Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 3397 | 24 Oct 2024
Klinis : dm
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi Diabetes Mellitus (DM).
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Penjelasan: Kondisi di mana pasien mengalami fluktuasi kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, baik hiperglikemia maupun hipoglikemia, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan penggunaan insulin atau obat antidiabetes.
2. Risiko Komplikasi
Penjelasan: Kondisi di mana pasien berisiko mengalami komplikasi akut maupun kronis dari DM, seperti neuropati, retinopati, nefropati, dan penyakit kardiovaskular, yang dapat disebabkan oleh kontrol glikemik yang buruk dan faktor risiko lainnya.
3. Kekurangan Pengetahuan
Penjelasan: Kondisi di mana pasien memiliki pengetahuan yang kurang tentang DM, termasuk manajemen pengobatan, diet, aktivitas fisik, dan pemantauan kadar glukosa darah, yang dapat menghambat kemampuan pasien dalam mengontrol penyakitnya.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
SDKI merupakan standar diagnosis keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI. Diagnosis keperawatan di atas telah sesuai dengan SDKI dan mencakup aspek respons pasien terhadap kondisi kesehatan, potensi masalah kesehatan, serta kebutuhan pasien yang memerlukan intervensi keperawatan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
SLKI merupakan standar luaran keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI. Luaran keperawatan yang diharapkan dari diagnosa keperawatan di atas mencakup stabilitas kadar glukosa darah, pencegahan komplikasi, serta peningkatan pengetahuan dan kemampuan pasien dalam mengelola penyakitnya.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
SIKI merupakan standar intervensi keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan di atas meliputi pemantauan kadar glukosa darah, edukasi manajemen DM, pemberian terapi insulin atau obat antidiabetes, serta intervensi untuk pencegahan komplikasi.
Dengan demikian, diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI standar PPNI untuk kondisi Diabetes Mellitus (DM) telah saya sampaikan. Sebagai perawat, saya siap untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan sesuai dengan standar praktik keperawatan. -
Article No. 3398 | 24 Oct 2024
Klinis : SEORANG REMAJA PUTRI USIA 17 TAHUN MENGURUNG DIRI DAN MENDENGAR SUARA
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi seorang remaja putri usia 17 tahun yang mengurung diri dan mendengar suara.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perilaku Kekerasan berhubungan dengan gangguan psikologis.
2. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi berhubungan dengan kondisi psikologis.
3. Isolasi Sosial berhubungan dengan perilaku menarik diri.
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perilaku Kekerasan: Kemungkinan terjadinya tindakan yang dapat mencederai diri sendiri, orang lain, atau lingkungan secara fisik, verbal, atau psikologis.
2. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi: Persepsi sensorik yang terjadi tanpa stimulus eksternal yang sesuai.
3. Isolasi Sosial: Keadaan di mana individu mengalami keterasingan dari orang lain atau kelompok.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Kontrol Perilaku: Kemampuan individu untuk mengendalikan perilaku agresif atau kekerasan.
2. Persepsi Sensori: Kemampuan individu untuk menerima, menginterpretasi, dan merespons stimulus sensorik.
3. Interaksi Sosial: Kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Perilaku: Intervensi untuk membantu individu dalam mengendalikan perilaku agresif atau kekerasan.
2. Terapi Realitas: Intervensi untuk membantu individu mengatasi halusinasi dengan cara memperkuat kontak dengan realitas.
3. Peningkatan Sosialisasi: Intervensi untuk membantu individu dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan orang lain.
Sebagai perawat, saya akan menggunakan pendekatan holistik dan berpusat pada pasien untuk membantu remaja putri ini mengatasi kondisinya. Dengan penerapan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang tepat, diharapkan pasien dapat mencapai hasil perawatan yang optimal. -
Article No. 3399 | 24 Oct 2024
Klinis : SEORANG REMAJA PUTRI USIA 17 TAHUN MENGURUNG DIRI DAN MENDENGAR SUARA
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kondisi yang Anda jelaskan:
1. Kode ICD-10:
- Kode: F23 - Gangguan psikotik akut dan sementara
- Deskripsi: Kondisi ini dapat diklasifikasikan sebagai Gangguan psikotik akut dan sementara (F23) berdasarkan gejala yang Anda deskripsikan, yaitu pengurangan diri dan adanya suara-suara yang didengar oleh pasien. Diagnosis ini mencakup berbagai jenis gangguan psikotik sementara yang muncul secara tiba-tiba tanpa penyebab yang jelas.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 94.16 - Terapi psikiatri, aktif
- Deskripsi: Pasien dengan kondisi ini kemungkinan akan membutuhkan intervensi terapeutik psikiatri aktif, yang dapat mencakup terapi individual, terapi kelompok, atau kombinasi terapi, untuk mengatasi gejala psikotik yang dialaminya. Kode 94.16 dalam ICD-9-CM menggambarkan kategori prosedur terkait dengan terapi psikiatri aktif.
Penjelasan rinci:
- Kode ICD-10 F23 mengindikasikan bahwa pasien mengalami gangguan psikotik akut dan sementara, yang ditandai dengan munculnya gejala psikotik yang tiba-tiba dan tidak disebabkan oleh kondisi medis lain atau penggunaan zat.
- Pengurangan diri dan adanya suara-suara yang didengar oleh pasien merupakan gejala khas dari gangguan psikotik akut dan sementara.
- Pasien mungkin memerlukan intervensi terapeutik psikiatri aktif, yang dapat mencakup terapi individual, terapi kelompok, atau kombinasi terapi, untuk mengatasi gejala psikotik yang dialaminya. Kode ICD-9-CM 94.16 mencakup kategori prosedur terkait dengan terapi psikiatri aktif.
