Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 17725 | 23 May 2025
Klinis : Tn. A, laki-laki berusia 42 tahun, suku Jawa, bekerja sebagai staf administrasi kantor desa, datang ke Poliklinik Neurologi RSND Semarang pada tanggal 22 Januari 2024 pukul 08.00 dengan nomor rekam medis 075xxx. Pasien datang dalam keadaan sadar, diantar oleh istrinya menggunakan kursi roda, dengan keluhan utama tidak bisa berjalan. Pasien mengeluh kedua tungkai terasa berat dan lemah sejak tiga bulan terakhir. Awalnya, hanya tungkai kiri yang terasa berat dan sulit digerakkan. Setelah satu bulan, keluhan serupa muncul pada tungkai kanan, meskipun tidak seberat sisi kiri. Saat ini pasien hanya mampu duduk di kursi roda dan tidak dapat berjalan secara mandiri. Pasien juga menyampaikan keluhan kesemutan dan sensasi tebal pada tangan dan kaki kiri, terutama pada jari ke-3 hingga ke-5 tangan kiri dan punggung kaki kiri. Keluhan ini telah dirasakan sejak sekitar 10 tahun lalu, awalnya muncul hilang-timbul dan semakin sering dirasakan dalam satu tahun terakhir. Selain itu, pasien mengeluhkan gangguan penglihatan pada mata kanan sejak 5 tahun terakhir, berupa pandangan kabur yang muncul dan hilang dalam periode beberapa bulan. Pandangan kabur ini kembali muncul sejak empat bulan terakhir dan belum membaik. Istri pasien mengatakan bahwa suaminya terkadang mengompol ini dialami sejak 3 bulan terakhir, pasien mengatakan ia sering merasa BAK disaat malam hari10 tahun yang lalu pasien pernah mengalami kelemahan pada sisi tubuh kiri dan sempat dirawat selama satu minggu di rumah sakit dengan diagnosis stroke. Keluhan tersebut membaik setelah pulang tanpa terapi lanjutan. Namun dalam 10 tahun terakhir, pasien mengalami kekambuhan berulang berupa kelemahan ekstremitas, gangguan penglihatan, dan parestesia yang berlangsung selama beberapa bulan dan membaik secara spontan tanpa pengobatan atau fisioterapi. Pasien merupakan perokok aktif sejak usia 15 tahun dan saat ini menghabiskan sekitar tiga batang rokok per hari. Pemeriksaan neurologis menunjukkan adanya penurunan tajam penglihatan pada mata kanan dengan visus 1/60. Ditemukan pula parese nervus kranialis VII sinistra supra-nuclear, paraparese tipe UMN dengan tenaga ekstrimitas bawah sinistra grade 2 dan dekstra grade 4, dengan peningkatan tonus di kedua ekstrimitas bawah. Didapati pula hiperreflek pada ekstrimitas bawah kanan disertai dengan klonus pada ekstrimitas bawah kiri. Otot-otot ekstrimitas bawah kiri tampak atropi dibandingkan dengan ekstrimitas kanan. Gangguan sensibilitas ditemukan pada manus dan paedis sinistra dengan parestesia dan hipestesi. Gangguan rasa gerak dan rasa sikap (proprioseptif) didapatkan dominan dirasakan pada falang 3,4, dan 5 manus sinistra. Kemudian pasien dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan MRI kepala. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dengan leukosit 12,7 x 103/µL, dominasi sel polimorfonuklear dengan neutrofil leukosit ratio 7,96. Komponen darah lainnya dalam batas normal. Hasil fungsi ginjal pasien dalam batas normal, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan dengan kontras. MRI kepala tanpa kontras menunjukkan adanya multiple lesion pada juxtacortical hemisfer serebri bilateral, paraventrikel bilateral dan lobus temporal sinistra, dengan ukuran yang bervariasi. Tampak pula perubahan intensitas pada serebelum sinistra. Lesi-lesi tersebut ditepretasikan sugestif terhadap MS sehingga pasien dirujuk ke RSUP Dr. Kariadi semarang untuk penanganan lebih lanjut.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Gangguan Mobilitas Fisik
- Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik yang disebabkan oleh penurunan kekuatan, daya tahan, atau kontrol otot.
- Faktor yang Berhubungan: Penyakit neurologis.
2. Perubahan Sensasi
- Definisi: Persepsi indera yang abnormal terhadap rangsangan, yang disebabkan oleh perubahan di sistem saraf.
- Faktor yang Berhubungan: Penyakit neurologis.
3. Inkontinensia Urine
- Definisi: Kehilangan kemampuan mengontrol pengeluaran urine secara tidak disengaja.
- Faktor yang Berhubungan: Penyakit neurologis.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Mobilitas Fisik
- Kriteria Hasil:
- Pasien dapat bergerak dengan bantuan minimal dalam beraktivitas sehari-hari.
- Pasien menunjukkan koordinasi gerakan yang membaik.
- Pasien menunjukkan kekuatan otot yang membaik.
2. Sensasi Persepsi
- Kriteria Hasil:
- Pasien melaporkan perubahan sensasi yang berkurang.
- Pasien menunjukkan peningkatan kemampuan dalam merasakan sensasi.
- Pasien menunjukkan peningkatan kemampuan dalam menggerakkan ekstremitas.
3. Kontrol Eliminasi Urine
- Kriteria Hasil:
- Pasien dapat mengontrol pengeluaran urine secara mandiri.
- Pasien tidak mengalami episode inkontinensia urine.
- Pasien menunjukkan pola berkemih yang normal.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Intervensi untuk Gangguan Mobilitas Fisik:
- Terapi latihan pergerakan
- Pelatihan aktivitas kehidupan sehari-hari
- Manajemen energi
- Perawatan kulit dan pencegahan luka tekan
2. Intervensi untuk Perubahan Sensasi:
- Terapi modalitas sensorik
- Manajemen nyeri
- Terapi psikologis
- Edukasi tentang perubahan sensasi
3. Intervensi untuk Inkontinensia Urine:
- Manajemen eliminasi
- Terapi latihan otot dasar panggul
- Terapi kandung kemih
- Edukasi tentang manajemen inkontinensia urine
Penjelasan yang Rinci dan Terperinci:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien mengalami berbagai keluhan neurologis yang terkait dengan gangguan mobilitas fisik, perubahan sensasi, dan inkontinensia urine. Diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Gangguan Mobilitas Fisik, Perubahan Sensasi, dan Inkontinensia Urine. Masing-masing diagnosa memiliki definisi dan faktor yang berhubungan sesuai dengan kondisi pasien.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Untuk setiap diagnosa keperawatan, terdapat luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan diberikan. Pada Gangguan Mobilitas Fisik, diharapkan pasien dapat bergerak dengan bantuan minimal, menunjukkan koordinasi gerakan yang membaik, dan kekuatan otot yang membaik. Pada Perubahan Sensasi, diharapkan pasien melaporkan perubahan sensasi yang berkurang, menunjukkan peningkatan kemampuan dalam merasakan sensasi dan menggerakkan ekstremitas. Pada Inkontinensia Urine, diharapkan pasien dapat mengontrol pengeluaran urine secara mandiri, tidak mengalami episode inkontinensia, dan menunjukkan pola berkemih yang normal.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, diperlukan intervensi keperawatan yang sesuai. Pada Gangguan Mobilitas Fisik, intervensi yang dapat diberikan adalah terapi latihan pergerakan, pelatihan aktivitas kehidupan sehari-hari, manajemen energi, dan perawatan kulit serta pencegahan luka tekan. Pada Perubahan Sensasi, intervensi yang dapat diberikan adalah terapi modalitas sensorik, manajemen nyeri, terapi psikologis, dan edukasi tentang perubahan sensasi. Pada Inkontinensia Urine, intervensi yang dapat diberikan adalah manajemen eliminasi, terapi latihan otot dasar panggul, terapi kandung kemih, dan edukasi tentang manajemen inkontinensia urine. -
Article No. 17726 | 23 May 2025
Klinis : pasien dibawa oleh keluarga ke Pasien datang ke IGD RSUD Dr Soeratno gemolong pada tanggal 22 mei 2025 pada pukul 21.26 wib dan saat di igd ibu pasien mengatakan pasien demam sejak 2 Jam SMRS. Demam dirasakan terus menerus. Ibu pasien mengatakan saat tidur tiba-tiba anak terbangun seperti orang terkejut, kejang dengan badan kaku mata terbuka namun diam saja tidak respon saat diajak bicara ataupun saat tubuhnya digerakan. Durasi <5 menit, setelah itu pasien cenderung mengantuk. kejang pasien muntah 1x berisi makanan hasil pemeriksaan tanda tanda vital di igd N : 126x/menit, RR : 36x/menit, Spo2 : 96% on RA dan S: 41°C saat di igd pasien mendapatkan infus asering 7tpm, infus Paracetamol 200cc/8jam, ranitidin 20mg/8jam, ondansetron 20/12jam. lalu pasien dipindahkan ke bangsal pada tanggal 23 mei 2025 pukul 05.42 wib saat dikaji ibu pasien mengatakan anaknya demam dan pusing dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital N : 146x/menit, RR : 25x/menit, spo2 98% on RA, dan S : 37,7 °C saat dibangsal pasien mendapatkan infus asering 7tpm, infus Paracetamol 200cc/8jam, ranitidin 20mg/8jam, ondansetron 20/12jam.ibu pasien mengatakan pasien pernah menjalani operasi pemasangan vp shunt post jatuh di RSDM dan ibu pasien mengatakan pasien kejang 3x dan rutin kontrol ke rsud dr soeratno gemolong
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Risiko Kerusakan Otak Berhubungan dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
- Definisi: Keadaan rentan terhadap terjadinya cedera pada struktur dan fungsi otak akibat peningkatan TIK.
- Karakteristik Definisi: Adanya riwayat operasi pemasangan VP shunt, kejang berulang, penurunan kesadaran, peningkatan tanda-tanda vital.
2. Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital Berhubungan dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
- Definisi: Keadaan rentan terhadap perubahan atau ketidakstabilan tanda-tanda vital akibat peningkatan TIK.
- Karakteristik Definisi: Adanya peningkatan denyut nadi, laju pernapasan, suhu tubuh, dan perubahan saturasi oksigen.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Risiko Kerusakan Otak
- Tujuan: Pasien akan menunjukkan penurunan risiko kerusakan otak selama perawatan.
- Kriteria Hasil:
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK (mis. penurunan kesadaran, perubahan tanda-tanda vital)
- Tidak ada komplikasi terkait operasi VP shunt
- Tidak ada kejang berulang
2. Stabilitas Tanda-Tanda Vital
- Tujuan: Pasien akan menunjukkan stabilitas tanda-tanda vital selama perawatan.
- Kriteria Hasil:
- Denyut nadi, laju pernapasan, suhu tubuh, dan saturasi oksigen dalam kisaran normal
- Tidak ada perubahan signifikan pada tanda-tanda vital
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Risiko Kerusakan Otak Berhubungan dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
- Monitor status neurologis pasien secara rutin (mis. tingkat kesadaran, respons pupil, tanda-tanda defisit neurologis)
- Pertahankan posisi kepala pasien dalam posisi netral untuk meminimalkan peningkatan TIK
- Berikan obat-obatan sesuai indikasi untuk mengendalikan peningkatan TIK (mis. antikonvulsan, diuretik)
- Kolaborasi dengan tim medis untuk memastikan perawatan VP shunt yang optimal
- Lakukan edukasi kepada keluarga tentang tanda-tanda peningkatan TIK dan pentingnya menjaga kepatuhan kontrol rutin
2. Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital Berhubungan dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
- Monitor tanda-tanda vital pasien secara rutin (mis. denyut nadi, laju pernapasan, suhu tubuh, saturasi oksigen)
- Berikan obat-obatan sesuai indikasi untuk menstabilkan tanda-tanda vital (mis. antipiretik, antiemetik)
- Pertahankan intake dan output cairan yang adekuat untuk menjaga stabilitas hemodinamik
- Kolaborasi dengan tim medis untuk mengatasi penyebab ketidakstabilan tanda-tanda vital
- Lakukan edukasi kepada keluarga tentang pentingnya pemantauan tanda-tanda vital dan tindakan segera jika terjadi perubahan
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan ditentukan berdasarkan karakteristik definisi yang ditemukan pada pasien, yaitu adanya riwayat operasi pemasangan VP shunt, kejang berulang, penurunan kesadaran, serta perubahan tanda-tanda vital yang menunjukkan adanya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Oleh karena itu, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah "Risiko Kerusakan Otak Berhubungan dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)" dan "Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital Berhubungan dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)".
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
Luaran yang diharapkan adalah penurunan risiko kerusakan otak dan stabilitas tanda-tanda vital selama perawatan. Untuk risiko kerusakan otak, kriteria hasil yang diharapkan adalah tidak adanya tanda-tanda peningkatan TIK, tidak ada komplikasi terkait operasi VP shunt, dan tidak ada kejang berulang. Sedangkan untuk stabilitas tanda-tanda vital, kriteria hasil yang diharapkan adalah denyut nadi, laju pernapasan, suhu tubuh, dan saturasi oksigen berada dalam kisaran normal, serta tidak ada perubahan signifikan pada tanda-tanda vital.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran adalah:
1. Risiko Kerusakan Otak Berhubungan dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK):
- Monitor status neurologis pasien secara rutin untuk mendeteksi tanda-tanda peningkatan TIK.
- Pertahankan posisi kepala pasien dalam posisi netral untuk meminimalkan peningkatan TIK.
- Berikan obat-obatan sesuai indikasi untuk mengendalikan peningkatan TIK, seperti antikonvulsan dan diuretik.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk memastikan perawatan VP shunt yang optimal.
- Lakukan edukasi kepada keluarga tentang tanda-tanda peningkatan TIK dan pentingnya menjaga kepatuhan kontrol rutin.
2. Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital Berhubungan dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK):
- Monitor tanda-tanda vital pasien secara rutin untuk deteksi dini perubahan.
- Berikan obat-obatan sesuai indikasi untuk menstabilkan tanda-tanda vital, seperti antipiretik dan antiemetik.
- Pertahankan intake dan output cairan yang adekuat untuk menjaga stabilitas hemodinamik.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk mengatasi penyebab ketidakstabilan tanda-tanda vital.
- Lakukan edukasi kepada keluarga tentang pentingnya pemantauan tanda-tanda vital dan tindakan segera jika terjadi perubahan.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaborasi yang baik dengan tim medis, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diharapkan, yaitu penurunan risiko kerusakan otak dan stabilitas tanda-tanda vital selama perawatan. -
Article No. 17727 | 23 May 2025
Klinis : pasien dibawa oleh keluarga ke Pasien datang ke IGD RSUD Dr Soeratno gemolong pada tanggal 22 mei 2025 pada pukul 21.26 wib dan saat di igd ibu pasien mengatakan pasien demam sejak 2 Jam SMRS. Demam dirasakan terus menerus. Ibu pasien mengatakan saat tidur tiba-tiba anak terbangun seperti orang terkejut, kejang dengan badan kaku mata terbuka namun diam saja tidak respon saat diajak bicara ataupun saat tubuhnya digerakan. Durasi <5 menit, setelah itu pasien cenderung mengantuk. kejang pasien muntah 1x berisi makanan hasil pemeriksaan tanda tanda vital di igd N : 126x/menit, RR : 36x/menit, Spo2 : 96% on RA dan S: 41°C saat di igd pasien mendapatkan infus asering 7tpm, infus Paracetamol 200cc/8jam, ranitidin 20mg/8jam, ondansetron 20/12jam. lalu pasien dipindahkan ke bangsal pada tanggal 23 mei 2025 pukul 05.42 wib saat dikaji ibu pasien mengatakan anaknya demam dan pusing dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital N : 146x/menit, RR : 25x/menit, spo2 98% on RA, dan S : 37,7 °C saat dibangsal pasien mendapatkan infus asering 7tpm, infus Paracetamol 200cc/8jam, ranitidin 20mg/8jam, ondansetron 20/12jam.ibu pasien mengatakan pasien pernah menjalani operasi pemasangan vp shunt post jatuh di RSDM dan ibu pasien mengatakan pasien kejang 3x dan rutin kontrol ke rsud dr soeratno gemolong
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang diberikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI beserta kodenya dan definisinya yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan kejang
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kode: 00047
Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami gangguan pada epidermis dan/atau dermis.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Kode: 00301
Definisi: Individu dapat mempertahankan integritas kulit yang utuh.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Kode: 00003
Definisi: Tindakan yang dilakukan untuk menjaga dan memperbaiki integritas kulit.
2. Risiko Injury berhubungan dengan kejang
SDKI:
Kode: 00035
Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami kerusakan fisik.
SLKI:
Kode: 00310
Definisi: Individu dapat terhindar dari bahaya yang dapat menyebabkan cedera.
SIKI:
Kode: 00006
Definisi: Tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengurangi risiko terjadinya cedera.
3. Hipertermia berhubungan dengan infeksi
SDKI:
Kode: 00007
Definisi: Peningkatan suhu tubuh di atas batas normal.
SLKI:
Kode: 00307
Definisi: Individu dapat mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.
SIKI:
Kode: 00008
Definisi: Tindakan yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh yang meningkat.
Penjelasan singkat:
Pasien mengalami demam tinggi, kejang, dan pusing yang merupakan tanda-tanda adanya infeksi. Selain itu, pasien juga berisiko mengalami kerusakan integritas kulit dan cedera akibat kejang. Oleh karena itu, diagnosis keperawatan yang sesuai adalah Risiko Kerusakan Integritas Kulit, Risiko Injury, dan Hipertermia. -
Article No. 17728 | 23 May 2025
Klinis : pasien dibawa oleh keluarga ke Pasien datang ke IGD RSUD Dr Soeratno gemolong pada tanggal 22 mei 2025 pada pukul 21.26 wib dan saat di igd ibu pasien mengatakan pasien demam sejak 2 Jam SMRS. Demam dirasakan terus menerus. Ibu pasien mengatakan saat tidur tiba-tiba anak terbangun seperti orang terkejut, kejang dengan badan kaku mata terbuka namun diam saja tidak respon saat diajak bicara ataupun saat tubuhnya digerakan. Durasi <5 menit, setelah itu pasien cenderung mengantuk. kejang pasien muntah 1x berisi makanan hasil pemeriksaan tanda tanda vital di igd N : 126x/menit, RR : 36x/menit, Spo2 : 96% on RA dan S: 41°C saat di igd pasien mendapatkan infus asering 7tpm, infus Paracetamol 200cc/8jam, ranitidin 20mg/8jam, ondansetron 20/12jam. lalu pasien dipindahkan ke bangsal pada tanggal 23 mei 2025 pukul 05.42 wib saat dikaji ibu pasien mengatakan anaknya demam dan pusing dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital N : 146x/menit, RR : 25x/menit, spo2 98% on RA, dan S : 37,7 °C saat dibangsal pasien mendapatkan infus asering 7tpm, infus Paracetamol 200cc/8jam, ranitidin 20mg/8jam, ondansetron 20/12jam.ibu pasien mengatakan pasien pernah menjalani operasi pemasangan vp shunt post jatuh di RSDM dan ibu pasien mengatakan pasien kejang 3x dan rutin kontrol ke rsud dr soeratno gemolong
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: G40.3
- Deskripsi: Epilepsi dan sindrom epileptik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain, dengan kejang parsial kompleks
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 02.2
- Deskripsi: Implantasi alat bantuan ventrikuloperitoneal (VP) untuk syunt hidrocephalus
Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien ini mengalami kejang parsial kompleks yang merupakan salah satu manifestasi dari epilepsi. Hal ini sesuai dengan kode ICD-10 G40.3 untuk Epilepsi dan sindrom epileptik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain, dengan kejang parsial kompleks.
Selain itu, pasien juga memiliki riwayat pemasangan alat bantuan ventrikuloperitoneal (VP) syunt akibat jatuh di masa lalu. Tindakan pemasangan VP syunt ini tercakup dalam kode ICD-9-CM 02.2.
Adapun temuan klinis lainnya, seperti demam, muntah, dan perubahan tanda-tanda vital, merupakan gejala penyerta yang dapat terkait dengan kondisi epilepsi dan riwayat VP syunt pada pasien ini. -
Article No. 17729 | 23 May 2025
Klinis : pasien dibawa oleh keluarga ke Pasien datang ke IGD RSUD Dr Soeratno gemolong pada tanggal 22 mei 2025 pada pukul 21.26 wib dan saat di igd ibu pasien mengatakan pasien demam sejak 2 Jam SMRS. Demam dirasakan terus menerus. Ibu pasien mengatakan saat tidur tiba-tiba anak terbangun seperti orang terkejut, kejang dengan badan kaku mata terbuka namun diam saja tidak respon saat diajak bicara ataupun saat tubuhnya digerakan. Durasi <5 menit, setelah itu pasien cenderung mengantuk. kejang pasien muntah 1x berisi makanan hasil pemeriksaan tanda tanda vital di igd N : 126x/menit, RR : 36x/menit, Spo2 : 96% on RA dan S: 41°C saat di igd pasien mendapatkan infus asering 7tpm, infus Paracetamol 200cc/8jam, ranitidin 20mg/8jam, ondansetron 20/12jam. lalu pasien dipindahkan ke bangsal pada tanggal 23 mei 2025 pukul 05.42 wib saat dikaji ibu pasien mengatakan anaknya demam dan pusing dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital N : 146x/menit, RR : 25x/menit, spo2 98% on RA, dan S : 37,7 °C saat dibangsal pasien mendapatkan infus asering 7tpm, infus Paracetamol 200cc/8jam, ranitidin 20mg/8jam, ondansetron 20/12jam.ibu pasien mengatakan pasien pernah menjalani operasi pemasangan vp shunt post jatuh di RSDM dan ibu pasien mengatakan pasien kejang 3x dan rutin kontrol ke rsud dr soeratno gemolong
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosis keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko ketidakstabilan neurovaskular berhubungan dengan riwayat operasi pemasangan VP shunt post jatuh.
2. Ketidakefektifan pola tidur berhubungan dengan kejang dan demam.
3. Nyeri akut berhubungan dengan demam.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Risiko ketidakstabilan neurovaskular:
- Tanda-tanda vital stabil
- Tidak terjadi komplikasi akibat ketidakstabilan neurovaskular
- Pasien mampu mengontrol faktor risiko yang dapat menyebabkan ketidakstabilan neurovaskular
2. Ketidakefektifan pola tidur:
- Pasien dapat tidur tanpa terganggu oleh kejang atau demam
- Pasien dapat beristirahat dengan cukup
- Pasien tidak merasa lelah atau mengantuk saat bangun
3. Nyeri akut:
- Pasien dapat mengontrol nyeri yang dirasakan
- Skala nyeri pasien menurun
- Pasien dapat beristirahat dengan nyaman
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko ketidakstabilan neurovaskular:
- Monitoring tanda-tanda vital secara berkala
- Observasi tanda-tanda komplikasi seperti penurunan kesadaran, kejang, atau perubahan neurologis
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi yang sesuai
- Edukasi kepada keluarga tentang tanda-tanda komplikasi dan cara mencegahnya
2. Ketidakefektifan pola tidur:
- Identifikasi faktor-faktor yang mengganggu tidur pasien
- Terapkan teknik relaksasi dan manajemen stres
- Atur lingkungan yang nyaman untuk tidur
- Berikan terapi farmakologis jika diperlukan
3. Nyeri akut:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik yang sesuai
- Terapkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri, seperti kompres hangat, distraksi, dan relaksasi
- Evaluasi efektivitas intervensi dan lakukan penyesuaian jika diperlukan
Penjelasan di atas mencakup diagnosis keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk menangani kondisi pasien secara komprehensif. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, silakan tanyakan. -
Article No. 17730 | 23 May 2025
Klinis : pasien dibawa oleh keluarga ke Pasien datang ke IGD RSUD Dr Soeratno gemolong pada tanggal 22 mei 2025 pada pukul 21.26 wib dan saat di igd ibu pasien mengatakan pasien demam sejak 2 Jam SMRS. Demam dirasakan terus menerus. Ibu pasien mengatakan saat tidur tiba-tiba anak terbangun seperti orang terkejut, kejang dengan badan kaku mata terbuka namun diam saja tidak respon saat diajak bicara ataupun saat tubuhnya digerakan. Durasi <5 menit, setelah itu pasien cenderung mengantuk. kejang pasien muntah 1x berisi makanan hasil pemeriksaan tanda tanda vital di igd N : 126x/menit, RR : 36x/menit, Spo2 : 96% on RA dan S: 41°C saat di igd pasien mendapatkan infus asering 7tpm, infus Paracetamol 200cc/8jam, ranitidin 20mg/8jam, ondansetron 20/12jam. lalu pasien dipindahkan ke bangsal pada tanggal 23 mei 2025 pukul 05.42 wib saat dikaji ibu pasien mengatakan anaknya demam dan pusing dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital N : 146x/menit, RR : 25x/menit, spo2 98% on RA, dan S : 37,7 °C saat dibangsal pasien mendapatkan infus asering 7tpm, infus Paracetamol 200cc/8jam, ranitidin 20mg/8jam, ondansetron 20/12jam.ibu pasien mengatakan pasien pernah menjalani operasi pemasangan vp shunt post jatuh di RSDM dan ibu pasien mengatakan pasien kejang 3x dan rutin kontrol ke rsud dr soeratno gemolong
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang dideskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI):
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Kejang Berhubungan Dengan Peningkatan Suhu Tubuh
- Definisi: Keadaan rentan terhadap terjadinya aktivitas listrik abnormal pada otak yang ditandai dengan perubahan kesadaran, perilaku, sensasi, atau fungsi motorik.
- Faktor Risiko: Peningkatan suhu tubuh, riwayat kejang demam, dan kondisi medis yang dapat menyebabkan kejang (misalnya, hidrosefali, tumor otak).
2. Risiko Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan Dengan Demam
- Definisi: Keadaan rentan terhadap kerusakan pada lapisan kulit, jaringan di bawahnya, atau struktur yang menyertainya.
- Faktor Risiko: Demam, penurunan sensasi, dan penurunan mobilitas.
3. Pola Napas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Peningkatan Suhu Tubuh
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan ventilasi yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
- Faktor Berhubungan: Peningkatan suhu tubuh, nyeri, kecemasan, dan perubahan neurologis.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Risiko Kejang Berhubungan Dengan Peningkatan Suhu Tubuh:
- Kontrol Kejang: Pasien akan menunjukkan tidak ada kejang selama masa perawatan.
- Stabilitas Tanda-Tanda Vital: Pasien akan menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil dalam rentang normal.
- Pengetahuan: Keluarga akan menunjukkan pemahaman tentang pencegahan dan penatalaksanaan kejang.
2. Risiko Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan Dengan Demam:
- Integritas Kulit: Pasien akan menunjukkan kulit yang utuh dan tidak terjadi kerusakan.
- Kontrol Suhu Tubuh: Pasien akan menunjukkan suhu tubuh yang stabil dalam rentang normal.
- Perawatan Kulit: Keluarga akan menunjukkan kemampuan dalam melakukan perawatan kulit yang efektif.
3. Pola Napas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Peningkatan Suhu Tubuh:
- Ventilasi Adekuat: Pasien akan menunjukkan pola napas yang efektif dengan frekuensi napas dan oksigenasi yang adekuat.
- Stabilitas Tanda-Tanda Vital: Pasien akan menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil dalam rentang normal.
- Manajemen Nyeri: Pasien akan menunjukkan penurunan intensitas nyeri selama perawatan.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko Kejang Berhubungan Dengan Peningkatan Suhu Tubuh:
- Pantau tanda-tanda vital secara rutin.
- Observasi tanda-tanda kejang dan respon pasien.
- Berikan obat antikonvulsif sesuai instruksi medis.
- Ajarkan keluarga tentang pencegahan dan penatalaksanaan kejang.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pengelolaan medis yang tepat.
2. Risiko Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan Dengan Demam:
- Pantau suhu tubuh secara rutin.
- Berikan kompres hangat untuk menurunkan demam.
- Jaga kebersihan dan kelembapan kulit.
- Ajarkan keluarga tentang perawatan kulit yang efektif.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pengelolaan medis yang tepat.
3. Pola Napas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Peningkatan Suhu Tubuh:
- Pantau tanda-tanda vital, terutama frekuensi napas.
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
- Ajarkan teknik pernapasan yang efektif.
- Manajemen nyeri untuk mengurangi kerja napas.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pengelolaan medis yang tepat.
Penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas telah diberikan. Tone yang digunakan adalah akademis, dan persona yang digunakan adalah pakar/perawat. -
Article No. 17731 | 23 May 2025
Klinis : Tn. A, laki-laki berusia 42 tahun, suku Jawa, bekerja sebagai staf administrasi kantor desa, datang ke Poliklinik Neurologi RSND Semarang pada tanggal 22 Januari 2024 pukul 08.00 dengan nomor rekam medis 075xxx. Pasien datang dalam keadaan sadar, diantar oleh istrinya menggunakan kursi roda, dengan keluhan utama tidak bisa berjalan. Pasien mengeluh kedua tungkai terasa berat dan lemah sejak tiga bulan terakhir. Awalnya, hanya tungkai kiri yang terasa berat dan sulit digerakkan. Setelah satu bulan, keluhan serupa muncul pada tungkai kanan, meskipun tidak seberat sisi kiri. Saat ini pasien hanya mampu duduk di kursi roda dan tidak dapat berjalan secara mandiri. Pasien juga menyampaikan keluhan kesemutan dan sensasi tebal pada tangan dan kaki kiri, terutama pada jari ke-3 hingga ke-5 tangan kiri dan punggung kaki kiri. Keluhan ini telah dirasakan sejak sekitar 10 tahun lalu, awalnya muncul hilang-timbul dan semakin sering dirasakan dalam satu tahun terakhir. Selain itu, pasien mengeluhkan gangguan penglihatan pada mata kanan sejak 5 tahun terakhir, berupa pandangan kabur yang muncul dan hilang dalam periode beberapa bulan. Pandangan kabur ini kembali muncul sejak empat bulan terakhir dan belum membaik. Istri pasien mengatakan bahwa suaminya terkadang mengompol ini dialami sejak 3 bulan terakhir, pasien mengatakan ia sering merasa BAK disaat malam hari10 tahun yang lalu pasien pernah mengalami kelemahan pada sisi tubuh kiri dan sempat dirawat selama satu minggu di rumah sakit dengan diagnosis stroke. Keluhan tersebut membaik setelah pulang tanpa terapi lanjutan. Namun dalam 10 tahun terakhir, pasien mengalami kekambuhan berulang berupa kelemahan ekstremitas, gangguan penglihatan, dan parestesia yang berlangsung selama beberapa bulan dan membaik secara spontan tanpa pengobatan atau fisioterapi. Pasien merupakan perokok aktif sejak usia 15 tahun dan saat ini menghabiskan sekitar tiga batang rokok per hari. Pemeriksaan neurologis menunjukkan adanya penurunan tajam penglihatan pada mata kanan dengan visus 1/60. Ditemukan pula parese nervus kranialis VII sinistra supra-nuclear, paraparese tipe UMN dengan tenaga ekstrimitas bawah sinistra grade 2 dan dekstra grade 4, dengan peningkatan tonus di kedua ekstrimitas bawah. Didapati pula hiperreflek pada ekstrimitas bawah kanan disertai dengan klonus pada ekstrimitas bawah kiri. Otot-otot ekstrimitas bawah kiri tampak atropi dibandingkan dengan ekstrimitas kanan. Gangguan sensibilitas ditemukan pada manus dan paedis sinistra dengan parestesia dan hipestesi. Gangguan rasa gerak dan rasa sikap (proprioseptif) didapatkan dominan dirasakan pada falang 3,4, dan 5 manus sinistra. Kemudian pasien dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan MRI kepala. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dengan leukosit 12,7 x 103/µL, dominasi sel polimorfonuklear dengan neutrofil leukosit ratio 7,96. Komponen darah lainnya dalam batas normal. Hasil fungsi ginjal pasien dalam batas normal, sehingga dapat dilakukan pemeriksaan dengan kontras. MRI kepala tanpa kontras menunjukkan adanya multiple lesion pada juxtacortical hemisfer serebri bilateral, paraventrikel bilateral dan lobus temporal sinistra, dengan ukuran yang bervariasi. Tampak pula perubahan intensitas pada serebelum sinistra. Lesi-lesi tersebut ditepretasikan sugestif terhadap MS sehingga pasien dirujuk ke RSUP Dr. Kariadi semarang untuk penanganan lebih lanjut.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan koordinasi otot, ditandai dengan keterbatasan kemampuan berjalan dan menggunakan kursi roda.
2. Penurunan Sensasi Somatik berhubungan dengan disfungsi saraf, ditandai dengan parestesia, hipestesi, dan gangguan proprioseptif.
3. Gangguan Persepsi Visual berhubungan dengan disfungsi saraf, ditandai dengan pandangan kabur.
4. Gangguan Inkontinensia Urin berhubungan dengan disfungsi neurologis, ditandai dengan inkontinensia urin saat malam hari.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Mobilitas Fisik: Pasien akan mampu melakukan mobilisasi dengan bantuan alat bantu (kursi roda) secara mandiri.
2. Sensasi Somatik: Pasien akan melaporkan penurunan parestesia, hipestesi, dan gangguan proprioseptif.
3. Persepsi Visual: Pasien akan melaporkan perbaikan pandangan kabur.
4. Kontrol Eliminasi Urin: Pasien akan mampu mengontrol BAK saat malam hari.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Mobilitas Fisik:
- Latihan mobilisasi dengan kursi roda
- Terapi fisik untuk meningkatkan kekuatan dan koordinasi otot
- Edukasi dan pelatihan penggunaan alat bantu mobilisasi
2. Sensasi Somatik:
- Pemantauan dan dokumentasi tanda-tanda parestesia, hipestesi, dan gangguan proprioseptif
- Intervensi nonfarmakologis, seperti terapi modalitas fisik (pijat, stimulasi kutaneus)
- Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan farmakologis, jika diperlukan
3. Persepsi Visual:
- Pemantauan dan dokumentasi tanda-tanda gangguan penglihatan
- Edukasi dan konseling terkait manajemen gangguan penglihatan
- Kolaborasi dengan dokter spesialis mata untuk penanganan lebih lanjut
4. Kontrol Eliminasi Urin:
- Pemantauan dan dokumentasi pola eliminasi urin
- Intervensi nonfarmakologis, seperti latihan kontrol BAK
- Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan farmakologis, jika diperlukan
Penjelasan yang rinci dan terperinci:
Berdasarkan kondisi pasien Tn. A, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Gangguan Mobilitas Fisik, Penurunan Sensasi Somatik, Gangguan Persepsi Visual, dan Gangguan Inkontinensia Urin. Masing-masing diagnosa memiliki luaran (SLKI) dan intervensi keperawatan (SIKI) yang spesifik untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan. Tujuan utamanya adalah untuk membantu pasien mencapai kemandirian dalam mobilisasi, meningkatkan sensasi somatik, memperbaiki persepsi visual, dan mengontrol eliminasi urin. Intervensi keperawatan yang direncanakan melibatkan terapi fisik, edukasi, kolaborasi dengan tim kesehatan lain, dan manajemen gejala. Dengan penerapan asuhan keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien dapat mencapai kondisi yang optimal dan meningkatkan kualitas hidupnya. -
Article No. 17732 | 23 May 2025
Klinis : Bayi baru lahir tanggal 30/04/2025 jam 11.04 WIB dengan section caesarea atas indikasi susp IUGR + kelainan kongenital (gastroschizis), kehamilan 37-38 minggu, G1P0A0, apgar 8/10, ketuban hijau, jenis kelamin perempuan, berat badan 2480 gram.Pasien Operasi post tutup defek dinding abdomen.Pasien terpasang intubasi dengan ETT no. 3.5 kedalaman 8.5 cm, terhubung ventilasi mekanik invasif mode PC SIMV dengan PIP: 12, PEEP: 5, Psupp: 7, RR setting: 30, Ti: 0.5, Trigger: 1, Pmax: 28,FiO2: 25 %, leak: 0. sesak (+), retraksi (+) ringan, desaturasi (-), PCH (-), takipneu (-), sianosis, SpO2 92–100%, RR 54 x/menit, Suhu 37 oC,%. AGD: pH 7.29, PCO2 26.2, PO2 72, HCO3 12.7, BE -14.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: Q79.3
- Deskripsi: Gastroschisis
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 54.71
- Deskripsi: Penutupan defek dinding abdomen
Penjelasan:
Pasien ini adalah bayi baru lahir dengan diagnosis gastroschisis, yang merupakan kelainan kongenital di mana usus dan organ lain keluar dari dinding perut. Kode ICD-10 untuk kondisi ini adalah Q79.3. Pasien telah menjalani operasi penutupan defek dinding abdomen, yang sesuai dengan kode ICD-9-CM 54.71.
Selain itu, pasien juga menjalani prosedur intubasi dengan ETT no. 3.5 kedalaman 8.5 cm, dan terhubung dengan ventilasi mekanik invasif mode PC SIMV dengan parameter ventilasi yang disebutkan. Hal ini dilakukan untuk mendukung pernapasan pasien setelah operasi.
Hasil analisis gas darah (AGD) menunjukkan pH 7.29, PCO2 26.2, PO2 72, HCO3 12.7, dan BE -14, yang mengindikasikan adanya asidosis metabolik. Kondisi ini perlu dimonitor dan diterapi lebih lanjut. -
Article No. 17733 | 23 May 2025
Klinis : Bayi baru lahir tanggal 30/04/2025 jam 11.04 WIB dengan section caesarea atas indikasi susp IUGR + kelainan kongenital (gastroschizis), kehamilan 37-38 minggu, G1P0A0, apgar 8/10, ketuban hijau, jenis kelamin perempuan, berat badan 2480 gram.Pasien Operasi post tutup defek dinding abdomen.Pasien terpasang intubasi dengan ETT no. 3.5 kedalaman 8.5 cm, terhubung ventilasi mekanik invasif mode PC SIMV dengan PIP: 12, PEEP: 5, Psupp: 7, RR setting: 30, Ti: 0.5, Trigger: 1, Pmax: 28,FiO2: 25 %, leak: 0. sesak (+), retraksi (+) ringan, desaturasi (-), PCH (-), takipneu (-), sianosis, SpO2 92–100%, RR 54 x/menit, Suhu 37 oC,%. AGD: pH 7.29, PCO2 26.2, PO2 72, HCO3 12.7, BE -14.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, Diagnosa Keperawatan yang dapat ditetapkan untuk kondisi bayi baru lahir dengan section caesarea, indikasi IUGR + kelainan kongenital (gastroschizis), dan dilakukan operasi penutupan defek dinding abdomen adalah:
1. Gangguan Pertukaran Gas
KODE SDKI: 00030
Definisi: Ketidakmampuan mempertahankan oksigenasi dan/atau eliminasi karbon dioksida yang adekuat.
2. Risiko Infeksi
KODE SDKI: 00004
Definisi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
3. Gangguan Integritas Kulit
KODE SDKI: 00046
Definisi: Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis.
4. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
KODE SDKI: 00002
Definisi: Asupan nutrisi tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
5. Ketidakefektifan Pola Napas
KODE SDKI: 00032
Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan pola napas yang memberikan ventilasi adekuat.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Sistem klasifikasi diagnosis keperawatan yang dikembangkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Sistem klasifikasi luaran atau hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan, yang dikembangkan oleh PPNI.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Sistem klasifikasi intervensi keperawatan yang dikembangkan oleh PPNI untuk mencapai luaran yang diharapkan.
Kode dan definisi masing-masing diagnosis keperawatan di atas telah disesuaikan dengan sistem klasifikasi SDKI yang ditetapkan oleh PPNI. -
Article No. 17734 | 23 May 2025
Klinis : Bayi baru lahir tanggal 30/04/2025 jam 11.04 WIB dengan section caesarea atas indikasi susp IUGR + kelainan kongenital (gastroschizis), kehamilan 37-38 minggu, G1P0A0, apgar 8/10, ketuban hijau, jenis kelamin perempuan, berat badan 2480 gram.Pasien Operasi post tutup defek dinding abdomen.Pasien terpasang intubasi dengan ETT no. 3.5 kedalaman 8.5 cm, terhubung ventilasi mekanik invasif mode PC SIMV dengan PIP: 12, PEEP: 5, Psupp: 7, RR setting: 30, Ti: 0.5, Trigger: 1, Pmax: 28,FiO2: 25 %, leak: 0. sesak (+), retraksi (+) ringan, desaturasi (-), PCH (-), takipneu (-), sianosis, SpO2 92–100%, RR 54 x/menit, Suhu 37 oC,%. AGD: pH 7.29, PCO2 26.2, PO2 72, HCO3 12.7, BE -14.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien yang anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
- Berhubungan dengan perubahan pola napas (sesak napas, retraksi), intubasi endotrakeal, dan kelainan kongenital (gastroschisis)
- Ditandai dengan adanya sianosis, takipneu, dan desaturasi oksigen
2. Risiko infeksi
- Berhubungan dengan adanya luka operasi pasca penutupan defek dinding abdomen dan terpasang intubasi endotrakeal
- Ditandai dengan adanya luka operasi dan penggunaan alat invasif
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
- Berhubungan dengan prematuritas, kelainan kongenital, dan efek samping operasi
- Ditandai dengan berat badan lahir rendah (2480 gram)
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Bersihan jalan napas efektif
- Indikator: Sianosis teratasi, retraksi minimal, SpO2 dalam rentang normal, frekuensi napas dalam batas normal
2. Bebas infeksi
- Indikator: Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka operasi dan tempat pemasangan alat invasif
3. Status nutrisi adekuat
- Indikator: Berat badan meningkat sesuai kurva pertumbuhan, tidak ada tanda-tanda kekurangan nutrisi
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
- Pantau pola napas, retraksi, dan saturasi oksigen
- Lakukan suction sekresi jalan napas secara rutin
- Kolaborasi pemberian terapi oksigen dan ventilasi mekanik
- Berikan posisi semi fowler untuk memfasilitasi ekspansi paru
- Berikan perawatan kenyamanan dan relaksasi
2. Risiko infeksi
- Lakukan perawatan luka operasi secara aseptik
- Pantau tanda-tanda infeksi pada luka operasi dan tempat pemasangan alat invasif
- Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
- Edukasi keluarga tentang pencegahan infeksi
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
- Pantau berat badan secara berkala
- Berikan nutrisi enteral/parenteral sesuai kebutuhan
- Kolaborasi pemberian nutrisi tambahan jika diperlukan
- Edukasi keluarga tentang kebutuhan nutrisi bayi prematur
Penjelasan rinci:
Berdasarkan kondisi pasien yang dideskripsikan, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah bersihan jalan napas tidak efektif, risiko infeksi, dan ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh. Luaran yang diharapkan adalah bersihan jalan napas efektif, bebas infeksi, dan status nutrisi adekuat. Intervensi keperawatan yang diperlukan mencakup pemantauan tanda-tanda vital, perawatan jalan napas, perawatan luka operasi, pemberian nutrisi, serta edukasi keluarga. Penanganan yang komprehensif dan kolaboratif diperlukan untuk mencapai luaran yang diharapkan bagi pasien bayi baru lahir dengan kondisi seperti yang dideskripsikan.