Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 2694 | 18 Oct 2024
Klinis : Perawat melakukan kunjungan rutin ke rumah seorang klien bernama Nn. I (22 tahun). Nn.I adalah seorang mahasiswa dan belum bekerja. Nn.I mengeluhkan bahwa akhir-akhir ini merasa mudah lelah, dan badannya sering pegal-pegal. Nn.I memiliki tinggi 160 cm dan berat badan 64,4 Kg. Kebiasaan Nn.I setiap pagi meminum teh hangat dengan ukuran cangkir 200ml ditambah dengan gula 1 sendok makan. Selain itu, porsi makan Nn. I cukup banyak dengan takaran nasi 1 – 1,5 centong nasi. Nn. I makan 3 kali dalam sehari diikutin dengan memakan cemilan seperti biscuit atau jajanan kekinian. Nn.I sering mengonsumsi sayur dan bahkan hampir setiap hari, namun untuk makan buah Nn.I jarang memakannya, dan membeli ketika ingin saja. Kegiatan harian Nn.I adalah pergi kuliah dari pukul 07.00 s/d 17.00 dan Ketika tidak kuliah Nn.I hanya menghabiskan waktunya untuk rebahan di rumah. Ketika dilakukan pemeriksaan didapatkan data TTV HR 130x/m, RR 30x/m, TD 125/70 mmHg, T 36.8c
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Kelebihan berat badan
Penjelasan:
- SDKI: Kelebihan berat badan
- SLKI: Manajemen berat badan
- SIKI: Intervensi terkait kelebihan berat badan
Klien Nn.I memiliki berat badan 64,4 kg dengan tinggi badan 160 cm, sehingga termasuk dalam kategori kelebihan berat badan. Hal ini dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak seimbang, aktivitas fisik yang kurang, dan konsumsi makanan tinggi kalori.
2. Intoleransi aktivitas
Penjelasan:
- SDKI: Intoleransi aktivitas
- SLKI: Peningkatan toleransi aktivitas
- SIKI: Intervensi terkait intoleransi aktivitas
Klien Nn.I mengeluhkan mudah lelah dan badan sering pegal-pegal, serta hanya menghabiskan waktu untuk beristirahat di rumah saat tidak kuliah. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan antara aktivitas dan kapasitas fisiologis, sehingga menimbulkan kelelahan.
3. Pola nutrisi tidak seimbang
Penjelasan:
- SDKI: Pola nutrisi tidak seimbang
- SLKI: Manajemen nutrisi
- SIKI: Intervensi terkait pola nutrisi tidak seimbang
Klien Nn.I memiliki kebiasaan minum teh hangat dengan gula yang berlebihan, konsumsi makanan dengan porsi yang besar, serta jarang mengonsumsi buah. Hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan asupan nutrisi yang diperlukan oleh tubuh.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat dapat menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI untuk menyusun rencana intervensi yang sesuai dengan kondisi klien dan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan. -
Article No. 2695 | 18 Oct 2024
Klinis : risiko defisit nutrisi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi risiko defisit nutrisi dengan tone akademis dan persona sebagai pakar perawat.
