Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 6078 | 16 Nov 2024
Klinis : kepala terasa pusing, hidung mimisan, telinga kanan tidak bisa mendengar
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Persepsi Sensori: Gangguan Pendengaran Berhubungan dengan Penyakit Telinga
Penjelasan Singkat:
Berdasarkan gejala yang Anda deskripsikan, yaitu kepala terasa pusing, hidung mimisan, dan telinga kanan tidak bisa mendengar, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Gangguan Persepsi Sensori: Gangguan Pendengaran Berhubungan dengan Penyakit Telinga.
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Gangguan Persepsi Sensori: Gangguan Pendengaran didefinisikan sebagai "Pengalaman yang salah atau tidak akurat tentang rangsangan auditori yang diakibatkan oleh perubahan dalam struktur atau fungsi telinga". Gangguan ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penyakit telinga.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) mengidentifikasi beberapa luaran yang dapat dicapai untuk mengatasi masalah ini, seperti Fungsi Pendengaran Membaik, Kemampuan Berkomunikasi Membaik, dan Pengetahuan tentang Penyakit Telinga Meningkat.
Selanjutnya, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) menyediakan beberapa intervensi yang dapat dilakukan, seperti Manajemen Nyeri, Manajemen Perdarahan, dan Edukasi Kesehatan terkait Gangguan Pendengaran.
Evaluasi dan pemantauan yang berkelanjutan sangat penting untuk memastikan bahwa intervensi yang dilakukan efektif dalam mengatasi masalah yang dihadapi oleh pasien. -
Article No. 6079 | 16 Nov 2024
Klinis : BRONKONSTRIKSI
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi bronkonstriksi.
Diagnosa Keperawatan:
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan patensi jalan napas.
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Tanda dan gejala utama pada kondisi bronkonstriksi adalah kesulitan bernapas, napas berbunyi (wheezing), dan produksi sekret yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakefektifan bersihan jalan napas, sehingga diperlukan intervensi keperawatan yang tepat untuk mempertahankan patensi jalan napas.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan pada pasien dengan bronkonstriksi adalah tercapainya bersihan jalan napas yang efektif, ditandai dengan jalan napas yang paten, frekuensi napas normal, tidak ada tanda-tanda distress napas, dan oksigenasi yang adekuat.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara lain pemantauan status pernapasan, pemberian bronkodilator, fisioterapi dada, dan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai manajemen bronkonstriksi.
Sebagai seorang perawat, saya akan melakukan assessment yang komprehensif, menetapkan diagnosa keperawatan yang sesuai, dan merencanakan serta melaksanakan intervensi keperawatan yang tepat untuk membantu pasien dengan bronkonstriksi mencapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 6080 | 16 Nov 2024
Klinis : BRONKONSTRIKSI
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Bronkonstriksi.
Diagnosa Keperawatan:
Pola Napas Tidak Efektif
(Ineffective Breathing Pattern)
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Pola napas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk melakukan pertukaran gas yang optimal, yang ditandai dengan perubahan frekuensi, kedalaman, dan/atau irama pernapasan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari diagnosa ini adalah pasien dapat mempertahankan pola napas yang efektif, yang ditandai dengan frekuensi pernapasan dalam rentang normal, kedalaman napas adekuat, dan irama pernapasan yang teratur.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pantau pola dan fungsi pernapasan
2. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
3. Latih teknik pernapasan
4. Ajarkan posisi tubuh yang memfasilitasi pernapasan
5. Kolaborasi pemberian bronkodilator atau terapi inhalasi lainnya
Sebagai perawat, saya akan memberikan perawatan holistik dan berpusat pada pasien untuk membantu mengatasi masalah bronkonstriksi dan memastikan pasien dapat mempertahankan pola napas yang efektif. -
Article No. 6081 | 16 Nov 2024
Klinis : BRONKONSTRIKSI
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait kondisi bronkonstriksi.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi bronkonstriksi berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah "Pola Napas Tidak Efektif". Pola Napas Tidak Efektif didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan inspirasi dan/atau ekspirasi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Kondisi bronkonstriksi yang ditandai dengan penyempitan saluran napas menyebabkan pola napas yang tidak efektif, sehingga diagnosis ini sangat relevan.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, luaran yang diharapkan berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah "Pola Napas Efektif". Pola Napas Efektif didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Indikator keberhasilan dari luaran ini meliputi:
1. Frekuensi napas dalam batas normal
2. Irama napas teratur
3. Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
4. Tidak ada retraksi dinding dada
5. Tidak ada bunyi napas tambahan (wheezing, ronki)
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan (SIKI):
Untuk mencapai luaran "Pola Napas Efektif", beberapa intervensi keperawatan yang diperlukan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) antara lain:
1. Pemantauan Respirasi
- Pantau frekuensi, kedalaman, dan pola napas pasien
- Pantau tanda-tanda kesulitan bernapas (penggunaan otot bantu napas, retraksi dinding dada, dll.)
