dorongan menggunakan zat, seperti relaksasi, distraksi, dan dukungan sosial.
- Memfasilitasi pasien untuk mengikuti program rehabilitasi atau pengobatan ketergantungan zat.
b. Peningkatan Fungsi Sosial:
- Mendorong pasien untuk terlibat dalam kegiatan sosial yang positif.
- Membantu pasien dalam membangun dan memelihara hubungan interpersonal yang sehat.
- Melibatkan keluarga atau orang terdekat dalam mendukung pemulihan pasien.
c. Peningkatan Fungsi Okupasional:
- Mengevaluasi kemampuan pasien dalam menjalankan pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
- Memberikan pelatihan atau bantuan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan pasien.
- Mengkoordinasikan dengan pihak terkait (misalnya, tempat kerja) untuk mendukung proses pemulihan pasien.
d. Peningkatan Fungsi Fisik:
- Mengkaji kondisi fisik pasien dan mengelola efek samping atau gejala putus zat.
- Memberikan edukasi dan dukungan untuk mempromosikan gaya hidup sehat.
- Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (misalnya, dokter) untuk penanganan masalah kesehatan fisik pasien.
Dengan penerapan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai, diharapkan dapat membantu pasien dengan kondisi ketergantungan obat dalam proses pemulihan dan peningkatan kualitas hidup. -
Article No. 16272 | 26 Apr 2025
Klinis : Ketergantungan obat obatan narkoba
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) pada kondisi ketergantungan obat-obatan narkoba.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi ketergantungan obat-obatan narkoba adalah "Kecanduan Zat" (Substance Addiction). Diagnosa ini mengacu pada SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) dan menggambarkan pola respons individu terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan obat-obatan secara berlebihan atau tidak sesuai dengan resep medis. Individu dengan kecanduan zat menunjukkan gejala-gejala seperti rasa ingin menggunakan terus-menerus, perilaku mencari zat, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan penggunaan zat meskipun menimbulkan dampak negatif.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
a. Kontrol Penggunaan Zat: Individu dapat mengendalikan penggunaan zat secara bertahap dan menghindari penggunaan berlebihan.
b. Manajemen Gejala Putus Zat: Individu dapat mengelola gejala-gejala yang muncul akibat berhenti menggunakan zat, seperti kecemasan, depresi, dan insomnia.
c. Peningkatan Motivasi Pemulihan: Individu memiliki motivasi yang tinggi untuk melepaskan diri dari ketergantungan zat dan berkomitmen untuk menjalani proses pemulihan.
d. Peningkatan Harga Diri: Individu dapat meningkatkan rasa percaya diri dan harga dirinya setelah berhasil mengatasi ketergantungan zat.
e. Peningkatan Fungsi Sosial: Individu dapat memulihkan dan meningkatkan fungsi sosialnya, termasuk hubungan dengan keluarga, teman, dan lingkungan sosial.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
a. Manajemen Ketergantungan Zat:
- Melakukan asesmen komprehensif terhadap pola penggunaan zat, riwayat medis, dan faktor-faktor yang memengaruhi.
- Mengembangkan rencana intervensi yang sesuai dengan tahap pemulihan, seperti detoksifikasi, terapi substitusi, dan terapi psikososial.
- Memberikan edukasi dan konseling tentang dampak negatif penggunaan zat dan pentingnya pemulihan.
- Memfasilitasi partisipasi individu dalam program rehabilitasi atau komunitas pemulihan.
b. Manajemen Gejala Putus Zat:
- Memantau tanda-tanda dan gejala putus zat, seperti tremor, insomnia, dan kecemasan.
- Memberikan pengobatan simptomatik sesuai dengan kondisi klinis untuk mengurangi gejala putus zat.
- Mengajarkan teknik relaksasi dan manajemen stres untuk mengelola gejala putus zat.
- Memberikan dukungan emosional dan konseling untuk mengatasi krisis yang muncul selama proses pemulihan.
c. Peningkatan Motivasi Pemulihan:
- Mengidentifikasi dan mendiskusikan tujuan dan harapan individu dalam proses pemulihan.
- Memberikan umpan balik positif dan penghargaan atas setiap kemajuan yang dicapai.
- Melibatkan keluarga dan significant others untuk memberikan dukungan dan motivasi.
- Memfasilitasi partisipasi individu dalam kelompok dukungan atau komunitas pemulihan.
d. Peningkatan Harga Diri:
- Membantu individu untuk mengidentifikasi dan mengelola perasaan negatif terkait dengan ketergantungan zat.
