Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 17086 | 10 May 2025
Klinis : Risiko Cedera D.0136 Data Pendukung: • Pernah terpapar bahan kimia di tempat kerja • Lingkungan kerja dirasa tidak bebas dari risiko kesehatan • Tidak ada pelatihan ergonomik dari perusahaan apakah tujuan dan kriteri Hsil berdasarkan slki, dan intervensi sebrdasarkan siki
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI: Risiko Cedera D.0136
Data Pendukung:
- Pernah terpapar bahan kimia di tempat kerja
- Lingkungan kerja dirasa tidak bebas dari risiko kesehatan
- Tidak ada pelatihan ergonomik dari perusahaan
Tujuan dan Kriteria Hasil berdasarkan SLKI:
Tujuan:
Klien akan mempertahankan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara aman dan bebas dari cedera.
Kriteria Hasil:
1. Klien dapat mengidentifikasi faktor risiko cedera di tempat kerja.
2. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan peralatan kerja yang ergonomis.
3. Klien dapat menerapkan perilaku aman saat bekerja.
4. Klien melaporkan tidak ada keluhan cedera selama bekerja.
Intervensi Keperawatan berdasarkan SIKI:
1. Identifikasi Risiko Cedera
- Kaji faktor-faktor risiko cedera di tempat kerja klien.
- Evaluasi pemahaman klien tentang risiko cedera di tempat kerja.
2. Edukasi Pencegahan Cedera
- Berikan edukasi tentang ergonomi di tempat kerja.
- Ajarkan teknik penggunaan peralatan kerja yang aman dan ergonomis.
- Edukasi klien tentang perilaku aman saat bekerja.
3. Fasilitasi Pelatihan Ergonomik
- Koordinasikan dengan pihak perusahaan untuk mengadakan pelatihan ergonomik bagi karyawan.
- Dampingi klien dalam mengikuti pelatihan ergonomik.
4. Monitoring dan Evaluasi
- Pantau perkembangan klien dalam menerapkan perilaku aman saat bekerja.
- Evaluasi efektivitas intervensi dalam mencegah terjadinya cedera.
Penjelasan:
1. Diagnosa Keperawatan SDKI "Risiko Cedera D.0136" dipilih karena data pendukung yang diberikan menunjukkan adanya risiko cedera pada klien akibat lingkungan kerja yang tidak bebas dari risiko kesehatan dan tidak adanya pelatihan ergonomik dari perusahaan.
2. Tujuan dan kriteria hasil berdasarkan SLKI difokuskan pada upaya mempertahankan kemampuan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara aman dan bebas dari cedera. Kriteria hasil mencakup kemampuan klien dalam mengidentifikasi faktor risiko, menggunakan peralatan kerja yang ergonomis, menerapkan perilaku aman, dan tidak mengalami keluhan cedera.
3. Intervensi Keperawatan berdasarkan SIKI meliputi identifikasi risiko cedera, edukasi pencegahan cedera, fasilitasi pelatihan ergonomik, serta monitoring dan evaluasi. Intervensi ini bertujuan untuk membantu klien memahami risiko cedera, meningkatkan perilaku aman, dan memastikan efektivitas intervensi dalam mencegah terjadinya cedera.
Dengan penerapan diagnosa, tujuan, kriteria hasil, dan intervensi keperawatan yang sesuai, diharapkan klien dapat mempertahankan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara aman dan bebas dari cedera. -
Article No. 17087 | 10 May 2025
Klinis : refleks rooting bayi lemah, refleks menggenggam bayi lemah
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait kondisi yang Anda berikan.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
a. Diagnosa Keperawatan: Gangguan Perkembangan Bayi
Definisi: Penyimpangan atau keterlambatan dalam pencapaian tahapan perkembangan bayi yang meliputi perkembangan fisik, motorik, kognitif, perilaku, dan sosial-emosional.
