Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 1219 | 02 Oct 2024
Klinis : Berdasarkan dara yang diperoleh dari WHO, penderita kasus radang sendi di Indonesia mencapai 81% populasi, hanya 24% yang pergi ke dokter sedangkan 71 % cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang di jual bebas. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai Negara paling tinggi menderita radang sendi jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya, seperti Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan. Prevalensi penyakit persendian berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Bali (19,3%) diikuti oleh Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%)3. Dari waktu ke waktu jumlah penderita asam urat cenderung meningkat. Pada pencatatan kasus yang dilakukan pada 57 lansia di Desa Samsam, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, di Bali, diperoleh informasi bahwa sebanyak 50 orang (87,7%) memiliki kadar asam urat melebihi batas normal. Setelah dilakukan pengkajian lebih lanjut, sebagian besar dari mereka tahu terkait pengertian asam urat, namun kurang mengetahui terkait penyebab dan pemicunya. Sebagai seorang tenaga kesehatan, apa tindak lanjut yang sebaiknya dilakukan?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan data yang Anda berikan, kondisi yang perlu ditangani adalah prevalensi radang sendi dan peningkatan kasus asam urat di Indonesia, terutama di beberapa daerah seperti Bali, Aceh, Jawa Barat, dan Papua. Sebagai seorang perawat, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang dapat diterapkan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Kronik berhubungan dengan radang sendi (SDKI)
2. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang asam urat (SDKI)
Penjelasan Singkat:
1. Nyeri Kronik berhubungan dengan radang sendi (SDKI)
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
- Tujuan: Pasien dapat melaporkan penurunan nyeri dan meningkatkan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
- Intervensi Keperawatan (SLKI):
a. Manajemen Nyeri: Mengidentifikasi dan mengelola faktor-faktor yang memengaruhi nyeri.
b. Terapi Modalitas: Menggunakan modalitas terapeutik untuk mengurangi nyeri.
c. Edukasi Kesehatan: Memberikan informasi tentang nyeri dan strategi penanganannya.
2. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang asam urat (SDKI)
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi, mengelola, dan mempertahankan perilaku sehat untuk memenuhi kebutuhan kesehatan.
- Tujuan: Pasien dapat menunjukkan perilaku sehat dalam mengelola asam urat.
- Intervensi Keperawatan (SLKI):
a. Edukasi Kesehatan: Memberikan informasi tentang asam urat, penyebab, dan penatalaksanaannya.
b. Manajemen Gizi: Membantu pasien mengatur pola makan untuk menurunkan kadar asam urat.
c. Dukungan Sistem: Melibatkan keluarga dan komunitas dalam mendukung pasien mengelola asam urat.
Selanjutnya, perawat dapat menggunakan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) untuk menentukan tindakan keperawatan yang spesifik dalam melaksanakan intervensi di atas.
Dengan pendekatan ini, perawat dapat membantu mengatasi prevalensi radang sendi dan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang asam urat, sehingga dapat mencegah komplikasi yang lebih serius. -
Article No. 1220 | 02 Oct 2024
Klinis : Berdasarkan dara yang diperoleh dari WHO, penderita kasus radang sendi di Indonesia mencapai 81% populasi, hanya 24% yang pergi ke dokter sedangkan 71 % cenderung langsung mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri yang di jual bebas. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai Negara paling tinggi menderita radang sendi jika dibandingkan dengan negara Asia lainnya, seperti Hongkong, Singapura, Malaysia dan Taiwan. Prevalensi penyakit persendian berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Bali (19,3%) diikuti oleh Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan Papua (15,4%)3. Dari waktu ke waktu jumlah penderita asam urat cenderung meningkat. Pada pencatatan kasus yang dilakukan pada 57 lansia di Desa Samsam, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, di Bali, diperoleh informasi bahwa sebanyak 50 orang (87,7%) memiliki kadar asam urat melebihi batas normal. Setelah dilakukan pengkajian lebih lanjut, sebagian besar dari mereka tahu terkait pengertian asam urat, namun kurang mengetahui terkait penyebab dan pemicunya. Sebagai seorang tenaga kesehatan, apa tindak lanjut yang sebaiknya dilakukan?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, kondisi yang perlu ditangani adalah radang sendi dan peningkatan kadar asam urat pada populasi lansia di Indonesia, khususnya di Desa Samsam, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan, Bali. Sebagai seorang perawat, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang dapat diterapkan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Kronik Berhubungan dengan Radang Sendi
2. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang Asam Urat
Penjelasan Singkat:
1. Nyeri Kronik Berhubungan dengan Radang Sendi
- SDKI: Nyeri Kronik
- SLKI: Pengendalian Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri
Penjelasan: Pasien mengalami nyeri kronik yang disebabkan oleh radang sendi. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pengkajian nyeri, pemberian analgesik, terapi kompres hangat/dingin, dan edukasi tentang manajemen nyeri.
2. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan tentang Asam Urat
- SDKI: Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan
- SLKI: Perilaku Sehat
- SIKI: Edukasi Kesehatan
Penjelasan: Pasien memiliki pengetahuan yang kurang tentang asam urat, seperti penyebab dan pemicunya. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pengkajian pengetahuan pasien, edukasi tentang asam urat (pengertian, penyebab, pencegahan, dan penanganan), serta pemberian informasi tentang gaya hidup sehat.
Sebagai tindak lanjut, perawat dapat melakukan hal-hal berikut:
1. Melakukan pengkajian komprehensif pada pasien, mencakup riwayat kesehatan, pola makan, aktivitas, dan faktor risiko lainnya.
2. Memberikan edukasi dan konseling kepada pasien dan keluarga terkait radang sendi dan asam urat, termasuk penyebab, gejala, pencegahan, dan penanganan yang tepat.
3. Membuat rencana perawatan yang fokus pada manajemen nyeri, perubahan gaya hidup, dan peningkatan pengetahuan pasien.
4. Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter dan ahli gizi, untuk memberikan intervensi yang komprehensif.
5. Memantau perkembangan kondisi pasien dan melakukan evaluasi serta penyesuaian rencana perawatan secara berkala.
Dengan pendekatan yang holistik dan kolaboratif, diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. -
Article No. 1221 | 02 Oct 2024
Klinis : nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kondisi yang Anda berikan, yaitu nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas.
1. Kode ICD-10:
- Kode: R52.0
- Deskripsi: Nyeri akut
Penjelasan:
Kode ICD-10 R52.0 digunakan untuk mengkodekan kondisi nyeri akut. Nyeri akut adalah nyeri yang timbul secara tiba-tiba, biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan atau inflamasi, dan cenderung berlangsung dalam waktu yang singkat. Dalam kasus ini, nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas yang dialami oleh pasien.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 94.31
- Deskripsi: Terapi perilaku untuk rasa cemas
Penjelasan:
Kode ICD-9-CM 94.31 digunakan untuk mengkodekan terapi perilaku yang ditujukan untuk mengatasi rasa cemas yang dialami oleh pasien. Terapi perilaku ini dapat meliputi teknik-teknik seperti relaksasi, desensitisasi, dan pengalihan perhatian, yang bertujuan untuk membantu pasien mengelola dan mengurangi rasa cemas yang menyebabkan atau berkaitan dengan nyeri akut yang dirasakan.
Dengan demikian, kode ICD-10 R52.0 (nyeri akut) dan kode ICD-9-CM 94.31 (terapi perilaku untuk rasa cemas) dapat digunakan untuk mengkodekan kondisi dan tindakan medis yang sesuai dengan kasus nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas. -
Article No. 1222 | 02 Oct 2024
Klinis : nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri akut berhubungan dengan rasa cemas
Penjelasan:
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri akut ini berhubungan dengan rasa cemas, yaitu perasaan khawatir, tidak aman, dan takut terhadap sesuatu yang akan terjadi.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Dalam SDKI, diagnosa keperawatan ini dapat diklasifikasikan sebagai domain 12: Kenyamanan, kelas 1: Nyeri.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran keperawatan yang dapat digunakan untuk mengatasi kondisi ini berdasarkan SLKI adalah:
1. Manajemen Nyeri
2. Kontrol Kecemasan
3. Pemantauan Tanda-tanda Vital
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan SIKI adalah:
1. Manajemen Nyeri
- Penilaian nyeri
- Pemberian analgesik
- Teknik non-farmakologis (relaksasi, distraksi, terapi musik, dll.)