- Penanganan yang komprehensif, termasuk penilaian psikiatri, intervensi terapeutik, dan pengobatan yang sesuai, akan sangat penting untuk mengatasi kondisi pasien dan mencegah komplikasi lebih lanjut. -
Article No. 3400 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien Ny. M usia 56 tahun datang ke poli bedah onkologi RSUDAM dengan keluhan muncul benjolan pada leher bagian kiri. Benjolan muncul sejak 4 bulan sebelum pasien datang ke RSAM. Benjolan berbentuk bulat dan awalnya sebesar kelereng atau sekitar 1 cm, tetapi lama- kelamaan benjolan tersebut membesar. Saat datang ke poli benjolan tersebut berukuran kurang lebih 8 cm. Benjolan terasa keras apabila diraba tetapi benjolan tersebut tidak terasa nyeri ataupun gatal. Benjolan berwarna seperti kulit sekitarnya dan tidak pernah berwarna kemerahan ataupun kehitaman. Pasien tidak mengalami kesulitan bernapas ataupun kesulitan dalam menelan. Berdebar-debar di dada dan mudah lelah disangkal. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan drastis tanpa penyebab yang jelas. Sebelumnya, yaitu pada tahun 2016, 5 tahun yang lalu pasien pernah mengalami benjolan pada leher sebelah kiri. Benjolan berukuran sekitar 10 cm dan dioperasi karena mulai menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Pasien sempat meminum obat selama beberapa bulan lalu berhenti tetapi pasien tidak membawa dan tidak ingat nama obatnya. Riwayat alergi, Riwayat penyakit sistemik, dan keluhan serupa pada keluarga di sangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 70x/menit, respirasi 20x/menit, suhu aksila 36,6°C. Pada pemeriksaan kepala leher didapatkan massa di leher sebelah kiri berukuran kurang lebih 8x6 cm, teraba keras, berbatas tegas, immobile, berwarna kulit, dan pasien tidak merasakan nyeri. Pemeriksaan fisik thoraks, abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan penunjang pasien diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dengan hasil Hb 13,1 g/dL, Ht 41%, Leukosit 8.100/µL, Eritrosit 4,5 juta/µL, Trombosit 404.000/µL, MCV 89 fl, MCH 29 pg, MCHC 32 g/dL, LED 13 mm/jam. Hitung jenis basophil 0%, Eosinofil 0%, Batang 0%, Segmen 61%, Limfosit 33%, Monosit 6%. Pemeriksaan kimia darah yaitu SGOT 23 U/L, SGPT 34 U/L, GDS 97 mg/dL, Ureum 21 mg/dL, Creatinin 0,64 mg/dl, Natrium 140 mmol/L, Kalium 3,6 mmol/L, Kalsium 8,7 mg/dl, Klorida 111 mmol/L, CT 8 menit, BT 2 menit. Pemeriksaan fungsi tiroid T3 1,48 nmol/L dan 77.950 nmol/L. Hasil pemeriksaan rontgen thorax dalam batas normal. Hasil pemeriksaan FNAB makroskopis yaitu Benjolan submandibular kiri, 2 tahun kistik isi cairan 10cc encer kuning. Hasil pemeriksaan mikroskopis adalah sediaan sitologi dari submandibular terdiri atas tumor kistik yang mengandung sel makrofag, kista dan sedikit kelompokan sel epitel dengan kesan yaitu adanya kista retensi yang dapat berasal dari kelenjar liur dd/kista sisa perkembangan. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada pasien ini adalah karsinoma tiroid dengan direncanakan untuk tindakan operasi yaitu RND. Pada kunjungan preoperatif didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang dengan skor American Society of Anesthesiologist (ASA) II. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien memperoleh hasil dalam batas normal. Pemeriksaan pasien meliputi identitas pasien, persetujuan operasi, lembaran konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat- alat uang diperlukan. Pasien dan keluarganya dijelaskan mengenai prosedur anestesi yang akan dilakukan. Pasien telah berpuasa selama 12 jam sebelum operasi. Pasien di instruksikan untuk menjaga oral hygiene, mengosongkan kandung kemih dan berdoa. Pasien dipastikan tidak menggunakan gigi palsu dan melepaskan perhiasan, lensa kontak maupun aksesoris lainnya. Kemudian pasien mengganti pakaian dengan pakaian operasi. Pasien juga dipasangkan akses intravena loading cairan kristaloid (Ringer Laktat) dengan menggunakan set tranfusi No. 18 telah terpasang di tangan kiri dan kanan dan menetes lancar. Lalu, pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi telentang. Di kamar operasi, pasien dipasang tensimeter dan saturasi oksigen untuk evaluasi nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Pada pasien ini didapatkan nadi pre-anastesi 70 kali/menit, tekanan darah 157/91 mmHg, dan saturasi oksigen 98%. Alat yang dipersiapkan di kamar operasi adalah mesin anestesi, monitor, selang penghubung (connector), face mask, tensimeter, oksimeter, memastikan selang gas O2 dan N2O terhubung dengan sumber sentral, mengisi vaporizer sevoflurane. Sebelum dilakukan induksi, pasien diberikan fentanyl 100 mcg yang berfungsi sebagai analgetik. Pasien juga di injeksi degan propofol 120 mg sebagai sedasi. Pasien diinduksi menggunakan gas oksigen dan sevofluran sebanyak 2% yang dialirkan ke sungkup dan ditempelkan terlebih dahulu ke wajah pasien sambal dilakukan Jaw Thrust dan melihat pergerakan dinding dadanya. Pasien dilakukan intubasi ETT nomor 7 dengan teknik intubasi apneu dengan muscle relaxant yaitu atracurium bromide 35 mg. Selama operasi, anestesi dipelihara dengan oksigen dan sevoflurane 2%. Operasi berlangsung kurang lebih selama 2 jam. Saat operasi hemodinamik pasien stabil, nadi dan saturasi dalam batas normal. Setelah operasi selesai, pasien dilakukan ekstubasi dan pasien dapat bernafas spontan regular dengan tanda- tanda vital yang dipertahankan stabil.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang dipaparkan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI, serta intervensi keperawatan yang dapat dilakukan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya massa di leher