b. Faktor yang berhubungan:
- Faktor biologis: refleks rooting dan refleks menggenggam yang lemah
- Faktor lingkungan: stimulasi yang kurang optimal
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
a. Perkembangan Bayi: Tumbuh Kembang Sesuai Usia
Definisi: Bayi mencapai tahapan perkembangan yang sesuai dengan usianya, meliputi perkembangan fisik, motorik, kognitif, perilaku, dan sosial-emosional.
b. Kriteria Hasil:
- Bayi menunjukkan refleks rooting dan refleks menggenggam yang normal
- Bayi mencapai perkembangan motorik kasar dan halus sesuai usia
- Bayi menunjukkan perkembangan kognitif, perilaku, dan sosial-emosional yang sesuai
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan (SIKI):
a. Intervensi: Stimulasi Perkembangan Bayi
Definisi: Tindakan keperawatan untuk meningkatkan dan memfasilitasi perkembangan bayi melalui pemberian stimulasi yang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang.
b. Aktivitas Keperawatan:
- Melakukan asesmen komprehensif terkait perkembangan bayi, termasuk refleks rooting dan refleks menggenggam
- Memberikan stimulasi taktil, vestibular, dan proprioseptif yang sesuai usia bayi
- Mengajarkan orang tua/pengasuh teknik stimulasi perkembangan yang tepat
- Memantau kemajuan perkembangan bayi secara berkala
- Memberikan edukasi kepada orang tua/pengasuh tentang tumbuh kembang bayi yang normal
- Merujuk ke tenaga kesehatan lain (fisioterapis, okupasi terapis, ahli tumbuh kembang anak) jika diperlukan
Dengan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan bayi dapat mencapai perkembangan yang sesuai usianya, terutama dalam hal refleks rooting dan refleks menggenggam yang lemah. Peran perawat sangat penting dalam memfasilitasi tumbuh kembang bayi secara optimal. -
Article No. 17088 | 10 May 2025
Klinis : bayi tampak apatis
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosis keperawatan, luaran keperawatan, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi bayi yang tampak apatis.
Diagnosis Keperawatan SDKI:
Diagnosis keperawatan yang sesuai untuk kondisi bayi yang tampak apatis adalah "Penurunan Interaksi Sosial" (SDKI, 2017). Diagnosis ini menggambarkan keadaan di mana bayi menunjukkan penurunan atau hambatan dalam keterlibatan dan respons terhadap stimulus sosial. Bayi yang tampak apatis cenderung kurang responsif, tidak menunjukkan minat atau antusiasme pada interaksi sosial, dan menunjukkan penurunan kemampuan untuk memulai atau merespons kontak sosial.
Luaran Keperawatan SLKI:
Setelah diberikan asuhan keperawatan, luaran atau hasil yang diharapkan untuk bayi dengan diagnosis "Penurunan Interaksi Sosial" adalah:
1. Peningkatan Interaksi Sosial (SLKI, 2019): Bayi menunjukkan peningkatan keterlibatan dan respons yang sesuai terhadap stimulus sosial, seperti kontak mata, senyum, dan gerakan tubuh yang responsif.
2. Peningkatan Komunikasi (SLKI, 2019): Bayi menunjukkan peningkatan kemampuan dalam berkomunikasi secara verbal maupun non-verbal, seperti lebih banyak vokalisasi, merespons lebih baik terhadap suara dan gerakan orang di sekitarnya.
3. Peningkatan Keterikatan (SLKI, 2019): Bayi menunjukkan peningkatan keterikatan dan kelekatan terhadap pengasuh utama, seperti lebih banyak melakukan kontak mata, senyum, dan respons positif saat diajak interaksi.
Intervensi Keperawatan SIKI:
Untuk mencapai luaran keperawatan yang diharapkan, berikut adalah intervensi keperawatan yang dapat diberikan:
1. Stimulasi Interaksi Sosial (SIKI, 2018): Memberikan stimulasi yang sesuai dengan tahap perkembangan bayi, seperti kontak mata, sentuhan lembut, ajakan vokalisasi, dan bermain sederhana untuk meningkatkan respons dan keterlibatan bayi dalam interaksi sosial.
