Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 1009 | 01 Oct 2024
Klinis : Koordinator perawatan Perkesmas dari Puskesmas Mlati meminta kepada Kelompok perawat komunitas dari UGM melakukan survey mawas diri di Dusun Sendari karena adanya 10 ibu hamil yang rentang usianya 20-40 tahun. Belum diketahui kadar Hbnya dan semuanya telah kontrol secara rutin baik di puskesmas atau dokter swasta. Usia kehamilannya bermacam-macam. Tidak semua mau konsumsi asam folat yang diberikan petugas Kesehatan dengan alasan mau muntah dan tidak enak. Aktifitas bumil yang dilakukan seperti sebelum hamil jadi tidak ada perbedaan.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan mengacu pada Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat untuk kondisi yang dipaparkan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Defisiensi Zat Besi Maternal
- Definisi: Keadaan di mana ibu hamil berisiko mengalami penurunan kadar hemoglobin (Hb) di bawah normal.
- Faktor Risiko: Konsumsi asam folat yang tidak adekuat, aktivitas yang tidak sesuai dengan kondisi kehamilan.
2. Risiko Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan
- Definisi: Keadaan di mana ibu hamil berisiko tidak dapat mengelola kesehatan dengan efektif.
- Faktor Risiko: Enggan mengonsumsi asam folat, kontrol kehamilan yang tidak teratur.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):
1. Risiko Defisiensi Zat Besi Maternal:
- Indikator: Kadar Hb, Asupan Nutrisi, Aktivitas Sehari-hari.
- Luaran yang Diharapkan: Tidak terjadi defisiensi zat besi, kadar Hb dalam batas normal, aktivitas sehari-hari sesuai dengan kondisi kehamilan.
2. Risiko Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan:
- Indikator: Kepatuhan terhadap pemeriksaan kehamilan, Kepatuhan mengonsumsi suplemen, Pemahaman tentang kehamilan.
- Luaran yang Diharapkan: Ibu hamil patuh melakukan pemeriksaan kehamilan, patuh mengonsumsi asam folat, memahami dengan baik kondisi kehamilannya.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
1. Risiko Defisiensi Zat Besi Maternal:
- Intervensi: Edukasi gizi selama kehamilan, Konseling tentang pentingnya asupan nutrisi, Monitoring aktivitas sehari-hari.
2. Risiko Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan:
- Intervensi: Edukasi pentingnya pemeriksaan kehamilan rutin, Konseling tentang manfaat asam folat, Fasilitasi akses informasi terkait kehamilan.
Dengan intervensi yang tepat, diharapkan ibu hamil dapat mengelola kesehatan dengan efektif, mencegah terjadinya defisiensi zat besi, dan meningkatkan kualitas kehamilan. -
Article No. 1010 | 01 Oct 2024
Klinis : A An.P, usia 3 tahun dibawa oleh ibunya ke puskesmas. Ibu mengatakan bahwa anak sudah sebulan ini batuk-batuk. Berat badan 10 kg dengan tinggi badan 75cm. Menurut ibunya, berat badan anaknya dalam 3 bulan tidak naik-naik. “Anak saya kurang nafsu makan, biasanya dia makan mie dan bakso habis. Tapi belakangan ini tidak habis. Apa karena badannya panas ya?” Hasil pengkajian anak letargis, mata cekung, nadi 100x/menit, teraba lemah dan teratur, pernafasan 30x/menit, suhu 38°C. Anak rewel, dan kalau tidur sering terbangun karena batuk. An. P sering berkeringat pada malam hari hingga bajunya basah. Auskultasi paru didapatkan wheezing (mengi). Tes Mantoux positif. Menurut ibunya, belakangan ini An. P minta digendong terus dan kelihatan lelah. Rontgen paru terlihat adanya infiltrasi pada kedua paru. Menurut ibu, An. P jarang sakit. Imunisasi yang diberikan lengkap. Setiap hari An. P bermain dengan anak tetangga. Tetapi karena batuk dan kurang enak badan, An P sudah 3 hari tidak bermain-main. Ibu An. P seorang lulusan tingkat Sekolah Dasar. Mampu membaca dan menulis dengan baik. Ketika ditanya apakah di sekitar rumah ada yang sedang menderita batuk. Ia mengatakan di daerahnya batuk adalah