2. Manajemen Kecemasan
- Identifikasi penyebab kecemasan
- Teknik relaksasi
- Terapi kognitif-perilaku
3. Pemantauan Tanda-tanda Vital
- Pemantauan tanda-tanda vital secara berkala
- Interpretasi hasil pemantauan
Sebagai perawat, saya akan menggunakan pendekatan holistik dalam menangani kondisi ini, dengan memperhatikan aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual pasien. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi nyeri yang dialami pasien serta mengelola kecemasan yang menyertainya, sehingga dapat meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan pasien. -
Article No. 1223 | 02 Oct 2024
Klinis : Pasien datang ke IGD RS Ulin Banjarmasin pada tanggal 22 Februari 2021, pukul 15.00 WITA dengan keluhan penurunan kesadaran, serta kaku pada tangan dan kaki sejak tanggal 19 februari 2021, dan sebelumnya telah dibawa ke IGD RS Bhayangkara. Banjarmasin pada jam 16.00 WITA. Keluhan awalnya terjadi 4 hari yang lalu pada tanggal 15 februari 2021, sebelumnya pasien mengeluh kaki lemas dan sulit untuk berdiri sehingga harus dituntun jika ingin Pada tanggal 19 Februari 2021, pasien sudah tidak mau makan dan muum, tidak mau tidur, tidak merespon sama sekali jika diajak berbicara, tetapi mata masih bisa merespon dan kaku seluruh ekstremitas. Pasien tidak disertai keluhan demam maupun muntah. Tidak ada riwayat jatuh. 1 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien pernah mengalami kejang sebanyak 1 kali, dengan frekuensi kejang +/- 5 menit, kejang seluruh badan kaki dan tangan kelojotan, saat kejang pasien sadar, saat kejang pasien diberikan obat anti-kejang yang diberikan melalui dubur sebanyak 1 kali dan langsung berkurang kejangnya, setelah kejang pasien tidak sadar, pasien sadar setelah 15 menit setelah kejang dan mengalami muntah yang berisi makanan yang dimakan oleh pasien sebelumnya Pasien dirawat di RS Bhayangkara selama 4 hari, tetapi tidak ada perbaikan, sehingga disarankan untuk di rujuk ke RS Ulin Banjarmasin untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis pasien dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: G12.0
- Deskripsi: Atrofi spinal infantil, tipe I [Werdnig-Hoffmann]
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 88.91
- Deskripsi: Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG)
Penjelasan:
Pasien dengan keluhan penurunan kesadaran, kaku pada tangan dan kaki sejak 19 Februari 2021, serta riwayat kejang pada 1 bulan sebelumnya, dapat didiagnosis dengan atrofi spinal infantil, tipe I atau Werdnig-Hoffmann. Ini merupakan salah satu jenis penyakit neurodegeneratif pada anak-anak yang ditandai dengan penurunan fungsi motorik, kekakuan, dan kehilangan refleks tendon.
Pada kasus ini, pasien sebelumnya telah dibawa ke IGD RS Bhayangkara, namun tidak ada perbaikan, sehingga dirujuk ke RS Ulin Banjarmasin untuk pemeriksaan lebih lanjut. Salah satu pemeriksaan yang mungkin dilakukan adalah elektroensefalografi (EEG) untuk mengevaluasi aktivitas otak dan membantu menegakkan diagnosis.
Penanganan selanjutnya dapat berupa pemberian terapi suportif, seperti pemberian nutrisi dan cairan, serta pemantauan keadaan klinis pasien. Selain itu, pemeriksaan lain yang mungkin dilakukan adalah pemeriksaan neurologis, pencitraan otak (misalnya CT scan atau MRI), dan uji genetik untuk memastikan diagnosis. -
Article No. 1224 | 02 Oct 2024
Klinis : Pasien datang ke IGD RS Ulin Banjarmasin pada tanggal 22 Februari 2021, pukul 15.00 WITA dengan keluhan penurunan kesadaran, serta kaku pada tangan dan kaki sejak tanggal 19 februari 2021, dan sebelumnya telah dibawa ke IGD RS Bhayangkara. Banjarmasin pada jam 16.00 WITA. Keluhan awalnya terjadi 4 hari yang lalu pada tanggal 15 februari 2021, sebelumnya pasien mengeluh kaki lemas dan sulit untuk berdiri sehingga harus dituntun jika ingin Pada tanggal 19 Februari 2021, pasien sudah tidak mau makan dan muum, tidak mau tidur, tidak merespon sama sekali jika diajak berbicara, tetapi mata masih bisa merespon dan kaku seluruh ekstremitas. Pasien tidak disertai keluhan demam maupun muntah. Tidak ada riwayat jatuh. 1 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien pernah mengalami kejang sebanyak 1 kali, dengan frekuensi kejang +/- 5 menit, kejang seluruh badan kaki dan tangan kelojotan, saat kejang pasien sadar, saat kejang pasien diberikan obat anti-kejang yang diberikan melalui dubur sebanyak 1 kali dan langsung berkurang kejangnya, setelah kejang pasien tidak sadar, pasien sadar setelah 15 menit setelah kejang dan mengalami muntah yang berisi makanan yang dimakan oleh pasien sebelumnya Pasien dirawat di RS Bhayangkara selama 4 hari, tetapi tidak ada perbaikan, sehingga disarankan untuk di rujuk ke RS Ulin Banjarmasin untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien tersebut.
