Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 5959 | 15 Nov 2024
Klinis : Pasient merasa nyeri di pingan
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin sesuai dengan kondisi yang Anda berikan.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah tersebut.
Karakteristik Utama:
- Melaporkan pengalaman nyeri
- Ekspresi wajah yang menunjukkan nyeri
- Perubahan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan/atau suhu tubuh
Faktor Berhubungan:
- Agen cedera fisik (misalnya, trauma, prosedur invasif)
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Luaran Keperawatan: Kontrol Nyeri
Definisi: Kemampuan untuk mengendalikan rasa nyeri.
Indikator:
- Melaporkan nyeri terkontrol
- Menggunakan teknik manajemen nyeri yang efektif
- Mendemonstrasikan relaksasi saat nyeri
- Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap nyeri
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Intervensi Keperawatan:
a. Manajemen Nyeri
- Lakukan pengkajian nyeri komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor pencetus nyeri.
- Tentukan strategi manajemen nyeri yang sesuai, seperti pemberian analgesik, terapi relaksasi, terapi modalitas fisik, dan teknik distraksi.
- Ajarkan pasien dan keluarga teknik manajemen nyeri yang dapat dilakukan secara mandiri.
- Evaluasi efektivitas intervensi manajemen nyeri dan lakukan modifikasi jika diperlukan.
b. Manajemen Lingkungan: Nyaman
- Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mengurangi stimulasi yang dapat meningkatkan nyeri.
- Atur posisi pasien dengan nyaman untuk mengurangi rasa nyeri.
- Berikan intervensi yang dapat memfasilitasi rileksasi, seperti musik, aroma terapi, atau pijat.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan keluhan nyeri di pinggang, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Nyeri Akut. Luaran yang diharapkan adalah Kontrol Nyeri, dimana pasien dapat melaporkan nyeri terkontrol, menggunakan teknik manajemen nyeri yang efektif, mendemonstrasikan relaksasi saat nyeri, dan menunjukkan peningkatan toleransi terhadap nyeri. Intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi Manajemen Nyeri dan Manajemen Lingkungan: Nyaman, untuk membantu pasien mengelola dan mengurangi rasa nyeri yang dirasakan. -
Article No. 5960 | 15 Nov 2024
Klinis : 1. Seorang laki-laki berusia 50 tahun dibawa ke UGD dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri sejak 4 jam yang lalu, dengan skala nyeri 5 dan kualitas seperti tertindih beban berat. Pasien mengatakan saat beraktifitas nyerinya meningkat dan saat digunakan untuk istirahat nyerinya tidak berkurang. Tanda- tanda vital diperoleh tekanan darah 70/40 mmHg, nadi 143 kali/ menit, RR 28 kali/ menit. D okter akan memberikan Nitrogliserin untuk segera diberikan ke pasien.Melalui jalur apakah pemberian terapi Notrogliserin tersebut ? A. Oral B. Intravena C. Intracutan D. Sublingual E. Intramuscular
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan kondisi iskemik miokard, ditandai dengan keluhan nyeri dada yang dirasakan seperti tertindih beban berat, skala nyeri 5, nyeri meningkat saat beraktivitas namun tidak berkurang saat istirahat.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Nyeri akut didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan dalam istilah tersebut (International Association for the Study of Pain/IASP, 2017). Karakteristik definisi ini mencakup kualitas, lokasi, durasi, frekuensi, dan penyebab nyeri.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan pada pasien dengan nyeri akut adalah: (1) Pasien dapat melaporkan nyeri terkontrol; (2) Pasien dapat mendemonstrasikan strategi penanganan nyeri yang efektif; (3) Pasien dapat beraktivitas sesuai toleransi nyeri.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi: (1) Pengkajian nyeri secara komprehensif; (2) Pemberian analgetik sesuai instruksi dokter; (3) Pemberian terapi non-farmakologis (seperti relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin); (4) Evaluasi efektivitas intervensi.