- Pantau bunyi napas tambahan (wheezing, ronki)
2. Manajemen Jalan Napas
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan
- Lakukan suction jika diperlukan untuk membersihkan jalan napas
3. Manajemen Bronkokonstriksi
- Berikan bronkodilator sesuai resep
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk manajemen farmakologis
4. Edukasi Kesehatan
- Edukasikan pasien dan keluarga mengenai penyakit dan pengelolaannya
- Ajarkan teknik napas dalam dan relaksasi
- Dorong pasien untuk melakukan aktivitas fisik sesuai toleransi
Penjelasan rinci di atas mencakup diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan dalam menangani kondisi bronkonstriksi. Sebagai perawat, saya berharap informasi ini dapat membantu Anda dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan efektif. -
Article No. 6082 | 16 Nov 2024
Klinis : WHEEZING
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat menurut standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi WHEEZING, dengan tone akademis dan persona sebagai pakar/perawat.
Diagnosa Keperawatan: Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Penjelasan:
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif adalah suatu diagnosa keperawatan yang dikarakteristikkan dengan adanya suara wheezing (mengi) saat bernapas, yang mengindikasikan adanya hambatan pada saluran pernapasan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi saluran napas, alergi, atau kondisi paru-paru lainnya.
Berdasarkan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), kriteria utama untuk diagnosa ini adalah:
1. Suara napas wheezing
2. Kesulitan bernapas
3. Bunyi napas tambahan
Adapun faktor yang berhubungan dapat meliputi faktor fisiologis, psikologis, atau situasional yang dapat mempengaruhi bersihan jalan napas.
Diagnosa ini sesuai dengan standar SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) yang mengidentifikasi hasil yang diharapkan, seperti:
1. Pasien menunjukkan jalan napas yang terbuka
2. Pasien menunjukkan pernapasan yang efektif
3. Pasien menunjukkan tidak ada bunyi napas tambahan
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) antara lain:
1. Pemantauan status pernapasan
2. Manajemen jalan napas
3. Pemberian oksigen
4. Edukasi terkait manajemen wheezing
Dengan penerapan standar asuhan keperawatan SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat memberikan intervensi yang tepat dan terukur untuk mengatasi kondisi Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif pada pasien dengan wheezing. -
Article No. 6083 | 16 Nov 2024
Klinis : pemantauan ttv bayi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Risiko Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital didefinisikan sebagai kerentanan terhadap perubahan yang tidak stabil pada tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah) yang dapat membahayakan kesehatan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan risiko ketidakstabilan tanda-tanda vital adalah pasien akan menunjukkan stabilitas tanda-tanda vital yang adekuat, tidak terjadi perubahan yang mendadak atau ekstrim, serta tidak ada komplikasi yang membahayakan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk menangani risiko ketidakstabilan tanda-tanda vital meliputi:
1. Pemantauan tanda-tanda vital secara berkala dan kontinyu
2. Pemberian intervensi segera jika terjadi perubahan tanda-tanda vital yang signifikan
3. Edukasi kepada pasien/keluarga tentang pentingnya pemantauan dan stabilisasi tanda-tanda vital
4. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengatasi penyebab ketidakstabilan tanda-tanda vital.