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan Kesadaran berhubungan dengan gangguan neurologis, ditandai dengan pasien tidak responsif terhadap ajakan berbicara.
2. Keterbatasan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kekakuan pada ekstremitas, ditandai dengan pasien tidak dapat berdiri sendiri.
3. Risiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran dan ketidakmampuan menelan, ditandai dengan pasien tidak mau makan dan minum.
Penjelasan Singkat SDKI-SLKI-SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Penurunan Kesadaran: Keadaan individu yang mengalami penurunan tingkat kewaspadaan dan respon terhadap lingkungan.
2. Keterbatasan Mobilitas Fisik: Keterbatasan dalam melakukan pergerakan yang disengaja, terkontrol, dan terarah.
3. Risiko Aspirasi: Kerentanan terhadap masuknya cairan, makanan, zat, atau benda asing ke dalam saluran napas.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Penurunan Kesadaran: Pasien menunjukkan peningkatan tingkat kesadaran.
2. Keterbatasan Mobilitas Fisik: Pasien menunjukkan peningkatan kemampuan mobilitas.
3. Risiko Aspirasi: Pasien tidak mengalami aspirasi.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Penurunan Kesadaran: Pemantauan neurologi, pemberian oksigen, dan manajemen airway.
2. Keterbatasan Mobilitas Fisik: Mobilisasi dini, latihan pergerakan sendi, dan perawatan kulit.
3. Risiko Aspirasi: Pengaturan posisi, pencegahan aspirasi, dan manajemen nutrisi.
Berdasarkan kondisi pasien, diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengidentifikasi penyebab penurunan kesadaran dan kekakuan ekstremitas. Intervensi keperawatan yang komprehensif akan diperlukan untuk mengatasi masalah kesehatan pasien dan mencegah komplikasi. -
Article No. 1024 | 01 Oct 2024
Klinis : Koordinator perawatan Perkesmas dari Puskesmas Mlati meminta kepada Kelompok perawat komunitas dari UGM melakukan survey mawas diri di Dusun Sendari karena adanya 10 ibu hamil yang rentang usianya 20-40 tahun. Belum diketahui kadar Hbnya dan semuanya telah kontrol secara rutin baik di puskesmas atau dokter swasta. Usia kehamilannya bermacam-macam. Tidak semua mau konsumsi asam folat yang diberikan petugas Kesehatan dengan alasan mau muntah dan tidak enak. Aktifitas bumil yang dilakukan seperti sebelum hamil jadi tidak ada perbedaan. diagnosa komunitas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dideskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan komunitas dengan penjelasan singkat menggunakan standar SDKI-SLKI-SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan Komunitas:
1. Ketidakpatuhan berhubungan dengan perilaku ibu hamil yang tidak mau mengonsumsi asam folat karena keluhan mual dan tidak enak.
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia): Ketidakpatuhan didefinisikan sebagai perilaku individu atau kelompok yang tidak sesuai dengan rencana terapi atau kesepakatan yang disarankan oleh tenaga kesehatan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Luaran yang diharapkan adalah ibu hamil dapat patuh dalam mengonsumsi asam folat sesuai anjuran tenaga kesehatan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi yang dapat dilakukan adalah edukasi tentang pentingnya asam folat bagi kehamilan, manajemen mual, dan pendampingan dalam mengonsumsi asam folat.
2. Risiko kurang asupan gizi berhubungan dengan ketidakpatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi asam folat.