Pemberian Nitrogliserin:
Berdasarkan informasi yang diberikan, pemberian terapi Nitrogliserin yang paling sesuai adalah melalui jalur sublingual (D). Pemberian sublingual Nitrogliserin akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah koroner sehingga dapat mengurangi nyeri dada akibat iskemia miokard. -
Article No. 5746 | 15 Nov 2024
Klinis : HIPERTERMIA
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait kondisi hipertermia berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Diagnosa Keperawatan:
Hipertermia
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Hipertermia didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh di atas 37,5°C (99,5°F) yang disebabkan oleh peningkatan produksi panas atau penurunan kemampuan tubuh untuk mengeluarkan panas. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, dehidrasi, atau paparan lingkungan yang bersuhu tinggi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari pengelolaan hipertermia adalah pasien dapat menunjukkan penurunan suhu tubuh hingga normal, tanda-tanda vital stabil, dan tidak terjadi komplikasi yang dapat membahayakan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengelola hipertermia antara lain:
1. Memantau suhu tubuh secara berkala.
2. Memberikan kompres dingin atau menyediakan lingkungan yang sejuk.
3. Menjaga asupan cairan yang adekuat.
4. Memastikan ventilasi yang baik.
5. Memberikan obat penurun demam jika diperlukan.
6. Mengevaluasi efektivitas intervensi dan melakukan tindakan korektif jika diperlukan.
Tujuan utama pengelolaan hipertermia adalah untuk menurunkan suhu tubuh, mencegah komplikasi, dan menjaga kenyamanan pasien. Perawat berperan penting dalam memantau, mengevaluasi, dan mengambil tindakan yang tepat untuk mencapai hasil yang diharapkan. -
Article No. 5747 | 15 Nov 2024
Klinis : Intervensi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Intervensi
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) merupakan standar yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan menentukan diagnosis keperawatan yang tepat. Dalam kasus Intervensi, SDKI dapat mengidentifikasi diagnosis keperawatan seperti "Ketidakefektifan Manajemen Regimen Terapeutik" atau "Kesiapan Meningkatkan Manajemen Regimen Terapeutik".
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) berisi tentang hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan. Untuk kasus Intervensi, SLKI dapat mencakup luaran seperti "Pasien dapat melaksanakan regimen terapeutik dengan efektif" atau "Pasien mendemonstrasikan pemahaman tentang regimen terapeutik".
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) menyediakan panduan untuk intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan pasien. Dalam kasus Intervensi, SIKI dapat mencakup intervensi seperti "Manajemen Regimen Terapeutik", "Monitoring Regimen Terapeutik", atau "Edukasi Kesehatan".
Sebagai perawat, saya akan menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah kesehatan pasien secara komprehensif. Dengan menerapkan these standar, saya dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dan berpusat pada pasien. -
Article No. 5748 | 15 Nov 2024
Klinis : HIPERTERMIA
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan diagnosis keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi hipertermia.
Diagnosis Keperawatan:
Hipertermia
Penjelasan Singkat:
1. SDKI - Hipertermia
Hipertermia didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh di atas ambang batas normal. Penyebab umum hipertermia antara lain infeksi, dehidrasi, gangguan termoregulasi, dan paparan lingkungan yang panas.
2. SLKI - Termoregulasi Efektif
Luaran keperawatan yang diharapkan adalah tercapainya termoregulasi yang efektif, yang ditandai dengan suhu tubuh dalam rentang normal, kulit lembab, dan tidak ada tanda-tanda stres karena panas.
3. SIKI - Manajemen Hipertermia
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pemantauan suhu tubuh, pemberian cairan, pengaturan lingkungan, dan tindakan pendinginan sesuai dengan kondisi pasien.
Secara akademis, sebagai perawat profesional, saya akan menerapkan pendekatan holistik dalam mengelola pasien dengan hipertermia, dengan tujuan mencapai stabilitas suhu tubuh dan mencegah komplikasi yang mungkin timbul. Upaya tersebut dilakukan melalui kolaborasi yang erat dengan tim kesehatan lainnya demi kesembuhan dan kesejahteraan pasien. -
Article No. 5749 | 15 Nov 2024
Klinis : Tn. Tan Peng Liang mengatakan merasa terganggu dengan suara yang dihasilkan oleh kebiasaan Tn. Klaus menyalakan/melihat acara musik.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Pola Tidur
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Gangguan Pola Tidur didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk mempertahankan atau mencapai kualitas dan kuantitas tidur yang diinginkan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan Gangguan Pola Tidur adalah: Pola Tidur Membaik, yang ditandai dengan tidur yang cukup, kualitas tidur yang baik, dan tidak ada gejala kelelahan akibat tidur yang tidak memadai.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain: Atur Lingkungan, Edukasi Manajemen Tidur, Terapi Relaksasi, dan Evaluasi Pola Tidur. Tujuannya adalah membantu klien mencapai kualitas dan kuantitas tidur yang optimal.