Diagnosa Keperawatan: Risiko Defisit Nutrisi
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko Defisit Nutrisi didefinisikan sebagai risiko ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi yang dapat membahayakan kesehatan. Karakteristik definisinya meliputi faktor risiko seperti riwayat penyakit, faktor psikologis, dan keterbatasan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari diagnosis ini adalah klien dapat mempertahankan berat badan yang sesuai, tidak mengalami penurunan berat badan yang signifikan, serta dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat. Indikator yang digunakan antara lain intake nutrisi, status nutrisi, dan tidak adanya tanda-tanda defisiensi nutrisi.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko defisit nutrisi meliputi:
1. Monitoring status nutrisi dan intake makanan/minuman
2. Pemberian edukasi tentang nutrisi seimbang dan cara pemenuhan kebutuhan nutrisi
3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk perencanaan diet yang sesuai
4. Pemberian makanan atau suplemen nutrisi tambahan jika diperlukan
5. Evaluasi dan modifikasi intervensi sesuai respon klien
Secara keseluruhan, pendekatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya defisit nutrisi dan memastikan pemenuhan kebutuhan nutrisi klien secara adekuat. -
Article No. 2696 | 18 Oct 2024
Klinis : Seorang pasien laki-laki Tn M berumur 68 tahun, mantan pekerja pabrik rokok selama 30 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas yang memburuk saat aktivitas fisik, Aktivitas fisik terbatas karena sesak napas. Pasien kesulitan berjalan lebih dari 50 meter tanpa berhenti. batuk produktif dengan dahak berwarna putih, dan sering mengalami kelelahan. Pasien juga melaporkan adanya episode infeksi saluran napas berulang, terutama di musim hujan. Sesak napas dirasakan lebih berat saat malam hari dan cuaca dingin. Keluhan sesak napas ringan sudah dimulai 5 tahun yang lalu dan semakin memburuk dalam 3 tahun terakhir. Tn M memiliki kebiasaan merokok 2 bungkus/hari selama 35 tahun, Pasien mengetahui bahwa kebiasaannya merokok dapat memperburuk kondisinya tetapi merasa sulit berhenti. Tidak ada riwayat penyakit jantung, hipertensi, atau diabetes. Pasien tidak pernah mengalami alergi. Nafsu makan menurun, berat badan menurun 5 kg dalam 3 bulan, dengan BB sebelum sakit 50 Kg. Pasien makan 2 kali sehari, sering merasa mual saat makan. sering terbangun di malam hari karena sesak napas, tidur rata-rata hanya 4-5 jam per malam. merasa cemas karena kondisi kesehatannya menurun, merasa tidak berguna karena tidak bisa bekerja seperti dulu. Pasien menyadari kondisinya, tetapi belum sepenuhnya memahami pentingnya terapi oksigen, merasa malu karena ketergantungan pada anggota keluarga untuk aktivitas sehari-hari. Pasien merasa stres dan cemas tentang masa depan dan kemampuannya untuk hidup mandiri. Pasien percaya bahwa penyakit ini adalah ujian, dan mengandalkan doa sebagai bentuk penenang. Pasien diadiagnosis mengalami penyakit paru obstruktif kronis (ppok) tahap III, sesuai dengan GOLD Guidelines. Cor pulmonale. Hasil Pemeriksaan Fisik didapatkan: • Keadaan umum : Tampak sesak saat beristirahat, kesulitan berbicara panjang, tampak kurus (BMI 18 kg/m2). • Tanda vital: Tekanan darah: 130/80 mmHg, Nadi: 100 kali/menit, Frekuensi napas: 24 kali/menit, Suhu: 37°C • Saturasi oksigen (SpO2): 88% tanpa oksigen tambahan • Inspeksi: Pasien tampak bernapas menggunakan otot bantu napas, dada terlihat “barrel chest” • Palpasi: Gerakan ekspansi dada simetris, namun berkurang. • Perkusi: Terdengar hipersonor di seluruh lapang paru. • Auskultasi : Bunyi napas vesikuler menurun, terdengar wheezing di kedua paru, terutama pada ekspirasi. Pemeriksaan Penunjang: 1. Spirometri: • FEV1: 40% dari prediksi • FVC: 60% dari prediksi • FEV1/FVC ratio: 55% Interpretasi: PPOK stadium III (berat). • Interpretasi*: Obstruksi aliran udara berat. Ini konsisten dengan diagnosis PPOK tahap lanjut (sesuai GOLD Kriteria). 