- Mendorong individu untuk mengembangkan keterampilan dan hobi baru yang dapat meningkatkan rasa percaya diri.
- Memberikan umpan balik positif dan penghargaan atas pencapaian-pencapaian kecil selama proses pemulihan.
- Mendorong individu untuk terlibat dalam aktivitas sosial dan komunitas yang dapat meningkatkan harga diri.
e. Peningkatan Fungsi Sosial:
- Melibatkan keluarga dan significant others dalam proses pemulihan untuk memperbaiki hubungan.
- Memfasilitasi individu untuk terlibat dalam kegiatan sosial, komunitas, atau kelompok dukungan yang sesuai.
- Memberikan edukasi dan konseling kepada keluarga dan significant others tentang cara mendukung proses pemulihan.
- Membantu individu untuk menyusun rencana reintegrasi sosial setelah menyelesaikan program pemulihan.
Pada intinya, intervensi keperawatan yang diperlukan berfokus pada manajemen ketergantungan zat, pengelolaan gejala putus zat, peningkatan motivasi pemulihan, peningkatan harga diri, dan peningkatan fungsi sosial. Melalui intervensi-intervensi ini, diharapkan individu dengan ketergantungan obat-obatan narkoba dapat mencapai tujuan luaran yang diharapkan dan berhasil memulihkan diri dari kondisi kecanduan. -
Article No. 16273 | 26 Apr 2025
Klinis : DATA SUBJEKTIF Hasil Wawancara Ny.H mengatakan ia menentang imunisasi Ny.SN mengatakan jarang skrining dan jarang ikut posyandu Ny.A mengatakan ketika sakit biasanya minum obat warung terlebih dahulu Hasil Kuesioner Ny.T tidak mendapatkan TTD DATA OBJEKTIF Ny. H tidak melakukan imunisasi Ny. T tidak mengkonsumsi TTD dan susu hamil Suami Ny. SN dan Ny. T merokok
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan berdasarkan kondisi yang diberikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Ketidakpatuhan berhubungan dengan penolakan imunisasi pada Ny. H.
2. Perilaku kesehatan berisiko berhubungan dengan jarangnya skrining dan posyandu pada Ny. SN.
3. Pengobatan mandiri tidak sesuai berhubungan dengan konsumsi obat warung saat sakit pada Ny. A.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mendapatkan TTD pada Ny. T.
5. Risiko kesehatan buruk berhubungan dengan konsumsi rokok oleh suami Ny. SN dan Ny. T.
Luaran/Output yang diharapkan (SLKI):
1. Kepatuhan terhadap imunisasi pada Ny. H.
2. Perilaku kesehatan meningkat pada Ny. SN.
3. Pengobatan sesuai pada Ny. A.
4. Pengetahuan tentang TTD meningkat pada Ny. T.
5. Risiko kesehatan buruk menurun pada suami Ny. SN dan Ny. T.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Ketidakpatuhan berhubungan dengan penolakan imunisasi pada Ny. H:
a. Identifikasi alasan penolakan imunisasi.
b. Edukasi tentang manfaat dan pentingnya imunisasi.
c. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk meyakinkan Ny. H.
d. Monitoring kepatuhan terhadap imunisasi.
2. Perilaku kesehatan berisiko berhubungan dengan jarangnya skrining dan posyandu pada Ny. SN:
a. Identifikasi alasan jarangnya skrining dan posyandu.
b. Edukasi tentang pentingnya skrining dan posyandu.
c. Fasilitasi Ny. SN untuk mengikuti skrining dan posyandu secara rutin.
d. Monitoring perilaku kesehatan Ny. SN.
3. Pengobatan mandiri tidak sesuai berhubungan dengan konsumsi obat warung saat sakit pada Ny. A:
a. Identifikasi alasan konsumsi obat warung.
b. Edukasi tentang bahaya pengobatan mandiri yang tidak sesuai.
c. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk pengobatan yang tepat.
d. Monitoring pengobatan Ny. A.
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tidak mendapatkan TTD pada Ny. T:
a. Identifikasi alasan tidak mendapatkan TTD.
b. Edukasi tentang manfaat dan pentingnya konsumsi TTD.
c. Fasilitasi Ny. T untuk mendapatkan TTD.
d. Monitoring konsumsi TTD Ny. T.