Penjelasan Kasus:
Tn. Tan Peng Liang merasa terganggu dengan suara yang dihasilkan oleh kebiasaan Tn. Klaus menyalakan/melihat acara musik. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pola tidur pada Tn. Tan Peng Liang. Perawat perlu melakukan intervensi untuk mengatur lingkungan agar kondusif untuk tidur, memberikan edukasi manajemen tidur, dan membantu Tn. Tan Peng Liang untuk relaksasi agar dapat memperoleh tidur yang berkualitas. -
Article No. 5750 | 15 Nov 2024
Klinis : Sulit tidur kembali saat terbangun di malam hari dan terganggu dengan lampu yang gelap gulita karena penglihatannya sudah berkurang dan khawatir terjatuh saat hendak buang air kecil (BAK)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, mari kita bahas kondisi yang Anda deskripsikan tersebut berdasarkan standar Diagnosa Keperawatan, SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Pola Tidur (00095)
Definisi: Gangguan durasi dan kualitas tidur yang mengganggu fungsi normal individu.
2. Risiko Jatuh (00155)
Definisi: Peningkatan risiko jatuh yang dapat menyebabkan cedera fisik.
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Gangguan Pola Tidur
- Gejala: Kesulitan memulai tidur, terbangun di malam hari, dan sulit tidur kembali.
- Faktor Risiko: Penurunan fungsi penglihatan, kecemasan, dan kondisi lingkungan yang gelap.
2. Risiko Jatuh
- Gejala: Penurunan fungsi penglihatan, kesulitan saat mobilisasi di malam hari.
- Faktor Risiko: Kondisi lingkungan yang gelap, kelemahan otot, dan riwayat jatuh sebelumnya.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Gangguan Pola Tidur
- Luaran: Tidur yang adekuat, tidak ada gangguan tidur, dan peningkatan kualitas istirahat.
2. Risiko Jatuh
- Luaran: Tidak ada cedera akibat jatuh, mobilisasi yang aman, dan peningkatan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Gangguan Pola Tidur
- Intervensi: Manajemen lingkungan, pengaturan jadwal tidur, dan terapi relaksasi.
2. Risiko Jatuh
- Intervensi: Modifikasi lingkungan, peningkatan mobilisasi, dan edukasi pencegahan jatuh.
Sebagai seorang perawat, saya akan bekerja sama dengan pasien dan tim kesehatan lainnya untuk mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien, dengan tujuan meningkatkan kualitas tidur, meminimalkan risiko jatuh, dan memastikan keselamatan pasien. -
Article No. 5751 | 15 Nov 2024
Klinis : Tn. A, 57 tahun, dirawat di RS dengan keluhan berak hitam dan muntah darah dengan kecurigaan hemofilia. BAB hitam sejak 13 hari sebelum masuk rumah sakit dengan konsistensi lengket dan bau khas, dengan volume 3-4 gelas perhari. Muntah darah kehitaman seperti kopi dan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 3-4 kali dan volume seperempat gelas tiap kali muntah. Disertai nyeri ulu hati yang telah lama diderita sebelum timbul keluhan BAB hitam. Nyeri ulu hati dirasakan panas tidak menjalar ke bagian tubuh yang lainnya. Penderita kadang-kadang mengeluh mual. Badan terasa lemah sejak sakit, sehingga penderita terganggu aktifitas sehari-harinya. Aktifitas sehar-hari pasien dibantu oleh keluarga dan perawat. Riwayat sakit sebelumnya, penderita telah dirawat selama 13 hari di rumah sakit dan telah menerima transfusi darah sebanyak 15 kantung. Terdapat riwayat minum obat-obatan anti nyeri karena keluhan nyeri sendi lutut. Pasien pernah mengalami perdarahan yang hebat setelah cabut gigi, saat itu penderita dirawat di RS. Penderita sering mengalami perdarahan sejak usia 5 tahun terutama setelah terbentur atau terjatuh. Tidak ada riwayat penyakit kuning sebelumnya. Penderita tidak mengkonsumsi alkohol atau jamu. Riwayat