Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 16639 | 03 May 2025
Klinis : Seorang anak laki-laki, An. E, usia 1 tahun 7 bulan, dirawat di ruang anak RS X dengan diagnosa medis: kejang demam simplek dan hiperpireksia. Ibu menyatakan bahwa ini adalah kejadian pertama anak mengalami kejang, yang terjadi pada tanggal 08 Juni 2023. Kejang berlangsung selama ±1 jam, dan disertai hilang kesadaran selama 2 menit. Kejang terjadi saat anak demam tinggi (>40°C) yang muncul setelah tiga hari mengalami batuk dan pilek ringan. Saat kejang, anak berada di rumah hanya bersama kakak dan pengasuh, yang secara spontan menepuk-nepuk paha anak dan memiringkan tubuhnya di atas kasur. Setelah orang tua tiba di rumah, anak segera dibawa ke puskesmas dan diberikan diazepam per rektal, kemudian dirujuk ke rumah sakit. Saat pengkajian pada hari ke-2 perawatan, anak masih mengalami demam ringan (37,5°C) dan diare dengan frekuensi 2–4x/hari, konsistensi cair, warna kehijauan dan hitam. Selain itu, nafsu makan menurun drastis, berbeda dengan kebiasaan di rumah di mana anak dikenal suka makan. Di rumah sakit, anak hanya mau makan 1–2x sehari dan tidak menghabiskan porsi makanannya. Infus C1.4 (D5% in 0,225% NaCl) telah terpasang sejak masuk RS. TTV menunjukkan nadi 150x/menit, RR 22x/menit, SpO₂ 98%, suhu 37.5°C. Mukosa bibir tampak kering, wajah pucat, dan terdapat retraksi dada ringan. Anak tampak lemah, hanya digendong atau duduk di tempat tidur, dan tidak bermain seperti biasanya. Berdasarkan skrining status fungsional, anak memerlukan bantuan untuk berpindah, mandi, makan, dan berpakaian. BB 11 kg, TB 80 cm, hasil skrining gizi STRONG-Kids menunjukkan risiko sedang malnutrisi. Nilai lab menunjukkan natrium 130 mEq/L (hiponatremia) dan kalium 3,48 mEq/L (hipokalemia ringan). Pasien dinyatakan berisiko tinggi jatuh dengan skor Humpty Dumpty 14 karena usia <3 tahun, penggunaan infus, dan status neurologis pasca-kejang. Saat ini anak dalam pengawasan ketat untuk risiko kejang ulang, serta mendapat terapi: Phenytoin 3x20 mg (antikonvulsan) Ceftriaxone 1x500 mg (antibiotik) Sanmol 3x120 mg (antipiretik) Zinc Lacto-B. Ibu tampak terus mendampingi anak selama perawatan, terlihat cemas namun kooperatif, dan berharap anak segera sembuh. Ayah datang bergantian menjaga karena harus bekerja dan menjaga anak yang lain di rumah.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan serta penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI beserta kodenya dan definisinya yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi An. E:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Kejang [00155]
SDKI: Keadaan yang rentan mengalami perubahan arus listrik di otak yang tidak terkendali.
SLKI: Kemampuan individu dan keluarga dalam mencegah, mengenali, dan menangani kejang.
SIKI: Intervensi untuk mencegah, mengenali, dan menangani kejang.
2. Ketidakseimbangan Elektrolit [00195]
SDKI: Ketidaknormalan kadar cairan dan elektrolit dalam tubuh.
SLKI: Kemampuan individu dan keluarga dalam mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
SIKI: Intervensi untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Risiko Malnutrisi [00002]
SDKI: Keadaan yang rentan mengalami asupan gizi yang tidak adekuat.
SLKI: Kemampuan individu dan keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi.
SIKI: Intervensi untuk memenuhi kebutuhan gizi.
4. Intoleransi Aktivitas [00092]
SDKI: Ketidakmampuan untuk bertoleransi terhadap aktivitas fisik.
SLKI: Kemampuan individu dan keluarga dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
SIKI: Intervensi untuk meningkatkan toleransi aktivitas.