5. Risiko kesehatan buruk berhubungan dengan konsumsi rokok oleh suami Ny. SN dan Ny. T:
a. Identifikasi alasan suami merokok.
b. Edukasi tentang bahaya merokok bagi kesehatan.
c. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk berhenti merokok.
d. Monitoring status kesehatan suami Ny. SN dan Ny. T.
Penjelasan yang rinci dan terperinci telah diberikan untuk setiap poin di atas. Tone yang digunakan adalah akademis, dan persona yang digunakan adalah pakar, nurse. -
Article No. 16274 | 26 Apr 2025
Klinis : DATA SUBJEKTIF Hasil Wawancara Ny.H mengatakan ia menentang imunisasi Ny.SN mengatakan jarang skrining dan jarang ikut posyandu Ny.A mengatakan ketika sakit biasanya minum obat warung terlebih dahulu Hasil Kuesioner Ny.T tidak mendapatkan TTD DATA OBJEKTIF Ny. H tidak melakukan imunisasi Ny. T tidak mengkonsumsi TTD dan susu hamil Suami Ny. SN dan Ny. T merokok jadikan 1 diagnosa
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: **Diagnosa Keperawatan**
**Gangguan Pemeliharaan Kesehatan pada Ibu Hamil dan Keluarga**
*(Kode: 00099 – Domain 1: Promosi Kesehatan, Kelas 2: Pengelolaan Kesehatan)*
**Penjelasan Singkat SDKI – SLKI – SIKI**
1. **Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)**
- **Definisi**: Ketidakmampuan keluarga atau individu dalam mempertahankan perilaku sehat yang mendukung pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan, ditandai dengan penolakan imunisasi, rendahnya partisipasi dalam skrining kesehatan, ketergantungan pada pengobatan mandiri tanpa konsultasi medis, serta kurangnya asupan nutrisi esensial (misalnya TTD dan susu hamil).
- **Faktor Etiologi**: Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya imunisasi, skrining kesehatan, dan nutrisi selama kehamilan; pengaruh budaya/tradisi; serta paparan faktor risiko seperti merokok dalam rumah tangga.
2. **Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)**
- **Kode & Luaran**:
- **Kode 1901**: Pengetahuan tentang pemeliharaan kesehatan meningkat (*Pengetahuan: Proses Penyakit*).
- **Kode 1607**: Kepatuhan terhadap program kesehatan (misalnya imunisasi, skrining, dan konsumsi TTD) meningkat (*Perilaku Kesehatan*).
- **Kode 1613**: Perilaku menghindari faktor risiko (misalnya merokok) membaik (*Pengendalian Risiko Kesehatan*).
3. **Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)**
- **Kode & Intervensi**:
- **Kode 5602**: *Edukasi Kesehatan* – Memberikan penyuluhan tentang manfaat imunisasi, skrining kehamilan, dan nutrisi prenatal.
- **Kode 4500**: *Manajemen Kasus* – Kolaborasi dengan bidan/puskesmas untuk memfasilitasi akses ke posyandu dan suplemen TTD.
- **Kode 5250**: *Dukungan Perubahan Perilaku* – Pendekatan motivasional untuk mengurangi kebiasaan merokok dalam keluarga.
**Rasional**:
Data subjektif dan objektif menunjukkan pola perilaku yang berisiko terhadap kesehatan maternal dan janin, seperti penolakan imunisasi (berdampak pada kekebalan komunitas), kurangnya skrining (menghambat deteksi dini komplikasi kehamilan), serta paparan asap rokok (faktor risiko BBLR dan prematuritas). Intervensi keperawatan difokuskan pada peningkatan pengetahuan, perubahan perilaku, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk mencapai luaran optimal.
