Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 3910 | 29 Oct 2024
Klinis : diare
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan untuk Kondisi Diare:
1. Diare Akut
Definisi: Pengeluaran feses yang tidak normal, lebih lembek atau cair, dan frekuensinya lebih sering dari biasanya.
SDKI: Perubahan Pola Eliminasi Pencernaan
SLKI: Pemulihan Fungsi Pencernaan
SIKI: Manajemen Diare
2. Risiko Dehidrasi
Definisi: Ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan volume dan keseimbangan cairan.
SDKI: Risiko Terjadinya Dehidrasi
SLKI: Keseimbangan Cairan
SIKI: Manajemen Cairan
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
SDKI merupakan standar yang digunakan oleh perawat untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan menentukan diagnosis keperawatan yang sesuai. Dalam kasus diare, diagnosis keperawatan yang bisa ditegakkan adalah "Perubahan Pola Eliminasi Pencernaan" dan "Risiko Terjadinya Dehidrasi".
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
SLKI merupakan standar yang digunakan untuk menentukan hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan. Dalam kasus diare, luaran yang diharapkan adalah "Pemulihan Fungsi Pencernaan" dan "Keseimbangan Cairan".
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
SIKI merupakan standar yang digunakan untuk menentukan tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan. Dalam kasus diare, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah "Manajemen Diare" dan "Manajemen Cairan".
Sebagai perawat, kita dapat menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI sebagai acuan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan terstandar bagi pasien dengan kondisi diare. -
Article No. 3911 | 29 Oct 2024
Klinis : sindrom fisoformis
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis untuk kondisi sindrom fisoformis dengan format yang terstruktur dan penjelasan detail.
1. Kode ICD-10:
- Kode: R53.82
- Deskripsi: Sindrom fisoformis
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
Dalam kasus sindrom fisoformis, tidak ada kode ICD-9-CM spesifik untuk prosedur atau tindakan medis yang umum dilakukan. Manajemen sindrom fisoformis biasanya dilakukan dengan pendekatan non-farmakologis, seperti:
- Identifikasi dan penghindaran faktor pemicu
- Terapi fisik dan olahraga yang sesuai untuk meningkatkan kebugaran
- Teknik relaksasi dan manajemen stres
- Edukasi dan dukungan psikologis bagi pasien
Sindrom fisoformis, juga dikenal sebagai "sindrom lelah kronis" atau "fatigue syndrome", adalah suatu kondisi yang ditandai dengan kelelahan yang persisten dan tidak dapat dijelaskan oleh penyebab medis lain. Gejala utamanya adalah kelelahan yang menetap, disertai dengan berbagai keluhan fisik, kognitif, dan emosional yang dapat memengaruhi aktivitas sehari-hari. Diagnosis sindrom fisoformis ditegakkan setelah menyingkirkan penyebab lain yang mungkin, seperti gangguan medis, mental, atau psikologis.
Manajemen sindrom fisoformis berfokus pada pengelolaan gejala dan peningkatan kualitas hidup pasien. Pendekatan non-farmakologis, seperti identifikasi dan penghindaran faktor pemicu, terapi fisik, teknik relaksasi, dan dukungan psikologis, merupakan strategi utama dalam penanganan kondisi ini. Obat-obatan hanya digunakan secara terbatas untuk mengatasi gejala spesifik, seperti nyeri atau gangguan tidur, jika diperlukan. -
Article No. 3912 | 29 Oct 2024
Klinis : sindrom fisoformis
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis untuk kondisi sindrom fisoformis, dengan penjelasan detail dalam format yang terstruktur.
1. Kode ICD-10:
- Kode: G93.3
- Deskripsi: Sindrom pascavirusinfeksi
Sindrom fisoformis, juga dikenal sebagai sindrom pascavirusinfeksi, adalah kondisi yang ditandai dengan kelelahan yang menetap, nyeri otot, gangguan kognitif, dan gejala lainnya yang timbul setelah infeksi virus. Kode ICD-10 yang sesuai untuk sindrom fisoformis adalah G93.3, yang termasuk dalam kategori "Penyakit sistem saraf lainnya" pada bab mengenai "Penyakit sistem saraf".
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Tidak ada kode ICD-9-CM yang spesifik untuk sindrom fisoformis atau tindakan medis yang terkait. Sindrom fisoformis adalah kondisi yang umumnya dikelola secara simptomatik, dengan pendekatan multidisipliner yang mencakup manajemen gejala, terapi fisik, dan intervensi psikologis.
Dalam praktik medis, penanganan sindrom fisoformis biasanya melibatkan:
- Evaluasi komprehensif untuk mengidentifikasi dan mengelola gejala-gejala yang muncul
- Pemberian terapi suportif, seperti istirahat, manajemen stres, dan terapi fisik
- Penggunaan obat-obatan untuk mengatasi gejala spesifik, seperti nyeri atau gangguan tidur
- Kolaborasi dengan profesional kesehatan lain, seperti fisioterapis, psikolog, atau ahli gizi, untuk pendekatan holistik
Karena sindrom fisoformis tidak memiliki kode ICD-9-CM spesifik untuk prosedur atau tindakan medis, dokumentasi dan pencatatan dalam rekam medis akan fokus pada pengkodean diagnosis (G93.3) dan deskripsi tindakan pengelolaan yang dilakukan. -
Article No. 3913 | 29 Oct 2024
Klinis : sindrom piriformis
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang Anda minta.
1. Kode ICD-10:
- Kode: M62.38
- Deskripsi: Sindrom piriformis
Sindrom piriformis adalah kondisi yang terjadi ketika otot piriformis (otot kecil di panggul) menekan atau iritasi saraf sciatic, yang dapat menyebabkan nyeri, kebas, dan kelemahan di pinggul, pantat, dan tungkai bawah. Kondisi ini sering dikaitkan dengan aktivitas fisik yang berlebihan atau cedera di area panggul.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 83.14
- Deskripsi: Bedah dekompresi saraf, meliputi pembedahan untuk melepaskan tekanan pada saraf sciatic akibat sindrom piriformis. Prosedur ini dapat dilakukan untuk mengurangi gejala dan meningkatkan fungsi pasien.
Penjelasan detail:
- Kode ICD-10 M62.38 menggambarkan sindrom piriformis, yang merupakan kondisi di mana otot piriformis menekan atau mengiritasi saraf sciatic.
- Kode ICD-9-CM 83.14 merujuk pada prosedur bedah dekompresi saraf, yang dapat dilakukan untuk mengatasi sindrom piriformis dengan melepaskan tekanan pada saraf sciatic.
- Prosedur ini dilakukan untuk mengurangi gejala, seperti nyeri, kebas, dan kelemahan di area panggul, pantat, dan tungkai bawah, serta meningkatkan fungsi pasien. -
Article No. 3914 | 29 Oct 2024
Klinis : sindrom piriformis
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah informasi yang Anda minta:
1. Kode ICD-10:
- Kode: M62.838
- Deskripsi: Sindrom Piriformis
Sindrom piriformis merupakan kondisi yang ditandai dengan spasme atau kontraksi otot piriformis, yang dapat menyebabkan nyeri, kekakuan, dan rasa terbakar di daerah panggul, bokong, dan paha. Kondisi ini sering dikaitkan dengan kompresi saraf siatik.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 83.14
- Deskripsi: Dekompresif pembedahan pada saraf siatik
Prosedur ini dapat dilakukan jika terdapat kompresi saraf siatik akibat sindrom piriformis. Tindakan ini melibatkan pembedahan untuk membebaskan atau mengurangi tekanan pada saraf siatik. -
Article No. 3915 | 29 Oct 2024
Klinis : sindrom piriformis
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Peningkatan Tekanan pada Otot Piriformis
Penjelasan singkat:
Sindrom piriformis adalah kondisi di mana otot piriformis di panggul menjadi kaku atau tegang, yang dapat menyebabkan nyeri dan keterbatasan gerak di area panggul dan tungkai bawah. Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), diagnosis keperawatan yang sesuai adalah Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Peningkatan Tekanan pada Otot Piriformis.
SDKI:
Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik yang disebabkan oleh peningkatan tekanan pada otot piriformis.
Karakteristik Definisi: Nyeri pada area panggul dan tungkai bawah, keterbatasan rentang gerak sendi panggul, spasme otot piriformis.
SLKI:
Luaran yang diharapkan: Pasien menunjukkan mobilitas fisik yang meningkat, dengan penurunan nyeri dan peningkatan rentang gerak sendi panggul.
SIKI:
Intervensi Keperawatan:
1. Manajemen nyeri: Pemberian analgesik, terapi panas/dingin, masase, dan latihan rentang gerak.
2. Peningkatan mobilitas: Latihan penguatan otot, peregangan, dan edukasi mengenai aktivitas yang tepat.
3. Manajemen spasme otot: Pemberian obat relaksasi otot, terapi panas/dingin, dan latihan penguatan otot.
Tone: Akademis
Persona: Pakar
Nurse: Berdasarkan standar diagnosis, luaran, dan intervensi keperawatan yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia, kondisi sindrom piriformis dapat ditangani dengan pendekatan yang komprehensif, meliputi manajemen nyeri, peningkatan mobilitas, dan manajemen spasme otot. Perawat berperan penting dalam membantu pasien mencapai pemulihan yang optimal. -
Article No. 3916 | 29 Oct 2024
Klinis : pusing
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Kondisi: Pusing
1. Kode ICD-10:
- Kode: R42
- Deskripsi: Vertigo dan pusing
Penjelasan:
Kode ICD-10 R42 digunakan untuk mendiagnosis kondisi pusing yang secara umum dikenal sebagai vertigo. Vertigo adalah suatu gejala yang dirasakan sebagai gangguan keseimbangan atau seolah-olah lingkungan sekitar berputar. Pusing dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti gangguan pada sistem vestibular, masalah neurologis, atau kondisi medis lainnya.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: Tidak ada kode spesifik untuk "pusing" sebagai prosedur medis.
- Deskripsi: Penanganan pusing umumnya melibatkan evaluasi diagnostik, terapi farmakologis, dan intervensi fisik (seperti manajemen fisik atau terapi vestibular) sesuai dengan penyebab yang mendasarinya.
Dalam praktik klinis, dokter atau perekam medis akan memilih kode ICD-10 yang paling sesuai dengan kondisi pusing yang dialami pasien berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik, dan hasil investigasi diagnostik. Adapun penanganan yang dilakukan akan disesuaikan dengan penyebab spesifik pusing yang teridentifikasi. -
Article No. 3917 | 29 Oct 2024
Klinis : pusing
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Resiko Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Penjelasan singkat:
Berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), kondisi "pusing" dapat dikategorikan sebagai Resiko Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit. Hal ini dikarenakan pusing dapat menjadi gejala dari berbagai masalah terkait cairan dan elektrolit dalam tubuh, seperti dehidrasi, hipovolemia, atau gangguan keseimbangan elektrolit.
Menurut SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), tujuan utama penanganan kondisi ini adalah untuk mencapai keseimbangan cairan dan elektrolit yang optimal, serta mencegah komplikasi lebih lanjut. Luaran yang diharapkan antara lain adanya perbaikan tanda-tanda vital, perbaikan status cairan dan elektrolit, serta hilangnya gejala pusing.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) menyarankan intervensi-intervensi seperti pemantauan status cairan dan elektrolit, pemberian cairan dan elektrolit secara adekuat, edukasi terkait manajemen cairan dan elektrolit, serta kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain jika diperlukan.
Secara akademis, sebagai seorang pakar keperawatan, saya menekankan pentingnya penilaian komprehensif pada pasien dengan kondisi pusing, untuk mengidentifikasi akar penyebabnya dan memberikan penanganan yang tepat. Hal ini bertujuan untuk memulihkan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta mencegah komplikasi yang dapat terjadi. -
Article No. 3918 | 29 Oct 2024
Klinis : Seorang wanita (Ny.I) berusia 42 tahun dengan riwayat obstetri P2A0, mengatakan melahirkan anak pertama laki-laki saat berusia 19 tahun, anak lahir normal dan cukup bulan. Anak Ny. I menyusui sampai 2 tahun, menyusui 8-10 kali sehari. Dalam 1 kali menyusui, Ny. I menyusui anaknya secara bergantian antara payudara kiri dan kanan karena kepercayaan bahwa payudara akan besar sebelah apabila hanya menyusukan anak di satu payudara. Setelah melahirkan anak pertama, Ny. I menggunakan KB oral selama 4 tahun. Setelah itu Ny. I berkeinginan untuk memiliki anak lagi dan berhenti menggunakan KB. Setelah berhenti menggunakan KB selama 1 tahun, Ny. I hamil anak kedua. Anak kedua perempuan lahir normal dan cukup bulan, menyusui sampai 2 tahun. Dalam sehari, anak Ny. I menyusui sebanyak 8-10 kali sehari. Ny. I menyusui anaknya secara bergantian antara payudara kiri dan kanan. Setelah melahirkan anak kedua, Ny. I menggunakan KB Oral selama 5 tahun dan setelah itu tidak menggunakan KB. Pada bulan Maret 2018, Klien merasakan adanya benjolan berdiameter 3 cm di dada kiri yang disertai dengan nyeri saat sedang mandi. Keesokan harinya, suami Ny. I membawa Ny.I ke rumah sakit. Setelah diperiksa, Ny. I disarankan melakukan biopsi dan Ny. I bersedia. Setelah melakukan prosedur biopsi, Ny. I terdiagnosa tumor mammae sinistra. setelah itu, pada bulan yang sama Ny. I melakukan kemoterapi yang pertama. Ny. I melakukan operasi mastektomi parsial di payudara kuadran inferior lateral pada bulan April 2018.. Pada bulan April 2021, Ny. I merasakan adanya benjolan berdiameter 2 cm tanpa nyeri di dekat luka mastektomi yang pertama, karena tidak ada rasa nyeri, Klien tidak langsung ke rumah sakit. Seminggu setelahnya, benjolan mulai terasa nyeri. Ny.I memeriksakan diri ke rumah sakit dan melakukan prosedur biopsi pada tanggal 6 April 2021 dan terdiagnosa carcinoma mamame sinistra residif stadium IIA (T2N0MX). Pada tanggal 23 Mei 2021, Ny. I menjalani kemoterapi yang ke 3. Setelah itu Ny. I disarankan untuk menjalani mastektomi total dan Ny. I bersedia. Klien masuk ke rumah sakit pukul 8.30 WITA tanggal 14 Juni 2021 untuk menjalani kemoterapi dan operasi mastektomi, selain itu Ny. I juga mengeluhkan merasa sesak dan mengeluhkan benjolan di payudara kirinya terasa nyeri, nyeri seperti tertusuk, skala nyeri 3, nyeri hilang timbul dan sudah berlangsung selama 2 bulan. Ketika di rawat di rumah sakit, Klien mengatakan tidak mau mandi karena merasa lemah dan luka operasinya terasa nyeri, Ny.I hanya di seka oleh ananknya, tidak sikat gigi, tidak memotong kuku, dan tidak mampu berpakaian secara mandiri. Ny. I menjalani mastektomi pada pukul 10.00 WITA dan selesai pada pukul 12.00 WITA. Pada saat dilakukan pengkajian pukul 17.20 WITA tanggal 14 Juni 2021, Ny. I mengeluhkan merasa nyeri di luka operasinya, nyeri seperti teriris di area dada kiri, skala nyeri 4, nyeri berlangsung terus-menerus dan sudah berlangsung selama 1 jam. Terdapat verband dalam kondisi bersih, dengan luas 10x4cm yang membentang secara horizontal di area dada kiri, Klien tampak enggan melihat area dada kirinya saat peneliti memeriksa luka operasi mastektmomi di dada kiri Klien. Ny. I mengatakan merasa malu dengan perubahan bentuk tubuhnya setelah prosedur mastektoi, karena Ny. I merasa kehilangan jati diri sebagai perempuan karena kehilangan salah satu payudaranya. Klien mengatakan pernah menjalani prosedur mastektomi pada tahun 2018 dan sudah keluar masuk dirawat di rumah sakit untuk menjalani kemoterapi rutin, Klien tidak pernah dirawat di rumah sakit karena penyakit lain. Klien memiliki luka prosedur mastektomi di area dada kiri, panjang luka sekitar 10 cm, terdapat jahitan, area sekitar luka tidak tampak kemerahan, permukaan sekitar luka tidak panas, tidak ada pembengkakan, tidak terdapat pus. Klien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit keturunan (seperti, kanker, hipertensi, diabetes melitus, dan penyakit jantung) serta penyakit menular (seperti HIV, TBC, hepatitis) Klien mengatakan siklus haid 1 bulan sekali dialami teratur kurang lebih 3 hari tidak ada masalah yang timbul selama haid. Saat dilakukan pemeriksaa fisik didapatkan keadaan umum Klien tampak lemah Posisi Klien semi fowler Tampak terpasang infus NaCl 0,9% di tangan kiri Tampak terpasang oksigen dengan nasal kanul 3 lpm. Kesadaran Compos mentis GCS : E4 M6 V5. Didaptakan pemeriksaan tanda-tanda vital TD : 110/80 mmHg Nadi : 110x/menit RR : 26x/menit Suhu : 36.5 C SpO2 : 96%. Pada memeriksaan intergumen didapatkan Kulit tampak lembab, elastisitas baik, turgor kulit baik dan kembali dalam mastektomi di area dada kiri.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dipaparkan, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat menurut standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut
- SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau dijelaskan dalam istilah seperti itu.
- SLKI: Tindakan/intervensi untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri yang dirasakan klien.
- SIKI: Mengidentifikasi karakteristik nyeri, memantau respons nyeri, memberikan intervensi untuk mengurangi nyeri.
2. Diagnosa Keperawatan: Gangguan Citra Tubuh
- SDKI: Persepsi seseorang terhadap penampilan fisiknya yang terganggu.
- SLKI: Tindakan/intervensi untuk membantu klien menerima kondisi fisiknya dan meningkatkan konsep dirinya.
- SIKI: Membantu klien mengidentifikasi perubahan fisik, mendiskusikan perasaan terkait perubahan, dan memberikan dukungan dalam menerima perubahan.
3. Diagnosa Keperawatan: Kurang Perawatan Diri: Mandi
- SDKI: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas mandi secara mandiri.
- SLKI: Tindakan/intervensi untuk membantu klien dalam mempertahankan kebersihan diri.
- SIKI: Membantu klien mandi, memberikan perawatan kulit, dan mendorong kemandirian dalam mandi.
4. Diagnosa Keperawatan: Kurang Perawatan Diri: Berpakaian
- SDKI: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas berpakaian secara mandiri.
- SLKI: Tindakan/intervensi untuk membantu klien dalam mempertahankan kebersihan dan penampilan diri.
- SIKI: Membantu klien berpakaian, memberikan dorongan dan bimbingan, serta mendorong kemandirian dalam berpakaian.
Penjelasan singkat:
Ny. I mengalami nyeri akut di area luka mastektomi, gangguan citra tubuh akibat perubahan fisik setelah mastektomi, serta keterbatasan dalam melakukan perawatan diri seperti mandi dan berpakaian secara mandiri. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen nyeri, dukungan psikologis untuk menerima perubahan citra tubuh, serta bantuan dalam perawatan diri untuk meningkatkan kemandirian klien. -
Article No. 3919 | 29 Oct 2024
Klinis : KASUS TUBERKULOSIS PARU Seorang pasien, laki-laki Tn L, 54 tahun, pekerjaan buruh, dirawat di bangsal Paru dengan keluhan utama sesak napas, batuk berdarah, seluruh tubuh lemas dan berkeringat dingin pada malam hari. Riwayat keluhan pasien mengatakan 4 hari yang lalu merasakan seluruh badan lemas, sesak napas dan batuk berlendir susah dikeluarkan, keringat di malam hari. Selama di rumah pasien minum obat yang dibeli di kios. Nama obat pasien lupa. Satu hari yang lalu pasien merasa sangat sesak nafas, batuk dan badan lemas. Oleh keluarga diantar ke rumah sakit. Riwayat kesehatan dahulu, pasien mengatakan baru pertama kali masuk rumah sakit, pasien pernah mendapatkan obat Tb dari puskesmas. Riwayat kesehatan keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien. Pasien tinggal serumah bersama istri dan 3 orang anak, 1 anak sudah kuliah, 1 anak SMA dan 1 anak SD. Sebelum sakit pasien mengatakan makan 3x sehari dengan nasi, sayur, lauk. Biasanya 1 porsi habis, minum menghabiskan kurang lebih 8 gelas per hari diselingi teh hangat di pagi hari dan kopi di sore hari. Selama di rawat di RS makan 3x sehari dengan porsi habis sedikit. Pasien mengatakan malas makan, hanya menghabiskan ¼ porsi porsi makanan yang disediakan oleh rumah sakit diet TKTP. TB: 168 cm, Berat badan (BB) sebelum sakit 68 kg, saat sakit berat badan (BB) 52,2 kg, LILA: 27 cm, IMT: 18,7. Sebelum sakit klien mengatakan kurang mementingkan kesehatan. Pasien mengira sakit ini hanya batuk biasa, tidak parah. Bila pasien sakit hanya minum minuman herbal dan jarang minum obat. Sekarang sejak sakit pasien menyadari pentingnya kesehatan. Terkait pengetahuan tentang penyakit saat ini pasien menyadari sakit TB paru ini harus melakukan pengobatan secara intensif. Pasien menjaga kesehatan dengan rutin minum obat dan tidak pernah putus obat. Pasien mengatakan bahwa telah mendapatkan penjelasan tentang TBC dari dokter ataupun perawat. Ketika ditanya Apakah yang bapak ketahui tentang TBC? Pasien menjawab “yang saya ketahui tentang TBC adalah penyakit menular lewat percikan ludah waktu berbicara, batuk, bersin. Saya memakai masker saat dekat dengan anak, istri atau saudara. Pasien mengatakan dirinya sedang menderita penyakit yang sangat berat, pasien tidak pernah terpikirkan akan menderita penyakit TBC, pasien merasa cemas dengan penyakitnya saat ini. Pola tidur dan istirahat sebelum sakit normal 7-9 jam, saat sakit tidur malam hanya 3-4 jam saja karena batuk dan sesak nafas. Sebelum sakit pasien mengatakan bekerja sebagai teknisi di pabrik, pasien tidak pernah berolahraga. Pasien dapat memenuhi kebutuhan ADL, seperti mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berjalan, makan, minum dilakukan secaramandiri. Selama dirawat pasien mengatakan sulit bergerak bebas karena tangan kanan terpasang infus. Makan dan minum dilakukan secara mandiri, sedangkan mandi dan berpakaian di bantu istri. Pasien mengatakan sebelum dirawat biasanya BAB 1x dalam sehari dengan konsistensi lunak berwarna kuning. Selama di rawat pasien mengatakan sudah 5 hari tidak BAB, pengeluaran feses lama dan sulit. Teraba masa pada colon. Pasien mengatakan sebelum dirawat frekuensi BAK kurang lebih 6 – 8 kali dalam sehari dengan warna urine kekuningan. Selama di rawat frekuensi dan warna BAK tidak berubah dari sebelum di rawat. Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan fisik adalah keadaan umum pasien tampak lemah, pasien tampak sesak napas, napas cepat dan dangkal, batuk tetapi hanya sedikit lendir yang keluar, kesadaran composmentis dengan GCS: E4V5M6. TTV: TD 90/60 mmHg, S 36C, N 97x/menit, RR: 26 x/menit Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb: 11,2 g/dL Jumlah Eritrosit: 4,77 10^6/uL Ht: 34,0% MCV: 71,3 fL MCH: 23,5 pg Jumlah Lekosit: 9,53 10^3/ul Eosinofil: 6,4% Basofil: 0,6% Neutrofil: 92 % Limfosit: 20,0% Monosit: 7,7% Jumlah Eosinofil 1,0 10^3/ul GDS: 147 g/dl BUN: 13,0 md/dl Creatinin: 0,82 mg/dl (normal : 0,7 – 1,3 mg/dl) Natrium darah: 131 mEq/l Kalium 3,4 mEq/L Hasil pemeriksaan BTA Bakteriologi TB yaitu: +3 ( S,P) (normal : -/-/-) Hasil tes cepat Xpert MTB : hasil probe A,B,C,D,E positif ( normal : negative). Therapi Cairan infus: IVFD Aminoflud 1000 cc/24 jam Ceftriaxon 2x2 gr drip Nacl 100cc 30 tetes permenit Aspar K 3 x 1 moxifloxacin 1 x 40 mg Nebulizer combiven + pulmicor/ 8 jam
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kasus tuberkulosis paru:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas berhubungan dengan produktivitas sekret yang berlebihan ditandai dengan sesak napas, batuk, dan lendir yang sulit dikeluarkan.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik yang ditandai dengan tubuh lemas, berkeringat dingin, dan aktivitas terbatas.
3. Risiko Penurunan Volume Cairan berhubungan dengan penurunan asupan oral ditandai dengan penurunan berat badan dan anoreksia.
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan yang ditandai dengan kecemasan pasien terhadap penyakitnya.
5. Konstipasi berhubungan dengan aktivitas fisik yang terbatas ditandai dengan sulit buang air besar.
Penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
SDKI: Definisi, faktor yang berhubungan, karakteristik definisi, dan intervensi keperawatan.
SLKI: Hasil yang diharapkan dan kriteria hasil.
SIKI: Intervensi keperawatan yang tepat, seperti manajemen jalan napas, manajemen batuk, dan terapi oksigen.
2. Intoleransi Aktivitas
SDKI: Definisi, faktor yang berhubungan, karakteristik definisi, dan intervensi keperawatan.
SLKI: Hasil yang diharapkan dan kriteria hasil.
SIKI: Intervensi keperawatan yang tepat, seperti manajemen aktivitas, peningkatan energi, dan manajemen kelelahan.
3. Risiko Penurunan Volume Cairan
SDKI: Definisi, faktor risiko, dan intervensi keperawatan.
SLKI: Hasil yang diharapkan dan kriteria hasil.
SIKI: Intervensi keperawatan yang tepat, seperti manajemen cairan, peningkatan asupan nutrisi, dan pemantauan status nutrisi.
4. Ansietas
SDKI: Definisi, faktor yang berhubungan, karakteristik definisi, dan intervensi keperawatan.
SLKI: Hasil yang diharapkan dan kriteria hasil.
SIKI: Intervensi keperawatan yang tepat, seperti manajemen ansietas, terapi relaksasi, dan dukungan emosional.
5. Konstipasi
SDKI: Definisi, faktor yang berhubungan, karakteristik definisi, dan intervensi keperawatan.
SLKI: Hasil yang diharapkan dan kriteria hasil.
SIKI: Intervensi keperawatan yang tepat, seperti manajemen konstipasi, peningkatan aktivitas, dan edukasi terkait pola eliminasi.