5. Risiko Jatuh [00155]
SDKI: Keadaan yang rentan mengalami perubahan posisi tubuh yang tidak terkendali.
SLKI: Kemampuan individu dan keluarga dalam mencegah dan menangani resiko jatuh.
SIKI: Intervensi untuk mencegah dan menangani resiko jatuh.
Penjelasan singkat:
1. Risiko Kejang: Anak berisiko mengalami kejang berulang karena riwayat kejang demam simplek.
2. Ketidakseimbangan Elektrolit: Anak mengalami hiponatremia dan hipokalemia akibat kondisi demam dan diare.
3. Risiko Malnutrisi: Anak berisiko mengalami malnutrisi karena nafsu makan menurun drastis selama perawatan.
4. Intoleransi Aktivitas: Anak tampak lemah dan membutuhkan bantuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
5. Risiko Jatuh: Anak berisiko jatuh karena usia di bawah 3 tahun, penggunaan infus, dan status neurologis pasca-kejang. -
Article No. 16551 | 02 May 2025
Klinis : Ny. A, seorang ibu berusia 29 tahun, datang ke Puskesmas pada hari ke-5 pasca persalinan spontan anak keduanya. Ia mengeluhkan nyeri dan rasa terbakar di area genital sejak dua hari terakhir, disertai munculnya beberapa lesi melepuh berisi cairan bening di sekitar vulva. Ia juga merasakan sedikit nyeri saat buang air kecil, namun tidak mengalami demam tinggi. Riwayat penyakit menunjukkan bahwa Ny. A telah didiagnosis menderita infeksi Herpes Simpleks Virus Tipe 2 (HSV-2) sejak dua tahun lalu dan mengalami rekurensi beberapa kali, terutama saat kondisi tubuh menurun. Pada pemeriksaan fisik, kondisi umum pasien tampak cukup, dengan kesadaran compos mentis. Tanda-tanda vital menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 kali per menit, laju napas 18 kali per menit, dan suhu tubuh 37,5°C. Pemeriksaan lokal menunjukkan beberapa vesikel kecil berisi cairan bening di daerah labia mayor dan minor yang tampak nyeri tekan. Lochia tampak normal dalam bentuk serosa dan ASI masih keluar dengan lancar. Data antropometri pasien menunjukkan tinggi badan 158 cm dan berat badan 64 kg. Dengan perhitungan indeks massa tubuh (IMT) sebesar 25,6 kg/m², Ny. A termasuk dalam kategori overweight. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mendukung diagnosis. Hasil darah lengkap menunjukkan hemoglobin 11,2 g/dL, leukosit 9.800 /μL, dan trombosit 310.000 /μL. Pemeriksaan serologi menunjukkan IgG dan IgM HSV-2 positif, menandakan adanya infeksi aktif atau rekurensi. Pemeriksaan PCR dari swab lesi genital, jika tersedia, juga menunjukkan hasil positif terhadap HSV-2. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan hasil laboratorium, Ny. A didiagnosis mengalami rekurensi herpes genitalis (HSV-2) dalam masa nifas. Ia diberikan terapi antivirus berupa asiklovir 400 mg tiga kali sehari selama 7 hingga 10 hari. Edukasi diberikan kepada pasien mengenai pentingnya menjaga kebersihan area genital, menghindari hubungan seksual selama lesi belum sembuh, serta pemberitahuan bahwa menyusui tetap diperbolehkan selama tidak terdapat lesi aktif di payudara. Pasien disarankan untuk melakukan kontrol ulang jika keluhan memburuk atau tidak membaik dalam waktu satu minggu, serta untuk berkonsultasi ke dokter spesialis kebidanan jika timbul komplikasi lebih lanjut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: **Diagnosa Keperawatan dan Penjelasan SDKI – SLKI – SIKI untuk Ny. A**
**1. Diagnosa Keperawatan:**
**Nyeri Akut (SDKI: 00032)** terkait dengan inflamasi jaringan genital sekunder akibat rekurensi infeksi HSV-2.
- **SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):**
- **Kode 0801: Tingkat nyeri menurun**
- Kriteria: Skala nyeri berkurang dari 4-6 (sedang) menjadi 0-2 (ringan/tidak ada) dalam 3 hari.
