Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 17524 | 19 May 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan hidung berbau
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, untuk kondisi pasien yang datang dengan keluhan hidung berbau, berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia, berikut adalah diagnosa keperawatan yang mungkin sesuai beserta penjelasan singkatnya:
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Kode: 00242
b. Judul: Infeksi saluran napas atas
c. Definisi: Respon inflamasi pada saluran napas atas (hidung, sinus, faring, dan laring) yang disebabkan oleh agen infeksius.
2. SDKI:
a. Kode: 00242
b. Definisi: Respon inflamasi pada saluran napas atas (hidung, sinus, faring, dan laring) yang disebabkan oleh agen infeksius.
3. SLKI:
a. Kode: 21021
b. Judul: Bebas Infeksi
c. Definisi: Bebas dari tanda-tanda dan gejala infeksi.
4. SIKI:
a. Kode: I0107
b. Judul: Manajemen Infeksi
c. Definisi: Tindakan untuk mencegah, mengendalikan, dan mengatasi infeksi.
Penjelasan singkat:
Pasien dengan keluhan hidung berbau dapat mengindikasikan adanya infeksi saluran napas atas, seperti sinusitis atau rhinitis. Diagnosa keperawatan yang sesuai adalah "Infeksi saluran napas atas". Tujuan keperawatannya adalah mencapai "Bebas Infeksi", yang dicapai melalui intervensi "Manajemen Infeksi" untuk mencegah, mengendalikan, dan mengatasi infeksi.
Tone= akademis, persona=pakar,nurse: Dalam konteks ini, komunikasi akan cenderung formal dan ilmiah, dengan penjelasan yang komprehensif dan menggunakan istilah medis yang sesuai dengan level pengetahuan dan keahlian pasien. -
Article No. 17525 | 19 May 2025
Klinis : flu
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI untuk kondisi flu, dengan tone akademis dan persona pakar/perawat:
Diagnosa Keperawatan:
1. Intoleransi aktivitas (SDKI: 00092)
Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau diperlukan, akibat kelelahan yang dirasakan.
2. Gangguan pola napas (SDKI: 00032)
Definisi: Ketidakmampuan untuk bernapas dengan irama atau kedalaman yang normal.
3. Hipertermia (SDKI: 00007)
Definisi: Suhu tubuh di atas normal karena mekanisme pengaturan suhu terganggu.
Penjelasan SDKI, SLKI, SIKI:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) adalah standar diagnosa keperawatan yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Setiap diagnosa keperawatan memiliki kode dan definisi yang telah distandarisasi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) adalah standar luaran/hasil yang ditetapkan untuk setiap diagnosa keperawatan, sebagai indikator keberhasilan intervensi keperawatan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) adalah standar intervensi keperawatan yang ditetapkan untuk mencapai luaran/hasil keperawatan yang diharapkan.
Dengan menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang terstandar dan berkualitas, sesuai dengan kondisi pasien. -
Article No. 17526 | 19 May 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan tidak haid sudah 4 bulan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda jabarkan, yaitu pasien datang dengan keluhan tidak haid sudah 4 bulan, dengan tone yang akademis dan persona sebagai pakar atau perawat, maka berikut adalah diagnosa keperawatan yang dapat ditetapkan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
1. Diagnosa Keperawatan:
Amenore (NANDA-I: 00203)
2. Penjelasan Singkat:
a. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Kode: 00203
Definisi: Tidak adanya menstruasi dalam waktu lebih dari 3 bulan pada wanita usia reproduktif, tidak termasuk kehamilan.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Kode: 01603
Definisi: Pemulihan pencapaian siklus menstruasi yang normal.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Kode: 02802
Definisi: Serangkaian tindakan yang dilakukan untuk membantu klien mencapai siklus menstruasi yang normal.