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur operasi
3. Risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur operasi
4. Risiko nyeri berhubungan dengan prosedur operasi
Penjelasan SDKI - SLKI - SIKI:
1. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya massa di leher
- SDKI: Gangguan Pertukaran Gas
- SLKI: Pemantauan Respirasi
- SIKI: Pengelolaan Jalan Napas
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur operasi
- SDKI: Risiko Infeksi
- SLKI: Pencegahan Infeksi
- SIKI: Perawatan Luka Operasi
3. Risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur operasi
- SDKI: Risiko Perdarahan
- SLKI: Pemantauan Tanda Vital
- SIKI: Pencegahan Perdarahan
4. Risiko nyeri berhubungan dengan prosedur operasi
- SDKI: Nyeri Akut
- SLKI: Manajemen Nyeri
- SIKI: Pemberian Analgesik
Intervensi Keperawatan:
1. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya massa di leher
- Pantau tanda-tanda vital, khususnya pernapasan
- Anjurkan pasien untuk bernapas dalam dan batuk efektif
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur operasi
- Pertahankan teknik aseptik dan sterilisasi selama perawatan luka operasi
- Pantau tanda-tanda infeksi, seperti peningkatan suhu, nyeri, atau perubahan warna luka
- Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang perawatan luka operasi
3. Risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur operasi
- Pantau tanda-tanda vital, khususnya nadi, tekanan darah, dan jumlah perdarahan
- Pertahankan akses intravena yang adekuat
- Berikan intervensi untuk mencegah perdarahan, seperti kompresi, penjahitan, atau pemberian obat hemostasis
4. Risiko nyeri berhubungan dengan prosedur operasi
- Pantau tanda-tanda nyeri, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan keluhan pasien
- Berikan analgesik sesuai dengan resep dokter
- Ajarkan pasien teknik-teknik manajemen nyeri non-farmakologis, seperti relaksasi atau terapi panas/dingin
Secara keseluruhan, perawatan yang berfokus pada pencegahan komplikasi, pemantauan keadaan umum pasien, dan kolaborasi dengan tim medis lain sangat penting dalam mengelola kasus ini. -
Article No. 3401 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien Ny. M usia 56 tahun datang ke poli bedah onkologi RSUDAM dengan keluhan muncul benjolan pada leher bagian kiri. Benjolan muncul sejak 4 bulan sebelum pasien datang ke RSAM. Benjolan berbentuk bulat dan awalnya sebesar kelereng atau sekitar 1 cm, tetapi lama- kelamaan benjolan tersebut membesar. Saat datang ke poli benjolan tersebut berukuran kurang lebih 8 cm. Benjolan terasa keras apabila diraba tetapi benjolan tersebut tidak terasa nyeri ataupun gatal. Benjolan berwarna seperti kulit sekitarnya dan tidak pernah berwarna kemerahan ataupun kehitaman. Pasien tidak mengalami kesulitan bernapas ataupun kesulitan dalam menelan. Berdebar-debar di dada dan mudah lelah disangkal. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan drastis tanpa penyebab yang jelas. Sebelumnya, yaitu pada tahun 2016, 5 tahun yang lalu pasien pernah mengalami benjolan pada leher sebelah kiri. Benjolan berukuran sekitar 10 cm dan dioperasi karena mulai menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Pasien sempat meminum obat selama beberapa bulan lalu berhenti tetapi pasien tidak membawa dan tidak ingat nama obatnya. Riwayat alergi, Riwayat penyakit sistemik, dan keluhan serupa pada keluarga di sangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 70x/menit, respirasi 20x/menit, suhu aksila 36,6°C. Pada pemeriksaan kepala leher didapatkan massa di leher sebelah kiri berukuran kurang lebih 8x6 cm, teraba keras, berbatas tegas, immobile, berwarna kulit, dan pasien tidak merasakan nyeri. Pemeriksaan fisik thoraks, abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan penunjang pasien diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dengan hasil Hb 13,1 g/dL, Ht 41%, Leukosit 8.100/µL, Eritrosit 4,5 juta/µL, Trombosit 404.000/µL, MCV 89 fl, MCH 29 pg, MCHC 32 g/dL, LED 13 mm/jam. Hitung jenis basophil 0%, Eosinofil 0%, Batang 0%, Segmen 61%, Limfosit 33%, Monosit 6%. Pemeriksaan kimia darah yaitu SGOT 23 U/L, SGPT 34 U/L, GDS 97 mg/dL, Ureum 21 mg/dL, Creatinin 0,64 mg/dl, Natrium 140 mmol/L, Kalium 3,6 mmol/L, Kalsium 8,7 mg/dl, Klorida 111 mmol/L, CT 8 menit, BT 2 menit. Pemeriksaan fungsi tiroid T3 1,48 nmol/L dan 77.950 nmol/L. Hasil pemeriksaan rontgen thorax dalam batas normal. Hasil pemeriksaan FNAB makroskopis yaitu Benjolan submandibular kiri, 2 tahun kistik isi cairan 10cc encer kuning. Hasil pemeriksaan mikroskopis adalah sediaan sitologi dari submandibular terdiri atas tumor kistik yang mengandung sel makrofag, kista dan sedikit kelompokan sel epitel dengan kesan yaitu adanya kista retensi yang dapat berasal dari kelenjar liur dd/kista sisa perkembangan. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada pasien ini adalah karsinoma tiroid dengan direncanakan untuk tindakan operasi yaitu RND. Pada kunjungan preoperatif didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang dengan skor American Society of Anesthesiologist (ASA) II. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien memperoleh hasil dalam batas normal. Pemeriksaan pasien meliputi identitas pasien, persetujuan operasi, lembaran konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat- alat uang diperlukan. Pasien dan keluarganya dijelaskan mengenai prosedur anestesi yang akan dilakukan. Pasien telah berpuasa selama 12 jam sebelum operasi. Pasien di instruksikan untuk menjaga oral hygiene, mengosongkan kandung kemih dan berdoa. Pasien dipastikan tidak menggunakan gigi palsu dan melepaskan perhiasan, lensa kontak maupun aksesoris lainnya. Kemudian pasien mengganti pakaian dengan pakaian operasi. Pasien juga dipasangkan akses intravena loading cairan kristaloid (Ringer Laktat) dengan menggunakan set tranfusi No. 18 telah terpasang di tangan kiri dan kanan dan menetes lancar. Lalu, pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi telentang. Di kamar operasi, pasien dipasang tensimeter dan saturasi oksigen untuk evaluasi nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Pada pasien ini didapatkan nadi pre-anastesi 70 kali/menit, tekanan darah 157/91 mmHg, dan saturasi oksigen 98%. Alat yang dipersiapkan di kamar operasi adalah mesin anestesi, monitor, selang penghubung (connector), face mask, tensimeter, oksimeter, memastikan selang gas O2 dan N2O terhubung dengan sumber sentral, mengisi vaporizer sevoflurane. Sebelum dilakukan induksi, pasien diberikan fentanyl 100 mcg yang berfungsi sebagai analgetik. Pasien juga di injeksi degan propofol 120 mg sebagai sedasi. Pasien diinduksi menggunakan gas oksigen dan sevofluran sebanyak 2% yang dialirkan ke sungkup dan ditempelkan terlebih dahulu ke wajah pasien sambal dilakukan Jaw Thrust dan melihat pergerakan dinding dadanya. Pasien dilakukan intubasi ETT nomor 7 dengan teknik intubasi apneu dengan muscle relaxant yaitu atracurium bromide 35 mg. Selama operasi, anestesi dipelihara dengan oksigen dan sevoflurane 2%. Operasi berlangsung kurang lebih selama 2 jam. Saat operasi hemodinamik pasien stabil, nadi dan saturasi dalam batas normal. Setelah operasi selesai, pasien dilakukan ekstubasi dan pasien dapat bernafas spontan regular dengan tanda- tanda vital yang dipertahankan stabil.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang dipaparkan, dapat ditegakkan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Berdistorsi citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk dan ukuran benjolan pada leher
- SDKI: Distorsi Citra Tubuh
- SLKI: Penerimaan Citra Tubuh
- SIKI: Konsep Diri
Penjelasan singkat:
Pasien mengalami perubahan pada penampilan fisik akibat adanya benjolan pada leher yang semakin membesar. Hal ini dapat memengaruhi persepsi pasien terhadap citra tubuhnya dan dapat berdampak pada harga diri serta interaksi sosial pasien.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
- SDKI: Risiko Infeksi
- SLKI: Kontrol Infeksi
- SIKI: Pencegahan Infeksi
Penjelasan singkat:
Pasien akan menjalani tindakan operasi yang berisiko menimbulkan infeksi. Perawat perlu melakukan intervensi yang tepat untuk mencegah dan mengendalikan risiko infeksi pada pasien.
3. Nyeri akut berhubungan dengan pembedahan
- SDKI: Nyeri Akut
- SLKI: Pengendalian Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri
Penjelasan singkat:
Pasien akan mengalami nyeri akut setelah pembedahan. Perawat perlu melakukan intervensi yang tepat untuk mengelola nyeri pasien, sehingga pasien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dirasakan.
4. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efek anestesi
- SDKI: Risiko Penurunan Curah Jantung
- SLKI: Stabilitas Hemodinamik
- SIKI: Manajemen Kardiovaskular
Penjelasan singkat:
Pemberian anestesi dapat memengaruhi fungsi jantung dan sirkulasi darah. Perawat perlu melakukan monitoring dan intervensi yang tepat untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik pasien selama dan setelah operasi.
Diagnosa keperawatan ini disusun berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Diagnosa tersebut mencakup aspek fisik, psikososial, dan risiko yang mungkin terjadi pada pasien, sehingga dapat memandu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. -
Article No. 3402 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien Ny. M usia 56 tahun datang ke poli bedah onkologi RSUDAM dengan keluhan muncul benjolan pada leher bagian kiri. Benjolan muncul sejak 4 bulan sebelum pasien datang ke RSAM. Benjolan berbentuk bulat dan awalnya sebesar kelereng atau sekitar 1 cm, tetapi lama- kelamaan benjolan tersebut membesar. Saat datang ke poli benjolan tersebut berukuran kurang lebih 8 cm. Benjolan terasa keras apabila diraba tetapi benjolan tersebut tidak terasa nyeri ataupun gatal. Benjolan berwarna seperti kulit sekitarnya dan tidak pernah berwarna kemerahan ataupun kehitaman. Pasien tidak mengalami kesulitan bernapas ataupun kesulitan dalam menelan. Berdebar-debar di dada dan mudah lelah disangkal. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan drastis tanpa penyebab yang jelas. Sebelumnya, yaitu pada tahun 2016, 5 tahun yang lalu pasien pernah mengalami benjolan pada leher sebelah kiri. Benjolan berukuran sekitar 10 cm dan dioperasi karena mulai menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Pasien sempat meminum obat selama beberapa bulan lalu berhenti tetapi pasien tidak membawa dan tidak ingat nama obatnya. Riwayat alergi, Riwayat penyakit sistemik, dan keluhan serupa pada keluarga di sangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 70x/menit, respirasi 20x/menit, suhu aksila 36,6°C. Pada pemeriksaan kepala leher didapatkan massa di leher sebelah kiri berukuran kurang lebih 8x6 cm, teraba keras, berbatas tegas, immobile, berwarna kulit, dan pasien tidak merasakan nyeri. Pemeriksaan fisik thoraks, abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan penunjang pasien diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dengan hasil Hb 13,1 g/dL, Ht 41%, Leukosit 8.100/µL, Eritrosit 4,5 juta/µL, Trombosit 404.000/µL, MCV 89 fl, MCH 29 pg, MCHC 32 g/dL, LED 13 mm/jam. Hitung jenis basophil 0%, Eosinofil 0%, Batang 0%, Segmen 61%, Limfosit 33%, Monosit 6%. Pemeriksaan kimia darah yaitu SGOT 23 U/L, SGPT 34 U/L, GDS 97 mg/dL, Ureum 21 mg/dL, Creatinin 0,64 mg/dl, Natrium 140 mmol/L, Kalium 3,6 mmol/L, Kalsium 8,7 mg/dl, Klorida 111 mmol/L, CT 8 menit, BT 2 menit. Pemeriksaan fungsi tiroid T3 1,48 nmol/L dan 77.950 nmol/L. Hasil pemeriksaan rontgen thorax dalam batas normal. Hasil pemeriksaan FNAB makroskopis yaitu Benjolan submandibular kiri, 2 tahun kistik isi cairan 10cc encer kuning. Hasil pemeriksaan mikroskopis adalah sediaan sitologi dari submandibular terdiri atas tumor kistik yang mengandung sel makrofag, kista dan sedikit kelompokan sel epitel dengan kesan yaitu adanya kista retensi yang dapat berasal dari kelenjar liur dd/kista sisa perkembangan. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada pasien ini adalah karsinoma tiroid dengan direncanakan untuk tindakan operasi yaitu RND. Pada kunjungan preoperatif didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang dengan skor American Society of Anesthesiologist (ASA) II. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien memperoleh hasil dalam batas normal. Pemeriksaan pasien meliputi identitas pasien, persetujuan operasi, lembaran konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat- alat uang diperlukan. Pasien dan keluarganya dijelaskan mengenai prosedur anestesi yang akan dilakukan. Pasien telah berpuasa selama 12 jam sebelum operasi. Pasien di instruksikan untuk menjaga oral hygiene, mengosongkan kandung kemih dan berdoa. Pasien dipastikan tidak menggunakan gigi palsu dan melepaskan perhiasan, lensa kontak maupun aksesoris lainnya. Kemudian pasien mengganti pakaian dengan pakaian operasi. Pasien juga dipasangkan akses intravena loading cairan kristaloid (Ringer Laktat) dengan menggunakan set tranfusi No. 18 telah terpasang di tangan kiri dan kanan dan menetes lancar. Lalu, pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi telentang. Di kamar operasi, pasien dipasang tensimeter dan saturasi oksigen untuk evaluasi nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Pada pasien ini didapatkan nadi pre-anastesi 70 kali/menit, tekanan darah 157/91 mmHg, dan saturasi oksigen 98%. Alat yang dipersiapkan di kamar operasi adalah mesin anestesi, monitor, selang penghubung (connector), face mask, tensimeter, oksimeter, memastikan selang gas O2 dan N2O terhubung dengan sumber sentral, mengisi vaporizer sevoflurane. Sebelum dilakukan induksi, pasien diberikan fentanyl 100 mcg yang berfungsi sebagai analgetik. Pasien juga di injeksi degan propofol 120 mg sebagai sedasi. Pasien diinduksi menggunakan gas oksigen dan sevofluran sebanyak 2% yang dialirkan ke sungkup dan ditempelkan terlebih dahulu ke wajah pasien sambal dilakukan Jaw Thrust dan melihat pergerakan dinding dadanya. Pasien dilakukan intubasi ETT nomor 7 dengan teknik intubasi apneu dengan muscle relaxant yaitu atracurium bromide 35 mg. Selama operasi, anestesi dipelihara dengan oksigen dan sevoflurane 2%. Operasi berlangsung kurang lebih selama 2 jam. Saat operasi hemodinamik pasien stabil, nadi dan saturasi dalam batas normal. Setelah operasi selesai, pasien dilakukan ekstubasi dan pasien dapat bernafas spontan regular dengan tanda- tanda vital yang dipertahankan stabil.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda sampaikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan (SDKI)
Definisi: Risiko mengalami kehilangan darah yang melebihi batas normal.
Etiologi: Prosedur pembedahan.
2. Nyeri Akut (SDKI)
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
Etiologi: Prosedur pembedahan.
3. Risiko Infeksi (SDKI)
Definisi: Risiko terpapar mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit.
Etiologi: Prosedur pembedahan.
Rencana Keperawatan (SLKI):
1. Manajemen Perdarahan
Tujuan: Pasien tidak mengalami perdarahan selama dan setelah prosedur pembedahan.
Intervensi: Observasi tanda-tanda perdarahan, manajemen akses intravena, pemberian cairan/darah jika diindikasikan.
2. Manajemen Nyeri
Tujuan: Pasien bebas dari nyeri selama dan setelah prosedur pembedahan.
Intervensi: Asesmen nyeri, pemberian analgesik, terapi non-farmakologis.
3. Pencegahan Infeksi
Tujuan: Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi selama dan setelah prosedur pembedahan.
Intervensi: Perawatan luka, pemberian antibiotik jika diindikasikan, edukasi pasien dan keluarga.