penyakit keluarga, saudara kandung laki-laki penderita mengalami keluhan perdarahan yang sama dan telah meninggal dunia saat usia anak-anak. Pada pemeriksaan fisik penderita tampak lemah dengan kesadaran compos mentis, tekanan darah 100/70 mmHg, HR 120 kali/menit lemah, respirasi 28 kali/menit, nafas cepat dan dangkal dan suhu 36,70 C. Mata tampak anemis, cekung dan tidak ada ikterus. Bibir tampak pucat, dan kering, pada lidah tidak didapatkan atropi papil. Inspeksi thorak tidak didapatkan spider nevi. Batas-batas jantung normal, auskultasi: bunyi jantung pertama dan kedua teratur, tidak ada suara tambahan. Pemeriksaan paru normal, auskultasi: suara nafas vesicular dan tidak didapatkan suara nafas tambahan. Pemeriksaan abdomen tidak ditemukan distensi abdomen asites dan caput medusa. Bising usus normal. Hati dan limpa tidak membesar, timpani. Tidak dijumpai adanya defence muscular dan nyeri tekan epigastrial. Ekstremitas teraba hangat, odema pada kedua tungkai inferior, turgor kulit > 2 detik. Tampak hematom pada lengan atas kiri dengan diameter 5 cm. Pemeriksaan rectal toucher didapatkan tonus sphincter ani normal, mucosa licin, tidak ada massa dan terdapat melena. Pemeriksaan penunjang laboratorium darah lengkap menunjukkan leukosit 10,9 K/uL (normal: 4,5- 11 K/uL), hemoglobin 7,7 gr/dl (normal: 13.5-18.0 gr/dl), hematokrit 14,3 % (normal: 40-54%), MCV 82,4 fl (normal: 80-94 fl), MCH 28,7 pg (normal: 27- 32 pg), trombosit 66 K/ul (normal: 150- 440 K/uL). Hasil pemeriksaan faal hemostasis: waktu perdarahan: 2,0 menit (normal: 1-3 menit), waktu pembekuan: 14,0 menit (normal: 5-15 menit), waktu protrombin (PT) : 21 detik (normal: 12- 18 detik), APTT : 96 detik (normal: 22.6-35 detik). AST 27 mg/dl (normal: 14-50mg/dl), ALT 33 mg/dl (normal: 11-64 mg/dl), bilirubin total 0,6 mg/dl (normal :0,0-1,0 mg/dl), bilirubin direk 0,1 mg/dl (normal: 0,0-0,3 mg/dl), cholesterol 26 mg/dl (normal: 110-200 mg/dl), albumin 0,8 mg/dl (normal 4.0-5.7 mg/dl). Pemeriksaan faktor VIII dan IX tidak dikerjakan karena tidak ada fasilitas pemeriksaan. Pasien dirawat dengan observasi hematemesis melena ec suspek ulkus peptikum dengan kondisi anemia ec perdarahan akut dan observasi trombositopeni, suspek hemofilia. Terapi : • Kreosipitat 15 unit • Tranfusi PRC sampai dengan kadar Hb > 10 g/dl • Traneksamat 3 x 500 mg (IV) • Ranitidin 2 x 200 mg (IV) • Antasida 3 x 10 ml (PO) • Sukralfat 3 x 10 ml (PO)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, Diagnosa Keperawatan yang dapat ditetapkan adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal berhubungan dengan kelainan pembekuan darah (hemofilia) ditandai dengan BAB hitam, muntah darah kehitaman, dan riwayat perdarahan setelah cabut gigi.
2. Risiko Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui saluran cerna akibat diare dan muntah.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan yang dirasakan pasien.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Perdarahan Gastrointestinal: Keluarnya darah dari saluran pencernaan yang dapat terjadi pada saluran cerna atas (hematemesis) atau bawah (melena).
2. Risiko Kekurangan Volume Cairan: Keadaan di mana individu berisiko mengalami penurunan cairan intravaskular, ekstravaskular, atau keduanya.
3. Intoleransi Aktivitas: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan secara mandiri.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Perdarahan Gastrointestinal: Pemulihan dari perdarahan saluran cerna, dengan indikator: volume perdarahan menurun, tidak ada tanda-tanda perdarahan aktif, dan tidak ada tanda-tanda komplikasi.