2. Dukungan Pemberian Kasih Sayang (SIKI, 2018): Memfasilitasi dan mendorong orang tua atau pengasuh utama untuk memberikan sentuhan, pelukan, dan interaksi yang hangat dan penuh kasih sayang kepada bayi untuk meningkatkan keterikatan dan kelekatan.
3. Manajemen Lingkungan (SIKI, 2018): Menciptakan lingkungan yang tenang, nyaman, dan memberikan stimulasi yang sesuai, seperti meminimalkan suara keras atau terlalu banyak rangsangan, untuk mendukung bayi dalam merespons stimulus sosial dengan lebih baik.
4. Edukasi Keluarga (SIKI, 2018): Memberikan edukasi dan pelatihan kepada orang tua atau pengasuh utama mengenai cara-cara meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi yang sesuai dengan tahap perkembangan bayi.
Penerapan intervensi-intervensi ini secara komprehensif diharapkan dapat membantu bayi untuk meningkatkan interaksi sosial, komunikasi, dan keterikatan, sehingga dapat mencapai luaran keperawatan yang diharapkan. -
Article No. 17089 | 10 May 2025
Klinis : kriteria hasil Penurunan Interaksi Sosial
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan rinci mengenai diagnosis keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk menangani kondisi penurunan interaksi sosial. Tone yang saya gunakan adalah akademis, dengan persona sebagai seorang pakar perawat.
1. Diagnosis Keperawatan SDKI yang sesuai:
Diagnosis Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi penurunan interaksi sosial adalah "Isolasi Sosial". Isolasi sosial didefinisikan sebagai "Pengalaman individu yang merasa terisolasi dari orang lain, baik secara nyata maupun subyektif". Kriteria diagnostik utama pada kondisi ini meliputi: (1) Menghindari kontak dengan orang lain, (2) Merasa terisolasi dari orang lain, dan (3) Kesulitan membina hubungan sosial.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah mendapatkan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat mencapai luaran/output sebagai berikut:
a. Partisipasi Sosial: Klien dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial sesuai dengan kemampuannya.
b. Interaksi Sosial: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara efektif.
c. Kepuasan Hubungan Sosial: Klien merasakan kepuasan dalam menjalin hubungan sosial.
d. Pemeliharaan Hubungan Sosial: Klien dapat memelihara hubungan sosial yang telah terjalin.
e. Komunikasi: Klien dapat berkomunikasi dengan orang lain secara efektif.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, berikut intervensi keperawatan yang dapat dilakukan:
a. Terapi Aktivitas Kelompok: Memberikan kesempatan kepada klien untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, sehingga dapat meningkatkan interaksi dan keterampilan sosial.
b. Terapi Sosialisasi: Memfasilitasi klien untuk melakukan interaksi sosial yang sesuai dengan kemampuannya, baik dengan individu maupun kelompok.
c. Bimbingan Komunikasi: Mengajarkan klien keterampilan komunikasi yang efektif, seperti kontak mata, bahasa tubuh, dan kemampuan berbicara.
d. Dukungan Emosional: Memberikan dukungan dan empati kepada klien agar merasa diterima dan dihargai oleh orang lain.
e. Pelatihan Keterampilan Sosial: Melatih klien untuk mengembangkan keterampilan sosial, seperti kemampuan memulai percakapan, mempertahankan percakapan, dan mengakhiri percakapan.