2. Hasil Laboratorium Darah lengkap: • Hemoglobin (Hb): 17 g/dL • Leukosit: 9.000/mm3 • Trombosit: 250.000/mm3 Analisis gas darah arteri (AGD)**: • pH: 7,36 • pCO2: 55 mmHg • pO2: 65 mmHg • HCO3-: 30 mEq/L (Interpretasi : Asidosis respirasi terkompensasi metabolic) Saturasi oksigen: 88% CRP: 5 mg/L 3. Rontgen Dada: Tampak hiperinflasi paru (ruang interkostal melebar), diafragma menurun, dan peningkatan transparansi paru. Tidak ada infiltrat atau konsolidasi, menyingkirkan kemungkinan pneumonia. 4. Elektrokardiografi (EKG) Menunjukkan tanda-tanda cor pulmonale (hipertrofi ventrikel kanan) yang ditandai oleh deviasi aksis kanan dan gelombang P pulmonale (P yang membesar di lead II). Penatalaksanaan 1. Farmakologis: Bronkodilator: • Salbutamol (SABA) inhalasi 100 mcg, 4 kali sehari. • Tiotropium** (LAMA) inhalasi 18 mcg sekali sehari. • Kortikosteroid inhalasi: Budesonide 400 mcg, 2 kali sehari. Oksigenasi: Terapi oksigen jangka panjang (Long-Term Oxygen Therapy/LTOT) diberikan 16 jam per hari dengan target saturasi oksigen >90%. Antibiotik (jika ada eksaserbasi infeksi): Amoxicillin-clavulanate 3x 500 mg, selama 7 hari. Mukolitik: Ambroxol 3x 30 mg 2. Non-farmakologis • Rehabilitasi paru • Pendidikan kesehatan. • Vaksinasi : Vaksin influenza tahunan dan vaksin pneumokokus.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: J44.1
- Deskripsi: Penyakit paru obstruktif kronik dengan eksaserbasi akut, tidak diklasifikasikan di tempat lain
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 93.90
- Deskripsi: Terapi oksigen, tidak terspesifikasi
Penjelasan:
Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien Tn. M didiagnosis dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) tahap III sesuai dengan GOLD Guidelines, dengan tanda-tanda cor pulmonale. Kode ICD-10 yang sesuai adalah J44.1 untuk PPOK dengan eksaserbasi akut.
Selain itu, pasien juga mendapatkan terapi oksigen jangka panjang (Long-Term Oxygen Therapy/LTOT), yang memiliki kode ICD-9-CM 93.90 untuk terapi oksigen yang tidak terspesifikasi. -
Article No. 2697 | 18 Oct 2024
Klinis : ansietas
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis ansietas dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis terkait, beserta penjelasan yang rinci:
1. Kode ICD-10:
- Kode: F41.1
- Deskripsi: Gangguan ansietas umum (Generalized Anxiety Disorder/GAD)
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 94.11
- Deskripsi: Pemeriksaan psikiatrik, tidak termasuk psikologis atau neurofisiologis
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 untuk Ansietas:
- Kode F41.1 (Gangguan ansietas umum) adalah kode yang digunakan untuk diagnosis ansietas yang menetap dan tidak terkait dengan situasi spesifik.
- Gangguan ansietas umum (GAD) adalah kondisi di mana pasien mengalami ansietas dan khawatir secara berlebihan tanpa adanya penyebab jelas, serta menimbulkan gangguan signifikan dalam fungsi sehari-hari.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode 94.11 (Pemeriksaan psikiatrik, tidak termasuk psikologis atau neurofisiologis) dapat digunakan untuk prosedur atau tindakan medis yang dilakukan untuk mengevaluasi dan mendiagnosis kondisi ansietas pada pasien.
- Tindakan ini dapat meliputi wawancara klinis, penilaian gejala, dan pengkajian riwayat kesehatan mental pasien oleh profesional kesehatan mental, seperti psikiater atau psikolog klinis.
Kode-kode ini digunakan untuk tujuan dokumentasi, pelaporan, dan penagihan biaya dalam sistem kesehatan. Ketepatan penggunaan kode sangat penting untuk menjamin ketepatan diagnosis dan perawatan yang diberikan kepada pasien. -
Article No. 2698 | 18 Oct 2024
Klinis : pasien mengeluh mual muntah 6x turgor kulit menurun, nadi lemah
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Mual dan Muntah berhubungan dengan Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Penjelasan Singkat:
Mual dan muntah merupakan keluhan yang umum dialami oleh pasien dan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti gangguan pada sistem gastrointestinal. Berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), diagnosa keperawatan ini merujuk pada sensasi tidak nyaman di epigastrium yang mengarah pada dorongan untuk mengeluarkan isi lambung, yang terkait dengan gangguan pada fungsi saluran pencernaan.
