Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 3367 | 24 Oct 2024
Klinis : Terapi sosial
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: Z73.3
- Deskripsi: Masalah terkait gaya hidup, terapi sosial
Dalam kasus terapi sosial, tidak terdapat kode ICD-9-CM spesifik untuk prosedur atau tindakan medis. Terapi sosial merupakan intervensi non-medis yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi sosial individu, mengatasi masalah terkait gaya hidup, dan mendukung proses penyembuhan atau adaptasi terhadap kondisi kesehatan. Kode ICD-10 Z73.3 digunakan untuk mengidentifikasi masalah terkait gaya hidup, termasuk kebutuhan akan terapi sosial. Kode ini dapat digunakan dalam dokumentasi medis untuk mencatat rencana atau pelaksanaan intervensi terapi sosial sebagai bagian dari pengelolaan masalah kesehatan pasien. -
Article No. 3368 | 24 Oct 2024
Klinis : Terapi sosial
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi terapi sosial:
Diagnosa Keperawatan:
Isolasi Sosial
Definisi SDKI:
Kondisi di mana individu mengalami hambatan dalam berinteraksi dengan orang lain di lingkungan sekitar secara efektif.
Faktor Terkait SDKI:
- Perubahan peran
- Keterbatasan kemampuan komunikasi
- Keterbatasan dukungan sosial
- Perubahan lingkungan
Batasan Karakteristik SDKI:
- Menarik diri dari orang lain
- Menghabiskan waktu sendirian
- Melaporkan merasa kesepian
- Keterlibatan sosial yang terbatas
Intervensi SLKI:
1. Fasilitasi Interaksi Sosial
2. Dukungan Emosional
3. Peningkatan Komunikasi
Aktivitas SIKI:
- Identifikasi penyebab isolasi sosial
- Bantu klien mengembangkan komunikasi interpersonal yang efektif
- Libatkan klien dalam aktivitas kelompok
- Dorong klien untuk membangun hubungan sosial
- Berikan dukungan emosional selama proses
Dalam kondisi terapi sosial, perawat berperan untuk memfasilitasi interaksi sosial, memberikan dukungan emosional, serta meningkatkan kemampuan komunikasi klien agar dapat terlibat secara efektif dengan orang lain di lingkungannya. Tujuannya adalah untuk mengatasi isolasi sosial yang dialami klien. -
Article No. 3369 | 24 Oct 2024
Klinis : Seorang pasien berumur 30 tahun di bawa ke RSJ. Dengan keluhan mendengar suara suara, pasien terkadang bicara sendiri
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan deskripsi kondisi pasien yang berusia 30 tahun dengan keluhan mendengar suara-suara dan terkadang berbicara sendiri, dapat ditegakkan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Diagnosa Keperawatan:
Halusinasi Pendengaran
2. Penjelasan Singkat:
a. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Halusinasi Pendengaran: Persepsi sensorik yang salah terhadap suara-suara yang tidak nyata.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Perilaku Halusinasi Terkendali: Kemampuan pasien untuk mengendalikan dan mengatasi halusinasi yang dialaminya.
- Integritas Personal: Kemampuan pasien untuk mempertahankan konsep diri yang positif.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Halusinasi: Intervensi untuk membantu pasien dalam mengendalikan dan mengatasi halusinasi yang dialaminya.
- Peningkatan Harga Diri: Intervensi untuk membantu pasien dalam mempertahankan konsep diri yang positif.
Berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien tersebut adalah Halusinasi Pendengaran, dengan fokus intervensi pada manajemen halusinasi dan peningkatan harga diri pasien. -
Article No. 3370 | 24 Oct 2024
Klinis : Pada tanggal 23 Oktober 2023, pasien laki-laki Tn. H 63 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keluhan nyeri di wajah yang menjalar ke area dahi dengan Visual Analog Scale (VAS) 8 yang dirasakan bertambah berat. Muntah, penurunan kesadaran, kejang disangkal. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak satu minggu sebelumnya. Pasien kesulitan untuk mengunyah dan menelan dan berat badan turun 20 kg dalam empat bulan terakhir. Sejak empat bulan lalu muncul keluhan nyeri di belakang hidung. Pasien memperoleh obat nyeri di rumah sakit, namun tidak membaik. Nyeri di wajah dirasakan makin hebat. Sejak dua bulan, pasien mengeluh nyeri di wajah memberat dengan VAS 7-8. Sejak satu bulan sebelum perawatan, pasien mengeluh mulai sulit menelan, pasien hanya bisa konsumsi makanan dalam bentuk cair. Keluhan nyeri di wajah dan pandangan kabur dirasakan masih sama seperti sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen, dan keadaan gizi buruk. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 36,7 C, dan pernapasan 22 x/menit.Ditemukan ptosis mata kiri, deviasi septum nasi, nyeri tekan sinus, dan perdarahan pada hidung. Pada pemeriksaan CT scan, ditemukan massa padat karakteristik maligna di regio nasofaring dengan perluasan ke parafaring bilateral, sinus ethmoid dan sphenoid bilateral, dan perluasan intrakranial regio sellaparasella bilateral dan sisterna prepontine. Hasil biopsi massa tumor menemukan sel kanker nasofaring stadium lokal lanjut. Pasien diberikan Morphine Immediate Release (MIR) 10 mg per oral dan gabapentin 2 x 200 mg per oral untuk mengatasi keluhan nyeri. Pasien mengaku rasa nyeri membaik setelah diberi obat, namun terkadang nyeri masih dirasakan hilang timbul (VAS 3-4). Pasien lebih sering tertidur di siang hari dan seringkali merasa gelisah di malam hari sehingga sulit untuk tertidur. Pasien juga mengeluh mengalami sembelit. Dokter mempertimbangkan untuk memberikan terapi non- farmakologis sebagai terapi komplementer terkait keluhan nyeri tersebut.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis dan kode yang sesuai adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: C11.3
- Deskripsi: Karsinoma nasofaring, bagian posterior
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 40.11
- Deskripsi: Biopsi nasofaring
Penjelasan:
Pasien laki-laki usia 63 tahun datang dengan keluhan nyeri wajah yang menjalar ke daerah dahi, kesulitan mengunyah dan menelan, serta penurunan berat badan yang signifikan dalam empat bulan terakhir. Pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya massa padat di daerah nasofaring dengan perluasan ke struktur sekitarnya, dan hasil biopsi mengkonfirmasi diagnosis karsinoma nasofaring stadium lokal lanjut (C11.3).
Tindakan medis yang dilakukan adalah biopsi nasofaring (kode ICD-9-CM 40.11) untuk konfirmasi diagnosis. Selain itu, pasien juga mendapatkan terapi farmakologis berupa Morphine Immediate Release (MIR) dan gabapentin untuk mengatasi keluhan nyeri. Dokter juga mempertimbangkan untuk memberikan terapi non-farmakologis sebagai terapi komplementer terkait keluhan nyeri yang dialami pasien. -
Article No. 3371 | 24 Oct 2024
Klinis : Pada tanggal 23 Oktober 2023, pasien laki-laki Tn. H 63 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keluhan nyeri di wajah yang menjalar ke area dahi dengan Visual Analog Scale (VAS) 8 yang dirasakan bertambah berat. Muntah, penurunan kesadaran, kejang disangkal. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak satu minggu sebelumnya. Pasien kesulitan untuk mengunyah dan menelan dan berat badan turun 20 kg dalam empat bulan terakhir. Sejak empat bulan lalu muncul keluhan nyeri di belakang hidung. Pasien memperoleh obat nyeri di rumah sakit, namun tidak membaik. Nyeri di wajah dirasakan makin hebat. Sejak dua bulan, pasien mengeluh nyeri di wajah memberat dengan VAS 7-8. Sejak satu bulan sebelum perawatan, pasien mengeluh mulai sulit menelan, pasien hanya bisa konsumsi makanan dalam bentuk cair. Keluhan nyeri di wajah dan pandangan kabur dirasakan masih sama seperti sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen, dan keadaan gizi buruk. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 36,7 C, dan pernapasan 22 x/menit.Ditemukan ptosis mata kiri, deviasi septum nasi, nyeri tekan sinus, dan perdarahan pada hidung. Pada pemeriksaan CT scan, ditemukan massa padat karakteristik maligna di regio nasofaring dengan perluasan ke parafaring bilateral, sinus ethmoid dan sphenoid bilateral, dan perluasan intrakranial regio sellaparasella bilateral dan sisterna prepontine. Hasil biopsi massa tumor menemukan sel kanker nasofaring stadium lokal lanjut. Pasien diberikan Morphine Immediate Release (MIR) 10 mg per oral dan gabapentin 2 x 200 mg per oral untuk mengatasi keluhan nyeri. Pasien mengaku rasa nyeri membaik setelah diberi obat, namun terkadang nyeri masih dirasakan hilang timbul (VAS 3-4). Pasien lebih sering tertidur di siang hari dan seringkali merasa gelisah di malam hari sehingga sulit untuk tertidur. Pasien juga mengeluh mengalami sembelit. Dokter mempertimbangkan untuk memberikan terapi non- farmakologis sebagai terapi komplementer terkait keluhan nyeri tersebut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri kronis berhubungan dengan progresi penyakit kanker nasofaring
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, efek samping obat, dan kecemasan
3. Gangguan menelan berhubungan dengan massa tumor di nasofaring
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kerusakan integumen (hidung, sinus) akibat perluasan tumor
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan kesulitan menelan dan anoreksia
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
1. Nyeri Kronis: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah kerusakan semacam itu.
2. Gangguan Pola Tidur: Keluhan kuantitas dan kualitas tidur yang tidak adekuat.
3. Gangguan Menelan: Ketidakmampuan atau kesulitan untuk menelan makanan, cairan, atau obat-obatan melalui mulut ke dalam lambung.
4. Risiko Infeksi: Peningkatan rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen.
5. Defisit Nutrisi: Asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Kontrol Nyeri, Kenyamanan Fisik
2. Pola Tidur, Pengetahuan Perawatan Diri
3. Integritas Selaput Mukosa, Kemampuan Menelan
4. Respon Infeksi, Pengetahuan Perawatan Diri
5. Status Nutrisi, Kemampuan Makan
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Nyeri, Terapi Komplementer
2. Manajemen Pola Tidur, Edukasi Kesehatan
3. Manajemen Disfagia, Perawatan Mulut
4. Pencegahan Infeksi, Perawatan Luka
5. Asuhan Gizi, Edukasi Nutrisi
Dalam kasus ini, pendekatan keperawatan komprehensif diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan yang dialami pasien, termasuk penanganan nyeri kronis, gangguan pola tidur, kesulitan menelan, risiko infeksi, dan defisit nutrisi. Kolaborasi tim kesehatan yang baik sangat penting untuk memberikan asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien. -
Article No. 3372 | 24 Oct 2024
Klinis : Pada tanggal 23 Oktober 2023, pasien laki-laki Tn. H 63 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keluhan nyeri di wajah yang menjalar ke area dahi dengan Visual Analog Scale (VAS) 8 yang dirasakan bertambah berat. Muntah, penurunan kesadaran, kejang disangkal. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak satu minggu sebelumnya. Pasien kesulitan untuk mengunyah dan menelan dan berat badan turun 20 kg dalam empat bulan terakhir. Sejak empat bulan lalu muncul keluhan nyeri di belakang hidung. Pasien memperoleh obat nyeri di rumah sakit, namun tidak membaik. Nyeri di wajah dirasakan makin hebat. Sejak dua bulan, pasien mengeluh nyeri di wajah memberat dengan VAS 7-8. Sejak satu bulan sebelum perawatan, pasien mengeluh mulai sulit menelan, pasien hanya bisa konsumsi makanan dalam bentuk cair. Keluhan nyeri di wajah dan pandangan kabur dirasakan masih sama seperti sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen, dan keadaan gizi buruk. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 36,7 C, dan pernapasan 22 x/menit.Ditemukan ptosis mata kiri, deviasi septum nasi, nyeri tekan sinus, dan perdarahan pada hidung. Pada pemeriksaan CT scan, ditemukan massa padat karakteristik maligna di regio nasofaring dengan perluasan ke parafaring bilateral, sinus ethmoid dan sphenoid bilateral, dan perluasan intrakranial regio sellaparasella bilateral dan sisterna prepontine. Hasil biopsi massa tumor menemukan sel kanker nasofaring stadium lokal lanjut. Pasien diberikan Morphine Immediate Release (MIR) 10 mg per oral dan gabapentin 2 x 200 mg per oral untuk mengatasi keluhan nyeri. Pasien mengaku rasa nyeri membaik setelah diberi obat, namun terkadang nyeri masih dirasakan hilang timbul (VAS 3-4). Pasien lebih sering tertidur di siang hari dan seringkali merasa gelisah di malam hari sehingga sulit untuk tertidur. Pasien juga mengeluh mengalami sembelit. Dokter mempertimbangkan untuk memberikan terapi non- farmakologis sebagai terapi komplementer terkait keluhan nyeri tersebut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang Anda berikan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri kronis berhubungan dengan pertumbuhan tumor ganas pada nasofaring dan parafaring, ditandai dengan keluhan nyeri di wajah dengan VAS 8 yang menjalar ke daerah dahi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan malnutrisi, ditandai dengan keluhan lemas dan penurunan berat badan 20 kg dalam 4 bulan terakhir.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan kecemasan, ditandai dengan sering tertidur di siang hari dan kesulitan tidur di malam hari.
4. Konstipasi berhubungan dengan efek samping obat analgesik, ditandai dengan keluhan sembelit.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Nyeri Kronis:
- SDKI: Nyeri yang tidak kunjung membaik dalam jangka waktu yang lama, disebabkan oleh proses patologis yang menetap.
- SLKI: Kolaborasi dengan tim medis untuk penanganan nyeri kronis, pemberian analgesik yang tepat, terapi nonfarmakologis seperti relaksasi, distraksi, dan terapi komplementer.
- SIKI: Manajemen nyeri, pemberian analgesik, terapi komplementer, edukasi pasien dan keluarga.
2. Intoleransi Aktivitas:
- SDKI: Keterbatasan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari akibat adanya kondisi yang mengganggu.
- SLKI: Intervensi untuk meningkatkan toleransi aktivitas, nutrisi adekuat, dan manajemen gejala penyakit.
- SIKI: Pengkajian toleransi aktivitas, perawatan nutrisi, manajemen gejala, dan rehabilitasi.
3. Gangguan Pola Tidur:
- SDKI: Perubahan dalam kualitas atau kuantitas tidur yang mengganggu fungsi normal individu.
- SLKI: Intervensi untuk memperbaiki kualitas tidur, manajemen nyeri, dan pengelolaan kecemasan.
- SIKI: Pengkajian pola tidur, manajemen nyeri, intervensi relaksasi, dan edukasi.
4. Konstipasi:
- SDKI: Penurunan frekuensi, kesulitan, atau inkomplet defekasi.
- SLKI: Intervensi untuk meningkatkan frekuensi dan kemudahan defekasi, monitor intake cairan dan nutrisi.
- SIKI: Pengkajian pola defekasi, manajemen pemberian laksatif, edukasi diet dan cairan.
Secara keseluruhan, penanganan komprehensif melibatkan kolaborasi tim kesehatan, manajemen gejala, terapi nonfarmakologis, edukasi, dan upaya rehabilitatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. -
Article No. 3373 | 24 Oct 2024
Klinis : Pada tanggal 23 Oktober 2023, pasien laki-laki Tn. H 63 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keluhan nyeri di wajah yang menjalar ke area dahi dengan Visual Analog Scale (VAS) 8 yang dirasakan bertambah berat. Muntah, penurunan kesadaran, kejang disangkal. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak satu minggu sebelumnya. Pasien kesulitan untuk mengunyah dan menelan dan berat badan turun 20 kg dalam empat bulan terakhir. Sejak empat bulan lalu muncul keluhan nyeri di belakang hidung. Pasien memperoleh obat nyeri di rumah sakit, namun tidak membaik. Nyeri di wajah dirasakan makin hebat. Sejak dua bulan, pasien mengeluh nyeri di wajah memberat dengan VAS 7-8. Sejak satu bulan sebelum perawatan, pasien mengeluh mulai sulit menelan, pasien hanya bisa konsumsi makanan dalam bentuk cair. Keluhan nyeri di wajah dan pandangan kabur dirasakan masih sama seperti sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen, dan keadaan gizi buruk. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 36,7 C, dan pernapasan 22 x/menit.Ditemukan ptosis mata kiri, deviasi septum nasi, nyeri tekan sinus, dan perdarahan pada hidung. Pada pemeriksaan CT scan, ditemukan massa padat karakteristik maligna di regio nasofaring dengan perluasan ke parafaring bilateral, sinus ethmoid dan sphenoid bilateral, dan perluasan intrakranial regio sellaparasella bilateral dan sisterna prepontine. Hasil biopsi massa tumor menemukan sel kanker nasofaring stadium lokal lanjut. Pasien diberikan Morphine Immediate Release (MIR) 10 mg per oral dan gabapentin 2 x 200 mg per oral untuk mengatasi keluhan nyeri. Pasien mengaku rasa nyeri membaik setelah diberi obat, namun terkadang nyeri masih dirasakan hilang timbul (VAS 3-4). Pasien lebih sering tertidur di siang hari dan seringkali merasa gelisah di malam hari sehingga sulit untuk tertidur. Pasien juga mengeluh mengalami sembelit. Dokter mempertimbangkan untuk memberikan terapi non- farmakologis sebagai terapi komplementer terkait keluhan nyeri tersebut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang telah dideskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, beserta penjelasan singkat mengenai SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Kronis Berhubungan dengan Keganasan Tumor Nasofaring
SDKI:
Nyeri Kronis adalah rasa tidak nyaman yang berlangsung lebih dari 3 bulan dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Dalam kasus ini, nyeri wajah yang dirasakan pasien telah berlangsung selama empat bulan dan semakin memburuk, serta menyebabkan kesulitan menelan dan penurunan berat badan.
SLKI:
Luaran yang diharapkan adalah pasien dapat melaporkan nyeri terkontrol, mampu melakukan aktivitas sehari-hari, dan terpenuhinya kebutuhan nutrisi.
SIKI:
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemberian analgesik sesuai resep, terapi non-farmakologis (misalnya terapi relaksasi, kompres hangat, distraksi), serta edukasi mengenai manajemen nyeri dan upaya memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Gangguan Pola Tidur Berhubungan dengan Efek Samping Pengobatan dan Kecemasan
SDKI:
Gangguan Pola Tidur adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak restoratif, yang mengakibatkan gangguan fungsi sehari-hari. Dalam kasus ini, pasien mengalami kesulitan tidur di malam hari dan sering tertidur di siang hari.
SLKI:
Luaran yang diharapkan adalah pasien dapat melaporkan pola tidur yang normal, merasa segar setelah bangun tidur, dan dapat beraktivitas sehari-hari dengan baik.
SIKI:
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemberian edukasi mengenai hygiene tidur, terapi relaksasi, serta pemberian obat tidur sesuai resep dokter.
3. Resiko Konstipasi Berhubungan dengan Efek Samping Pengobatan
SDKI:
Resiko Konstipasi adalah kemungkinan mengalami kesulitan untuk buang air besar, yang dapat diakibatkan oleh berbagai faktor seperti efek samping obat-obatan. Dalam kasus ini, pasien mengeluh mengalami sembelit.
SLKI:
Luaran yang diharapkan adalah pasien dapat buang air besar secara teratur tanpa kesulitan.
SIKI:
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemberian edukasi mengenai manajemen konstipasi, pengaturan pola diet dan cairan, serta pemberian laksatif sesuai resep dokter.
Dengan memperhatikan SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat melakukan pengkajian yang komprehensif, menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, serta merencanakan intervensi keperawatan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan pasien secara holistik. -
Article No. 3374 | 24 Oct 2024
Klinis : Pada tanggal 23 Oktober 2023, pasien laki-laki Tn. H 63 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keluhan nyeri di wajah yang menjalar ke area dahi dengan Visual Analog Scale (VAS) 8 yang dirasakan bertambah berat. Muntah, penurunan kesadaran, kejang disangkal. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak satu minggu sebelumnya. Pasien kesulitan untuk mengunyah dan menelan dan berat badan turun 20 kg dalam empat bulan terakhir. Sejak empat bulan lalu muncul keluhan nyeri di belakang hidung. Pasien memperoleh obat nyeri di rumah sakit, namun tidak membaik. Nyeri di wajah dirasakan makin hebat. Sejak dua bulan, pasien mengeluh nyeri di wajah memberat dengan VAS 7-8. Sejak satu bulan sebelum perawatan, pasien mengeluh mulai sulit menelan, pasien hanya bisa konsumsi makanan dalam bentuk cair. Keluhan nyeri di wajah dan pandangan kabur dirasakan masih sama seperti sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen, dan keadaan gizi buruk. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 36,7 C, dan pernapasan 22 x/menit.Ditemukan ptosis mata kiri, deviasi septum nasi, nyeri tekan sinus, dan perdarahan pada hidung. Pada pemeriksaan CT scan, ditemukan massa padat karakteristik maligna di regio nasofaring dengan perluasan ke parafaring bilateral, sinus ethmoid dan sphenoid bilateral, dan perluasan intrakranial regio sellaparasella bilateral dan sisterna prepontine. Hasil biopsi massa tumor menemukan sel kanker nasofaring stadium lokal lanjut. Pasien diberikan Morphine Immediate Release (MIR) 10 mg per oral dan gabapentin 2 x 200 mg per oral untuk mengatasi keluhan nyeri. Pasien mengaku rasa nyeri membaik setelah diberi obat, namun terkadang nyeri masih dirasakan hilang timbul (VAS 3-4). Pasien lebih sering tertidur di siang hari dan seringkali merasa gelisah di malam hari sehingga sulit untuk tertidur. Pasien juga mengeluh mengalami sembelit. Dokter mempertimbangkan untuk memberikan terapi non- farmakologis sebagai terapi komplementer terkait keluhan nyeri tersebut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, dapat disusun diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI sebagai berikut:
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Nyeri Kronis Berhubungan dengan Proses Penyakit Neoplasma Nasofaring
2. Penjelasan Singkat:
a. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Nyeri Kronis: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau yang digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut, berlangsung lebih dari 3 bulan.
- Penyebab: Proses penyakit neoplasma pada nasofaring yang menyebabkan kerusakan jaringan dan nyeri kronis.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Kontrol Nyeri: Kemampuan individu untuk mengatur dan mengendalikan pengalaman nyeri.
- Kualitas Tidur: Pola tidur yang memungkinkan pemulihan fisik dan psikologis.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Nyeri: Tindakan untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan pasien.
- Terapi Komplementer: Tindakan menggunakan modalitas terapi komplementer dalam rangka mencapai hasil perawatan yang optimal.
- Manajemen Tidur: Tindakan untuk memfasilitasi pola tidur yang memadai.
- Manajemen Konstipasi: Tindakan untuk mencegah dan mengatasi konstipasi.
Berdasarkan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI di atas, perawat dapat memberikan intervensi keperawatan yang komprehensif untuk mengatasi masalah nyeri kronis, gangguan tidur, dan konstipasi yang dialami oleh pasien, serta mempertimbangkan terapi komplementer sebagai terapi tambahan untuk mengelola keluhan nyeri. -
Article No. 3375 | 24 Oct 2024
Klinis : Pada tanggal 23 Oktober 2023, pasien laki-laki Tn. H 63 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keluhan nyeri di wajah yang menjalar ke area dahi dengan Visual Analog Scale (VAS) 8 yang dirasakan bertambah berat. Muntah, penurunan kesadaran, kejang disangkal. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak satu minggu sebelumnya. Pasien kesulitan untuk mengunyah dan menelan dan berat badan turun 20 kg dalam empat bulan terakhir. Sejak empat bulan lalu muncul keluhan nyeri di belakang hidung. Pasien memperoleh obat nyeri di rumah sakit, namun tidak membaik. Nyeri di wajah dirasakan makin hebat. Sejak dua bulan, pasien mengeluh nyeri di wajah memberat dengan VAS 7-8. Sejak satu bulan sebelum perawatan, pasien mengeluh mulai sulit menelan, pasien hanya bisa konsumsi makanan dalam bentuk cair. Keluhan nyeri di wajah dan pandangan kabur dirasakan masih sama seperti sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen, dan keadaan gizi buruk. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 36,7 C, dan pernapasan 22 x/menit.Ditemukan ptosis mata kiri, deviasi septum nasi, nyeri tekan sinus, dan perdarahan pada hidung. Pada pemeriksaan CT scan, ditemukan massa padat karakteristik maligna di regio nasofaring dengan perluasan ke parafaring bilateral, sinus ethmoid dan sphenoid bilateral, dan perluasan intrakranial regio sellaparasella bilateral dan sisterna prepontine. Hasil biopsi massa tumor menemukan sel kanker nasofaring stadium lokal lanjut. Pasien diberikan Morphine Immediate Release (MIR) 10 mg per oral dan gabapentin 2 x 200 mg per oral untuk mengatasi keluhan nyeri. Pasien mengaku rasa nyeri membaik setelah diberi obat, namun terkadang nyeri masih dirasakan hilang timbul (VAS 3-4). Pasien lebih sering tertidur di siang hari dan seringkali merasa gelisah di malam hari sehingga sulit untuk tertidur. Pasien juga mengeluh mengalami sembelit. Dokter mempertimbangkan untuk memberikan terapi non- farmakologis sebagai terapi komplementer terkait keluhan nyeri tersebut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan data yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang sesuai dengan kondisi pasien Tn. H:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder akibat kanker nasofaring.
2. Gangguan tidur berhubungan dengan kecemasan dan nyeri.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan.
Penjelasan singkat:
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder akibat kanker nasofaring:
- SDKI: Nyeri Akut
- SLKI: Manajemen Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri, Terapi Komplementer: Relaksasi, Distraksi
2. Gangguan tidur berhubungan dengan kecemasan dan nyeri:
- SDKI: Gangguan Tidur
- SLKI: Manajemen Tidur
- SIKI: Manajemen Kecemasan, Terapi Komplementer: Relaksasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan:
- SDKI: Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
- SLKI: Manajemen Nutrisi
- SIKI: Manajemen Nutrisi, Terapi Komplementer: Konseling Gizi
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) telah menetapkan standar diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan hasil keperawatan melalui SDKI, SLKI, dan SIKI. Standar ini digunakan sebagai panduan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkualitas. -
Article No. 3376 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Halo, sebagai seorang perawat profesional, berikut saya sampaikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
2. Intoleransi Aktivitas
3. Kekurangan Volume Cairan
Penjelasan Singkat:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
- SDKI: Keadaan di mana individu mengalami hambatan dalam membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk memfasilitasi pembersihan sekresi dari saluran napas dan mempertahankan jalan napas yang terbuka.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi pembersihan sekresi dari saluran napas dan mempertahankan jalan napas yang terbuka.
2. Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Ketidakmampuan untuk menahan atau menyelesaikan aktivitas harian.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk memfasilitasi toleransi terhadap aktivitas fisik.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi toleransi terhadap aktivitas fisik.
3. Kekurangan Volume Cairan
- SDKI: Keadaan di mana individu mengalami kehilangan cairan tubuh yang berlebihan.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk mempertahankan keseimbangan cairan yang adekuat.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk mempertahankan keseimbangan cairan yang adekuat.
Dengan mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang sesuai, perawat dapat merencanakan dan melaksanakan intervensi keperawatan yang tepat untuk membantu pasien mencapai hasil yang diharapkan.