Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 1214 | 02 Oct 2024
Klinis : Seorang perempuan usia 70 tahun dibawa ke IGD oleh keluarganya setelah mengalami luka bakar yang cukup parah yang meliputi seluruh kepala, seluruh dada, sebagian punggung dan tangan kanan serta kaki kanan bagian depan. TD 130/70 mmHg, frekensi nadi 88 x/menit, frekuensi nafas 27x/menit. Berapakah luas luka bakar yang dialami pasien tersebut?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan memperhatikan informasi yang diberikan, saya dapat memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: T21.3
- Deskripsi: Luka bakar derajat ketiga yang meliputi sebagian besar tubuh
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 93.50
- Deskripsi: Perawatan luka bakar, tidak dispesifikasi
Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien mengalami luka bakar yang cukup parah, meliputi seluruh kepala, seluruh dada, sebagian punggung, dan tangan kanan serta kaki kanan bagian depan. Kondisi ini dapat diklasifikasikan sebagai luka bakar derajat ketiga yang meliputi sebagian besar tubuh, sehingga kode ICD-10 yang sesuai adalah T21.3.
Untuk prosedur/tindakan medis, pasien akan membutuhkan perawatan luka bakar, sehingga kode ICD-9-CM yang sesuai adalah 93.50, yang mendeskripsikan perawatan luka bakar tanpa spesifikasi lebih lanjut.
Berdasarkan luas area tubuh yang terkena luka bakar, dapat diperkirakan bahwa luas luka bakar yang dialami pasien adalah sekitar 70-90% dari total luas tubuh.
Tone akademis, persona dokter/perekam medis. -
Article No. 1215 | 02 Oct 2024
Klinis : Kurang pengetahuan b/d Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan Diabetes melitus
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan senang hati, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan:
Kurang Pengetahuan b/d Ketidakmampuan Keluarga Mengenal Masalah Kesehatan Diabetes Melitus
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kurang Pengetahuan: Keterbatasan informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.
Penyebab: Ketidakmampuan Keluarga Mengenal Masalah Kesehatan Diabetes Melitus.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Peningkatan Pengetahuan: Perubahan positif dalam aspek kognitif terkait topik tertentu.
Indikator: Keluarga dapat menjelaskan definisi, penyebab, tanda-tanda, komplikasi, dan penatalaksanaan Diabetes Melitus.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Edukasi Kesehatan: Pemberian informasi yang terstruktur dan sistematis untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan terkait kesehatan.
Intervensi: Memberikan edukasi terkait Diabetes Melitus, meliputi definisi, penyebab, tanda-tanda, komplikasi, dan penatalaksanaan.
Dalam konteks ini, perawat berperan sebagai tenaga profesional kesehatan yang memiliki kompetensi dan pengetahuan yang memadai untuk memberikan edukasi kesehatan yang komprehensif kepada keluarga pasien Diabetes Melitus. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan keluarga sehingga dapat mengenal masalah kesehatan yang dialami dan dapat berpartisipasi aktif dalam perawatan dan pengelolaan Diabetes Melitus. -
Article No. 1216 | 02 Oct 2024
Klinis : Kurang pengetahuan b/d Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan Diabetes melitus
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan nada akademis dan persona sebagai pakar perawat, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi "Kurang pengetahuan b/d Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan Diabetes Melitus":
Diagnosa Keperawatan:
Kurang Pengetahuan b/d Ketidakmampuan Keluarga Mengenal Masalah Kesehatan Diabetes Melitus
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kurang pengetahuan didefinisikan sebagai kekurangan atau ketidakadekuatan informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu. Dalam kasus ini, keluarga memiliki pengetahuan yang kurang terkait diabetes melitus.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan adalah keluarga dapat mengenal masalah kesehatan diabetes melitus dengan baik, yang ditandai dengan pemahaman yang meningkat tentang definisi, penyebab, tanda-tanda, komplikasi, dan penatalaksanaan diabetes melitus.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Asesmen pengetahuan keluarga tentang diabetes melitus
2. Edukasi kepada keluarga terkait definisi, penyebab, tanda-tanda, komplikasi, dan penatalaksanaan diabetes melitus
3. Fasilitasi diskusi dan tanya jawab keluarga untuk meningkatkan pemahaman
4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memberikan informasi yang komprehensif kepada keluarga
5. Evaluasi pemahaman keluarga setelah intervensi edukasi
Melalui pendekatan ini, diharapkan keluarga dapat memahami masalah kesehatan diabetes melitus dengan baik, sehingga dapat berpartisipasi aktif dalam pengelolaan dan pencegahan komplikasi pada pasien. -
Article No. 1217 | 02 Oct 2024
Klinis : sebutkan tujuan, kriteria hasil, rencana keperawatan, intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan Kurang pengetahuan b/d Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan Diabetes melitus
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI sesuai standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Kurang pengetahuan b/d Ketidak mampuan keluarga mengenal masalah kesehatan Diabetes melitus.