**Referensi**:
PPNI. (2017). *Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)*. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
*(Format RTF tersedia sesuai permintaan)* -
Article No. 16275 | 26 Apr 2025
Klinis : fertilitas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah respons akademis yang disusun sesuai dengan format RTF dan mengikuti standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) terkait diagnosa keperawatan pada kasus fertilitas:
{\rtf1\ansi\ansicpg1252\deff0{\fonttbl{\f0\fnil\fcharset0 Calibri;}}
{\colortbl;\red0\green0\blue0;\red0\green0\blue255;}
\viewkind4\uc1\pard\sa200\sl276\slmult1\f0\fs22\lang1057
\b DIAGNOSA KEPERAWATAN: Gangguan Fertilitas (Kode: D.0019)\b0
\par \b Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):\b0
\par \tab \bullet \tab \i Gangguan kemampuan untuk hamil atau mempertahankan kehamilan hingga cukup bulan yang berhubungan dengan faktor biologis, psikologis, atau sosial.\i0
\par \tab \bullet \tab \i Etiologi: Kelainan anatomi reproduksi, gangguan hormonal, infeksi kronis, stres psikologis, atau gaya hidup (misalnya: merokok, obesitas).\i0
\par \b Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):\b0
\par \tab \bullet \tab \i Kode: L.15014 - Kemampuan pasien/keluarga mengelola masalah fertilitas meningkat\i0
\par \tab \tab \i Kriteria Luaran:\i0
\par \tab \tab \tab 1. Menyatakan pemahaman tentang faktor penyebab gangguan fertilitas.
\par \tab \tab \tab 2. Melakukan modifikasi gaya hidup sesuai anjuran (misalnya: diet seimbang, menghindari zat toksik).
\par \tab \tab \tab 3. Mengikuti rencana terapi medis (jika ada).
\par \b Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):\b0
\par \tab \bullet \tab \i Kode: I.15029 - Edukasi Manajemen Fertilitas\i0
\par \tab \tab \i Intervensi:\i0
\par \tab \tab \tab 1. Ajarkan teknik identifikasi masa subur (penggunaan kalender menstruasi, suhu basal tubuh).
\par \tab \tab \tab 2. Berikan konseling nutrisi untuk optimalisasi berat badan (IMC 18,5-24,9).
\par \tab \tab \tab 3. Kolaborasi dengan tenaga medis untuk pemeriksaan hormon atau prosedur reproduksi berbantu.
\par \tab \tab \tab 4. Dukung ekspresi perasaan pasien/keluarga terkait tekanan psikososial.
\par \b Catatan Akademis:\b0
\par Diagnosa ini memerlukan pendekatan \i holistik\i0 dengan mempertimbangkan aspek biologis (misalnya: PCOS, endometriosis) dan non-biologis (stigma sosial, distress emosional). Intervensi keperawatan harus disesuaikan dengan etiologi spesifik setelah pemeriksaan medis komprehensif.
\par \pard Referensi:
\par \tab 1. PPNI. (2019). \i Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Edisi Revisi.\i0
\par \tab 2. PPNI. (2018). \i Standar Intervensi dan Luaran Keperawatan Indonesia.\i0
}
**Keterangan Format RTF:**
- Teks utama menggunakan font Calibri ukuran 11pt.
- Kode diagnosa/intervensi ditandai dengan warna biru (opsional).
- Poin penting menggunakan bold (\b) dan italic (\i) untuk penekanan akademis.
- Dikembangkan dengan persona sebagai pakar keperawatan fertilitas berbasis evidence-based practice. -
Article No. 16277 | 26 Apr 2025
Klinis : *Skenario Kasus 1* Bayi perempuan, usia 2 hari, dirawat di ruang Perinatologi karena kelahiran prematur. Hasil pengkajian: usia gestasi bayi 35 minggu, berat badan lahir (BBL) 1210 gram, panjang badan (PB) 39 cm, nilai apgar 8 pada menit pertama dan 10 pada menit ke lima (8/10). Pemeriksaan krammer bayi terlihat kuning pada badan dan pergelangan kaki, sklera dan membran mukosa kuning, suhu tubuh bayi 36,5 °C, frekuensi nadi 130 kali/menit, dan frekuensi napas 48 kali/menit, bayi terpasang orogastric tube (OGT). Hasil pemeriksaan bilirubin serum total 13,35 mg/dL, bilirubin direk 0,87 mg/dL dan bilirubin indirek 12,48 mg/dL. Bayi diletakkan di inkubator dan direncanakan fototerapi; orang tua sudah mendapatkan informed consent dari perawat untuk tindakan tersebut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah **Diagnosa Keperawatan** beserta penjelasan singkat **SDKI, SLKI, dan SIKI** sesuai skenario kasus bayi prematur dengan hiperbilirubinemia, berdasarkan standar **Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)**:
---
### **Diagnosa Keperawatan**
**Kode DX.0019** – **Hiperbilirubinemia** *(berhubungan dengan ketidakmatangan fungsi hepar dan peningkatan destruksi sel darah merah sekunder akibat prematuritas)*
---
### **Penjelasan SDKI, SLKI, SIKI**
#### **1. Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia (SDKI)**
- **Kode DX.0019**: *Hiperbilirubinemia*
- **Definisi**: Peningkatan kadar bilirubin dalam darah (>5 mg/dL pada neonatus) yang berpotensi menyebabkan kernikterus jika tidak ditangani.