Dengan penerapan diagnosis keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang tepat, diharapkan dapat membantu klien dalam mengatasi masalah penurunan interaksi sosial dan meningkatkan kualitas hidupnya. -
Article No. 17090 | 10 May 2025
Klinis : kriteria hasil Penurunan Interaksi Sosial pada bayi apatis
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk diagnosa keperawatan, luaran, serta intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi bayi apatis dengan penurunan interaksi sosial.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi ini adalah "Penurunan Interaksi Sosial" berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Penurunan Interaksi Sosial didefinisikan sebagai "Penurunan kemampuan untuk terlibat dalam hubungan yang memuaskan dengan orang lain." Pada bayi apatis, kriteria yang terpenuhi adalah:
- Kurangnya respons terhadap pendekatan orang lain
- Kontak mata yang terbatas
- Ekspresi wajah yang datar
- Kurangnya usaha untuk berinteraksi dengan orang lain
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan adalah:
1. Peningkatan Interaksi Sosial
- Kriteria hasil: Bayi menunjukkan respons yang sesuai terhadap pendekatan orang lain, seperti kontak mata, senyum, dan usaha untuk berinteraksi.
- Kriteria hasil: Bayi menunjukkan peningkatan ekspresi wajah dan enggage dalam kegiatan bermain sederhana.
- Kriteria hasil: Bayi menunjukkan peningkatan upaya untuk memulai dan mempertahankan interaksi dengan orang-orang di sekitarnya.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai luaran yang diharapkan adalah:
1. Stimulasi Perkembangan
- Menciptakan lingkungan yang aman, hangat, dan mendukung perkembangan bayi.
- Melakukan stimulasi taktil, auditori, dan visual yang sesuai dengan tahap perkembangan bayi.
- Melibatkan keluarga dalam proses stimulasi perkembangan bayi.
2. Dukungan Emosional
- Memberikan sentuhan, kontak mata, dan suara yang menenangkan untuk membangun ikatan dan kepercayaan dengan bayi.
- Mendorong keluarga untuk memberikan respon yang sensitif dan responsif terhadap isyarat bayi.
- Memfasilitasi interaksi positif antara bayi dan keluarganya.
3. Manajemen Lingkungan
- Meminimalkan stimulasi yang berlebihan atau terlalu sedikit di lingkungan bayi.
- Mengatur pencahayaan, suara, dan temperatur ruangan yang nyaman bagi bayi.
- Memastikan bayi mendapatkan waktu istirahat yang cukup.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan bayi dapat menunjukkan peningkatan interaksi sosial dan keterlibatan dalam kegiatan bermain sederhana, serta terjalinnya ikatan yang lebih kuat dengan keluarganya. -
Article No. 17091 | 10 May 2025
Klinis : bengkak dileher dan panas badan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI untuk kondisi bengkak di leher dan panas badan.
Diagnosa Keperawatan:
D.0154 Gangguan Perfusi Jaringan Perifer
Definisi: Penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan perifer yang dapat menyebabkan disfungsi sel.
Penjelasan Singkat SDKI-SLKI-SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
D.0154 Gangguan Perfusi Jaringan Perifer
Kode: D.0154
Definisi: Penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan perifer yang dapat menyebabkan disfungsi sel.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
L.1101 Perfusi Jaringan: Perifer
Kode: L.1101
Definisi: Tingkat sirkulasi darah dan oksigenasi ke jaringan perifer.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
I.1608 Manajemen Perfusi Perifer
Kode: I.1608
Definisi: Upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan perfusi jaringan perifer.
Berdasarkan kondisi pasien dengan bengkak di leher dan panas badan, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Gangguan Perfusi Jaringan Perifer (D.0154). Hal ini dikarenakan bengkak di leher dan panas badan dapat menunjukkan adanya penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan perifer, yang dapat menyebabkan disfungsi sel. Oleh karena itu, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah Manajemen Perfusi Perifer (I.1608) untuk mempertahankan dan meningkatkan perfusi jaringan perifer. -
Article No. 17092 | 10 May 2025
Klinis : pemasangan gudel di interesnsi diagnosa apa?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan jawaban yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda minta.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi pemasangan selang/tube/kateter di mulut (sonde/NGT/OGT):
Diagnosa Keperawatan yang sesuai adalah "Gangguan Menelan" (Swallowing Disturbance). Kondisi pemasangan selang/tube/kateter di mulut dapat menyebabkan gangguan pada fungsi menelan pasien, sehingga diagnosa ini tepat untuk ditegakkan.
Definisi dari "Gangguan Menelan" berdasarkan SDKI adalah ketidakmampuan untuk menelan makanan, cairan, atau obat-obatan dengan aman dan efektif melalui mulut.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan menelan akibat pemasangan selang/tube/kateter di mulut, diharapkan pasien dapat mencapai luaran sebagai berikut:
a. Tingkat Menelan: Pasien dapat menelan dengan aman dan efektif.
b. Status Nutrisi: Pasien menunjukkan status nutrisi yang adekuat.
c. Hidrasi: Pasien menunjukkan status hidrasi yang adekuat.
d. Integritas Mukosa Mulut: Mukosa mulut pasien tetap utuh dan tidak terdapat lesi.
Penjelasan lebih lanjut, luaran ini menggambarkan kemampuan pasien untuk menelan dengan baik, tercukupinya kebutuhan nutrisi dan cairan, serta terjaganya integritas mukosa mulut setelah dilakukan Asuhan Keperawatan.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan pada pasien dengan gangguan menelan akibat pemasangan selang/tube/kateter di mulut, intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi:
a. Manajemen Jalan Napas
- Pertahankan posisi kepala pasien agar tetap tegak selama pemberian nutrisi/cairan
- Pantau fungsi pernapasan dan oksigenasi pasien
b. Manajemen Nutrisi
- Kaji kemampuan menelan pasien
- Berikan nutrisi enteral sesuai kebutuhan dan toleransi pasien
- Pantau asupan, output, dan status nutrisi pasien
c. Perawatan Mulut
- Lakukan oral hygiene secara rutin untuk menjaga integritas mukosa mulut
- Berikan pelumas pada bibir untuk mencegah kekeringan
d. Edukasi Pasien dan Keluarga
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan selang/tube/kateter
- Ajarkan cara perawatan selang/tube/kateter dan pencegahan komplikasi
Penjelasan lebih lanjut, intervensi-intervensi ini bertujuan untuk menjaga fungsi menelan, memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan, serta menjaga kebersihan dan integritas mukosa mulut pasien. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain juga diperlukan untuk mencapai luaran yang optimal. -
Article No. 17093 | 10 May 2025
Klinis : pemasangan gudel diagnosa apa?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi pemasangan sonde gaster (NGT).
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pemasangan sonde gaster (NGT) adalah "Risiko Aspirasi". Risiko Aspirasi didefinisikan sebagai "Rentan terhadap masuknya cairan/benda asing ke dalam saluran pernapasan yang dapat mengakibatkan komplikasi". Kondisi pemasangan sonde gaster (NGT) meningkatkan risiko aspirasi karena adanya benda asing (selang NGT) yang masuk ke dalam saluran pencernaan dan dapat menyebabkan masuknya cairan atau benda asing ke dalam saluran pernapasan.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
a. Risiko Aspirasi Terkendali: Pasien tidak mengalami episode aspirasi selama pemasangan sonde gaster (NGT).
b. Tanda-Tanda Vital Stabil: Pasien menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu) selama pemasangan sonde gaster (NGT).
c. Tidak Terjadi Komplikasi: Pasien tidak mengalami komplikasi akibat pemasangan sonde gaster (NGT), seperti perdarahan, luka, atau perforasi esofagus.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
a. Monitoring Tanda-Tanda Vital: Melakukan pemantauan tanda-tanda vital pasien secara berkala, termasuk tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu.
b. Pengaturan Posisi Pasien: Memposisikan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler untuk mengurangi risiko aspirasi.
c. Observasi Tanda-Tanda Aspirasi: Mengamati tanda-tanda aspirasi, seperti batuk, sesak napas, perubahan warna kulit, dan suara napas yang tidak normal.
d. Edukasi Pasien dan Keluarga: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang risiko aspirasi, tanda-tanda aspirasi, dan tindakan pencegahan yang harus dilakukan.
e. Kolaborasi dengan Tim Kesehatan: Berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter dan ahli gizi, untuk memastikan pemasangan sonde gaster (NGT) yang aman dan penanganan nutrisi yang tepat.
f. Dokumentasi yang Komprehensif: Melakukan dokumentasi yang lengkap dan akurat mengenai tindakan keperawatan, respons pasien, dan evaluasi hasil asuhan keperawatan.