2. Keseimbangan Cairan: Tercapainya keseimbangan cairan, dengan indikator: parameter vital stabil, intake dan output cairan seimbang, dan tidak ada tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan.
3. Toleransi Aktivitas: Kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kelelahan yang berlebihan, dengan indikator: pasien mampu melakukan aktivitas tanpa kelelahan dan dispnea.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Perdarahan: Intervensi untuk mencegah dan mengendalikan perdarahan.
2. Manajemen Cairan: Intervensi untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
3. Manajemen Aktivitas: Intervensi untuk memfasilitasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. -
Article No. 5752 | 15 Nov 2024
Klinis : tidak bisa melihat, kurangnya penglihatan, low vision
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi tidak bisa melihat, kurangnya penglihatan, dan low vision.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Penglihatan Berhubungan Dengan Perubahan Struktur Atau Fungsi Mata
Penjelasan:
Gangguan penglihatan adalah ketidakmampuan individu untuk menerima dan memproses informasi visual secara efektif. Kondisi ini dapat disebabkan oleh perubahan pada struktur atau fungsi organ mata, seperti katarak, glaukoma, retinopati diabetik, dan sebagainya.
SDKI:
- Definisi: Gangguan dalam menerima dan memproses informasi visual secara efektif.
- Penyebab: Perubahan struktur atau fungsi mata.
- Karakteristik: Penurunan visus, lapang pandang terbatas, kesulitan beradaptasi dengan perubahan cahaya, kesulitan membedakan warna, dan lain-lain.
SLKI:
- Pemeliharaan Fungsi Penglihatan: Individu dapat meminimalkan gangguan penglihatan dan memaksimalkan fungsi penglihatannya.
- Adaptasi Terhadap Gangguan Penglihatan: Individu dapat beradaptasi dengan perubahan fungsi penglihatan.
SIKI:
- Manajemen Gangguan Penglihatan: Intervensi untuk mengatasi gangguan penglihatan, seperti edukasi, pelatihan, dan penggunaan alat bantu.
- Terapi Latihan Penglihatan: Latihan untuk membantu memaksimalkan fungsi penglihatan yang tersisa.
Harapan saya penjelasan ini dapat membantu Anda dalam memahami kondisi klien dengan gangguan penglihatan. Silakan tanyakan jika ada yang perlu dijelaskan lebih lanjut. -
Article No. 5753 | 15 Nov 2024
Klinis : Tn. Tan Peng Liang mengeluh rasa kantuk akan hilang jika harus bergerak untuk mematikan lampu, dan keberatan dengan kebiasaan Tn. Klaus yang suka menyalakan atau nonton acara musik, sementara pasien tidak suka ada suara-suara.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Pola Tidur
Penjelasan:
Berdasarkan keluhan Tn. Tan Peng Liang, yaitu rasa kantuk akan hilang jika harus bergerak untuk mematikan lampu, dan keberatan dengan kebiasaan Tn. Klaus yang suka menyalakan atau menonton acara musik, sementara pasien tidak suka ada suara-suara, maka dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan pola tidur.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Gangguan Pola Tidur didefinisikan sebagai pengalaman subjektif individu yang mengalami kesulitan untuk memulai, mempertahankan, atau memperoleh kualitas tidur yang memuaskan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dalam penanganan Gangguan Pola Tidur adalah pasien dapat mencapai pola tidur yang adekuat, dengan indikator:
1. Pasien dapat tertidur dalam 30 menit atau kurang
2. Pasien dapat tidur tanpa terbangun di malam hari
3. Pasien merasa tidur yang nyenyak dan terpuaskan
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi Gangguan Pola Tidur meliputi:
1. Manajemen lingkungan: mengatur lingkungan yang kondusif untuk tidur, mengurangi stimulus yang mengganggu
2. Terapi relaksasi: teknik relaksasi untuk membantu pasien tertidur
3. Edukasi: memberikan informasi kepada pasien mengenai pentingnya pola tidur yang baik
Dalam kasus ini, intervensi yang dapat dilakukan adalah dengan mengatur lingkungan kamar pasien agar lebih kondusif untuk tidur, seperti mematikan lampu dan mengurangi suara-suara yang mengganggu, serta memberikan edukasi kepada Tn. Tan Peng Liang dan Tn. Klaus mengenai pentingnya pola tidur yang baik.