sakit yang umum dan biasa terjadi. Ketika ditanya apakah mengerti tentang penyakit TBC, ia menjawab pernah mendengar tetapi tidak mengetahui secara pasti. Ibu An. P malah bertanya, “Emangnya anak saya sakit TBC, kan cuma batuk saja.” Ibu An. P mengatakan mereka tinggal di rumah kecil. Rumah itu berisikan lima orang, karena ada kakek dan nenek yang ikut bersama mereka. Obat yang diberikan pada An. P adalah obat antituberkulosa. Dokter mengatakan bahwa obat itu harus diminum setiap hari. Lama pengobatan adalah 6 bulan. Ibu An. P sangat terkejut dan berkata, “Lama sekali minum obat nya, 6 bulan?” Dokter mengatakan, iya selama 6 bulan dan tidak boleh putus.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosis keperawatan, beserta penjelasan singkat menggunakan format SDKI-SLKI-SIKI sesuai standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
1. Diagnosis Keperawatan: Risiko Malnutrisi Terkait Penurunan Nafsu Makan
- SDKI: Risiko Malnutrisi adalah keadaan dimana seseorang berisiko mengalami penurunan berat badan, kehilangan massa otot, penurunan fungsi imun, dan komplikasi kesehatan yang dapat disebabkan oleh asupan energi dan/atau nutrisi yang tidak adekuat.
- SLKI: Pemantauan Status Nutrisi, Manajemen Asupan Nutrisi, Edukasi Gizi
- SIKI: Asesmen Nutrisi, Intervensi Nutrisi, Konseling Gizi
2. Diagnosis Keperawatan: Risiko Infeksi Terkait Paparan Kuman Tuberkulosis
- SDKI: Risiko Infeksi adalah keadaan ketika seseorang berisiko terpapar atau tertular oleh agen infeksi yang dapat menyebabkan penyakit.
- SLKI: Manajemen Infeksi, Pemantauan Tanda dan Gejala Infeksi, Edukasi Pencegahan Infeksi
- SIKI: Asesmen Risiko Infeksi, Intervensi Pencegahan Infeksi, Konseling Pencegahan Infeksi
3. Diagnosis Keperawatan: Kelelahan Terkait Proses Penyakit
- SDKI: Kelelahan adalah pengalaman subyektif berupa perasaan lelah, tidak bertenaga, dan menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas.
- SLKI: Manajemen Kelelahan, Promosi Istirahat dan Tidur, Edukasi Manajemen Kelelahan
- SIKI: Asesmen Kelelahan, Intervensi Manajemen Kelelahan, Konseling Manajemen Kelelahan
Penjelasan singkat:
Pasien anak usia 3 tahun menunjukkan tanda-tanda malnutrisi, seperti berat badan tidak naik, nafsu makan menurun, dan keletihan. Selain itu, terdapat indikasi infeksi tuberkulosis, yaitu batuk kronis, demam, dan hasil tes Mantoux positif. Kondisi ini memerlukan penanganan komprehensif mencakup pemantauan status nutrisi, manajemen asupan nutrisi, edukasi gizi, manajemen infeksi, pemantauan tanda dan gejala infeksi, edukasi pencegahan infeksi, manajemen kelelahan, promosi istirahat dan tidur, serta edukasi manajemen kelelahan. -
Article No. 1011 | 01 Oct 2024
Klinis : Koordinator perawatan Perkesmas dari Puskesmas Aman meminta kepada Kelompok perawat komunitas dari UGM melakukan survey mawas diri di Dusun Rela karena dilaporkan adanya 10 kasus Parotitis (Gondong) pada anak dan orang dewasa. 6 kasus sudah ditangani di Puskesmas dan 1 kasus di rujuk di RS. Berdasarkan informasi dari kader Kesehatan bahwa keluarga dari masing2 klien tidak tahu harus bagaimana mencegah dan mengatasi gondok selama dirumah dan hanya diberi minum air putih saja. Waktu terjadi kasus gondok Kader Kesehatan langsung membawa klien ke puskesmas terdekat.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai:
1. Kode ICD-10:
- Kode: K11.0
- Deskripsi: Parotitis (Gondong)
2. Kode ICD-9-CM (jika ada):
- Kode: 52.2
- Deskripsi: Drainase abses atau inkisi dari kelenjar liur
Penjelasan:
Kode ICD-10 K11.0 mengacu pada kondisi parotitis (gondong), yang merupakan peradangan pada kelenjar liur (kelenjar parotis). Parotitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, atau kondisi lainnya. Dalam kasus ini, terdapat 10 kasus parotitis pada anak dan orang dewasa di Dusun Rela.