Implementasi dan Evaluasi (SIKI):
1. Pemantauan Tanda Vital
2. Pemberian Cairan/Darah
3. Pemberian Analgesik
4. Terapi Kompres Hangat/Dingin
5. Perawatan Luka Operasi
6. Edukasi Pencegahan Infeksi
Kesimpulan:
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah Risiko Perdarahan, Nyeri Akut, dan Risiko Infeksi. Intervensi keperawatan berfokus pada manajemen perdarahan, nyeri, dan pencegahan infeksi dengan melakukan pemantauan, pemberian cairan/darah, analgesik, terapi kompres, perawatan luka, dan edukasi pada pasien. -
Article No. 3403 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien Ny. M usia 56 tahun datang ke poli bedah onkologi RSUDAM dengan keluhan muncul benjolan pada leher bagian kiri. Benjolan muncul sejak 4 bulan sebelum pasien datang ke RSAM. Benjolan berbentuk bulat dan awalnya sebesar kelereng atau sekitar 1 cm, tetapi lama- kelamaan benjolan tersebut membesar. Saat datang ke poli benjolan tersebut berukuran kurang lebih 8 cm. Benjolan terasa keras apabila diraba tetapi benjolan tersebut tidak terasa nyeri ataupun gatal. Benjolan berwarna seperti kulit sekitarnya dan tidak pernah berwarna kemerahan ataupun kehitaman. Pasien tidak mengalami kesulitan bernapas ataupun kesulitan dalam menelan. Berdebar-debar di dada dan mudah lelah disangkal. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan drastis tanpa penyebab yang jelas. Sebelumnya, yaitu pada tahun 2016, 5 tahun yang lalu pasien pernah mengalami benjolan pada leher sebelah kiri. Benjolan berukuran sekitar 10 cm dan dioperasi karena mulai menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Pasien sempat meminum obat selama beberapa bulan lalu berhenti tetapi pasien tidak membawa dan tidak ingat nama obatnya. Riwayat alergi, Riwayat penyakit sistemik, dan keluhan serupa pada keluarga di sangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 70x/menit, respirasi 20x/menit, suhu aksila 36,6°C. Pada pemeriksaan kepala leher didapatkan massa di leher sebelah kiri berukuran kurang lebih 8x6 cm, teraba keras, berbatas tegas, immobile, berwarna kulit, dan pasien tidak merasakan nyeri. Pemeriksaan fisik thoraks, abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan penunjang pasien diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dengan hasil Hb 13,1 g/dL, Ht 41%, Leukosit 8.100/µL, Eritrosit 4,5 juta/µL, Trombosit 404.000/µL, MCV 89 fl, MCH 29 pg, MCHC 32 g/dL, LED 13 mm/jam. Hitung jenis basophil 0%, Eosinofil 0%, Batang 0%, Segmen 61%, Limfosit 33%, Monosit 6%. Pemeriksaan kimia darah yaitu SGOT 23 U/L, SGPT 34 U/L, GDS 97 mg/dL, Ureum 21 mg/dL, Creatinin 0,64 mg/dl, Natrium 140 mmol/L, Kalium 3,6 mmol/L, Kalsium 8,7 mg/dl, Klorida 111 mmol/L, CT 8 menit, BT 2 menit. Pemeriksaan fungsi tiroid T3 1,48 nmol/L dan 77.950 nmol/L. Hasil pemeriksaan rontgen thorax dalam batas normal. Hasil pemeriksaan FNAB makroskopis yaitu Benjolan submandibular kiri, 2 tahun kistik isi cairan 10cc encer kuning. Hasil pemeriksaan mikroskopis adalah sediaan sitologi dari submandibular terdiri atas tumor kistik yang mengandung sel makrofag, kista dan sedikit kelompokan sel epitel dengan kesan yaitu adanya kista retensi yang dapat berasal dari kelenjar liur dd/kista sisa perkembangan. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada pasien ini adalah karsinoma tiroid dengan direncanakan untuk tindakan operasi yaitu RND. Pada kunjungan preoperatif didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang dengan skor American Society of Anesthesiologist (ASA) II. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien memperoleh hasil dalam batas normal. Pemeriksaan pasien meliputi identitas pasien, persetujuan operasi, lembaran konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat- alat uang diperlukan. Pasien dan keluarganya dijelaskan mengenai prosedur anestesi yang akan dilakukan. Pasien telah berpuasa selama 12 jam sebelum operasi. Pasien di instruksikan untuk menjaga oral hygiene, mengosongkan kandung kemih dan berdoa. Pasien dipastikan tidak menggunakan gigi palsu dan melepaskan perhiasan, lensa kontak maupun aksesoris lainnya. Kemudian pasien mengganti pakaian dengan pakaian operasi. Pasien juga dipasangkan akses intravena loading cairan kristaloid (Ringer Laktat) dengan menggunakan set tranfusi No. 18 telah terpasang di tangan kiri dan kanan dan menetes lancar. Lalu, pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi telentang. Di kamar operasi, pasien dipasang tensimeter dan saturasi oksigen untuk evaluasi nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Pada pasien ini didapatkan nadi pre-anastesi 70 kali/menit, tekanan darah 157/91 mmHg, dan saturasi oksigen 98%. Alat yang dipersiapkan di kamar operasi adalah mesin anestesi, monitor, selang penghubung (connector), face mask, tensimeter, oksimeter, memastikan selang gas O2 dan N2O terhubung dengan sumber sentral, mengisi vaporizer sevoflurane. Sebelum dilakukan induksi, pasien diberikan fentanyl 100 mcg yang berfungsi sebagai analgetik. Pasien juga di injeksi degan propofol 120 mg sebagai sedasi. Pasien diinduksi menggunakan gas oksigen dan sevofluran sebanyak 2% yang dialirkan ke sungkup dan ditempelkan terlebih dahulu ke wajah pasien sambal dilakukan Jaw Thrust dan melihat pergerakan dinding dadanya. Pasien dilakukan intubasi ETT nomor 7 dengan teknik intubasi apneu dengan muscle relaxant yaitu atracurium bromide 35 mg. Selama operasi, anestesi dipelihara dengan oksigen dan sevoflurane 2%. Operasi berlangsung kurang lebih selama 2 jam. Saat operasi hemodinamik pasien stabil, nadi dan saturasi dalam batas normal. Setelah operasi selesai, pasien dilakukan ekstubasi dan pasien dapat bernafas spontan regular dengan tanda- tanda vital yang dipertahankan stabil.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien Ny. M yang dipaparkan, berikut diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan berhubungan dengan tindakan operasi serta faktor hematologi.
2. Risiko Infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan dan penggunaan alat medis invasif.
3. Risiko Gangguan Rasa Aman berhubungan dengan kondisi penyakit dan tindakan pembedahan.
Penjelasan singkat:
1. Risiko Perdarahan
SDKI: Peningkatan kemungkinan kehilangan darah yang melebihi batas normal, yang dapat mengancam kesehatan.
SLKI: Monitoring Perdarahan, Manajemen Perdarahan.