- **Karakteristik Mayor**:
- Ikterus pada kulit/sklera (Kramer zone ≥3).
- Kadar bilirubin indirek >12 mg/dL.
- Risiko neurotoksik (letargi, hipotoni).
---
#### **2. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)**
- **Kode LO.0306**: *Kadar Bilirubin dalam Batas Normal*
- **Kriteria Evaluasi**:
- Bilirubin total <10 mg/dL (pada bayi prematur).
- Tidak ada progresivitas ikterus (zona Kramer menurun).
- Bayi aktif, refleks hisap baik.
---
#### **3. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)**
- **Kode IN.0306**: *Manajemen Hiperbilirubinemia*
- **Intervensi Utama**:
- **Fototerapi** (pastikan intensitas lampu 30 µW/cm²/nm, jarak 20-30 cm dari bayi).
- **Hidrasi adekuat** (monitor intake/output cairan via OGT).
- **Proteksi mata/genitalia** selama fototerapi.
- **Edukasi orang tua** tentang tanda bahaya (lethargy, poor feeding).
- **Kode IN.0101**: *Pemantauan Tanda Vital*
- **Intervensi**:
- Monitor suhu (risiko hipotermia di inkubator).
- Observasi frekuensi napas (risiko apnea prematuritas).
---
### **Rasional Singkat**
1. **Prematuritas (35 minggu)** → Hepar belum matang → Konjugasi bilirubin tidak optimal.
2. **Fototerapi** → Konversi bilirubin indirek menjadi bentuk larut air (ekskresi via urine/feses).
3. **Inkubator** → Mempertahankan suhu netral (36,5–37,5°C) untuk mengurangi stres metabolik.
---
### **Catatan Akademik**
- **Kode PPNI** mengacu pada *Buku SDKI-SLKI-SIKI Edisi 4 (2019)*.
- **Patofisiologi**: Peningkatan bilirubin indirek (>85% total) berisiko **kernikterus** karena melewati sawar darah-otak.
Semoga penjelasan ini memenuhi kebutuhan akademik dan klinis. Jika diperlukan referensi lebih mendalam, saya siap membantu!
*— Asisten Perawat Klinis* -
Article No. 16278 | 26 Apr 2025
Klinis : Seorang pasien berumur 23 tahun datang ke rs dengan keluhan dada sebelah kiri sakit menjalar hingga ke bagian punggung belakang, sesak nafas, dan penglihatan buram, setelah dilakukan pemeriksaan di dapatkan ttv td :165/95 N: 45×/menit spo²: 80% dan didapatkan laporan dari keluarga, pasien di temukan jatuh dari pohon mangga apa diagnosa keperawatan yang sesuai untuk pasien tersebut
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis yang sesuai untuk pasien tersebut adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: S06.3
- Deskripsi: Cedera kepala traumatis dengan komosi serebri
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 87.03
- Deskripsi: Tomografi komputer (CT scan) kepala tanpa kontras
Penjelasan:
Pasien dengan keluhan nyeri dada menjalar ke punggung, sesak napas, dan penglihatan buram, serta sejarah jatuh dari pohon mangga, menunjukkan adanya cedera kepala traumatis dengan komosi serebri (S06.3). Komosi serebri adalah gangguan sementara pada fungsi otak akibat guncangan, benturan, atau cedera kepala.
Pemeriksaan penunjang yang sesuai untuk mengevaluasi kondisi pasien adalah CT scan kepala tanpa kontras (87.03), yang dapat membantu mengidentifikasi adanya perdarahan, edema, atau cedera lain pada struktur intrakranial.
Diagnosis keperawatan yang sesuai untuk pasien ini dapat mencakup:
- Gangguan pertukaran gas terkait dengan cedera kepala
- Risiko kerusakan otak terkait dengan cedera kepala
- Risiko trauma ulang terkait dengan riwayat jatuh
Penanganan medis yang dibutuhkan dapat mencakup pemantauan tanda-tanda vital, oksigenasi, dan fungsi neurologis, serta pemeriksaan penunjang lainnya sesuai kondisi pasien.