- **Kode 0803: Kontrol nyeri tercapai**
- Kriteria: Pasien mampu mendemonstrasikan teknik non-farmakologis (kompres hangat, posisi nyaman) untuk mengurangi nyeri.
- **SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):**
- **Kode 2250: Manajemen Nyeri**
- Intervensi:
1. Ajarkan teknik relaksasi napas dalam.
2. Berikan edukasi tentang penggunaan analgesik sesuai resep (jika diperlukan).
3. Anjurkan kompres hangat pada area vulva untuk mengurangi ketidaknyamanan.
---
**2. Diagnosa Keperawatan:**
**Risiko Infeksi (SDKI: 00004)** terkait dengan adanya lesi vesikular terbuka dan status imun postpartum.
- **SLKI:**
- **Kode 1102: Risiko infeksi terkontrol**
- Kriteria: Tidak ada tanda-tanda infeksi sekunder (demam >38°C, pus, atau eritema) dalam 7 hari.
- **SIKI:**
- **Kode 6540: Proteksi Infeksi**
- Intervensi:
1. Instruksikan pasien untuk menjaga higiene genital dengan pembersihan dari depan ke belakang.
2. Anjurkan penggunaan pakaian dalam katun longgar.
3. Pantau tanda-tanda sistemik infeksi (mis., leukositosis, demam).
---
**3. Diagnosa Keperawatan:**
**Ansietas (SDKI: 00146)** terkait dengan kekambuhan penyakit dan dampaknya pada perawatan bayi.
- **SLKI:**
- **Kode 1301: Tingkat ansietas menurun**
- Kriteria: Pasien menyatakan pemahaman tentang manajemen HSV-2 dan tidak menunjukkan tanda-tanda distress (mis., tangan gemetar, sulit tidur).
- **SIKI:**
- **Kode 5230: Edukasi Kesehatan**
- Intervensi:
1. Jelaskan sifat rekurensi HSV-2 dan pemicunya (stres, imunosupresi).
2. Tekankan keamanan menyusui selama tidak ada lesi di payudara.
---
**4. Diagnosa Keperawatan:**
**Kelebihan Volume Cairan (SDKI: 00026)** terkait dengan retensi cairan postpartum dan IMT overweight (25,6 kg/m²).
- **SLKI:**
- **Kode 0603: Keseimbangan cairan tercapai**
- Kriteria: Edema perifer berkurang dan berat badan stabil dalam 2 minggu.
- **SIKI:**
- **Kode 4120: Manajemen Cairan**
- Intervensi:
1. Anjurkan pembatasan asupan natrium dan aktivitas fisik ringan.
2. Pantau tanda vital dan output urin.
---
**Catatan Akademis:**
- **SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia)** digunakan untuk menetapkan diagnosa berdasarkan data klinis (PPNI, 2017).
- **SLKI dan SIKI** mengacu pada kriteria luaran dan intervensi yang terukur, sesuai *evidence-based practice* (PPNI, 2019).
- Rekomendasi tambahan: Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi terapi antivirus dan konseling gizi terkait manajemen berat badan.
**Referensi:**
- PPNI. (2017). *Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)*.
- PPNI. (2019). *Standar Intervensi dan Luaran Keperawatan Indonesia (SIKI-SLKI)*.
*(Format RTF dapat disesuaikan dengan template institusi terkait.)* -
Article No. 16552 | 02 May 2025
Klinis : Manajemen Kesehatan Tidak Efektif: Ketidakpatuhan monitoring hipertensi (D.0115)
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum Wr. Wb. Saya akan membantu Anda memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci terkait diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi Manajemen Kesehatan Tidak Efektif: Ketidakpatuhan monitoring hipertensi (D.0115).