SIKI: Observasi Tanda-Tanda Vital, Kolaborasi Pemberian Obat Antikoagulan, Kolaborasi Pemberian Transfusi Darah.
2. Risiko Infeksi
SDKI: Peningkatan risiko yang dapat menimbulkan respon inflamasi sebagai akibat masuknya patogen atau mikroorganisme ke dalam tubuh.
SLKI: Manajemen Infeksi, Pencegahan Infeksi.
SIKI: Perawatan Luka Operasi, Kolaborasi Pemberian Antibiotik, Edukasi Pencegahan Infeksi.
3. Risiko Gangguan Rasa Aman
SDKI: Peningkatan kemungkinan pengalaman rasa takut, cemas, atau tidak aman yang berkaitan dengan ancaman yang dirasakan terhadap integritas diri.
SLKI: Manajemen Rasa Takut, Terapi Relaksasi.
SIKI: Komunikasi Terapeutik, Edukasi Prosedur Operasi, Pendampingan Psikologis.
Dalam mengelola kondisi pasien Ny. M, perawat perlu memperhatikan dan melaksanakan intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan, dengan berpedoman pada standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia. -
Article No. 3404 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien Ny. M usia 56 tahun datang ke poli bedah onkologi RSUDAM dengan keluhan muncul benjolan pada leher bagian kiri. Benjolan muncul sejak 4 bulan sebelum pasien datang ke RSAM. Benjolan berbentuk bulat dan awalnya sebesar kelereng atau sekitar 1 cm, tetapi lama- kelamaan benjolan tersebut membesar. Saat datang ke poli benjolan tersebut berukuran kurang lebih 8 cm. Benjolan terasa keras apabila diraba tetapi benjolan tersebut tidak terasa nyeri ataupun gatal. Benjolan berwarna seperti kulit sekitarnya dan tidak pernah berwarna kemerahan ataupun kehitaman. Pasien tidak mengalami kesulitan bernapas ataupun kesulitan dalam menelan. Berdebar-debar di dada dan mudah lelah disangkal. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan drastis tanpa penyebab yang jelas. Sebelumnya, yaitu pada tahun 2016, 5 tahun yang lalu pasien pernah mengalami benjolan pada leher sebelah kiri. Benjolan berukuran sekitar 10 cm dan dioperasi karena mulai menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Pasien sempat meminum obat selama beberapa bulan lalu berhenti tetapi pasien tidak membawa dan tidak ingat nama obatnya. Riwayat alergi, Riwayat penyakit sistemik, dan keluhan serupa pada keluarga di sangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 70x/menit, respirasi 20x/menit, suhu aksila 36,6°C. Pada pemeriksaan kepala leher didapatkan massa di leher sebelah kiri berukuran kurang lebih 8x6 cm, teraba keras, berbatas tegas, immobile, berwarna kulit, dan pasien tidak merasakan nyeri. Pemeriksaan fisik thoraks, abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan penunjang pasien diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dengan hasil Hb 13,1 g/dL, Ht 41%, Leukosit 8.100/µL, Eritrosit 4,5 juta/µL, Trombosit 404.000/µL, MCV 89 fl, MCH 29 pg, MCHC 32 g/dL, LED 13 mm/jam. Hitung jenis basophil 0%, Eosinofil 0%, Batang 0%, Segmen 61%, Limfosit 33%, Monosit 6%. Pemeriksaan kimia darah yaitu SGOT 23 U/L, SGPT 34 U/L, GDS 97 mg/dL, Ureum 21 mg/dL, Creatinin 0,64 mg/dl, Natrium 140 mmol/L, Kalium 3,6 mmol/L, Kalsium 8,7 mg/dl, Klorida 111 mmol/L, CT 8 menit, BT 2 menit. Pemeriksaan fungsi tiroid T3 1,48 nmol/L dan 77.950 nmol/L. Hasil pemeriksaan rontgen thorax dalam batas normal. Hasil pemeriksaan FNAB makroskopis yaitu Benjolan submandibular kiri, 2 tahun kistik isi cairan 10cc encer kuning. Hasil pemeriksaan mikroskopis adalah sediaan sitologi dari submandibular terdiri atas tumor kistik yang mengandung sel makrofag, kista dan sedikit kelompokan sel epitel dengan kesan yaitu adanya kista retensi yang dapat berasal dari kelenjar liur dd/kista sisa perkembangan. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada pasien ini adalah karsinoma tiroid dengan direncanakan untuk tindakan operasi yaitu RND. Pada kunjungan preoperatif didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang dengan skor American Society of Anesthesiologist (ASA) II. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien memperoleh hasil dalam batas normal. Pemeriksaan pasien meliputi identitas pasien, persetujuan operasi, lembaran konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat- alat uang diperlukan. Pasien dan keluarganya dijelaskan mengenai prosedur anestesi yang akan dilakukan. Pasien telah berpuasa selama 12 jam sebelum operasi. Pasien di instruksikan untuk menjaga oral hygiene, mengosongkan kandung kemih dan berdoa. Pasien dipastikan tidak menggunakan gigi palsu dan melepaskan perhiasan, lensa kontak maupun aksesoris lainnya. Kemudian pasien mengganti pakaian dengan pakaian operasi. Pasien juga dipasangkan akses intravena loading cairan kristaloid (Ringer Laktat) dengan menggunakan set tranfusi No. 18 telah terpasang di tangan kiri dan kanan dan menetes lancar. Lalu, pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi telentang. Di kamar operasi, pasien dipasang tensimeter dan saturasi oksigen untuk evaluasi nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Pada pasien ini didapatkan nadi pre-anastesi 70 kali/menit, tekanan darah 157/91 mmHg, dan saturasi oksigen 98%. Alat yang dipersiapkan di kamar operasi adalah mesin anestesi, monitor, selang penghubung (connector), face mask, tensimeter, oksimeter, memastikan selang gas O2 dan N2O terhubung dengan sumber sentral, mengisi vaporizer sevoflurane. Sebelum dilakukan induksi, pasien diberikan fentanyl 100 mcg yang berfungsi sebagai analgetik. Pasien juga di injeksi degan propofol 120 mg sebagai sedasi. Pasien diinduksi menggunakan gas oksigen dan sevofluran sebanyak 2% yang dialirkan ke sungkup dan ditempelkan terlebih dahulu ke wajah pasien sambal dilakukan Jaw Thrust dan melihat pergerakan dinding dadanya. Pasien dilakukan intubasi ETT nomor 7 dengan teknik intubasi apneu dengan muscle relaxant yaitu atracurium bromide 35 mg. Selama operasi, anestesi dipelihara dengan oksigen dan sevoflurane 2%. Operasi berlangsung kurang lebih selama 2 jam. Saat operasi hemodinamik pasien stabil, nadi dan saturasi dalam batas normal. Setelah operasi selesai, pasien dilakukan ekstubasi dan pasien dapat bernafas spontan regular dengan tanda- tanda vital yang dipertahankan stabil.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI, dan rencana tindakan keperawatan untuk pasien Ny. M:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan (NANDA-I)
2. Nyeri Akut berhubungan dengan prosedur pembedahan (NANDA-I)
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (NANDA-I)
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perdarahan
- Definisi: Peningkatan risiko kehilangan darah melebihi volume normal, yang dapat membahayakan kesehatan.