Diagnosa Keperawatan:
Kurang Pengetahuan b/d Ketidakmampuan Keluarga Mengenal Masalah Kesehatan Diabetes Melitus
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kurang Pengetahuan didefinisikan sebagai kekurangan atau ketidakcukupan informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Tujuan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan, keluarga mampu mengenal masalah kesehatan Diabetes Melitus.
Kriteria Hasil:
1. Keluarga dapat menjelaskan pengertian Diabetes Melitus.
2. Keluarga dapat menyebutkan tanda dan gejala Diabetes Melitus.
3. Keluarga dapat menjelaskan komplikasi Diabetes Melitus.
4. Keluarga dapat menyebutkan penatalaksanaan Diabetes Melitus.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Rencana Keperawatan:
1. Kaji pengetahuan keluarga tentang Diabetes Melitus.
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang Diabetes Melitus, meliputi pengertian, tanda dan gejala, komplikasi, serta penatalaksanaan.
3. Libatkan keluarga dalam perawatan anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus.
4. Berikan dukungan emosional kepada keluarga.
5. Evaluasi kemampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan Diabetes Melitus.
Intervensi Keperawatan:
1. Kaji pengetahuan keluarga tentang Diabetes Melitus.
- Identifikasi pemahaman keluarga tentang Diabetes Melitus.
- Identifikasi sumber informasi yang didapat oleh keluarga.
2. Berikan pendidikan kesehatan tentang Diabetes Melitus.
- Jelaskan pengertian Diabetes Melitus.
- Jelaskan tanda dan gejala Diabetes Melitus.
- Jelaskan komplikasi yang dapat terjadi pada Diabetes Melitus.
- Jelaskan penatalaksanaan Diabetes Melitus.
3. Libatkan keluarga dalam perawatan anggota keluarga yang menderita Diabetes Melitus.
- Diskusikan peran dan tanggung jawab anggota keluarga dalam perawatan.
- Bantu keluarga mengidentifikasi sumber daya yang dapat digunakan.
4. Berikan dukungan emosional kepada keluarga.
- Beri empati dan validasi perasaan keluarga.
- Bantu keluarga mengidentifikasi strategi koping yang efektif.
5. Evaluasi kemampuan keluarga dalam mengenal masalah kesehatan Diabetes Melitus.
- Evaluasi pemahaman keluarga tentang Diabetes Melitus.
- Identifikasi area pengetahuan yang perlu ditingkatkan. -
Article No. 1218 | 02 Oct 2024
Klinis : Berdasarkan dara yang diperoleh dari WHO, penderita kasus radang sendi di Indonesia mencapai 81% populasi, hanya 24% yang pergi ke dokter sedangkan 71 % cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang di jual bebas. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai Negara paling tinggi menderita radang sendi jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya, seperti Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan. Prevalensi penyakit persendian berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Bali (19,3%) diikuti oleh Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%)3. Dari waktu ke waktu jumlah penderita asam urat cenderung meningkat. Pada pencatatan kasus yang dilakukan pada 57 lansia di Desa Samsam, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, di Bali, diperoleh informasi bahwa sebanyak 50 orang (87,7%) memiliki kadar asam urat melebihi batas normal. Setelah dilakukan pengkajian lebih lanjut, sebagian besar dari mereka tahu terkait pengertian asam urat, namun kurang mengetahui terkait penyebab dan pemicunya. Sebagai seorang tenaga kesehatan, apa tindak lanjut yang sebaiknya dilakukan?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, kondisi yang perlu ditindaklanjuti adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: M15-M19
- Deskripsi: Osteoartritis
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 81.51, 81.52
- Deskripsi: Arthroplasty, repair of joint, tidak ada prosedur spesifik yang tercantum.
Sebagai tenaga kesehatan, tindak lanjut yang dapat dilakukan adalah:
1. Edukasi dan konseling: Memberikan pemahaman yang komprehensif kepada masyarakat, khususnya lansia di Desa Samsam, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Bali, terkait osteoartritis dan asam urat. Hal ini meliputi:
- Pengertian dan gejala osteoartritis dan asam urat.
- Faktor risiko, seperti usia, obesitas, riwayat cedera sendi, dan pola makan.