Penjelasan:
SDKI: Risiko kurang asupan gizi didefinisikan sebagai keadaan berisiko mengalami kekurangan zat gizi yang diperlukan oleh individu atau kelompok.
SLKI: Luaran yang diharapkan adalah ibu hamil dapat memenuhi kebutuhan gizi selama kehamilan, termasuk asupan asam folat yang adekuat.
SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah edukasi tentang kebutuhan gizi ibu hamil, pemantauan asupan makan, dan pemberian suplemen asam folat.
3. Risiko kekurangan pengetahuan berhubungan dengan informasi yang belum memadai tentang pentingnya asam folat selama kehamilan.
Penjelasan:
SDKI: Risiko kekurangan pengetahuan didefinisikan sebagai keadaan berisiko mengalami defisit informasi kognitif yang diperlukan oleh individu atau kelompok.
SLKI: Luaran yang diharapkan adalah ibu hamil memiliki pengetahuan yang memadai tentang manfaat asam folat selama kehamilan.
SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah edukasi tentang manfaat asam folat, pentingnya asupan yang adekuat selama kehamilan, dan cara mengonsumsi suplemen asam folat. -
Article No. 1025 | 01 Oct 2024
Klinis : Koordinator perawatan Perkesmas dari Puskesmas Mlati meminta kepada Kelompok perawat komunitas dari UGM melakukan survey mawas diri di Dusun Sendari karena adanya 10 ibu hamil yang rentang usianya 20-40 tahun. Belum diketahui kadar Hbnya dan semuanya telah kontrol secara rutin baik di puskesmas atau dokter swasta. Usia kehamilannya bermacam-macam. Tidak semua mau konsumsi asam folat yang diberikan petugas Kesehatan dengan alasan mau muntah dan tidak enak. Aktifitas bumil yang dilakukan seperti sebelum hamil jadi tidak ada perbedaan. diagnosa komunitas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, dapat diidentifikasi beberapa diagnosa keperawatan komunitas yang relevan dengan kondisi tersebut, sesuai dengan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengenai Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Diagnosa Keperawatan Komunitas:
1. Risiko Kurang Pengetahuan Masyarakat Tentang Kehamilan
- SDKI: Risiko Kurang Pengetahuan Masyarakat Tentang Kehamilan
- SLKI: Peningkatan Pengetahuan Masyarakat Tentang Kehamilan
- SIKI: Edukasi Kesehatan Masyarakat Tentang Kehamilan
Penjelasan: Terdapat 10 ibu hamil dengan rentang usia 20-40 tahun yang belum mengetahui kadar Hb dan tidak semua mau mengonsumsi asam folat yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hal ini menunjukkan adanya risiko kurang pengetahuan di masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan kesehatan dan asupan nutrisi selama kehamilan.
2. Risiko Kurang Kepatuhan Ibu Hamil Terhadap Perawatan Kehamilan
- SDKI: Risiko Kurang Kepatuhan Perawatan Kehamilan
- SLKI: Peningkatan Kepatuhan Perawatan Kehamilan
- SIKI: Edukasi Kepatuhan Perawatan Kehamilan
Penjelasan: Beberapa ibu hamil enggan mengonsumsi asam folat yang diberikan oleh petugas kesehatan dengan alasan mau muntah dan tidak enak. Hal ini menunjukkan adanya risiko kurang kepatuhan ibu hamil terhadap perawatan kehamilan yang direkomendasikan.
3. Risiko Perubahan Aktivitas Ibu Hamil
- SDKI: Risiko Perubahan Aktivitas
- SLKI: Peningkatan Aktivitas
- SIKI: Manajemen Aktivitas Ibu Hamil
Penjelasan: Diketahui bahwa aktivitas ibu hamil yang dilakukan tidak berbeda dengan sebelum hamil. Hal ini menunjukkan adanya risiko perubahan aktivitas ibu hamil yang dapat berdampak pada kesehatan kehamilan.