Dalam menangani kasus ini, perawat akan melakukan pengkajian yang komprehensif untuk mengidentifikasi penyebab amenore, seperti faktor hormonal, stres, penyakit kronis, atau kondisi lainnya. Selanjutnya, perawat akan menyusun rencana asuhan keperawatan yang meliputi intervensi untuk memulihkan siklus menstruasi, memberikan edukasi, serta melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter, untuk menangani penyebab amenore secara holistik. -
Article No. 17527 | 19 May 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan tidak haid sudah 4 bulan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah respons dalam format RTF yang sesuai dengan permintaan Anda:
{\rtf1\ansi\ansicpg1252\deff0{\fonttbl{\f0\fnil\fcharset0 Calibri;}}
{\colortbl;\red0\green0\blue0;\red0\green0\blue255;}
\viewkind4\uc1\pard\sa200\sl276\slmult1\f0\fs22\lang1057
\b DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PENJELASAN SDKI - SLKI - SIKI\b0
\par \pard\sa200\sl276\slmult1 Berdasarkan keluhan pasien dengan amenore sekunder (tidak haid selama 4 bulan), berikut diagnosa keperawatan yang relevan beserta kode dan penjelasan singkat sesuai standar \i Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)\i0 :
\par \pard\sa200\sl276\slmult1\b 1. \b0 \i Gangguan Pola Menstruasi (SDKI Code: D.0016)\i0
\par \pard\sa200\sl276\slmult1 \b Penjelasan SDKI:\b0 Ketidakmampuan mempertahankan siklus menstruasi normal akibat faktor fisiologis, psikologis, atau patologis.
\par \b SLKI:\b0 \i Pemantauan Pola Menstruasi (SLKI Code: L.19001)\i0 - Intervensi untuk mengidentifikasi penyebab dan karakteristik amenore.
\par \b SIKI:\b0 \i Pendidikan Kesehatan tentang Manajemen Menstruasi (SIKI Code: I.13003)\i0 - Edukasi pasien mengenai faktor risiko dan penanganan amenore.
\par \pard\sa200\sl276\slmult1\b 2. \b0 \i Ansietas Berhubungan dengan Perubahan Fungsi Reproduksi (SDKI Code: D.0048)\i0
\par \pard\sa200\sl276\slmult1 \b Penjelasan SDKI:\b0 Perasaan cemas akibat ketidaktahuan atau kekhawatiran terhadap dampak amenore pada kesehatan reproduksi.
\par \b SLKI:\b0 \i Pengurangan Ansietas (SLKI Code: L.14004)\i0 - Memberikan dukungan emosional dan informasi yang jelas.
\par \b SIKI:\b0 \i Terapi Relaksasi (SIKI Code: I.25001)\i0 - Teknik pernapasan atau guided imagery untuk mengurangi stres.
\par \pard\sa200\sl276\slmult1\b 3. \b0 \i Kurang Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi (SDKI Code: D.0093)\i0
\par \pard\sa200\sl276\slmult1 \b Penjelasan SDKI:\b0 Ketidakadekuatan pemahaman mengenai penyebab dan implikasi amenore.
\par \b SLKI:\b0 \i Penyuluhan Kesehatan (SLKI Code: L.18001)\i0 - Menjelaskan etiologi (misal: PCOS, stres, gangguan hormonal).
\par \b SIKI:\b0 \i Diskusi Terapeutik (SIKI Code: I.13001)\i0 - Dialog terstruktur untuk meningkatkan kesadaran pasien.
\par \pard\sa200\sl276\slmult1\b Rekomendasi Tambahan:\b0
\par - Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan hormon (FSH, LH, prolaktin) dan USG pelvis.
\par - Dokumentasi lengkap mengenai riwayat menstruasi dan faktor terkait (penurunan berat badan, aktivitas fisik berlebihan, dll.).
\par \pard\sa200\sl276\slmult1\i Sumber:\i0 \i0 Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Slki, Dan Siki Edisi 7, PPNI (2023).
\par }
\par \pard\sa200\sl276\slmult1\fs18\lang1033 }
Semoga informasi ini bermanfaat. Jika memerlukan penjelasan lebih lanjut, silakan ajukan pertanyaan tambahan. -
Article No. 17528 | 19 May 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan tidak haid sudah 4 bulan
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan senang hati, saya akan memberikan informasi yang dibutuhkan terkait kondisi pasien yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien yang datang dengan keluhan tidak haid selama 4 bulan adalah "Gangguan Pola Menstruasi". Diagnosa ini dipilih karena pasien mengalami perubahan pola haid yang tidak normal, yaitu tidak haid selama 4 bulan.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat mencapai luaran sebagai berikut:
1. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab gangguan pola menstruasi.
2. Pasien dapat mendemonstrasikan perawatan diri yang tepat untuk mengatasi gangguan pola menstruasi.
3. Pasien dapat menunjukkan perilaku hidup sehat untuk mencegah terjadinya gangguan pola menstruasi berulang.
4. Pasien menunjukkan tingkat kecemasan yang menurun terkait kondisi gangguan pola menstruasi yang dialami.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, berikut intervensi keperawatan yang perlu dilakukan:
1. Pengkajian komprehensif terkait riwayat menstruasi, pola hidup, dan faktor-faktor yang memengaruhi gangguan pola menstruasi.
2. Edukasi kepada pasien mengenai penyebab, tanda-tanda, dan komplikasi yang dapat terjadi akibat gangguan pola menstruasi.
3. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (seperti dokter) untuk menentukan diagnosis dan penanganan yang tepat, seperti pemberian terapi hormonal atau terapi lainnya.
4. Latihan manajemen stres dan teknik relaksasi untuk membantu mengurangi kecemasan pasien.
5. Monitoring dan evaluasi perkembangan kondisi pasien secara berkala.
6. Pemberian konseling dan dukungan psikososial kepada pasien untuk meningkatkan kepatuhan dan motivasi dalam menjalani perawatan.
Penjelasan rinci dan terperinci:
Diagnosa keperawatan "Gangguan Pola Menstruasi" dipilih karena pasien mengalami perubahan pola haid yang tidak normal, yaitu tidak haid selama 4 bulan. Gangguan pola menstruasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti stres, perubahan hormon, penyakit tertentu, atau gaya hidup yang tidak sehat.
Luaran yang diharapkan setelah asuhan keperawatan mencakup pemahaman pasien tentang penyebab gangguan pola menstruasi, kemampuan pasien dalam melakukan perawatan diri yang tepat, adopsi perilaku hidup sehat untuk mencegah gangguan berulang, serta penurunan tingkat kecemasan pasien. Capaian-capaian ini akan membantu pasien dalam mengelola kondisinya secara efektif.
Intervensi keperawatan yang direkomendasikan meliputi pengkajian komprehensif, edukasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, latihan manajemen stres, monitoring dan evaluasi, serta konseling dan dukungan psikososial. Tujuan dari intervensi-intervensi ini adalah untuk membantu pasien memahami kondisinya, mengatasi gejala, mencegah komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Sebagai perawat, saya berharap penjelasan yang saya berikan dapat membantu Anda dalam memahami dan mengelola kondisi pasien dengan gangguan pola menstruasi secara komprehensif. Jangan ragu untuk menanyakan hal-hal lain yang masih belum jelas. -
Article No. 17529 | 19 May 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan telinga terasa tersumbat
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan rekomendasi yang rinci dan terperinci berdasarkan standar diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan yang berlaku.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien dengan keluhan telinga terasa tersumbat adalah:
Diagnosa: Gangguan Sensori Persepsi: Pendengaran
Definisi: Persepsi yang tidak akurat atau terbatas tentang rangsangan auditori, yang disebabkan oleh gangguan dalam struktur atau fungsi telinga.
Karakteristik Definisi:
- Telinga terasa tersumbat atau tertutup
- Gangguan mendengar atau ketidakmampuan untuk mendengar
- Rasa penuh di telinga
- Riwayat infeksi telinga berulang
2. Luaran/Output yang diharapkan (SLKI)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat:
Luaran: Fungsi Sensori Persepsi: Pendengaran
Kriteria Hasil:
- Melaporkan pendengaran normal
- Menunjukkan kemampuan mendengar normal
- Mendemonstrasikan kemampuan untuk mendengar dan memahami pembicaraan orang lain
- Melaporkan tidak ada rasa penuh atau tersumbat di telinga
- Melaporkan tidak ada riwayat infeksi telinga berulang
3. Intervensi Keperawatan (SIKI)
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran tersebut meliputi:
a. Manajemen Telinga
- Observasi telinga untuk tanda-tanda infeksi atau obstruksi
- Periksa telinga menggunakan otoskop untuk menilai adanya sumbatan atau kelainan
- Lakukan irigasi telinga sesuai indikasi untuk menghilangkan sumbatan
- Berikan edukasi tentang perawatan telinga yang tepat
- Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan lebih lanjut jika diperlukan
b. Manajemen Nyeri
- Kaji intensitas dan karakteristik nyeri telinga
- Berikan intervensi farmakologis sesuai resep dokter untuk mengurangi nyeri
- Ajarkan teknik non-farmakologis untuk mengatasi nyeri, seperti kompres hangat
- Evaluasi efektivitas intervensi dalam mengurangi nyeri telinga
c. Edukasi Kesehatan
- Jelaskan penyebab dan faktor risiko gangguan pendengaran
- Anjurkan perilaku sehat untuk melindungi pendengaran, seperti menghindari kebisingan
- Berikan informasi tentang tanda-tanda dan gejala gangguan pendengaran
- Edukasi tentang perawatan telinga yang tepat dan tindakan pencegahan
Penjelasan yang rinci di atas diharapkan dapat memberikan panduan komprehensif bagi asuhan keperawatan pasien dengan keluhan telinga terasa tersumbat. -
Article No. 17530 | 19 May 2025
Klinis : Pasien sudah tidak kejang sudah tidak demam
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan memperhatikan kondisi pasien yang sudah tidak kejang dan tidak demam, berikut adalah kode ICD-10 yang sesuai:
1. Kode ICD-10:
- Kode: Z86.69
- Deskripsi: Riwayat lain kondisi neurologis dan mental
Penjelasan:
Kode Z86.69 digunakan untuk mengindikasikan riwayat kondisi neurologis dan mental lainnya yang tidak termasuk dalam kategori lain. Dalam kasus ini, pasien sudah tidak mengalami kejang dan demam, yang merupakan kondisi neurologis dan metabolik yang telah teratasi.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Tidak ada kode ICD-9-CM yang spesifik untuk kondisi ini, karena tidak terdapat tindakan medis yang dilakukan.
Dalam kasus ini, tidak ada tindakan medis yang perlu dikodekan menggunakan ICD-9-CM, karena pasien tidak memerlukan prosedur khusus. Pengelolaan kondisi ini berfokus pada pemantauan dan pengawasan hingga kondisi pasien benar-benar membaik. -
Article No. 17531 | 19 May 2025
Klinis : demam 40 derajat
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, yaitu demam 40 derajat, maka:
1. Kode ICD-10:
- Kode: R50.9
- Deskripsi: Demam, tidak diklasifikasi di tempat lain
Penjelasan:
- Kode ICD-10 R50.9 digunakan untuk menggambarkan kondisi demam yang tidak diklasifikasikan di tempat lain. Hal ini mencakup demam dari penyebab yang tidak diketahui atau tidak ditentukan.
- Demam dengan suhu di atas 40 derajat Celsius (104 derajat Fahrenheit) biasanya menunjukkan adanya infeksi atau kondisi medis yang memerlukan evaluasi lebih lanjut oleh tenaga kesehatan.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Tidak ada kode ICD-9-CM prosedur yang spesifik untuk kondisi demam 40 derajat. Manajemen demam biasanya melibatkan pengobatan gejala, pemantauan tanda-tanda vital, dan penanganan penyebab yang mendasarinya.
Dalam praktik klinis, tenaga kesehatan akan melakukan evaluasi yang komprehensif, termasuk pemeriksaan fisik, riwayat medis, dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mengidentifikasi penyebab demam dan memberikan penanganan yang sesuai. -
Article No. 17532 | 19 May 2025
Klinis : demam 40 derajat
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan kondisi yang Anda berikan, yaitu demam 40 derajat, dengan tone akademis dan persona pakar/perawat, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Hipertermia (00007)
- SDKI: Hipertermia
- SLKI: Manajemen Suhu Tubuh
- SIKI: Termoregulasi
Definisi:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Kemampuan individu untuk mengatur suhu tubuh dalam rentang normal.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Upaya untuk mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.
Kode:
- SDKI: 00007
- SLKI: MAN - SUHU
- SIKI: TERMO
Penjelasan Singkat:
Hipertermia adalah kondisi di mana suhu tubuh meningkat di atas rentang normal, dalam kasus ini mencapai 40 derajat Celsius. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, dehidrasi, atau paparan terhadap suhu lingkungan yang tinggi. Penanganan utama adalah menurunkan suhu tubuh melalui intervensi keperawatan, seperti memberikan kompres dingin, memastikan hidrasi yang adekuat, dan memantau tanda-tanda vital. -
Article No. 17533 | 19 May 2025
Klinis : Ny. A, seorang guru TK berusia 28 tahun, dibawa ke IGD RS dengan kondisi gawat darurat setelah tiga hari mengalami demam tinggi mencapai 39°C disertai munculnya ruam merah yang dengan cepat berubah menjadi lepuh-lepuh besar berisi cairan di seluruh wajah, dada, dan lengan. Pasien mengeluhkan nyeri hebat yang digambarkan seperti terbakar dengan intensitas 8/10 pada skala nyeri, dimana rasa sakit tersebut muncul secara spontan dan semakin parah ketika kulit yang terkena tersentuh atau bergesekan dengan pakaian. Nyeri ini bersifat terus-menerus dan sangat mengganggu terutama di area bibir dan tangan, membuat pasien tidak mampu melakukan aktivitas sederhana sekalipun seperti membuka mata atau menelan ludah. Riwayat penyakit mengungkapkan bahwa gejala muncul 24 jam setelah pasien mengkonsumsi kombinasi paracetamol dan ibuprofen untuk mengatasi sakit kepala dan demam. Perkembangan gejala yang sangat cepat ini disertai dengan mata merah berair dan munculnya luka-luka di dalam mulut yang membuat pasien sama sekali tidak bisa makan atau minum. Riwayat kesehatan masa lalu pasien menunjukkan adanya alergi terhadap sulfonamide saat kecil dan pernah mengalami reaksi kulit ringan terhadap beberapa jenis antibiotik. Latar belakang keluarga pasien memperlihatkan kecenderungan alergi dan atopi yang kuat dimana ibunya pernah mengalami ruam obat setelah mengkonsumsi amoxicillin dan adik kandungnya menderita asma serta alergi lateks. Kakek dari pihak ibu diketahui memiliki riwayat diabetes melitus tipe 2 sedangkan neneknya menderita asma kronis. Secara fisiologis, kondisi pasien sangat terganggu dimana asupan makanan dan cairan berkurang drastis akibat nyeri hebat di mulut, pola tidur tidak teratur karena rasa tidak nyaman yang konstan, dan kemampuan bergerak sangat terbatas akibat lesi kulit yang luas. Dari sisi psikologis, pasien tampak sangat cemas dan terus bertanya apakah kulitnya akan kembali normal, sering menangis ketika mengingat anaknya yang masih kecil, serta menunjukkan tanda-tanda depresi reaktif terhadap perubahan fisik yang dialaminya. Pemeriksaan fisik menyeluruh menunjukkan konjungtiva mata yang sangat merah dengan pembengkakan kelopak mata, bibir pecah-pecah dan berdarah, serta bula-bula besar yang mulai mengelupas di sekitar 30% permukaan tubuh terutama di dada, punggung, dan ekstremitas. Tanda-tanda vital saat masuk menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 98 kali per menit, frekuensi pernapasan 22 kali per menit, suhu tubuh 38.5°C, dan saturasi oksigen 96% pada udara ruangan. Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih (12.000/µL) dan kadar CRP yang tinggi (45 mg/L), sementara biopsi kulit mengkonfirmasi adanya nekrosis keratinosit dan pembentukan bula subepidermal yang khas untuk SJS. Tes kulit tambahan menunjukkan reaksi positif terhadap NSAID. Tim medis segera memulai terapi agresif berupa pemberian cairan infus RL 2000 mL per hari untuk menjaga keseimbangan cairan, serta paracetamol intravena untuk mengendalikan nyeri dengan menghindari sama sekali penggunaan NSAID. Perawatan luka dilakukan secara steril menggunakan silver sulfadiazine 1% untuk lesi kulit dan lidocaine gel 2% untuk mengurangi nyeri di area mulut. Pasien diisolasi di ruangan khusus untuk mencegah infeksi sekunder dan diawasi ketat terhadap kemungkinan berkembangnya sepsis.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, nyeri, dan keterbatasan gerak akibat lesi kulit yang luas.
2. Nyeri Kronis berhubungan dengan lesi kulit dan mukosa yang menyebabkan rasa terbakar dan kesulitan beraktivitas.
3. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan dermatitis eksfoliativa dan pembentukan bula subepidermal.
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit dan mukosa serta penurunan sistem imun.
5. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik akibat lesi kulit yang luas.
6. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan kondisi yang mengancam jiwa dan ketidakpastian prognosis.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Intoleransi Aktivitas:
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara bertahap sesuai toleransi.
- Pasien dapat menggunakan alat bantu mobilisasi dengan benar.
- Pasien dapat mengelola kelelahan yang dirasakan.
2. Nyeri Kronis:
- Pasien dapat mengungkapkan nyeri yang dirasakan dengan akurat.
- Pasien dapat menunjukkan penurunan skor nyeri dari 8/10 menjadi 4/10 atau kurang.
- Pasien dapat menggunakan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri.
3. Integritas Kulit:
- Lesi kulit menunjukkan perbaikan dan penyembuhan.
- Pasien dapat merawat luka dengan benar.
- Pasien dapat mencegah terjadinya komplikasi, seperti infeksi.
4. Risiko Infeksi:
- Tidak terjadi tanda-tanda infeksi, seperti demam, peningkatan leukosit, dan peningkatan CRP.
- Pasien dapat berpartisipasi dalam prosedur pemberian antibiotik dan perawatan luka secara tepat.
- Pasien dapat mempertahankan status nutrisi dan hidrasi yang adekuat.
5. Citra Tubuh:
- Pasien dapat menerima perubahan fisik yang terjadi.
- Pasien dapat mengekspresikan perasaan positif terhadap penampilan fisiknya.
- Pasien dapat berpartisipasi dalam perawatan dan pemulihan kondisi kulit.
6. Ansietas:
- Pasien dapat mengidentifikasi sumber kecemasan dan mengungkapkan perasaannya.
- Pasien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
- Pasien dapat menunjukkan penurunan skor kecemasan dari tingkat sedang menjadi rendah.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Intoleransi Aktivitas:
- Kaji tingkat aktivitas dan toleransi pasien.
- Bantu pasien melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan.
- Ajarkan teknik penggunaan alat bantu mobilisasi.
- Lakukan manajemen energi untuk mengelola kelelahan.
2. Nyeri Kronis:
- Kaji karakteristik nyeri pasien secara komprehensif.
- Berikan analgetik sesuai resep untuk mengendalikan nyeri.
- Ajarkan teknik nonfarmakologis, seperti relaksasi dan distraksi, untuk mengatasi nyeri.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk mengevaluasi dan menyesuaikan terapi analgetik.
3. Integritas Kulit:
- Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
- Berikan topikal silver sulfadiazine untuk mempercepat penyembuhan lesi kulit.
- Berikan lidokain gel untuk mengurangi nyeri pada lesi mukosa.
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang perawatan luka yang tepat.
4. Risiko Infeksi:
- Lakukan isolasi dan pencegahan infeksi sesuai protokol.
- Monitor tanda-tanda infeksi, seperti suhu, leukosit, dan CRP.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antibiotik dan perawatan luka yang tepat.
- Anjurkan pasien untuk mempertahankan status nutrisi dan hidrasi yang adekuat.
5. Citra Tubuh:
- Kaji persepsi pasien tentang perubahan fisik yang terjadi.
- Beri dukungan emosional dan bantu pasien untuk menerima perubahan fisik.
- Dorong pasien untuk terlibat dalam perawatan dan pemulihan kondisi kulit.
- Kolaborasi dengan konselor/psikolog untuk membantu pasien dalam beradaptasi.
6. Ansietas:
- Kaji tingkat kecemasan pasien dan identifikasi sumber kecemasannya.
- Fasilitasi pasien untuk mengungkapkan perasaan dan kecemasannya.
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi kecemasan.
- Berikan informasi yang jelas dan akurat tentang kondisi dan rencana perawatan.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan mental untuk intervensi psikologis yang sesuai.
Penjelasan:
Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien mengalami kondisi klinis yang sesuai dengan Sindrom Stevens-Johnson (SJS), yang merupakan reaksi obat yang mengancam jiwa. Diagnosis keperawatan yang sesuai mencakup masalah fisik, psikologis, dan risiko kesehatan yang dialami pasien. Luaran/output yang diharapkan dan intervensi keperawatan yang diperlukan ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut secara komprehensif, dengan mempertimbangkan aspek fisik, psikologis, dan sosial pasien. Pendekatan kolaboratif dengan tim medis juga diperlukan untuk memastikan tatalaksana yang tepat dan mencegah komplikasi yang dapat berakibat fatal. Tone yang digunakan adalah akademis, sejalan dengan peran saya sebagai pakar perawat yang memberikan asuhan keperawatan yang terstruktur dan berdasarkan bukti terbaik.