- Pentingnya pemeriksaan rutin dan pengelolaan yang tepat.
- Manfaat gaya hidup sehat, seperti aktivitas fisik, pengaturan berat badan, dan modifikasi diet.
2. Skrining dan pemeriksaan:
- Melakukan skrining osteoartritis dan asam urat pada lansia di desa tersebut.
- Melakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar asam urat dan menilai derajat osteoartritis.
- Mengidentifikasi individu yang membutuhkan intervensi lebih lanjut.
3. Intervensi terapeutik:
- Memberikan pengobatan farmakologis yang sesuai, seperti analgesik, anti-inflamasi, atau obat penurun asam urat, berdasarkan kondisi masing-masing individu.
- Mempertimbangkan intervensi non-farmakologis, seperti fisioterapi, terapi manual, dan bantuan alat bantu.
4. Kolaborasi dan rujukan:
- Berkoordinasi dengan dokter spesialis reumatologi atau ortopedi untuk konsultasi dan penanganan lebih lanjut bagi pasien yang membutuhkan.
- Merujuk pasien ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap, jika diperlukan.
5. Pemantauan dan evaluasi:
- Melakukan pemantauan berkala terhadap pasien untuk menilai respons terapi dan efektivitas intervensi.
- Mengevaluasi hasil dan mengadaptasi rencana perawatan sesuai kebutuhan individu.
Dengan pendekatan yang komprehensif, mulai dari edukasi, skrining, intervensi terapeutik, kolaborasi, serta pemantauan dan evaluasi, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat, mendeteksi dini kasus, dan memberikan penanganan yang optimal bagi penderita osteoartritis dan asam urat di wilayah tersebut. -
Article No. 1219 | 02 Oct 2024
Klinis : Berdasarkan dara yang diperoleh dari WHO, penderita kasus radang sendi di Indonesia mencapai 81% populasi, hanya 24% yang pergi ke dokter sedangkan 71 % cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang di jual bebas. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai Negara paling tinggi menderita radang sendi jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya, seperti Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan. Prevalensi penyakit persendian berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Bali (19,3%) diikuti oleh Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%)3. Dari waktu ke waktu jumlah penderita asam urat cenderung meningkat. Pada pencatatan kasus yang dilakukan pada 57 lansia di Desa Samsam, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, di Bali, diperoleh informasi bahwa sebanyak 50 orang (87,7%) memiliki kadar asam urat melebihi batas normal. Setelah dilakukan pengkajian lebih lanjut, sebagian besar dari mereka tahu terkait pengertian asam urat, namun kurang mengetahui terkait penyebab dan pemicunya. Sebagai seorang tenaga kesehatan, apa tindak lanjut yang sebaiknya dilakukan?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan data yang Anda berikan, kondisi yang perlu ditangani adalah prevalensi radang sendi dan peningkatan kasus asam urat di Indonesia, terutama di beberapa daerah seperti Bali, Aceh, Jawa Barat, dan Papua. Sebagai seorang perawat, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang dapat diterapkan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Kronik berhubungan dengan radang sendi (SDKI)
2. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang asam urat (SDKI)
Penjelasan Singkat:
1. Nyeri Kronik berhubungan dengan radang sendi (SDKI)
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
- Tujuan: Pasien dapat melaporkan penurunan nyeri dan meningkatkan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
- Intervensi Keperawatan (SLKI):
a. Manajemen Nyeri: Mengidentifikasi dan mengelola faktor-faktor yang memengaruhi nyeri.
b. Terapi Modalitas: Menggunakan modalitas terapeutik untuk mengurangi nyeri.
c. Edukasi Kesehatan: Memberikan informasi tentang nyeri dan strategi penanganannya.
2. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang asam urat (SDKI)
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi, mengelola, dan mempertahankan perilaku sehat untuk memenuhi kebutuhan kesehatan.
- Tujuan: Pasien dapat menunjukkan perilaku sehat dalam mengelola asam urat.
- Intervensi Keperawatan (SLKI):
a. Edukasi Kesehatan: Memberikan informasi tentang asam urat, penyebab, dan penatalaksanaannya.
b. Manajemen Gizi: Membantu pasien mengatur pola makan untuk menurunkan kadar asam urat.
c. Dukungan Sistem: Melibatkan keluarga dan komunitas dalam mendukung pasien mengelola asam urat.
Selanjutnya, perawat dapat menggunakan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) untuk menentukan tindakan keperawatan yang spesifik dalam melaksanakan intervensi di atas.
Dengan pendekatan ini, perawat dapat membantu mengatasi prevalensi radang sendi dan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang asam urat, sehingga dapat mencegah komplikasi yang lebih serius. -
Article No. 1220 | 02 Oct 2024
Klinis : Berdasarkan dara yang diperoleh dari WHO, penderita kasus radang sendi di Indonesia mencapai 81% populasi, hanya 24% yang pergi ke dokter sedangkan 71 % cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang di jual bebas. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai Negara paling tinggi menderita radang sendi jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya, seperti Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan. Prevalensi penyakit persendian berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Bali (19,3%) diikuti oleh Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%)3. Dari waktu ke waktu jumlah penderita asam urat cenderung meningkat. Pada pencatatan kasus yang dilakukan pada 57 lansia di Desa Samsam, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, di Bali, diperoleh informasi bahwa sebanyak 50 orang (87,7%) memiliki kadar asam urat melebihi batas normal. Setelah dilakukan pengkajian lebih lanjut, sebagian besar dari mereka tahu terkait pengertian asam urat, namun kurang mengetahui terkait penyebab dan pemicunya. Sebagai seorang tenaga kesehatan, apa tindak lanjut yang sebaiknya dilakukan?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, kondisi yang perlu ditangani adalah radang sendi dan peningkatan kadar asam urat pada populasi lansia di Indonesia, khususnya di Desa Samsam, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Bali. Sebagai seorang perawat, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang dapat diterapkan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Kronik Berhubungan dengan Radang Sendi
2. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang Asam Urat
Penjelasan Singkat:
1. Nyeri Kronik Berhubungan dengan Radang Sendi
- SDKI: Nyeri Kronik
- SLKI: Pengendalian Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri
Penjelasan: Pasien mengalami nyeri kronik yang disebabkan oleh radang sendi. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pengkajian nyeri, pemberian analgesik, terapi kompres hangat/dingin, dan edukasi tentang manajemen nyeri.
2. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang Asam Urat
- SDKI: Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan
- SLKI: Perilaku Sehat
- SIKI: Edukasi Kesehatan
Penjelasan: Pasien memiliki pengetahuan yang kurang tentang asam urat, seperti penyebab dan pemicunya. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pengkajian pengetahuan pasien, edukasi tentang asam urat (pengertian, penyebab, pencegahan, dan penanganan), serta pemberian informasi tentang gaya hidup sehat.
Sebagai tindak lanjut, perawat dapat melakukan hal-hal berikut:
1. Melakukan pengkajian komprehensif pada pasien, mencakup riwayat kesehatan, pola makan, aktivitas, dan faktor risiko lainnya.
2. Memberikan edukasi dan konseling kepada pasien dan keluarga terkait radang sendi dan asam urat, termasuk penyebab, gejala, pencegahan, dan penanganan yang tepat.
3. Membuat rencana perawatan yang fokus pada manajemen nyeri, perubahan gaya hidup, dan peningkatan pengetahuan pasien.
4. Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter dan ahli gizi, untuk memberikan intervensi yang komprehensif.
5. Memantau perkembangan kondisi pasien dan melakukan evaluasi serta penyesuaian rencana perawatan secara berkala.
Dengan pendekatan yang holistik dan kolaboratif, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. -
Article No. 1221 | 02 Oct 2024
Klinis : nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kondisi yang Anda berikan, yaitu nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas.
1. Kode ICD-10:
- Kode: R52.0
- Deskripsi: Nyeri akut
Penjelasan:
Kode ICD-10 R52.0 digunakan untuk mengkodekan kondisi nyeri akut. Nyeri akut adalah nyeri yang timbul secara tiba-tiba, biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan atau inflamasi, dan cenderung berlangsung dalam waktu yang singkat. Dalam kasus ini, nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas yang dialami oleh pasien.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 94.31
- Deskripsi: Terapi perilaku untuk rasa cemas
Penjelasan:
Kode ICD-9-CM 94.31 digunakan untuk mengkodekan terapi perilaku yang ditujukan untuk mengatasi rasa cemas yang dialami oleh pasien. Terapi perilaku ini dapat meliputi teknik-teknik seperti relaksasi, desensitisasi, dan pengalihan perhatian, yang bertujuan untuk membantu pasien mengelola dan mengurangi rasa cemas yang menyebabkan atau berkaitan dengan nyeri akut yang dirasakan.
Dengan demikian, kode ICD-10 R52.0 (nyeri akut) dan kode ICD-9-CM 94.31 (terapi perilaku untuk rasa cemas) dapat digunakan untuk mengkodekan kondisi dan tindakan medis yang sesuai dengan kasus nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas. -
Article No. 1222 | 02 Oct 2024
Klinis : nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas
Penjelasan:
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri akut ini berhubungan dengan rasa cemas, yaitu perasaan khawatir, tidak aman, dan takut terhadap sesuatu yang akan terjadi.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Dalam SDKI, diagnosa keperawatan ini dapat diklasifikasikan sebagai domain 12: Kenyamanan, kelas 1: Nyeri.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran keperawatan yang dapat digunakan untuk mengatasi kondisi ini berdasarkan SLKI adalah:
1. Manajemen Nyeri
2. Kontrol Kecemasan
3. Pemantauan Tanda-tanda Vital
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan SIKI adalah:
1. Manajemen Nyeri
- Penilaian nyeri
- Pemberian analgesik
- Teknik non-farmakologis (relaksasi, distraksi, terapi musik, dll.)
2. Manajemen Kecemasan
- Identifikasi penyebab kecemasan
- Teknik relaksasi
- Terapi kognitif-perilaku
3. Pemantauan Tanda-tanda Vital
- Pemantauan tanda-tanda vital secara berkala
- Interpretasi hasil pemantauan
Sebagai perawat, saya akan menggunakan pendekatan holistik dalam menangani kondisi ini, dengan memperhatikan aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual pasien. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi nyeri yang dialami pasien serta mengelola kecemasan yang menyertainya, sehingga dapat meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan pasien. -
Article No. 1223 | 02 Oct 2024
Klinis : Pasien datang ke IGD RS Ulin Banjarmasin pada tanggal 22 Februari 2021, pukul 15.00 WITA dengan keluhan penurunan kesadaran, serta kaku pada tangan dan kaki sejak tanggal 19 februari 2021, dan sebelumnya telah dibawa ke IGD RS Bhayangkara. Banjarmasin pada jam 16.00 WITA. Keluhan awalnya terjadi 4 hari yang lalu pada tanggal 15 februari 2021, sebelumnya pasien mengeluh kaki lemas dan sulit untuk berdiri sehingga harus dituntun jika ingin Pada tanggal 19 Februari 2021, pasien sudah tidak mau makan dan muum, tidak mau tidur, tidak merespon sama sekali jika diajak berbicara, tetapi mata masih bisa merespon dan kaku seluruh ekstremitas. Pasien tidak disertai keluhan demam maupun muntah. Tidak ada riwayat jatuh. 1 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien pernah mengalami kejang sebanyak 1 kali, dengan frekuensi kejang +/- 5 menit, kejang seluruh badan kaki dan tangan kelojotan, saat kejang pasien sadar, saat kejang pasien diberikan obat anti-kejang yang diberikan melalui dubur sebanyak 1 kali dan langsung berkurang kejangnya, setelah kejang pasien tidak sadar, pasien sadar setelah 15 menit setelah kejang dan mengalami muntah yang berisi makanan yang dimakan oleh pasien sebelumnya Pasien dirawat di RS Bhayangkara selama 4 hari, tetapi tidak ada perbaikan, sehingga disarankan untuk di rujuk ke RS Ulin Banjarmasin untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis pasien dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: G12.0
- Deskripsi: Atrofi spinal infantil, tipe I [Werdnig-Hoffmann]
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 88.91
- Deskripsi: Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
Penjelasan:
Pasien dengan keluhan penurunan kesadaran, kaku pada tangan dan kaki sejak 19 Februari 2021, serta riwayat kejang pada 1 bulan sebelumnya, dapat didiagnosis dengan atrofi spinal infantil, tipe I atau Werdnig-Hoffmann. Ini merupakan salah satu jenis penyakit neurodegeneratif pada anak-anak yang ditandai dengan penurunan fungsi motorik, kekakuan, dan kehilangan refleks tendon.
Pada kasus ini, pasien sebelumnya telah dibawa ke IGD RS Bhayangkara, namun tidak ada perbaikan, sehingga dirujuk ke RS Ulin Banjarmasin untuk pemeriksaan lebih lanjut. Salah satu pemeriksaan yang mungkin dilakukan adalah elektroensefalografi (EEG) untuk mengevaluasi aktivitas otak dan membantu menegakkan diagnosis.
Penanganan selanjutnya dapat berupa pemberian terapi suportif, seperti pemberian nutrisi dan cairan, serta pemantauan keadaan klinis pasien. Selain itu, pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan adalah pemeriksaan neurologis, pencitraan otak (misalnya CT scan atau MRI), dan uji genetik untuk memastikan diagnosis.