Kode ICD-9-CM 52.2 mengacu pada prosedur atau tindakan medis yang dapat dilakukan untuk menangani parotitis, yaitu drainase abses atau insisi dari kelenjar liur. Dalam kasus ini, 6 kasus telah ditangani di Puskesmas dan 1 kasus dirujuk ke rumah sakit, yang mungkin melibatkan tindakan ini.
Selain itu, informasi dari kader kesehatan menunjukkan bahwa keluarga dari masing-masing klien tidak mengetahui cara mencegah dan menangani gondok selama di rumah, dan hanya diberi minum air putih. Hal ini mengindikasikan perlunya edukasi dan konseling kepada masyarakat mengenai penanganan parotitis di rumah, seperti:
- Menjaga kebersihan dan higienis
- Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi
- Mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi
- Pemberian obat-obatan sesuai anjuran tenaga kesehatan
Dengan pemahaman yang baik dari masyarakat, diharapkan dapat mengurangi angka kejadian parotitis dan memastikan penanganan yang tepat di tingkat komunitas. -
Article No. 1012 | 01 Oct 2024
Klinis : Koordinator perawatan Perkesmas dari Puskesmas Aman meminta kepada Kelompok perawat komunitas dari UGM melakukan survey mawas diri di Dusun Rela karena dilaporkan adanya 10 kasus Parotitis (Gondong) pada anak dan orang dewasa. 6 kasus sudah ditangani di Puskesmas dan 1 kasus di rujuk di RS. Berdasarkan informasi dari kader Kesehatan bahwa keluarga dari masing2 klien tidak tahu harus bagaimana mencegah dan mengatasi gondok selama dirumah dan hanya diberi minum air putih saja. Waktu terjadi kasus gondok Kader Kesehatan langsung membawa klien ke puskesmas terdekat.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, dapat dirumuskan beberapa diagnosa keperawatan terkait dengan kondisi parotitis (gondok) di Dusun Rela, sebagai berikut:
1. Risiko Penularan Penyakit yang Berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan
- Definisi: Risiko terjadinya penularan penyakit yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang cara pencegahan dan penanggulangan penyakit parotitis (gondok).
- Faktor Risiko: Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang cara pencegahan dan penanggulangan penyakit parotitis.
2. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Komunitas
- Definisi: Ketidakmampuan masyarakat di Dusun Rela untuk mengelola dan mengkoordinasikan upaya-upaya kesehatan dalam mencegah dan mengatasi penyakit parotitis (gondok) di lingkungan mereka.
- Faktor Risiko: Kurangnya koordinasi dan kolaborasi antara masyarakat, kader kesehatan, dan puskesmas dalam menangani kasus parotitis (gondok) di Dusun Rela.
3. Risiko Komplikasi Penyakit yang Berhubungan dengan Keterlambatan Penanganan
- Definisi: Risiko terjadinya komplikasi penyakit parotitis (gondok) yang disebabkan oleh keterlambatan dalam penanganan kasus di Dusun Rela.
- Faktor Risiko: Klien dan keluarga yang hanya memberikan air putih tanpa upaya penanganan yang tepat, serta keterlambatan dalam membawa klien ke puskesmas.
Dalam konteks SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi diagnosa-diagnosa tersebut dapat meliputi:
1. Edukasi kesehatan kepada klien dan keluarga tentang pencegahan dan penanggulangan penyakit parotitis (gondok).
2. Koordinasi dan kolaborasi dengan kader kesehatan, puskesmas, dan masyarakat untuk meningkatkan upaya deteksi dini, penanganan, dan pencegahan penyakit parotitis di Dusun Rela.
3. Pemantauan dan evaluasi terhadap status kesehatan klien dengan parotitis untuk mencegah komplikasi.
4. Rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai jika diperlukan.
Dengan pendekatan keperawatan berbasis komunitas yang komprehensif, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan partisipasi masyarakat Dusun Rela dalam mencegah dan menangani penyakit parotitis (gondok) secara efektif. -
Article No. 1013 | 01 Oct 2024
Klinis : A An.P, usia 3 tahun dibawa oleh ibunya ke puskesmas. Ibu mengatakan bahwa anak sudah sebulan ini batuk-batuk. Berat badan 10 kg dengan tinggi badan 75cm. Menurut ibunya, berat badan anaknya dalam 3 bulan tidak naik-naik. “Anak saya kurang nafsu makan, biasanya dia makan mie dan bakso habis. Tapi belakangan ini tidak habis. Apa karena badannya panas ya?” Hasil pengkajian anak letargis, mata cekung, nadi 100x/menit, teraba lemah dan teratur, pernafasan 30x/menit, suhu 38°C. Anak rewel, dan kalau tidur sering terbangun karena batuk. An. P sering berkeringat pada malam hari hingga bajunya basah. Auskultasi paru didapatkan wheezing (mengi). Tes Mantoux positif. Menurut ibunya, belakangan ini An. P minta digendong terus dan kelihatan lelah. Rontgen paru terlihat adanya infiltrasi pada kedua paru. Menurut ibu, An. P jarang sakit. Imunisasi yang diberikan lengkap. Setiap hari An. P bermain dengan anak tetangga. Tetapi karena batuk dan kurang enak badan, An P sudah 3 hari tidak bermain-main. Ibu An. P seorang lulusan tingkat Sekolah Dasar. Mampu membaca dan menulis dengan baik. Ketika ditanya apakah di sekitar rumah ada yang sedang menderita batuk. Ia mengatakan di daerahnya batuk adalah sakit yang umum dan biasa terjadi. Ketika ditanya apakah mengerti tentang penyakit TBC, ia menjawab pernah mendengar tetapi tidak mengetahui secara pasti. Ibu An. P malah bertanya, “Emangnya anak saya sakit TBC, kan cuma batuk saja.” Ibu An. P mengatakan mereka tinggal di rumah kecil. Rumah itu berisikan lima orang, karena ada kakek dan nenek yang ikut bersama mereka. Obat yang diberikan pada An. P adalah obat antituberkulosa. Dokter mengatakan bahwa obat itu harus diminum setiap hari. Lama pengobatan adalah 6 bulan. Ibu An. P sangat terkejut dan berkata, “Lama sekali minum obat nya, 6 bulan?” Dokter mengatakan, iya selama 6 bulan dan tidak boleh putus.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, diagnosis keperawatan yang sesuai untuk An. P adalah:
1. Risiko Malnutrisi Berhubungan Dengan Penurunan Intake Makanan
- SDKI: Risiko Malnutrisi
- SLKI: Peningkatan Berat Badan
- SIKI: Peningkatan Intake Nutrisi
Penjelasan:
An. P mengalami penurunan nafsu makan, sehingga terjadi penurunan berat badan yang tidak naik selama 3 bulan terakhir. Hal ini menunjukkan adanya risiko malnutrisi yang perlu ditangani.
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Infeksi Saluran Pernapasan
- SDKI: Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
- SLKI: Manajemen Jalan Napas
- SIKI: Manajemen Jalan Napas
Penjelasan:
An. P mengalami batuk-batuk, wheezing (mengi), dan rontgen paru menunjukkan adanya infiltrasi pada kedua paru. Hal ini mengindikasikan adanya infeksi saluran pernapasan yang mengakibatkan ketidakefektifan bersihan jalan napas.
3. Cemas Berhubungan Dengan Hospitalisasi
- SDKI: Cemas
- SLKI: Manajemen Kecemasan
- SIKI: Manajemen Kecemasan
Penjelasan:
Berdasarkan informasi, An. P menjadi rewel, sering terbangun karena batuk, dan minta digendong terus. Hal ini menunjukkan adanya kecemasan yang mungkin terkait dengan proses hospitalisasi yang sedang dijalani.
Penerapan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dalam diagnosis keperawatan di atas bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan yang terstandar dan terstruktur sesuai dengan pedoman Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). -
Article No. 1014 | 01 Oct 2024
Klinis : A An.P, usia 3 tahun dibawa oleh ibunya ke puskesmas. Ibu mengatakan bahwa anak sudah sebulan ini batuk-batuk. Berat badan 10 kg dengan tinggi badan 75cm. Menurut ibunya, berat badan anaknya dalam 3 bulan tidak naik-naik. “Anak saya kurang nafsu makan, biasanya dia makan mie dan bakso habis. Tapi belakangan ini tidak habis. Apa karena badannya panas ya?” Hasil pengkajian anak letargis, mata cekung, nadi 100x/menit, teraba lemah dan teratur, pernafasan 30x/menit, suhu 38°C. Anak rewel, dan kalau tidur sering terbangun karena batuk. An. P sering berkeringat pada malam hari hingga bajunya basah. Auskultasi paru didapatkan wheezing (mengi). Tes Mantoux positif. Menurut ibunya, belakangan ini An. P minta digendong terus dan kelihatan lelah. Rontgen paru terlihat adanya infiltrasi pada kedua paru. Menurut ibu, An. P jarang sakit. Imunisasi yang diberikan lengkap. Setiap hari An. P bermain dengan anak tetangga. Tetapi karena batuk dan kurang enak badan, An P sudah 3 hari tidak bermain-main. Ibu An. P seorang lulusan tingkat Sekolah Dasar. Mampu membaca dan menulis dengan baik. Ketika ditanya apakah di sekitar rumah ada yang sedang menderita batuk. Ia mengatakan di daerahnya batuk adalah sakit yang umum dan biasa terjadi. Ketika ditanya apakah mengerti tentang penyakit TBC, ia menjawab pernah mendengar tetapi tidak mengetahui secara pasti. Ibu An. P malah bertanya, “Emangnya anak saya sakit TBC, kan cuma batuk saja.” Ibu An. P mengatakan mereka tinggal di rumah kecil. Rumah itu berisikan lima orang, karena ada kakek dan nenek yang ikut bersama mereka. Obat yang diberikan pada An. P adalah obat antituberkulosa. Dokter mengatakan bahwa obat itu harus diminum setiap hari. Lama pengobatan adalah 6 bulan. Ibu An. P sangat terkejut dan berkata, “Lama sekali minum obat nya, 6 bulan?” Dokter mengatakan, iya selama 6 bulan dan tidak boleh putus.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis untuk kasus An. P adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: A15.0
- Deskripsi: Tuberkulosis paru dengan konfirmasi mikrobiologis atau histologis
2. Kode ICD-9-CM (jika ada):
- Kode: 11.21
- Deskripsi: Tes tuberculin (Mantoux)
Penjelasan:
Kondisi An. P menunjukkan gejala-gejala tuberkulosis paru, termasuk batuk berkepanjangan, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, keringat malam, dan rontgen paru yang menunjukkan infiltrasi. Tes Mantoux positif juga mendukung diagnosis tuberkulosis. Oleh karena itu, kode ICD-10 yang sesuai adalah A15.0 untuk tuberkulosis paru dengan konfirmasi mikrobiologis atau histologis.
Dalam penatalaksanaannya, An. P diberikan obat antituberkulosis yang harus diminum selama 6 bulan secara teratur. Durasi pengobatan yang lama ini penting untuk mencapai kesembuhan dan mencegah komplikasi atau resistensi obat. Kode ICD-9-CM 11.21 untuk tes tuberculin (Mantoux) juga dapat digunakan untuk mencatat prosedur diagnostik yang dilakukan.
Edukasi kepada ibu An. P mengenai pentingnya kepatuhan minum obat dan pemantauan selama pengobatan sangat diperlukan, mengingat pemahaman ibu yang terbatas tentang penyakit TBC. Peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi dan dukungan yang komprehensif kepada keluarga pasien juga menjadi kunci keberhasilan pengobatan. -
Article No. 1015 | 01 Oct 2024
Klinis : A An.P, usia 3 tahun dibawa oleh ibunya ke puskesmas. Ibu mengatakan bahwa anak sudah sebulan ini batuk-batuk. Berat badan 10 kg dengan tinggi badan 75cm. Menurut ibunya, berat badan anaknya dalam 3 bulan tidak naik-naik. “Anak saya kurang nafsu makan, biasanya dia makan mie dan bakso habis. Tapi belakangan ini tidak habis. Apa karena badannya panas ya?” Hasil pengkajian anak letargis, mata cekung, nadi 100x/menit, teraba lemah dan teratur, pernafasan 30x/menit, suhu 38°C. Anak rewel, dan kalau tidur sering terbangun karena batuk. An. P sering berkeringat pada malam hari hingga bajunya basah. Auskultasi paru didapatkan wheezing (mengi). Tes Mantoux positif. Menurut ibunya, belakangan ini An. P minta digendong terus dan kelihatan lelah. Rontgen paru terlihat adanya infiltrasi pada kedua paru. Menurut ibu, An. P jarang sakit. Imunisasi yang diberikan lengkap. Setiap hari An. P bermain dengan anak tetangga. Tetapi karena batuk dan kurang enak badan, An P sudah 3 hari tidak bermain-main. Ibu An. P seorang lulusan tingkat Sekolah Dasar. Mampu membaca dan menulis dengan baik. Ketika ditanya apakah di sekitar rumah ada yang sedang menderita batuk. Ia mengatakan di daerahnya batuk adalah sakit yang umum dan biasa terjadi. Ketika ditanya apakah mengerti tentang penyakit TBC, ia menjawab pernah mendengar tetapi tidak mengetahui secara pasti. Ibu An. P malah bertanya, “Emangnya anak saya sakit TBC, kan cuma batuk saja.” Ibu An. P mengatakan mereka tinggal di rumah kecil. Rumah itu berisikan lima orang, karena ada kakek dan nenek yang ikut bersama mereka. Obat yang diberikan pada An. P adalah obat antituberkulosa. Dokter mengatakan bahwa obat itu harus diminum setiap hari. Lama pengobatan adalah 6 bulan. Ibu An. P sangat terkejut dan berkata, “Lama sekali minum obat nya, 6 bulan?” Dokter mengatakan, iya selama 6 bulan dan tidak boleh putus.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi An. P:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
- Karakteristik Definisi: Berat badan yang tidak naik selama 3 bulan, nafsu makan menurun, konsumsi makanan yang tidak adekuat.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran: Berat badan meningkat, nafsu makan meningkat, asupan nutrisi adekuat.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi: Manajemen nutrisi, Peningkatan Nutrisi, Konseling Gizi.
2. Intoleransi Aktivitas
SDKI:
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan, disebabkan oleh keterbatasan fisik dan/atau psikologis.
- Karakteristik Definisi: Letargis, mudah lelah, aktivitas bermain terbatas.
SLKI:
- Luaran: Toleransi aktivitas meningkat, kekuatan otot meningkat, energi meningkat.
SIKI:
- Intervensi: Manajemen Aktivitas, Peningkatan Aktivitas, Fasilitasi Istirahat.
3. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
SDKI:
- Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan udara yang lega.
- Karakteristik Definisi: Batuk tidak produktif, mengi (wheezing), sesak napas.
SLKI:
- Luaran: Jalan napas bebas dari sekresi, frekuensi napas normal, tidak ada tanda-tanda distres pernapasan.
SIKI:
- Intervensi: Manajemen Jalan Napas, Terapi Oksigen, Terapi Inhalasi.
Penjelasan singkat:
An. P, usia 3 tahun, mengalami masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, dan bersihan jalan napas tidak efektif. Hal ini ditandai dengan berat badan yang tidak naik selama 3 bulan, nafsu makan menurun, letargis, mudah lelah, batuk-batuk tidak produktif, mengi, dan sesak napas. Kondisi ini membutuhkan intervensi keperawatan yang komprehensif, seperti manajemen nutrisi, peningkatan aktivitas, dan manajemen jalan napas, untuk membantu pemulihan An. P. -
Article No. 1016 | 01 Oct 2024
Klinis : Koordinator perawatan Perkesmas dari Puskesmas Mlati meminta kepada Kelompok perawat komunitas dari UGM melakukan survey mawas diri di Dusun Sendari karena adanya 10 ibu hamil yang rentang usianya 20-40 tahun. Belum diketahui kadar Hbnya dan semuanya telah kontrol secara rutin baik di puskesmas atau dokter swasta. Usia kehamilannya bermacam-macam. Tidak semua mau konsumsi asam folat yang diberikan petugas Kesehatan dengan alasan mau muntah dan tidak enak. Aktifitas bumil yang dilakukan seperti sebelum hamil jadi tidak ada perbedaan.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis yang mungkin sesuai:
1. Kode ICD-10:
- Kode: O26.0
- Deskripsi: Anemia dalam kehamilan
2. Kode ICD-9-CM (jika ada):
- Kode: V20.2
- Deskripsi: Pemantauan kesehatan rutin bayi dan anak
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 O26.0 (Anemia dalam kehamilan) digunakan untuk kondisi di mana terdapat 10 ibu hamil dengan rentang usia 20-40 tahun, namun belum diketahui kadar hemoglobin (Hb) mereka. Hal ini dapat mengindikasikan adanya anemia pada sebagian atau seluruh ibu hamil tersebut.
2. Kode ICD-9-CM V20.2 (Pemantauan kesehatan rutin bayi dan anak) dapat digunakan untuk menggambarkan kegiatan pemantauan dan kontrol kehamilan yang dilakukan oleh ibu-ibu hamil tersebut, baik di puskesmas maupun dokter swasta. Meskipun tidak semua ibu hamil mau mengkonsumsi asam folat yang diberikan oleh petugas kesehatan, kegiatan pemantauan dan kontrol kehamilan secara rutin tetap dilakukan.
Dalam kasus ini, tidak ada tindakan atau prosedur medis yang spesifik tercantum dalam informasi yang diberikan. Kegiatan yang dilakukan adalah survey mawas diri oleh kelompok perawat komunitas dari UGM di Dusun Sendari, yang bertujuan untuk mengetahui kondisi ibu-ibu hamil tersebut. -
Article No. 1017 | 01 Oct 2024
Klinis : Koordinator perawatan Perkesmas dari Puskesmas Mlati meminta kepada Kelompok perawat komunitas dari UGM melakukan survey mawas diri di Dusun Sendari karena adanya 10 ibu hamil yang rentang usianya 20-40 tahun. Belum diketahui kadar Hbnya dan semuanya telah kontrol secara rutin baik di puskesmas atau dokter swasta. Usia kehamilannya bermacam-macam. Tidak semua mau konsumsi asam folat yang diberikan petugas Kesehatan dengan alasan mau muntah dan tidak enak. Aktifitas bumil yang dilakukan seperti sebelum hamil jadi tidak ada perbedaan.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dalam kondisi yang Anda paparkan, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Defisiensi Zat Besi Maternal
- SDKI: Kemungkinan berkurangnya kadar zat besi dalam tubuh ibu hamil yang dapat menyebabkan anemia.
- SLKI: Peningkatan pengetahuan ibu hamil tentang pentingnya asupan zat besi, pemantauan kadar Hb, dan konsumsi suplemen zat besi.
- SIKI: Intervensi terkait pemberian edukasi gizi, pemantauan kadar Hb, dan pendampingan konsumsi suplemen zat besi.
2. Ketidakpatuhan Terhadap Regimen Terapi
- SDKI: Ketidakmauan atau ketidakmampuan ibu hamil untuk mengikuti rencana terapi yang direkomendasikan, dalam hal ini konsumsi asam folat.
- SLKI: Peningkatan motivasi dan komitmen ibu hamil untuk mengikuti rencana terapi yang direkomendasikan.
- SIKI: Intervensi terkait pemberian edukasi, konseling, dan pendampingan untuk meningkatkan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi asam folat.
3. Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi Maternal
- SDKI: Kemungkinan ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi ibu hamil, yang dapat menyebabkan komplikasi kehamilan.
- SLKI: Peningkatan pengetahuan dan kemampuan ibu hamil dalam memilih dan mengonsumsi makanan bergizi sesuai kebutuhan selama kehamilan.
- SIKI: Intervensi terkait pemberian edukasi gizi seimbang, konseling, dan pendampingan untuk meningkatkan asupan nutrisi ibu hamil.
Dalam kondisi ini, peran kelompok perawat komunitas dari UGM adalah melakukan survei mawas diri di Dusun Sendari, yang meliputi:
1. Identifikasi kadar Hb ibu hamil dan pemantauan konsumsi asam folat.
2. Edukasi dan konseling tentang pentingnya asupan zat besi dan asam folat selama kehamilan.
3. Pendampingan dan motivasi untuk meningkatkan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi asam folat dan mengikuti rencana terapi.
4. Edukasi tentang gizi seimbang selama kehamilan dan pendampingan untuk meningkatkan asupan nutrisi ibu hamil.
Dengan pendekatan ini, diharapkan dapat mencegah risiko defisiensi zat besi, meningkatkan kepatuhan ibu hamil terhadap regimen terapi, dan memastikan keseimbangan nutrisi maternal selama kehamilan. -
Article No. 1018 | 01 Oct 2024
Klinis : Koordinator perawatan Perkesmas dari Puskesmas Mlati meminta kepada Kelompok perawat komunitas dari UGM melakukan survey mawas diri di Dusun Sendari karena adanya 10 ibu hamil yang rentang usianya 20-40 tahun. Belum diketahui kadar Hbnya dan semuanya telah kontrol secara rutin baik di puskesmas atau dokter swasta. Usia kehamilannya bermacam-macam. Tidak semua mau konsumsi asam folat yang diberikan petugas Kesehatan dengan alasan mau muntah dan tidak enak. Aktifitas bumil yang dilakukan seperti sebelum hamil jadi tidak ada perbedaan.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, terdapat beberapa diagnosa keperawatan yang dapat diterapkan, beserta penjelasan singkat menggunakan standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
1. Diagnosa Keperawatan: Ketidakpatuhan terkait Gaya Hidup Tidak Sehat
- SDKI: Ketidakpatuhan merupakan perilaku individu yang tidak sesuai dengan rekomendasi tenaga kesehatan dalam menjalankan regimen pengobatan atau perawatan.
- SLKI: Peningkatan Kepatuhan Kesehatan, Manajemen Kesehatan Mandiri
- SIKI: Manajemen Regimen Terapeutik, Edukasi Kesehatan
Penjelasan: Ibu hamil yang tidak mau mengonsumsi asam folat dengan alasan mual dan tidak enak, serta tidak ada perubahan aktivitas selama kehamilan, menunjukkan ketidakpatuhan terhadap rekomendasi tenaga kesehatan. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah memberikan edukasi kesehatan, membantu manajemen regimen terapeutik, dan mendorong peningkatan kepatuhan kesehatan.
2. Diagnosa Keperawatan: Risiko Malnutrisi
- SDKI: Risiko Malnutrisi merupakan kondisi di mana individu berisiko mengalami kekurangan atau kelebihan asupan nutrisi yang dapat berdampak pada status gizi.
- SLKI: Peningkatan Status Nutrisi, Manajemen Nutrisi
- SIKI: Manajemen Nutrisi, Pemantauan Nutrisi
Penjelasan: Belum diketahuinya kadar Hb ibu hamil dan adanya keluhan mual saat mengonsumsi asam folat dapat meningkatkan risiko malnutrisi pada ibu hamil. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah melakukan pemantauan nutrisi, memberikan manajemen nutrisi yang tepat, serta membantu peningkatan status nutrisi ibu hamil.
3. Diagnosa Keperawatan: Risiko Perdarahan
- SDKI: Risiko Perdarahan merupakan kondisi di mana individu berisiko mengalami kehilangan darah yang dapat membahayakan.
- SLKI: Pencegahan Komplikasi, Pemantauan Kesehatan
- SIKI: Manajemen Perdarahan, Pemantauan Tanda Vital
Penjelasan: Usia kehamilan yang beragam dan kadar Hb yang belum diketahui dapat meningkatkan risiko perdarahan pada ibu hamil. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah melakukan pemantauan tanda vital, manajemen perdarahan, serta pencegahan komplikasi yang mungkin terjadi.
Kesimpulan, tiga diagnosa keperawatan yang dapat diterapkan berdasarkan kondisi yang diberikan adalah Ketidakpatuhan terkait Gaya Hidup Tidak Sehat, Risiko Malnutrisi, dan Risiko Perdarahan. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi edukasi kesehatan, manajemen nutrisi, manajemen perdarahan, dan pemantauan kesehatan.