Dengan mempertimbangkan diagnosa keperawatan komunitas tersebut, perawat komunitas dari UGM dapat melakukan upaya-upaya seperti edukasi kesehatan masyarakat tentang kehamilan, peningkatan kepatuhan perawatan kehamilan, dan manajemen aktivitas ibu hamil untuk mengoptimalkan kesehatan ibu hamil di Dusun Sendari. -
Article No. 1026 | 01 Oct 2024
Klinis : Koordinator perawatan Perkesmas dari Puskesmas Sewon meminta kepada Kelompok perawat komunitas dari UGM melakukan survey mawas diri di Dusun Sawo karena dilaporkan adanya 5 kasus Diare pada anak dan orang dewasa. 4 kasus sudah ditangani di Puskesmas dan 1 kasus di rujuk di RS. Berdasarkan informasi dari kader Kesehatan bahwa keluarga dari masing2 klien tidak tahu harus bagaimana mencegah dan mengatasi diare selama dirumah dan hanya diberi minum air putih saja. Waktu terjadi kasus diare Kader Kesehatan langsung membawa klien ke puskesmas terdekat.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Dehidrasi berhubungan dengan diare
2. Defisit Pengetahuan terkait pencegahan dan penanganan diare di rumah
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Risiko Dehidrasi berhubungan dengan diare
- SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia): Risiko Dehidrasi adalah kondisi di mana individu berisiko mengalami kekurangan cairan dan elektrolit yang dapat mengancam kesehatan.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Luaran yang diharapkan adalah klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi yang dapat dilakukan adalah memantau tanda-tanda vital, asupan dan output cairan, serta memberikan terapi rehidrasi oral atau intravena jika diperlukan.
2. Defisit Pengetahuan terkait pencegahan dan penanganan diare di rumah
- SDKI: Defisit Pengetahuan adalah kondisi di mana individu/keluarga/komunitas memiliki pengetahuan yang tidak cukup tentang informasi yang diperlukan.
- SLKI: Luaran yang diharapkan adalah klien dan keluarga dapat mendemonstrasikan pengetahuan yang cukup terkait pencegahan dan penanganan diare di rumah.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah memberikan edukasi tentang penyebab, pencegahan, dan penanganan diare di rumah, serta memastikan pemahaman klien dan keluarga.
Dengan adanya diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI, diharapkan kelompok perawat komunitas dari UGM dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan sesuai standar untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat di Dusun Sawo. -
Article No. 1027 | 01 Oct 2024
Klinis : Koordinator perawatan Perkesmas dari Puskesmas Sewon meminta kepada Kelompok perawat komunitas dari UGM melakukan survey mawas diri di Dusun Sawo karena dilaporkan adanya 5 kasus Diare pada anak dan orang dewasa. 4 kasus sudah ditangani di Puskesmas dan 1 kasus di rujuk di RS. Berdasarkan informasi dari kader Kesehatan bahwa keluarga dari masing2 klien tidak tahu harus bagaimana mencegah dan mengatasi diare selama dirumah dan hanya diberi minum air putih saja. Waktu terjadi kasus diare Kader Kesehatan langsung membawa klien ke puskesmas terdekat. Dalam ranah keperawatan komunitas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, terdapat beberapa diagnosa keperawatan yang dapat diterapkan dalam situasi ini, beserta penjelasan singkat menurut standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
1. Diagnosa Keperawatan: Risiko Infeksi
- SDKI: Keadaan rentan individu/kelompok terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat mengganggu kesehatan.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk mencegah atau meminimalkan risiko infeksi pada individu/kelompok.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mencegah atau meminimalkan risiko infeksi pada individu/kelompok.
2. Diagnosa Keperawatan: Defisit Pengetahuan
- SDKI: Kurangnya informasi kognitif yang dibutuhkan oleh individu/kelompok untuk mengambil keputusan atau tindakan yang tepat.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk meningkatkan pengetahuan individu/kelompok.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan individu/kelompok.
3. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan
- SDKI: Ketidakmampuan individu/kelompok untuk mengidentifikasi, mengelola, dan mempertahankan proses sehat-sakit.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk membantu individu/kelompok dalam mengelola proses sehat-sakit.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk membantu individu/kelompok dalam mengelola proses sehat-sakit.
Dalam situasi ini, perawat komunitas dari UGM dapat melakukan survey mawas diri di Dusun Sawo untuk mengidentifikasi faktor risiko infeksi, memberikan edukasi tentang pencegahan dan penatalaksanaan diare di rumah, serta membantu masyarakat dalam mengembangkan kemampuan manajemen kesehatan yang efektif. Intervensi dan tindakan keperawatan yang sesuai dapat dikembangkan berdasarkan standar SLKI dan SIKI dari PPNI.