Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 7095 | 26 Nov 2024
Klinis : kejang
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya sebagai seorang perawat profesional akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi kejang.
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan aktivitas listrik abnormal di otak.
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Gangguan kontrol aktivitas listrik di otak yang menyebabkan perubahan pola aktivitas motorik, sensorik, dan mental.
- Faktor yang berhubungan: Hipoksia, hipoksia, trauma, infeksi, metabolik, keracunan, atau penyebab lainnya.
- Karakteristik klinis: Perubahan sensasi, persepsi, koordinasi, dan kesadaran yang bersifat sementara.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Mempertahankan fungsi otak, mencegah komplikasi, dan memulihkan kondisi pasien.
- Kriteria hasil: Pasien menunjukkan pola aktivitas listrik otak yang normal, tidak ada episode kejang, tidak ada perubahan fungsi kognitif, dan tidak ada komplikasi.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi keperawatan: Pemantauan tanda vital, pemberian oksigen, pemberian antikonvulsan, manajemen lingkungan yang aman, edukasi pasien dan keluarga, serta kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.
- Tujuan intervensi: Menghentikan episode kejang, mencegah komplikasi, dan memulihkan fungsi otak.
Sebagai seorang perawat profesional, saya akan bekerja sama dengan tim kesehatan lain untuk memberikan perawatan yang komprehensif dan berorientasi pada pasien dalam menangani kondisi kejang ini. Saya akan memastikan bahwa standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia diterapkan dengan baik untuk mencapai hasil yang optimal bagi pasien. -
Article No. 7096 | 26 Nov 2024
Klinis : kejang
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis serta kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis untuk kondisi kejang dengan format yang terstruktur seperti yang Anda minta.
1. Kode ICD-10:
- Kode: G40
- Deskripsi: Epilepsia dan sindrom kejang
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 89.14
- Deskripsi: Pemantauan elektroensefalografi [EEG]
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 G40 mencakup berbagai tipe epilepsi dan sindrom kejang, termasuk kejang tonik-klonik (grand mal), kejang parsial, kejang absans, dan lainnya. Kode ini digunakan untuk mengidentifikasi kondisi kejang pada pasien.
2. Kode ICD-9-CM 89.14 merujuk pada pemantauan elektroensefalografi (EEG), yang merupakan salah satu prosedur diagnostik utama untuk mengevaluasi aktivitas elektrik otak pada pasien dengan kejang. Pemeriksaan EEG dapat membantu mengidentifikasi pola aktivitas otak yang abnormal dan membantu dalam menegakkan diagnosis epilepsi atau sindrom kejang lainnya.
Dalam penanganan pasien dengan kejang, pemeriksaan EEG sering dilakukan sebagai bagian dari evaluasi diagnostik untuk mengkonfirmasi diagnosis dan membantu dalam perencanaan penatalaksanaan yang tepat. -
Article No. 7097 | 26 Nov 2024
Klinis : kejang
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi kejang:
Diagnosa Keperawatan SDKI: Risiko Kejang (00155)
Definisi: Keadaan rentan yang menunjukkan peningkatan kemungkinan mengalami aktivitas epileptiform di otak yang tidak terkontrol.
Karakteristik Definisi:
1. Riwayat kejang/epilepsi
2. Perubahan pola aktivitas listrik otak
3. Perubahan kesadaran
4. Perubahan pola gerakan tubuh
5. Perubahan fungsi otonom
Faktor Berhubungan:
1. Ketidakseimbangan elektrolit
2. Perubahan metabolik
3. Cedera otak
4. Infeksi sistem saraf pusat
5. Penyakit neurodegeneratif
6. Reaksi pengobatan
7. Stres psikologis
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Luaran Utama:
1. Kontrol Kejang (0802)
Definisi: Kemampuan untuk mencegah atau mengendalikan episode aktivitas epileptiform di otak yang tidak terkendali.
Indikator:
a. Tidak terjadi kejang selama periode observasi
b. Lamanya kejang terkendali
c. Frekuensi kejang berkurang
d. Tidak terjadi cedera saat kejang
Luaran Tambahan:
1. Fungsi Neurologi (0909)
Definisi: Kemampuan sistem saraf pusat dan perifer untuk menerima, menginterpretasi, dan merespons rangsangan.
Indikator:
a. Tingkat kesadaran membaik
b. Refleks normal
c. Fungsi motorik membaik
d. Fungsi sensorik membaik
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Kejang (4260)
Tujuan: Mencegah, mengendalikan, dan meminimalkan episode kejang.
Aktivitas:
a. Identifikasi penyebab potensial kejang
b. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda kekambuhan kejang
c. Berikan antikonvulsan sesuai instruksi medis
d. Berikan lingkungan yang aman selama kejang
e. Lakukan tindakan keselamatan untuk mencegah cedera selama kejang
f. Berikan dukungan emosional dan fisik selama dan setelah kejang
2. Pemantauan Neurologis (6610)
Tujuan: Mengidentifikasi perubahan fungsi neurologis.
Aktivitas:
a. Pantau tingkat kesadaran secara berkala
b. Pantau tanda-tanda vital dan refleks
c. Pantau fungsi motorik dan sensorik
d. Dokumentasi hasil pemantauan secara akurat
3. Manajemen Obat (2380)
Tujuan: Memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif.
Aktivitas:
a. Identifikasi obat anti-kejang yang diberikan
b. Monitor efek terapeutik dan efek samping obat
c. Berikan edukasi tentang penggunaan obat anti-kejang
d. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan terkait pengobatan
Penjelasan rinci:
Diagnosa Keperawatan SDKI "Risiko Kejang" dipilih karena kondisi kejang menunjukkan peningkatan kemungkinan aktivitas epileptiform di otak yang tidak terkontrol. Diagnosa ini mencakup karakteristik definisi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejang.
Luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan mencakup kontrol kejang dan fungsi neurologis. Kontrol kejang menjadi luaran utama untuk mencegah dan mengendalikan episode kejang, sementara fungsi neurologis sebagai luaran tambahan untuk memantau pemulihan fungsi saraf pusat dan perifer.
Intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi manajemen kejang untuk mencegah, mengendalikan, dan meminimalkan episode kejang, pemantauan neurologis untuk mengidentifikasi perubahan fungsi neurologis, serta manajemen obat untuk memastikan penggunaan obat anti-kejang yang aman dan efektif. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan terkait pengobatan juga penting dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan. -
Article No. 7098 | 26 Nov 2024
Klinis : kejang
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi kejang.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Cedera Berhubungan dengan Kejang
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko Cedera adalah keadaan rentan yang dapat menyebabkan kerusakan fisik pada individu yang dapat terjadi secara tidak sengaja.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari diagnosis ini adalah pasien tidak mengalami cedera selama episode kejang, pasien dapat mengenali dan menghindari faktor pencetus kejang, serta pasien dan keluarga mampu melakukan tindakan pertolongan pertama saat kejang.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain memantau tanda-tanda vital, mencegah trauma selama kejang, memberikan oksigen, menempatkan pasien dalam posisi aman, serta mengidentifikasi dan menghindari faktor pencetus kejang. Selain itu, edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penanganan kejang juga penting dilakukan.
Dengan diagnosa dan intervensi keperawatan yang tepat, diharapkan pasien dapat terhindar dari risiko cedera yang dapat terjadi selama episode kejang. -
Article No. 7099 | 26 Nov 2024
Klinis : kejang
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Tentu, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan untuk kondisi kejang.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi kejang berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah "Risiko Kerusakan Integritas Kulit" (00047). Kondisi kejang dapat menyebabkan trauma pada kulit dan jaringan di sekitarnya, sehingga pasien berisiko mengalami kerusakan integritas kulit.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien dengan kejang dapat mencapai luaran/output keperawatan sebagai berikut:
1. Integritas Kulit Membaik (1101): Pasien menunjukkan integritas kulit yang baik, tidak ada lesi, lecet, atau kerusakan kulit lainnya akibat kejang.
2. Pemulihan Cedera Fisik (1900): Pasien menunjukkan perbaikan kondisi fisik setelah mengalami kejang, tidak ada komplikasi atau dampak negatif jangka panjang.
3. Kontrol Kejang (2400): Pasien dan keluarga mampu mengidentifikasi faktor pencetus kejang serta melakukan tindakan yang tepat saat kejang terjadi.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, berikut intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
1. Pemantauan Tanda-Tanda Vital (6680): Melakukan pemantauan tanda-tanda vital secara berkala, termasuk suhu, nadi, respirasi, dan tekanan darah, sebagai indikator kondisi klinis pasien.
2. Manajemen Kejang (2300): Melakukan tindakan untuk mengenali dan menangani kejang, seperti meletakkan pasien dalam posisi aman, memberikan oksigen, dan memberikan obat antikonvulsan sesuai instruksi medis.
3. Pencegahan Cedera (6490): Melakukan tindakan pencegahan cedera selama dan setelah episode kejang, seperti menjaga agar pasien tidak jatuh atau membentur benda keras, dan membersihkan serta merawat luka/lecet pada kulit.
4. Edukasi Keluarga: Memberikan edukasi kepada keluarga mengenai penyebab, pencegahan, dan penanganan kejang, serta perawatan pascakejang, agar keluarga dapat memberikan dukungan yang tepat.
Dengan penerapan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang tepat, diharapkan pasien dengan kejang dapat mencapai pemulihan yang optimal dan mencegah komplikasi jangka panjang. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif sangat penting dalam mengelola kondisi kejang pada pasien. -
Article No. 7100 | 26 Nov 2024
Klinis : Scoring Laki-laki (Ta. M), usin 42 tahun dirawat di Unit Perawatan Penyakit Paru hampir 1 Minggu, dengan keluhan hatuk herdahak dan sesak nafas yang sudah dirasakan sudah hampir 1 bulan terakhir. Selama 1 minggu terakhir pasien selalu demam tinggi terutama pada sore dan malam hari Pasien juga susah untuk mengeluarkan sekret yang menumpuk pada saluran pernafasan. Selama dirawat pasien selalu dibantu istri untuk melakukan aktifitas karena cepat merasakan capek jika dipaksa beraktifitas. Diganosa pasien yaitu Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) dengan hasil Hasil pemeriksaan Foto Rotgen Terbaru: Bronchitis, Pleural Reaction Bilateral. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan Tekanan Darah 130/100 mmHg, nadi 88 x/mnt, suhu 37,8°C, frekuensi nafas 29 x/mnt, saturasi oksigen 94% (dengan oksigen nasal canule 4 Ipm), CRT>2 detik Pasien juga mengaku ada terjadi penurunan berat badan selama 1 bulan ini.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang Anda paparkan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan beserta penjelasan singkat terkait standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
b. Intoleransi Aktivitas
c. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
2. Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif:
- SDKI: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk membantu membersihkan saluran napas dari sekret atau obstruksi.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi pembersihan jalan napas, seperti fisioterapi dada, pengisapan lendir, penggunaan oksigen, dan lainnya.
b. Intoleransi Aktivitas:
- SDKI: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau dibutuhkan karena keterbatasan fisik dan/atau psikologis.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk membantu meningkatkan toleransi terhadap aktivitas, seperti manajemen aktivitas, latihan fisik, dan edukasi.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi peningkatan toleransi aktivitas, seperti pemberian bantuan dalam aktivitas sehari-hari, memberikan latihan, dan memantau respons pasien.
c. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh:
- SDKI: Asupan nutrisi yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, seperti pemberian nutrisi enteral atau parenteral, edukasi nutrisi, dan pemantauan asupan.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan nutrisi, seperti pemberian makanan atau suplemen, konsultasi gizi, dan pemantauan status nutrisi.
Secara umum, diagnosa-diagnosa ini mencerminkan permasalahan kesehatan yang dialami oleh pasien, dan intervensi keperawatan yang sesuai dapat dirancang berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI untuk membantu proses pemulihan pasien. -
Article No. 7101 | 26 Nov 2024
Klinis : Pasien pria, usia 69 tahun dengan diagnosa medis Sindrom Uremikum (UR 234). memiliki riwayat gagal ginjal st V dan tidak rutin hemodialisa. mengeluh lemas dan mual muntah, serta adanya BAB darah dan kehitaman sebanyak 3 kali
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat, serta standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan sindrom uremikum.
Penjelasan Singkat:
Pasien mengalami sindrom uremikum dengan riwayat gagal ginjal stadium V dan tidak rutin menjalani hemodialisis. Hal ini dapat menyebabkan tubuh kesulitan untuk membuang sisa metabolisme, sehingga terjadi penumpukan zat-zat toksik yang dapat mempengaruhi proses penyerapan dan pemanfaatan nutrisi dalam tubuh. Akibatnya, pasien mengalami gejala seperti lemas, mual, muntah, serta adanya BAB darah dan kehitaman.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Diagnosis: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi: Asupan nutrisi tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran: Keseimbangan Nutrisi
Definisi: Keadaan dimana zat-zat gizi dalam tubuh berada dalam jumlah yang seimbang untuk memenuhi kebutuhan metabolik
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi: Manajemen Nutrisi
Definisi: Serangkaian kegiatan untuk mempertahankan dan meningkatkan asupan nutrisi pasien sesuai dengan kebutuhan -
Article No. 7102 | 26 Nov 2024
Klinis : Ny. X, seorang perempuan berusia 29 tahun, bekerja sebagai seorang musisi dan belum menikah. Ia didiagnosis diabetes melitus tipe 1 sejak usia 15 tahun dan selama 14 tahun terakhir mengandalkan terapi insulin intensif. Pada usia 27 tahun, ia di diagnosis dengan Chronic Kidney Disease (CKD) stadium 3, yang kemudian berkembang menjadi stadium 4 dalam waktu kurang dari 2 tahun. Perburukan ini dipicu oleh kontrol glikemik yang buruk serta efek samping konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang digunakan untuk nyeri neuropatik kronis. Saat ini, Ny.X menjalani hemodialisis 3 kali seminggu. Riwayat medis menunjukkan pasien tidak patuh pada pengobatan dan sering mengabaikan diet diabetes yang disarankan. Ia juga memiliki kebiasaan merokok selama 8 tahun terakhir dengan konsumsi rata-rata 5 batang per hari Pasien datang dengan keluhan lemas, nafsu makan menurun, edema pada kaki, sesak nafas, dan mual. Secara emosional, ia merasa cemas dan sedih memikirkan ketergantungannya pada dialisis dan kesulitannya dalam menjalani pengobatan karena dirinya tidak memiliki keluarga yang mendampinginya. Tanda-tanda vital menunjukkan suhu tubuh 36,8 °C, tekanan darah 160/95 mmHg, nadi 98 kali/menit, pernapasan 26 kali/menit, dan saturasi oksigen 94% (RA). Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb 8,5 g/dL (anemia berat), GFR 12 mL/menit/1,73m² (stadium 5 CKD), kreatinin serum 7,8 mg/dL, ureum 98 mg/dL, albumin serum 2,9 g/dL (hipoalbuminemia), dan kalium 5,9 mmol/L (hiperkalemia). Pemeriksaan EKG menunjukkan gelombang T tinggi dan runcing, tanda hiperkalemia berat. Rontgen thorax mengindikasikan edema paru dengan efusi pleura ringan, sementara USG abdomen menunjukkan ginjal mengecil dengan echogenicity meningkat, khas untuk gagal ginjal kronis.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan memperhatikan kondisi yang dijelaskan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
1. Diagnosa Keperawatan: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- SDKI: Ketidakseimbangan Nutrisi
- Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
- Penyebab: Anoreksia, mual, lemas, edema, dan hipoalbuminemia.
2. Diagnosa Keperawatan: Intoleransi aktivitas
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- Definisi: Keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik yang diinginkan atau dibutuhkan.
- Penyebab: Kelelahan, sesak nafas, dan penurunan kekuatan otot akibat CKD dan komplikasi terkait.
3. Diagnosa Keperawatan: Ansietas
- SDKI: Ansietas
- Definisi: Perasaan khawatir, gelisah, atau takut yang tidak jelas dan tidak menyenangkan.
- Penyebab: Ketergantungan pada dialisis, kesulitan mengikuti pengobatan, dan kurangnya dukungan keluarga.
4. Diagnosa Keperawatan: Ketidakpatuhan
- SDKI: Ketidakpatuhan
- Definisi: Perilaku individu yang tidak sesuai dengan rencana terapeutik yang disepakati bersama tenaga kesehatan.
- Penyebab: Riwayat tidak patuh pada pengobatan dan diet diabetes, serta kebiasaan merokok.
5. Diagnosa Keperawatan: Hipervolemia
- SDKI: Hipervolemia
- Definisi: Kelebihan cairan dalam kompartemen intravaskular, interstisial, atau keduanya.
- Penyebab: Gagal ginjal kronik, edema, dan efusi pleura.
Penerapan standar SLKI dan SIKI dapat dilakukan untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi intervensi keperawatan yang sesuai dengan diagnosa keperawatan yang teridentifikasi. -
Article No. 7103 | 26 Nov 2024
Klinis : Ny. X, seorang perempuan berusia 29 tahun, bekerja sebagai seorang musisi dan belum menikah. Ia didiagnosis diabetes melitus tipe 1 sejak usia 15 tahun dan selama 14 tahun terakhir mengandalkan terapi insulin intensif. Pada usia 27 tahun, ia di diagnosis dengan Chronic Kidney Disease (CKD) stadium 3, yang kemudian berkembang menjadi stadium 4 dalam waktu kurang dari 2 tahun. Perburukan ini dipicu oleh kontrol glikemik yang buruk serta efek samping konsumsi obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) yang digunakan untuk nyeri neuropatik kronis. Saat ini, Ny.X menjalani hemodialisis 3 kali seminggu. Riwayat medis menunjukkan pasien tidak patuh pada pengobatan dan sering mengabaikan diet diabetes yang disarankan. Ia juga memiliki kebiasaan merokok selama 8 tahun terakhir dengan konsumsi rata-rata 5 batang per hari Pasien datang dengan keluhan lemas, nafsu makan menurun, edema pada kaki, sesak nafas, dan mual. Secara emosional, ia merasa cemas dan sedih memikirkan ketergantungannya pada dialisis dan kesulitannya dalam menjalani pengobatan karena dirinya tidak memiliki keluarga yang mendampinginya. Tanda-tanda vital menunjukkan suhu tubuh 36,8 °C, tekanan darah 160/95 mmHg, nadi 98 kali/menit, pernapasan 26 kali/menit, dan saturasi oksigen 94% (RA). Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb 8,5 g/dL (anemia berat), GFR 12 mL/menit/1,73m² (stadium 5 CKD), kreatinin serum 7,8 mg/dL, ureum 98 mg/dL, albumin serum 2,9 g/dL (hipoalbuminemia), dan kalium 5,9 mmol/L (hiperkalemia). Pemeriksaan EKG menunjukkan gelombang T tinggi dan runcing, tanda hiperkalemia berat. Rontgen thorax mengindikasikan edema paru dengan efusi pleura ringan, sementara USG abdomen menunjukkan ginjal mengecil dengan echogenicity meningkat, khas untuk gagal ginjal kronis.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan untuk Ny. X, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengacu pada standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
b. Intoleransi Aktivitas
c. Ansietas
d. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Ginjal
2. Penjelasan Singkat:
a. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
- SDKI: Keadaan di mana asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
- SLKI: Asupan nutrisi meningkat, status gizi membaik.
- SIKI: Pemberian nutrisi oral/enteral/parenteral sesuai kebutuhan, pemantauan status gizi.
b. Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Keterbatasan kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin yang diinginkan atau diperlukan akibat perasaan tidak mampu.
- SLKI: Peningkatan toleransi aktivitas.
- SIKI: Manajemen energi, edukasi manajemen kelelahan.
c. Ansietas
- SDKI: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh antisipasi bahaya yang tidak jelas atau tidak diketahui.
- SLKI: Penurunan tingkat ansietas.
- SIKI: Terapi relaksasi, konseling, manajemen stres.
d. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Ginjal
- SDKI: Penurunan sirkulasi darah ke ginjal yang dapat membahayakan kesehatan.
- SLKI: Peningkatan perfusi jaringan ginjal.
- SIKI: Manajemen cairan, terapi dialisis, pemantauan fungsi ginjal.
Dengan pendekatan holistik, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan yang dialami Ny. X. -
Article No. 7104 | 26 Nov 2024
Klinis : Pasien pria, usia 69 tahun dengan diagnosa medis Sindrom Uremikum (UR 234). memiliki riwayat gagal ginjal st V dan tidak rutin hemodialisa. mengeluh lemas dan mual muntah, serta adanya BAB darah dan kehitaman sebanyak 3 kali. Pasien tidak bisa bangun dari duduk dan tidur sendiri
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Ginjal berhubungan dengan Gagal Ginjal Kronik.
Penjelasan: Pasien dengan sindrom uremikum memiliki penurunan fungsi ginjal yang menyebabkan terjadinya kegagalan ginjal kronik. Hal ini dapat memengaruhi perfusi dan fungsi jaringan ginjal secara keseluruhan.
2. Mual dan Muntah berhubungan dengan Sindrom Uremikum.
Penjelasan: Pasien mengeluh mual dan muntah, yang merupakan salah satu gejala dari sindrom uremikum akibat gagal ginjal kronis.
3. Diare berhubungan dengan Sindrom Uremikum.
Penjelasan: Pasien mengalami BAB darah dan kehitaman, yang dapat disebabkan oleh komplikasi lanjut dari sindrom uremikum.
4. Aktivitas Perawatan Diri Defisit berhubungan dengan Kelemahan.
Penjelasan: Pasien tidak dapat bangun dari duduk dan tidur sendiri, menunjukkan adanya kelemahan yang berdampak pada aktivitas perawatan diri.
Berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat di atas dapat diterapkan untuk menangani kondisi pasien pria usia 69 tahun dengan sindrom uremikum.