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi "Manajemen Kesehatan Tidak Efektif: Ketidakpatuhan monitoring hipertensi (D.0115)" adalah Ketidakpatuhan (00079). Ketidakpatuhan didefinisikan sebagai pola perilaku klien yang tidak sesuai dengan rekomendasi pemberi asuhan kesehatan yang disepakati bersama dan yang dapat membahayakan kesehatan klien.
Karakteristik definisi yang sesuai pada kondisi ini adalah:
1. Perilaku klien yang tidak sesuai dengan rekomendasi pemantauan tekanan darah (monitoring hipertensi).
2. Perilaku tersebut dapat membahayakan kesehatan klien, seperti risiko komplikasi hipertensi akibat tidak terpantaunya tekanan darah secara teratur.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Kepatuhan (1601)
- Indikator:
a. Mematuhi anjuran pemantauan tekanan darah.
b. Melakukan pemantauan tekanan darah secara teratur.
c. Melaporkan hasil pemantauan tekanan darah kepada petugas kesehatan.
2. Manajemen Tekanan Darah (1904)
- Indikator:
a. Mempertahankan tekanan darah dalam batas normal.
b. Mengenali tanda-tanda peningkatan tekanan darah.
c. Melakukan tindakan untuk mengendalikan tekanan darah.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan (SIKI):
1. Manajemen Kesehatan (6480)
- Aktivitas:
a. Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi ketidakpatuhan klien dalam pemantauan tekanan darah.
b. Berikan edukasi tentang pentingnya pemantauan tekanan darah secara teratur.
c. Diskusikan strategi untuk meningkatkan kepatuhan klien dalam pemantauan tekanan darah.
d. Berikan reinforcement positif saat klien patuh dalam pemantauan tekanan darah.
e. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (misalnya dokter, apoteker) untuk memantau dan mengevaluasi pengobatan hipertensi klien.
2. Manajemen Tekanan Darah (6680)
- Aktivitas:
a. Pantau tekanan darah klien secara teratur.
b. Analisis pola dan tren tekanan darah klien.
c. Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi tekanan darah klien.
d. Berikan edukasi tentang manajemen hipertensi, termasuk pengobatan, diet, dan gaya hidup.
e. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengevaluasi dan memodifikasi pengobatan hipertensi klien, jika diperlukan.
Semoga penjelasan di atas dapat membantu Anda dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif untuk klien dengan kondisi Manajemen Kesehatan Tidak Efektif: Ketidakpatuhan monitoring hipertensi (D.0115). Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk menanyakannya. Wassalamualaikum Wr. Wb. -
Article No. 16553 | 02 May 2025
Klinis : pasien mengatakan sesak dan batuk
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis berdasarkan gejala yang Anda sampaikan, yaitu pasien mengatakan sesak dan batuk.
1. Kode ICD-10:
- Kode: J45.901
- Deskripsi: Asma, tidak spesifik, tanpa status asmatis akut
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 94.0
- Deskripsi: Terapi oksigen, tidak spesifik
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 J45.901 (Asma, tidak spesifik, tanpa status asmatis akut) merupakan diagnosis yang sesuai dengan gejala sesak dan batuk yang dilaporkan oleh pasien. Asma adalah kondisi kronis yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran pernapasan, yang dapat menyebabkan sesak napas dan batuk.
2. Terkait prosedur, kode ICD-9-CM 94.0 (Terapi oksigen, tidak spesifik) dapat dipertimbangkan sebagai tindakan medis yang mungkin dilakukan untuk mengatasi gejala sesak napas yang dialami pasien. Terapi oksigen dapat membantu meningkatkan pasokan oksigen ke dalam tubuh dan mengurangi gejala sesak napas.
Dokter atau perekam medis akan melakukan evaluasi lebih lanjut untuk menegakkan diagnosis yang tepat dan menentukan tindakan medis yang sesuai berdasarkan gejala, riwayat medis, dan temuan pemeriksaan fisik atau penunjang lainnya. -
Article No. 16554 | 02 May 2025
Klinis : An. Bima adalah seorang anak laki-laki berusia 6 tahun yang bersekolah di TK B. Berdasarkan observasi guru dan laporan orang tua, Bima menunjukkan beberapa kesulitan dalam melakukan aktivitas motorik kasar, terutama yang melibatkan koordinasi dan keseimbangan. Ia seringkali kesulitan saat melompat, berlari, atau meniru gerakan-gerakan yang kompleks. Kondisi ini membuatnya kurang percaya diri saat bermain bersama teman-temannya. Orang tua Bima juga melaporkan bahwa anaknya pernah didiagnosis mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar pada usia yang lebih muda.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan kasus yang dipaparkan, diagnosis yang sesuai adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: F82
- Deskripsi: Gangguan perkembangan motorik khusus
Penjelasan:
Kode ICD-10 F82 (Gangguan perkembangan motorik khusus) merupakan diagnosis yang tepat untuk kondisi An. Bima. Kode ini digunakan untuk menggambarkan kesulitan yang dialami anak dalam melakukan aktivitas motorik kasar, terutama yang melibatkan koordinasi dan keseimbangan. Gejala-gejala yang ditunjukkan oleh An. Bima, seperti kesulitan saat melompat, berlari, atau meniru gerakan-gerakan yang kompleks, serta kurangnya rasa percaya diri saat bermain bersama teman-temannya, sesuai dengan kriteria diagnostik untuk gangguan perkembangan motorik khusus.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: Tidak ada kode ICD-9-CM prosedur yang spesifik
- Deskripsi: Tidak ada tindakan medis yang dilaporkan dalam kasus ini.
Dalam kasus ini, tidak ada tindakan medis atau prosedur yang dilaporkan. Penanganan yang mungkin dilakukan adalah evaluasi perkembangan motorik anak oleh tenaga profesional kesehatan, seperti dokter anak atau fisioterapis anak, untuk menentukan rencana intervensi yang sesuai, seperti terapi fisik atau latihan-latihan untuk meningkatkan koordinasi dan keseimbangan. -
Article No. 16555 | 02 May 2025
Klinis : An. Bima adalah seorang anak laki-laki berusia 6 tahun yang bersekolah di TK B. Berdasarkan observasi guru dan laporan orang tua, Bima menunjukkan beberapa kesulitan dalam melakukan aktivitas motorik kasar, terutama yang melibatkan koordinasi dan keseimbangan. Ia seringkali kesulitan saat melompat, berlari, atau meniru gerakan-gerakan yang kompleks. Kondisi ini membuatnya kurang percaya diri saat bermain bersama teman-temannya. Orang tua Bima juga melaporkan bahwa anaknya pernah didiagnosis mengalami keterlambatan perkembangan motorik kasar pada usia yang lebih muda.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Keterlambatan Perkembangan Motorik Kasar
Definisi: Pola perkembangan motorik kasar yang tidak sesuai dengan usia perkembangan normal.
Karakteristik Definisi:
- Kesulitan dalam melakukan aktivitas motorik kasar yang melibatkan koordinasi dan keseimbangan
- Kesulitan dalam melompat, berlari, atau meniru gerakan-gerakan yang kompleks
- Kurang percaya diri saat bermain bersama teman-teman
- Riwayat keterlambatan perkembangan motorik kasar pada usia yang lebih muda
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Peningkatan Perkembangan Motorik Kasar
- Anak dapat melakukan aktivitas motorik kasar dengan koordinasi dan keseimbangan yang lebih baik
- Anak dapat melompat, berlari, dan meniru gerakan-gerakan yang kompleks dengan lebih baik
- Anak menunjukkan peningkatan rasa percaya diri saat bermain bersama teman-teman
- Anak dapat mencapai tahapan perkembangan motorik kasar yang sesuai dengan usianya
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Skrining dan Asesmen Perkembangan Motorik Kasar
- Melakukan asesmen komprehensif terhadap perkembangan motorik kasar anak
- Mengidentifikasi area-area yang membutuhkan peningkatan atau intervensi
2. Intervensi Terapi Okupasi
- Merancang program terapi okupasi yang berfokus pada peningkatan kemampuan motorik kasar
- Melibatkan aktivitas-aktivitas yang meningkatkan koordinasi, keseimbangan, dan keterampilan motorik kasar
- Melakukan pendampingan dan bimbingan orang tua dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas di rumah
3. Intervensi Edukasi dan Dukungan Orang Tua
- Memberikan edukasi kepada orang tua tentang perkembangan motorik kasar anak
- Memberikan strategi dan teknik yang dapat diterapkan orang tua di rumah untuk meningkatkan kemampuan motorik kasar anak
- Melibatkan orang tua secara aktif dalam proses rehabilitasi dan pemantauan perkembangan anak
4. Koordinasi dengan Pihak Sekolah
- Berkoordinasi dengan pihak sekolah (guru, konselor) untuk memfasilitasi anak dalam aktivitas fisik dan bermain
- Memastikan lingkungan sekolah mendukung perkembangan motorik kasar anak
- Memberikan rekomendasi dan strategi yang dapat diterapkan di sekolah
Dengan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan dapat meningkatkan perkembangan motorik kasar An. Bima dan membantu meningkatkan rasa percaya dirinya dalam berpartisipasi dalam aktivitas fisik bersama teman-teman. -
Article No. 16556 | 02 May 2025
Klinis : kekurangan integritas kulit
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan tone akademis dan persona sebagai pakar perawat, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi kekurangan integritas kulit:
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Kerusakan Integritas Kulit (00046)
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko Kerusakan Integritas Kulit (00046)
Definisi: Rentan terhadap perubahan pada epidermis dan/atau dermis, yang dapat mengganggu fungsi perlindungan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Integritas Kulit: Tindakan Pencegahan (1101)
Definisi: Kemampuan untuk melakukan tindakan pencegahan untuk mempertahankan atau meningkatkan kesehatan dan fungsi kulit.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Perawatan Luka (3660)
Definisi: Tindakan untuk memfasilitasi penyembuhan luka dan mencegah komplikasi.
Kode-kode tersebut merupakan standar yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk mengidentifikasi, merencanakan, dan melaksanakan asuhan keperawatan yang komprehensif bagi pasien dengan risiko kerusakan integritas kulit. -
Article No. 16557 | 02 May 2025
Klinis : kekurangan integritas kulit nomor sdki
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI untuk kondisi kekurangan integritas kulit.
Diagnosa Keperawatan: Kekurangan Integritas Kulit (SDKI Kode: 00047)
Definisi:
Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis. Integritas kulit merupakan kondisi ketika kulit berada dalam keadaan utuh, tidak ada luka atau kerusakan.
Penjelasan SDKI-SLKI-SIKI:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
- Kode: 00047
- Definisi: Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
- Kode: 1102
- Definisi: Pemulihan integritas kulit yang optimal.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
- Kode: 3120
- Definisi: Serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mempertahankan dan memulihkan integritas kulit.
Dalam konteks akademis dan sebagai pakar keperawatan, kekurangan integritas kulit merupakan kondisi dimana terjadi kerusakan pada lapisan epidermis dan/atau dermis kulit, sehingga perlu dilakukan intervensi keperawatan untuk mempertahankan dan memulihkan integritas kulit pasien. Diagnosa ini penting karena integritas kulit yang terganggu dapat menyebabkan komplikasi seperti infeksi, dehidrasi, dan gangguan fungsi kulit lainnya. -
Article No. 16558 | 02 May 2025
Klinis : mata tertancap butiran besi
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Sebagai seorang dokter atau perekam medis, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis yang sesuai dengan kondisi "mata tertancap butiran besi" sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: S05.1
- Deskripsi: Luka asing pada bola mata
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 65.95
- Deskripsi: Ekstraksi benda asing dari bola mata
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 S05.1 "Luka asing pada bola mata" adalah kode yang sesuai untuk kondisi di mana bola mata tertancap butiran besi. Kode ini mencakup cedera bola mata akibat benda asing, seperti butiran besi, yang tertancap di dalamnya.
2. Kode ICD-9-CM 65.95 "Ekstraksi benda asing dari bola mata" adalah kode prosedur yang dapat digunakan jika diperlukan tindakan medis untuk mengeluarkan benda asing (butiran besi) dari bola mata. Prosedur ini melibatkan ekstraksi atau pengeluaran benda asing dari dalam bola mata.
Poin penting yang perlu dipertimbangkan dalam kasus ini adalah:
- Segera memberikan pertolongan pertama dan memastikan keamanan mata pasien.
- Menghindari upaya pengeluaran benda asing sendiri, dan segera merujuk pasien ke fasilitas kesehatan yang memadai.
- Melakukan pemeriksaan dan penilaian komprehensif oleh dokter ahli untuk menentukan tindakan medis yang tepat.
- Mendokumentasikan semua temuan, diagnosis, dan prosedur yang dilakukan dengan menggunakan kode ICD yang sesuai. -
Article No. 16559 | 02 May 2025
Klinis : seorang anak usia 9 tahun mengalami gangguan kognitif sehingga tidak fokus mengikuti pembelajaran di kelas
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Dalam kasus seorang anak usia 9 tahun yang mengalami gangguan kognitif sehingga tidak fokus mengikuti pembelajaran di kelas, Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai adalah "Gangguan Proses Pikir". Anak tersebut mengalami kesulitan dalam mempertahankan konsentrasi dan fokus saat mengikuti pembelajaran di kelas, yang merupakan salah satu manifestasi dari Gangguan Proses Pikir.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan Asuhan Keperawatan yang tepat, luaran/output yang diharapkan adalah "Peningkatan Proses Pikir". Tujuan utamanya adalah untuk membantu anak mencapai kemampuan kognitif yang optimal, sehingga dapat fokus dan berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran di kelas.
Indikator Luaran/Output yang diharapkan:
1. Anak mampu mempertahankan konsentrasi selama mengikuti pembelajaran di kelas.
2. Anak dapat mengikuti instruksi guru dengan baik.
3. Anak dapat menyelesaikan tugas-tugas pembelajaran yang diberikan dengan tepat waktu.
4. Anak menunjukkan peningkatan prestasi akademik.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai tujuan luaran "Peningkatan Proses Pikir" pada anak usia 9 tahun dengan gangguan kognitif, intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi:
1. Pengkajian Keperawatan
- Mengkaji riwayat perkembangan kognitif anak.
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses pikir anak, seperti kondisi kesehatan fisik, lingkungan belajar, dan dukungan keluarga.
- Mengevaluasi kemampuan anak dalam mempertahankan konsentrasi dan fokus saat pembelajaran di kelas.
2. Perencanaan Asuhan Keperawatan
- Menetapkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang untuk peningkatan proses pikir anak.
- Merancang intervensi keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan anak, seperti:
a. Terapi Stimulasi Kognitif: Melakukan aktivitas-aktivitas yang dapat melatih dan meningkatkan kemampuan kognitif anak.
b. Modifikasi Lingkungan Belajar: Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dan meminimalkan distraksi.
c. Kolaborasi dengan Guru dan Keluarga: Melibatkan guru dan keluarga dalam mendukung dan memfasilitasi pembelajaran anak.
3. Implementasi Asuhan Keperawatan
- Menerapkan intervensi keperawatan yang telah direncanakan, seperti terapi stimulasi kognitif, modifikasi lingkungan belajar, dan kolaborasi dengan guru serta keluarga.
- Memantau perkembangan anak selama intervensi dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.
4. Evaluasi Asuhan Keperawatan
- Menilai efektivitas intervensi keperawatan dalam meningkatkan proses pikir anak.
- Mengukur pencapaian tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang telah ditetapkan.
- Membuat rencana tindak lanjut berdasarkan hasil evaluasi, termasuk pengajuan rujukan ke profesional lain jika diperlukan.
Dengan pendekatan Asuhan Keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan dapat membantu anak usia 9 tahun dengan gangguan kognitif untuk meningkatkan proses pikirnya, sehingga dapat fokus dan berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran di kelas.