- Faktor risiko: Prosedur pembedahan.
- Gejala/tanda: Perdarahan aktif, nadi cepat, tekanan darah rendah, pucat, payah, dan pusing.
2. Nyeri Akut
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- Penyebab: Prosedur pembedahan.
- Gejala/tanda: Ekspresi wajah mengernyit, mengeluh sakit, gerakan protektif, dan peningkatan tanda-tanda vital.
3. Risiko Infeksi
- Definisi: Peningkatan risiko terserang oleh organisme patogen.
- Faktor risiko: Prosedur pembedahan.
- Gejala/tanda: Peningkatan suhu tubuh, edema, kemerahan, dan nyeri.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Kontrol Perdarahan
2. Manajemen Nyeri
3. Pencegahan Infeksi
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Pemantauan Tanda-tanda Vital
2. Pemberian Analgesik
3. Perawatan Luka Operasi
Rencana Tindakan Keperawatan:
1. Pemantauan tanda-tanda vital secara berkala untuk mendeteksi tanda-tanda perdarahan.
2. Pemberian analgesik sesuai dengan resep dokter untuk mengelola nyeri.
3. Perawatan luka operasi dengan menjaga kebersihan dan kekeringan luka untuk mencegah infeksi.
4. Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai perawatan luka, tanda-tanda komplikasi, dan pentingnya mengikuti instruksi setelah operasi. -
Article No. 3405 | 24 Oct 2024
Klinis : geriatri
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi geriatri dengan tone akademis dan persona sebagai pakar perawat.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Jatuh
Definisi: Kerentanan yang meningkat untuk terjatuh, yang dapat menyebabkan cidera fisik.
2. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakmampuan untuk mentolerir aktivitas fisik pada tingkat yang dibutuhkan.
3. Gangguan Mobilitas Fisik
Definisi: Keterbatasan dalam pergerakan fisik yang disebabkan oleh penurunan kekuatan, ketahanan, atau fleksibilitas.
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar diagnosis keperawatan yang dikembangkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
- SDKI memberikan definisi, karakteristik, faktor yang berhubungan, dan indikator diagnosis keperawatan yang dapat digunakan oleh perawat.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar luaran atau hasil keperawatan yang dikembangkan oleh PPNI.
- SLKI menyediakan definisi, kriteria hasil, dan indikator untuk mengevaluasi efektivitas intervensi keperawatan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar intervensi keperawatan yang dikembangkan oleh PPNI.
- SIKI menyediakan definisi, aktivitas, dan rasional untuk intervensi keperawatan yang dapat digunakan oleh perawat dalam memberikan perawatan yang berpusat pada pasien.
Dalam konteks geriatri, penggunaan SDKI, SLKI, dan SIKI membantu perawat dalam mengidentifikasi, merencanakan, dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien lanjut usia. Hal ini penting untuk memenuhi kebutuhan unik pasien geriatri dan meningkatkan kualitas hidup mereka. -
Article No. 3406 | 24 Oct 2024
Klinis : mual, lemah badan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan kondisi mual, lemah badan yang Anda deskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Mual (SDKI)
2. Intoleransi Aktivitas (SDKI)
Penjelasan Singkat:
1. Mual (SDKI)
- Definisi: Sensasi tidak nyaman di daerah epigastrium yang dapat mengarah pada keinginan untuk memuntahkan isi lambung.
- Faktor yang Berhubungan: Penyakit gastrointestinal, efek samping obat, infeksi, kelainan metabolik, stres psikologis.
- Gejala dan Tanda: Sensasi tidak nyaman di daerah epigastrium, rasa ingin muntah, pucat, keringat dingin.
2. Intoleransi Aktivitas (SDKI)
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang diinginkan karena keterbatasan fisik dan/atau psikologis.
- Faktor yang Berhubungan: Kelemahan umum, penurunan massa otot, ketidakseimbangan elektrolit, anemia, gangguan neurologis, gangguan kardiovaskular.
- Gejala dan Tanda: Fatigue, sesak napas, nyeri, palpitasi, lemah, cepat lelah.
Dalam konteks ini, mual dan intoleransi aktivitas (lemah badan) dapat saling terkait, di mana mual dapat menyebabkan penurunan masukan nutrisi dan cairan, sehingga menimbulkan kelemahan tubuh atau intoleransi aktivitas. Penanganan yang komprehensif diperlukan untuk mengelola kedua diagnosa keperawatan ini.
Sebagai seorang pakar keperawatan, saya akan melakukan pengkajian yang lebih mendalam untuk memperoleh data yang akurat, menentukan prioritas masalah, dan menyusun rencana asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien.