Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 1244 | 03 Oct 2024
Klinis : sering ngupil, jorok, tidak mau mandi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Perilaku Kebersihan Diri Tidak Efektif
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Perilaku Kebersihan Diri Tidak Efektif didefinisikan sebagai kemampuan individu yang terganggu dalam melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri secara mandiri.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari diagnosa ini adalah Perilaku Kebersihan Diri Efektif, yaitu kemampuan individu untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri secara mandiri.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi yang dapat dilakukan antara lain Perawatan Diri, Edukasi Kebersihan Diri, Konseling Perilaku, serta melibatkan keluarga atau orang terdekat untuk mendukung perubahan perilaku.
Sebagai seorang perawat, saya melihat kondisi sering mengupil, jorok, dan tidak mau mandi menunjukkan adanya masalah dalam perilaku kebersihan diri. Kondisi ini dapat berdampak pada kesehatan fisik maupun psikologis klien. Oleh karena itu, diperlukan intervensi keperawatan yang komprehensif untuk membantu klien mencapai perilaku kebersihan diri yang efektif. -
Article No. 1245 | 03 Oct 2024
Klinis : Ny. S, seorang ibu berusia 37 tahun, datang ke rumah sakit dalam keadaan inpartu kala III. Iamerupakan seorang G5P3A1 dan baru saja melahirkan anak kelimanya pada tanggal 30 September 2024 pukul 07.15 WIB. Meskipun bayi telah lahir, Ny. S melaporkan bahwa ari-arinya belum juga keluar. Setelah melahirkan, Ny. S mengaku merasa cemas karena plasentanya belum lahir. Ia merasa letih, dengan badan terasa dingin, dan perutnya masih mules. Data vital menunjukkan bahwa tekanan darahnya 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit, suhu 36,6 °C, dan pernapasan 20 x/menit. Kontraksi yang dirasakannya cukup keras, dan tinggi fundus uteri setinggi pusat. Dari pengeluaran per vaginam tercatat sebanyak 200 cc, dan pada pemeriksaan vulva terlihat tali pusat terjulur sepanjang 30 cm. Apa penjelasan dari diganosa risiko perdarahan postpartum berhubungan dengan...
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menurut SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kasus Ny. S.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Perdarahan Postpartum berhubungan dengan Retensio Plasenta
Penjelasan:
Ny. S, seorang ibu berusia 37 tahun, datang ke rumah sakit dalam keadaan inpartu kala III. Meskipun bayi telah lahir, Ny. S melaporkan bahwa ari-arinya belum juga keluar. Setelah melahirkan, Ny. S mengaku merasa cemas karena plasentanya belum lahir. Data vital menunjukkan bahwa tekanan darahnya 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit, suhu 36,6 °C, dan pernapasan 20 x/menit. Kontraksi yang dirasakannya cukup keras, dan tinggi fundus uteri setinggi pusat. Dari pengeluaran per vaginam tercatat sebanyak 200 cc, dan pada pemeriksaan vulva terlihat tali pusat terjulur sepanjang 30 cm.
Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa Ny. S berisiko mengalami perdarahan postpartum yang disebabkan oleh retensio plasenta (plasenta belum lahir). Retensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan yang dapat membahayakan ibu, sehingga perlu penanganan segera.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Pasien tidak mengalami perdarahan postpartum
2. Pasien menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal
3. Pasien menunjukkan kontraksi uterus yang adekuat
4. Pasien tidak mengalami komplikasi terkait retensio plasenta
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Lakukan pemantauan tanda-tanda vital secara berkala
2. Lakukan pemantauan perdarahan per vaginam
3. Lakukan pemberian oksitosik (misoprostol, oksitosin) untuk merangsang kontraksi uterus
4. Lakukan maneuver Credè untuk membantu pengeluaran plasenta
5. Berikan dukungan emosional dan informasi kepada pasien
Peran perawat dalam kasus ini adalah memantau kondisi Ny. S secara ketat, melakukan intervensi keperawatan yang tepat, dan bekerja sama dengan tim medis lain untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum yang dapat membahayakan jiwa Ny. S. -
Article No. 1246 | 03 Oct 2024
Klinis : Ny. S, seorang ibu berusia 37 tahun, datang ke rumah sakit dalam keadaan inpartu kala III. Iamerupakan seorang G5P3A1 dan baru saja melahirkan anak kelimanya pada tanggal 30 September 2024 pukul 07.15 WIB. Meskipun bayi telah lahir, Ny. S melaporkan bahwa ari-arinya belum juga keluar. Setelah melahirkan, Ny. S mengaku merasa cemas karena plasentanya belum lahir. Ia merasa letih, dengan badan terasa dingin, dan perutnya masih mules. Data vital menunjukkan bahwa tekanan darahnya 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit, suhu 36,6 °C, dan pernapasan 20 x/menit. Kontraksi yang dirasakannya cukup keras, dan tinggi fundus uteri setinggi pusat. Dari pengeluaran per vaginam tercatat sebanyak 200 cc, dan pada pemeriksaan vulva terlihat tali pusat terjulur sepanjang 30 cm. Apa penjelasan dari diganosa ansietas berhubungan dengan...
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Ansietas berhubungan dengan retensio plasenta
Penjelasan:
Berdasarkan data yang diberikan, Ny. S mengalami kondisi yang dapat menimbulkan ansietas. Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar-samar disertai dengan respon otonom, yang merupakan perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi bahaya (SDKI, 2017). Dalam kasus ini, Ny. S merasa cemas karena plasentanya belum keluar meskipun bayi telah lahir. Hal ini dapat menyebabkan perasaan takut dan khawatir akan kondisinya.
Menurut SDKI, ansietas berhubungan dengan retensio plasenta, yang merupakan ketidakmampuan tubuh untuk mengeluarkan plasenta setelah bayi lahir. Retensio plasenta dapat menyebabkan perdarahan postpartum yang merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu. Oleh karena itu, Ny. S merasa cemas dan khawatir akan kondisinya.
Berdasarkan SLKI, tujuan keperawatan yang dapat dilakukan adalah menurunnya tingkat ansietas Ny. S. Menurut SIKI, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Monitoring tanda-tanda vital secara berkala
2. Memberikan informasi dan edukasi tentang kondisi saat ini dan rencana penanganannya
3. Melakukan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
4. Memberikan dukungan emosional dan psikologis
5. Melibatkan keluarga dalam proses perawatan.
Dengan intervensi keperawatan yang tepat, diharapkan dapat menurunkan tingkat ansietas Ny. S dan membantu menstabilkan kondisinya. -
Article No. 1248 | 03 Oct 2024
Klinis : PASIEN MENGALAMI OBESITAS KARENA GULA DARAH BERLEBIHAN
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Selamat siang. Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan diagnosis keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) untuk kondisi pasien yang mengalami obesitas karena gula darah berlebihan.
Diagnosis Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kelebihan Berat Badan berhubungan dengan Asupan Nutrisi yang Berlebihan.
Penjelasan: Pasien mengalami kelebihan berat badan atau obesitas yang disebabkan oleh asupan nutrisi, terutama karbohidrat dan gula, yang berlebihan.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Keterbatasan Energi.
Penjelasan: Pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik akibat kelebihan berat badan, yang dapat menyebabkan kelelahan dan intoleransi terhadap aktivitas.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Keadaan kelebihan berat badan yang disebabkan oleh asupan nutrisi, terutama karbohidrat dan gula, yang berlebihan.
- Faktor Berhubungan: Pola makan yang tidak sehat, gaya hidup sedentary, riwayat keluarga, kondisi medis, dan lain-lain.
- Gejala dan Tanda: Berat badan berlebih, lingkar perut meningkat, peningkatan IMT, kadar gula darah tinggi, dan lain-lain.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Pasien dapat mencapai berat badan ideal, dapat melakukan aktivitas fisik secara adekuat, dan dapat mengendalikan kadar gula darah.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan: Edukasi gizi seimbang, pengaturan pola makan, program latihan fisik, pemantauan kadar gula darah, dan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
Kesimpulannya, diagnosis keperawatan yang sesuai untuk pasien dengan obesitas karena gula darah berlebihan adalah Ketidakseimbangan Nutrisi: Kelebihan Berat Badan dan Intoleransi Aktivitas. Penerapan SDKI, SLKI, dan SIKI dapat membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan terarah untuk mengatasi masalah kesehatan pasien.
Semoga penjelasan ini bermanfaat. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk menanyakannya. Wassalamualaikum. -
Article No. 1249 | 03 Oct 2024
Klinis : Ny. S, seorang ibu berusia 37 tahun, datang ke rumah sakit dalam keadaan inpartu kala III. Iamerupakan seorang G5P3A1 dan baru saja melahirkan anak kelimanya pada tanggal 30 September 2024 pukul 07.15 WIB. Meskipun bayi telah lahir, Ny. S melaporkan bahwa ari-arinya belum juga keluar. Setelah melahirkan, Ny. S mengaku merasa cemas karena plasentanya belum lahir. Ia merasa letih, dengan badan terasa dingin, dan perutnya masih mules. Data vital menunjukkan bahwa tekanan darahnya 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit, suhu 36,6 °C, dan pernapasan 20 x/menit. Kontraksi yang dirasakannya cukup keras, dan tinggi fundus uteri setinggi pusat. Dari pengeluaran per vaginam tercatat sebanyak 200 cc, dan pada pemeriksaan vulva terlihat tali pusat terjulur sepanjang 30 cm. Apa penjelasan dari diganosa risiko perdarahan postpartom no SDKI nya ?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis yang sesuai adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: O72.0
- Deskripsi: Perdarahan segera setelah persalinan, termasuk retensio plasenta
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 75.3
- Deskripsi: Kuretase uterus pasca melahirkan, termasuk evakuasi sisa plasenta
Penjelasan:
Ny. S, seorang ibu berusia 37 tahun, datang ke rumah sakit dalam keadaan inpartu kala III. Ia merupakan seorang G5P3A1 dan baru saja melahirkan anak kelimanya pada tanggal 30 September 2024. Meskipun bayi telah lahir, Ny. S melaporkan bahwa ari-arinya belum juga keluar. Setelah melahirkan, Ny. S mengaku merasa cemas karena plasentanya belum lahir. Ia merasa letih, dengan badan terasa dingin, dan perutnya masih mules. Dari pemeriksaan, diketahui bahwa kontraksi yang dirasakannya cukup keras, tinggi fundus uteri setinggi pusat, dan pada pemeriksaan vulva terlihat tali pusat terjulur sepanjang 30 cm.
Berdasarkan gejala dan tanda-tanda yang ditemukan, diagnosis yang sesuai adalah Perdarahan segera setelah persalinan, termasuk retensio plasenta (Kode ICD-10: O72.0). Kondisi ini dapat terjadi karena plasenta belum keluar sehingga menyebabkan perdarahan. Tindakan medis yang mungkin dilakukan adalah kuretase uterus pasca melahirkan, termasuk evakuasi sisa plasenta (Kode ICD-9-CM: 75.3).
Penanganan yang cepat dan tepat sangat diperlukan untuk mencegah komplikasi yang lebih serius, seperti perdarahan hebat, syok, atau infeksi. Pemantauan yang ketat terhadap tanda-tanda vital, pengendalian perdarahan, dan pemberian oksigen serta cairan infus mungkin akan diperlukan. -
Article No. 1250 | 03 Oct 2024
Klinis : Ny. S, seorang ibu berusia 37 tahun, datang ke rumah sakit dalam keadaan inpartu kala III. Iamerupakan seorang G5P3A1 dan baru saja melahirkan anak kelimanya pada tanggal 30 September 2024 pukul 07.15 WIB. Meskipun bayi telah lahir, Ny. S melaporkan bahwa ari-arinya belum juga keluar. Setelah melahirkan, Ny. S mengaku merasa cemas karena plasentanya belum lahir. Ia merasa letih, dengan badan terasa dingin, dan perutnya masih mules. Data vital menunjukkan bahwa tekanan darahnya 120/70 mmHg, nadi 82 x/menit, suhu 36,6 °C, dan pernapasan 20 x/menit. Kontraksi yang dirasakannya cukup keras, dan tinggi fundus uteri setinggi pusat. Dari pengeluaran per vaginam tercatat sebanyak 200 cc, dan pada pemeriksaan vulva terlihat tali pusat terjulur sepanjang 30 cm. Apa penjelasan dari diganosa risiko perdarahan postpartom no SDKI nya ?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI berdasarkan kondisi yang dipaparkan untuk Ny. S.
Diagnosa Keperawatan: Risiko Perdarahan Postpartum
Penjelasan SDKI:
Risiko Perdarahan Postpartum merupakan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi Ny. S. Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), risiko perdarahan postpartum didefinisikan sebagai "Rentan mengalami kehilangan darah yang berlebihan (>500 ml) dari alat genetalia setelah kelahiran bayi atau dalam 24 jam pertama setelah kelahiran".
Karakteristik definisi pada SDKI untuk diagnosa ini meliputi:
1. Plasenta belum lahir
2. Kontraksi uterus lemah
3. Perdarahan aktif dari jalan lahir
4. Tanda-tanda hipovolemik (nadi cepat, tekanan darah rendah, kulit dingin)
Dalam kasus Ny. S, tanda-tanda yang muncul seperti plasenta belum lahir, kontraksi uterus keras, perdarahan aktif dari jalan lahir, serta tanda-tanda hipovolemik (nadi 82x/menit, tekanan darah 120/70 mmHg, suhu 36,6°C) mengarah pada risiko perdarahan postpartum.
Penjelasan SLKI dan SIKI:
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) untuk risiko perdarahan postpartum mencakup luaran seperti perdarahan terkendali, tidak terjadi hipovolemia, serta kontraksi uterus yang baik. Sedangkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang dapat diterapkan antara lain pemantauan perdarahan, pemberian oksigen, pemberian uterotonika, serta tindakan penanganan perdarahan aktif.
Melalui penerapan standar asuhan keperawatan (SDKI, SLKI, SIKI) yang terintegrasi, diharapkan perawat dapat melakukan intervensi yang tepat untuk mengatasi risiko perdarahan postpartum pada Ny. S dan mencapai luaran keperawatan yang optimal. -
Article No. 1251 | 03 Oct 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan mata kabur
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat dari SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien dengan keluhan mata kabur.
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Penglihatan
Definisi:
Gangguan dalam kemampuan individu untuk melihat dengan jelas dan nyaman.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Penurunan Ketajaman Penglihatan
2. Perubahan Lapang Pandang
3. Perubahan Sensasi Penglihatan
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Peningkatan Ketajaman Penglihatan
2. Peningkatan Lapang Pandang
3. Peningkatan Sensasi Penglihatan
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Penglihatan
2. Terapi Penglihatan
3. Edukasi Penglihatan
Penjelasan singkat:
Gangguan Penglihatan adalah kondisi dimana individu mengalami penurunan kemampuan untuk melihat dengan jelas dan nyaman. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kelainan refraktif, penyakit mata, atau trauma. Dalam menangani kondisi ini, perawat dapat melakukan intervensi keperawatan seperti manajemen penglihatan (misalnya penggunaan kacamata), terapi penglihatan (misalnya terapi latihan), dan edukasi penglihatan untuk meningkatkan pemahaman pasien mengenai kondisinya dan cara mengelolanya. -
Article No. 1252 | 03 Oct 2024
Klinis : Pasien pria, usia 50 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada hebat yang menjalar ke lengan kiri, sesak napas, dan keringat dingin. Pasien juga melaporkan sering merasa lelah dan mengalami peningkatan berat badan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Riwayat kesehatan menunjukkan obesitas dengan indeks massa tubuh (IMT) 32, serta hipertensi yang tidak terkontrol. Hasil pemeriksaan EKG menunjukkan adanya tanda-tanda infark miokard akut. Diagnosis awal adalah serangan jantung akibat obesitas.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat dengan pemahaman yang komprehensif tentang Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), saya dapat memberikan analisis dan rekomendasi yang sesuai untuk menangani kondisi pasien tersebut.
Diagnosa Keperawatan (SDKI):
1. Nyeri akut berhubungan dengan infark miokard akut
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan infark miokard akut
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Penjelasan singkat:
1. Nyeri akut berhubungan dengan infark miokard akut:
- Pasien mengalami nyeri dada hebat yang menjalar ke lengan kiri, merupakan gejala khas infark miokard akut.
- Perlu intervensi segera untuk mengelola nyeri, menstabilkan kondisi hemodinamik, dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan infark miokard akut:
- Sesak napas yang dialami pasien merupakan dampak dari infark miokard akut yang mengganggu fungsi jantung.
- Intervensi keperawatan diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi dan mencegah komplikasi pernapasan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum:
- Pasien melaporkan sering merasa lelah, menunjukkan adanya keterbatasan fisik yang dapat menghambat mobilisasi dan aktivitas sehari-hari.
- Intervensi keperawatan diperlukan untuk memulihkan kapasitas fungsional dan meningkatkan toleransi aktivitas.
Berdasarkan SLKI dan SIKI, perawat dapat melakukan intervensi yang komprehensif untuk mengatasi diagnosa keperawatan yang teridentifikasi, seperti manajemen nyeri, manajemen jalan napas, dan peningkatan mobilitas. Hal ini bertujuan untuk memulihkan kondisi pasien, mencegah komplikasi, dan mencapai outcome yang optimal. -
Article No. 1253 | 03 Oct 2024
Klinis : Pasien pria, usia 50 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada hebat yang menjalar ke lengan kiri, sesak napas, dan keringat dingin. Pasien juga melaporkan sering merasa lelah dan mengalami peningkatan berat badan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Riwayat kesehatan menunjukkan obesitas dengan indeks massa tubuh (IMT) 32, serta hipertensi yang tidak terkontrol. Hasil pemeriksaan EKG menunjukkan adanya tanda-tanda infark miokard akut. Diagnosis awal adalah serangan jantung akibat obesitas.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan kondisi yang dideskripsikan, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis:
1. Kode ICD-10:
- Kode: I21.9
- Deskripsi: Infark miokard akut, tidak ditetapkan
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 93.90
- Deskripsi: Pemantauan jantung, tidak ditetapkan lebih lanjut
Penjelasan:
- Pasien laki-laki berusia 50 tahun dengan gejala nyeri dada hebat yang menjalar ke lengan kiri, sesak napas, dan keringat dingin, serta riwayat obesitas dan hipertensi yang tidak terkontrol, mengarah pada diagnosis infark miokard akut.
- Kode ICD-10 I21.9 digunakan untuk mengkodekan infark miokard akut yang tidak ditetapkan lebih lanjut.
- Kode ICD-9-CM 93.90 digunakan untuk mengkodekan pemantauan jantung yang tidak ditetapkan lebih lanjut, yang dapat menjadi salah satu tindakan medis yang dilakukan untuk mengevaluasi dan memantau kondisi pasien. -
Article No. 1254 | 03 Oct 2024
Klinis : Pasien pria, usia 50 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada hebat yang menjalar ke lengan kiri, sesak napas, dan keringat dingin. Pasien juga melaporkan sering merasa lelah dan mengalami peningkatan berat badan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Riwayat kesehatan menunjukkan obesitas dengan indeks massa tubuh (IMT) 32, serta hipertensi yang tidak terkontrol. Hasil pemeriksaan EKG menunjukkan adanya tanda-tanda infark miokard akut. Diagnosis awal adalah serangan jantung akibat obesitas.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI, SLKI, SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien tersebut.
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan infark miokard akut.
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan infark miokard akut dan obesitas.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung dan obesitas.
4. Risiko gangguan nutrisi: kelebihan berat badan berhubungan dengan obesitas.
Penjelasan singkat SDKI, SLKI, SIKI:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
1. Nyeri Akut: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
2. Ketidakefektifan Pola Napas: Ketidakmampuan untuk mempertahankan pola napas yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
3. Intoleransi Aktivitas: Ketidakmampuan untuk menahan atau menyelesaikan aktivitas rutin akibat kelelahan yang tidak tertahankan.
4. Risiko Gangguan Nutrisi: Kelebihan Berat Badan: Risiko mengalami peningkatan berat badan yang melebihi batas normal.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Kontrol Nyeri: Kemampuan individu untuk mengendalikan rasa nyeri yang dialami.
2. Status Pernafasan: Kemampuan individu untuk mempertahankan pola napas yang efektif.
3. Toleransi Aktivitas: Kemampuan individu untuk melakukan aktivitas rutin tanpa mengalami kelelahan yang tidak tertahankan.
4. Status Nutrisi: Kemampuan individu untuk mempertahankan berat badan dalam kisaran normal.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Nyeri: Tindakan untuk mengontrol dan mengurangi rasa nyeri yang dialami pasien.
2. Manajemen Jalan Napas: Tindakan untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi pernapasan.
3. Manajemen Energi: Tindakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kapasitas aktivitas pasien.
4. Manajemen Nutrisi: Tindakan untuk mempertahankan berat badan dalam kisaran normal.
Dengan diagnostik keperawatan dan penjelasan SDKI, SLKI, SIKI yang telah saya paparkan, diharapkan dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan terstandar bagi pasien dengan kondisi serangan jantung akibat obesitas.