SLKI (Standar Label Keperawatan Indonesia) terkait:
- Manajemen Mual dan Muntah
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) terkait:
- Manajemen Mual dan Muntah
- Optimalisasi Fungsi Gastrointestinal
Berdasarkan data yang diberikan, yaitu pasien mengeluh mual muntah 6 kali, turgor kulit menurun, dan nadi lemah, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Mual dan Muntah berhubungan dengan Gangguan Fungsi Gastrointestinal. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen mual dan muntah, serta optimalisasi fungsi gastrointestinal untuk mengatasi kondisi pasien. -
Article No. 2560 | 17 Oct 2024
Klinis : Pasien datang dengan kontraksi teratur sejak 6 jam yang lalu disertai dengan nyeri kepala hebat dan pembengkakan pada kaki dan tangan. Pasien juga mengeluhkan penglihatan buram serta merasa lemas. Ny. D mulai merasakan kontraksi setiap 10 menit, yang menjadi semakin intens dalam 4 jam terakhir. Disertai dengan keluhan pusing, nyeri kepala, dan bengkak pada kaki dan tangan. Pasien menyatakan penglihatan buram dan terkadang melihat kilatan cahaya (scotoma). Pasien juga merasa mual dan sulit tidur akibat sakit kepala yang terus menerus. Tidak ada perdarahan pervaginam atau cairan ketuban yang pecah. Sebelumnya, pasien telah didiagnosis dengan preeklampsia pada usia kehamilan 36 minggu, dan sejak itu mendapatkan terapi antihipertensi. Ini adalah kehamilan kedua Ny. D. Pada kehamilan sebelumnya, ia melahirkan secara normal pada usia kehamilan 38 minggu tanpa komplikasi. Saat ini, pasien menjalani kontrol kehamilan rutin dan telah diberikan terapi antihipertensi sejak trimester ketiga. Tidak ada riwayat perdarahan selama kehamilan, tetapi pasien melaporkan pembengkakan dan tekanan darah tinggi sejak usia kehamilan 36 minggu. Ada riwayat hipertensi pada ibu pasien. Tidak ada riwayat penyakit kronis lain seperti diabetes atau penyakit jantung. Kesadaran: Compos mentis Tekanan darah: 170/110 mmHg Nadi: 92x/menit Suhu: 36,8°C RR: 24x/menit BB: 70 kg Edema: Derajat 2+ pada tungkai bawah, tangan, dan wajah Konjungtiva: Tidak pucat Refleks patela: Hiperrefleksia (+) His: Teratur, setiap 5 menit, durasi 40 detik DJJ: 140x/menit. Pembukaan: 3 cm, ketuban belum pecahm Urinalisis: Proteinuria (+3) Kadar elektrolit dan fungsi ginjal: Normal Kadar hemoglobin: 11 g/dL
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang diberikan, berikut adalah diagnosis keperawatan, definisi, dan penjelasan singkat dari SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang dikeluarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosis Keperawatan:
1. Risiko Kekurangan Volume Cairan Berhubungan dengan Kehilangan Cairan Melalui Pembengkakan
Definisi SDKI:
Kondisi di mana individu berisiko mengalami kekurangan volume cairan tubuh yang disebabkan oleh kehilangan cairan melalui pembengkakan.
Penjelasan Singkat:
Pasien mengalami pembengkakan pada kaki, tangan, dan wajah yang menunjukkan adanya risiko kekurangan volume cairan. Hal ini disebabkan oleh preeklampsia yang mengganggu fungsi ginjal sehingga cairan tertimbun di jaringan.
2. Nyeri Akut Berhubungan dengan Kontraksi Uterus
Definisi SDKI:
Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, yang dapat disebabkan oleh kontraksi uterus.
Penjelasan Singkat:
Pasien mengalami kontraksi uterus yang teratur dan semakin intens, disertai dengan nyeri kepala hebat yang merupakan gejala dari preeklampsia. Nyeri ini disebabkan oleh kontraksi uterus.
3. Gangguan Penglihatan Berhubungan dengan Peningkatan Tekanan Intrakranial
Definisi SDKI:
Pengalaman terbatas atau terganggu dalam menerima, memproses, dan/atau menginterpretasikan rangsangan visual yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial.
Penjelasan Singkat:
Pasien mengalami penglihatan buram dan melihat kilatan cahaya (scotoma) yang merupakan gejala peningkatan tekanan intrakranial akibat preeklampsia.
4. Ansietas Berhubungan dengan Ketidakpastian Kondisi Kesehatan
Definisi SDKI:
Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya yang tidak diketahui atau tidak dapat dikendalikan.
Penjelasan Singkat:
Pasien mengalami gejala preeklampsia yang dapat mengancam keselamatan ibu dan janin, sehingga menimbulkan perasaan cemas dan khawatir terhadap kondisi kesehatannya.
Luaran Keperawatan (SLKI) dan Intervensi Keperawatan (SIKI) yang sesuai dapat didiskusikan lebih lanjut. -
Article No. 2561 | 17 Oct 2024
Klinis : S : - ( pasien belum sadar penuh dari anestesi) O : terdapat luka pasca operasi di telapak tangan kanan, terdapat suara nafas tambahan stridor, pasien belum sadarkan penuh akibat efek dari anestesi Hasil tanda tanda vital TD: 149 / 87 mmHg Nadi : 101 x/mnt Suhu 36,3 0 c SpO2 98 % ( dengan bantuan nasal kanul 3 lpm)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Pola Napas Tidak Efektif (00032)
Penjelasan:
- Berdasarkan data subjektif dan objektif, pasien menunjukkan adanya suara nafas tambahan stridor, yang mengindikasikan pola napas tidak efektif.
- Pola Napas Tidak Efektif didefinisikan sebagai inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
2. Perubahan Perfusi Jaringan Perifer (00204)
Penjelasan:
- Berdasarkan data objektif, pasien memiliki luka pasca operasi di telapak tangan kanan, yang dapat memengaruhi perfusi jaringan perifer.
- Perubahan Perfusi Jaringan Perifer didefinisikan sebagai penurunan sirkulasi darah ke jaringan perifer yang dapat mengancam kesehatan.
3. Ketidaksadaran (00060)
Penjelasan:
- Berdasarkan data subjektif dan objektif, pasien belum sadarkan penuh akibat efek dari anestesi.
- Ketidaksadaran didefinisikan sebagai kurangnya respons yang berarti terhadap stimulasi internal atau eksternal.
SDKI, SLKI, SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Diagnosis Keperawatan yang teridentifikasi berdasarkan SDKI adalah Pola Napas Tidak Efektif, Perubahan Perfusi Jaringan Perifer, dan Ketidaksadaran.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran Keperawatan yang sesuai dengan diagnosis di atas adalah Pemeliharaan Jalan Napas, Perfusi Jaringan, dan Tingkat Kesadaran.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan yang dapat dilakukan adalah Manajemen Jalan Napas, Manajemen Perfusi Jaringan, dan Manajemen Tingkat Kesadaran. -
Article No. 2562 | 17 Oct 2024
Klinis : stroke post VP Shunt POD 1, hemiparese kiri
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Mobilitas Fisik Terganggu
- Definisi: Keterbatasan dalam melakukan pergerakan yang disengaja, seperti keterbatasan dalam perpindahan, kecepatan, koordinasi, atau ketahanan.
- Faktor yang Berhubungan: Penyakit neurologis (stroke), pembedahan (VP Shunt).
- Gejala dan Tanda: Hemiparese kiri, penurunan tonus otot.
2. Risiko Jatuh
- Definisi: Peningkatan kerentanan individu untuk terjatuh yang dapat menyebabkan cedera fisik.
- Faktor yang Berhubungan: Gangguan mobilitas, penyakit neurologis (stroke).
- Gejala dan Tanda: Penurunan keseimbangan, gangguan gait.
3. Perubahan Perfusi Serebral
- Definisi: Gangguan pada aliran darah, oksigenasi, dan nutrisi ke otak.
- Faktor yang Berhubungan: Penyakit vaskuler otak (stroke).
- Gejala dan Tanda: Hemiparese kiri, perubahan status mental.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Merupakan standar diagnosis keperawatan yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). SDKI mencakup definisi, faktor yang berhubungan, dan gejala/tanda diagnosis keperawatan yang digunakan dalam praktik keperawatan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Merupakan standar luaran keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI. SLKI mencakup definisi, kriteria hasil, dan intervensi keperawatan yang ditujukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Merupakan standar intervensi keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI. SIKI mencakup definisi, aktivitas, dan rasional dari intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan pasien.
Penggunaan SDKI, SLKI, dan SIKI bertujuan untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan, menjamin keseragaman praktik keperawatan, dan mencapai outcome yang optimal bagi pasien. -
Article No. 2563 | 17 Oct 2024
Klinis : Seorang lamsta mengeluh tidale blia berjalan horena sendi lealinya sangat nyeri, Lansia tenebut mosh maloukon okittuitos secara mandir Diagnosis reperawatan yang dapat dirumuskan adalah a. Ruko cadero Katidoliberdayoon Rukkie pendarahan 24-25 d. Gangguan mobilitas fisik Rhiko intoleranil aktifitas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda paparkan, Diagnosis Keperawatan yang dapat dirumuskan adalah:
1. Gangguan Mobilitas Fisik
Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik yang independen dan terarah, yang dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan mudah di lingkungannya.
Penjelasan:
- Seorang lansia mengeluhkan tidak bisa berjalan karena sendi lutainya sangat nyeri.
- Hal ini menunjukkan adanya keterbatasan dalam gerakan fisik yang dapat mengganggu kemampuan lansia untuk bergerak dengan bebas dan mudah di lingkungannya.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):
- Kode Diagnosis: D.0092
- Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik yang independen dan terarah, yang dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas dan mudah di lingkungannya.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):
- Kode Luaran: L.0116
- Judul: Mobilitas Fisik
- Definisi: Kemampuan untuk bergerak dengan bebas dan mudah di lingkungan.
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
- Kode Intervensi: I.0271
- Judul: Peningkatan Mobilitas
- Definisi: Upaya untuk membantu meningkatkan kemampuan fisik seseorang dalam bergerak secara mandiri.
Jadi, berdasarkan kondisi yang Anda paparkan, diagnosis keperawatan yang sesuai adalah "Gangguan Mobilitas Fisik". -
Article No. 2564 | 17 Oct 2024
Klinis : pasien wanita 51 tahun, sesak napas, 30x/m, saturasi 92-95%, dapat oksigen 3lt
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Pola Napas Tidak Efektif
Penjelasan Singkat:
Berdasarkan kondisi pasien yang disajikan, yakni wanita berusia 51 tahun dengan keluhan sesak napas, frekuensi napas 30x/menit, dan saturasi oksigen 92-95% dengan terapi oksigen 3 liter per menit, maka dapat ditegakkan diagnosa keperawatan Pola Napas Tidak Efektif.
Pola Napas Tidak Efektif didefinisikan sebagai inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyakit paru-paru, gangguan neuromuskular, atau ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen dan produksi karbondioksida.
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), tanda dan gejala dari Pola Napas Tidak Efektif meliputi peningkatan frekuensi napas, penggunaan otot bantu pernapasan, dan penurunan saturasi oksigen. Kondisi pasien yang disajikan memenuhi kriteria tersebut, sehingga diagnosa Pola Napas Tidak Efektif dapat ditegakkan.
Selanjutnya, Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) menetapkan luaran yang diharapkan untuk Pola Napas Tidak Efektif, antara lain peningkatan kemampuan bernafas, perbaikan pola napas, dan peningkatan saturasi oksigen. Sedangkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) memberikan panduan intervensi yang dapat dilakukan, seperti pemberian oksigen, latihan pernapasan, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengatasi penyebab mendasar.
Dalam mengelola kasus ini, perawat berperan penting dalam melakukan pengkajian yang komprehensif, menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat, menyusun rencana asuhan keperawatan, dan melaksanakan intervensi yang sesuai dengan standar praktik keperawatan di Indonesia.