Dengan melaksanakan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan dapat mencapai luaran yang diinginkan, yaitu mengendalikan risiko aspirasi, menjaga stabilitas tanda-tanda vital, dan mencegah terjadinya komplikasi akibat pemasangan sonde gaster (NGT). Perawat harus senantiasa memantau pasien secara ketat, melakukan tindakan pencegahan yang tepat, dan berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk memberikan asuhan keperawatan yang optimal. -
Article No. 17094 | 10 May 2025
Klinis : Ny. S usia 62 tahun DPJP : dr. Salman Paris Harahap, Sp.PD-KHOM. Masuk rawat inap tanggal 5 Mei 2025, sudah rawatan hari ke-1 dengan diagnosa Retensi urin, DM, HT, Neuropati. Pasien mengatakan lemas sejak 5 hari post rawat inap di ruang An-Nisa 2. Mengeluh BAK hanya sedikit dan badan terasa gemetar. Pasien memiliki Riwayat penyakit DM dan HT. Pasien mendapatkan terapi injeksi RL/12 jam, Omeprazole 1x40 mg, b12 3x1, As folat 1x3, CaCo3 3x1, Ceftazidine 3x1. Pasien terpasang DC Kesadaran composmentis, TD : 135/75 mmHg, N : 110 x/menit, RR : 22 x/menit, Suhu 36,7, Spo2 98%. Hasil Lab Hb 8,8 (L), Leu 12.8 (H), Hematokrit 27 (L), Trombo 312, Creatinine 6.46 (H), Natrium 135 (L).
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang Anda berikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat, kode, dan definisi sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan: Retensi Urin
Kode: 00023
Definisi: Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih secara penuh.
2. Diagnosa Keperawatan: Intoleransi Aktivitas
Kode: 00092
Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan.
3. Diagnosa Keperawatan: Nyeri
Kode: 00132
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial.
4. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Perfusi Jaringan
Kode: 00024
Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan suplai oksigen dan nutrisi yang sesuai untuk metabolisme jaringan.
5. Diagnosa Keperawatan: Risiko Infeksi
Kode: 00004
Definisi: Rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) terkait dengan diagnosa-diagnosa tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
SLKI:
- Pemulihan Buang Air Kecil
- Mobilitas
- Manajemen Nyeri
- Perfusi Jaringan
- Kontrol Infeksi
SIKI:
- Manajemen Retensi Urin
- Peningkatan Aktivitas
- Manajemen Nyeri
- Peningkatan Perfusi Jaringan
- Pencegahan Infeksi
Secara singkat, penanganan yang dapat dilakukan berdasarkan diagnosa keperawatan yang teridentifikasi adalah:
1. Memantau dan mengelola retensi urin, termasuk pemasangan kateter dan edukasi kepada pasien.
2. Meningkatkan aktivitas dan mobilitas pasien untuk mencegah komplikasi.
3. Mengelola nyeri yang dirasakan pasien.
4. Memantau dan meningkatkan perfusi jaringan, seperti monitoring tanda-tanda vital.
5. Melakukan pencegahan infeksi, termasuk menjaga kebersihan dan perawatan kateter. -
Article No. 17095 | 10 May 2025
Klinis : Suku Atoni Meto, yang mendiami wilayah tengah dan barat Pulau Timor di Nusa Tenggara Timur, memiliki tradisi sunat yang dikenal sebagai Sifon. Berbeda dengan praktik sunat pada umumnya, Sifon dilakukan pada pria dewasa, biasanya setelah usia 17 tahun, dan melibatkan serangkaian ritual khusus. Proses sunat Sifon dilakukan oleh seorang Ahelet (dukun sunat) menggunakan alat tradisional berupa sembilu (bambu tajam). Setelah prosesi sunat, pria yang telah disunat diwajibkan untuk melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, biasanya seorang janda atau perempuan yang telah memiliki anak. Kepercayaan lokal menyatakan bahwa cairan vagina perempuan dapat membantu mempercepat penyembuhan luka sunat dan menghilangkan "panas" dalam tubuh pria.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI yang relevan dengan konteks tradisi *Sifon* pada Suku Atoni Meto, sesuai standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
---
### **Diagnosa Keperawatan**
**Kode DX. 00030: Risiko Infeksi** *(berhubungan dengan prosedur sunat menggunakan alat tradisional yang tidak steril dan praktik seksual pasca-sunat)*
#### **Penjelasan Singkat**
1. **SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia)**
- **Definisi:** Peningkatan kerentanan terhadap invasi patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
- **Faktor Risiko:** Penggunaan sembilu (bambu tajam) sebagai alat sunat yang tidak steril, serta praktik hubungan seksual pasca-sunat dengan risiko kontaminasi luka terbuka.
2. **SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)**
- **Kode LO. 1902: Status Infeksi**
- **Indikator:**
- Luka sunat menunjukkan tanda-tanda penyembuhan tanpa eritema, edema, atau pus.
- Tidak ada demam atau gejala sistemik infeksi.
3. **SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)**
- **Kode IE. 1900: Manajemen Infeksi**
- **Intervensi:**
- Edukasi tentang perawatan luka sunat yang higienis.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lokal untuk menyediakan alat steril atau alternatif prosedur yang lebih aman.
- Pemantauan tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor, functio laesa).
---
### **Diagnosa Tambahan**
**Kode DX. 00146: Konflik Keputusan** *(berhubungan dengan ketidaksesuaian antara nilai budaya dan risiko kesehatan)*
#### **Penjelasan Singkat**
1. **SDKI**
- **Definisi:** Kondisi ketidakpastian atau pertentangan dalam pengambilan keputusan terkait tindakan kesehatan.
- **Faktor Risiko:** Tekanan budaya untuk menjalani *Sifon* vs. kesadaran akan risiko infeksi dan penyebaran penyakit menular seksual (PMS).
2. **SLKI**
- **Kode LO. 1606: Pengambilan Keputusan**
- **Indikator:**
- Klien mampu mengidentifikasi konsekuensi dari pilihan tindakan.
- Menunjukkan kesiapan untuk berdiskusi dengan pemangku adat atau tenaga kesehatan.
3. **SIKI**
- **Kode IE. 5250: Konseling**
- **Intervensi:**
- Fasilitasi dialog antara tokoh adat (*Ahelet*), klien, dan petugas kesehatan.
- Sosiokultural assessment untuk memahami kepercayaan lokal dan mencari solusi kompromi.
---
### **Catatan Akademis**
- **Aspek Budaya:** Perlu pendekatan *cultural competence* dengan menghormati nilai tradisi sambil mengintegrasikan prinsip kesehatan modern.
- **Risiko Kesehatan:** Praktik *Sifon* berpotensi menimbulkan infeksi, trauma psikologis, dan penularan HIV/IMS jika tidak dikelola dengan tepat.
- **Peran Perawat:** Sebagai edukator dan mediator antara sistem kesehatan dan kepercayaan lokal.
Semua kode dan definisi mengacu pada **PPNI (2023)**. Untuk penanganan holistik, kolaborasi dengan antropolog kesehatan atau lembaga adat setempat sangat disarankan.
*(Format RTF dapat disesuaikan dengan kebutuhan dokumen klinis/resmi.)*