Sebagai seorang perawat pakar, saya akan memastikan pemantauan tanda-tanda vital bayi dilakukan secara rutin dan tepat, serta segera memberikan intervensi jika terjadi perubahan yang membahayakan. Edukasi kepada keluarga juga penting dilakukan untuk memastikan mereka memahami pentingnya stabilitas tanda-tanda vital bayi. -
Article No. 6084 | 16 Nov 2024
Klinis : -Ny.M mengatakan bahwa suami dari Ny.Y merokok didalam rumah DO: -kondisi rumah yang kurang rapi ditandai dengan: baju menumpuk diruang tamu,kamar mandi tidak sesuai kriteria dengan jamban sehat, banyak nya barang yang berserakan dan tidak tertata rapi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Bersih Diri (SDKI: BERSIH DIRI)
Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri secara mandiri.
Penjelasan:
- Ny. M mengatakan bahwa suami dari Ny. Y merokok di dalam rumah, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan anggota keluarga lainnya.
- Kondisi rumah yang kurang rapi, dengan baju menumpuk di ruang tamu, kamar mandi yang tidak sesuai kriteria jamban sehat, serta banyak barang yang berserakan dan tidak tertata rapi, mengindikasikan adanya ketidakefektifan dalam menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Kebersihan lingkungan terjaga
- Kerapian lingkungan terjaga
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Lingkungan: Menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, dan sehat
- Edukasi Kesehatan: Memberikan informasi terkait pentingnya menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat berperan sebagai pakar dan edukator untuk membantu Ny. M dan keluarga dalam meningkatkan kebersihan dan kerapian lingkungan rumah, serta mengedukasi tentang bahaya paparan asap rokok bagi kesehatan. -
Article No. 6085 | 16 Nov 2024
Klinis : Anemia, tidak nafsu mkan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi anemia, tidak nafsu makan, dengan tone akademis dan persona pakar/perawat.
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Definisi: Asupan nutrisi yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
2. Risiko Kurang Volume Cairan
Definisi: Berisiko mengalami penurunan cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraseluler.
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh: Penyebab, tanda-tanda, faktor risiko, dan intervensi keperawatan.
- Risiko Kurang Volume Cairan: Faktor risiko, tanda-tanda, dan intervensi keperawatan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh: Luaran yang diharapkan, kriteria hasil, dan indikator.
- Risiko Kurang Volume Cairan: Luaran yang diharapkan, kriteria hasil, dan indikator.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh: Intervensi, aktivitas keperawatan, dan rasional.
- Risiko Kurang Volume Cairan: Intervensi, aktivitas keperawatan, dan rasional.
Secara singkat, diagnosa keperawatan utama adalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh dan Risiko Kurang Volume Cairan. Standar asuhan keperawatan Indonesia (SDKI, SLKI, SIKI) memberikan panduan komprehensif dalam mengidentifikasi, merencanakan, dan melaksanakan intervensi keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pasien dengan anemia dan tidak nafsu makan. -
Article No. 6086 | 16 Nov 2024
Klinis : manajemen nutrisi
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi manajemen nutrisi.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi manajemen nutrisi adalah "Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh". Diagnosa ini mengindikasikan bahwa pasien mengalami ketidakseimbangan nutrisi dengan konsumsi nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti anoreksia, malabsorpsi, keterbatasan fisik, atau kesulitan ekonomi.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam Rentang Normal
- Pasien dapat mempertahankan berat badan sesuai dengan nilai IMT yang normal.
- Pasien dapat memantau dan mencatat berat badan secara berkala.
2. Asupan Nutrisi Adekuat
- Pasien dapat mengkonsumsi makanan dan cairan yang cukup sesuai dengan kebutuhan tubuh.
- Pasien dapat mengenali tanda-tanda kecukupan nutrisi, seperti peningkatan atau pemeliharaan berat badan.
3. Tidak Terjadi Komplikasi Terkait Kekurangan Nutrisi
- Pasien tidak mengalami komplikasi seperti anemia, luka yang tidak sembuh, atau penurunan daya tahan tubuh.
- Pasien dapat mempertahankan status kesehatan yang baik dan tidak mengalami efek samping akibat kekurangan nutrisi.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Asesmen Nutrisi
- Mengumpulkan data terkait kebiasaan makan, preferensi makanan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi asupan nutrisi.
- Melakukan pengukuran antropometri, seperti berat badan, tinggi badan, dan lingkar lengan atas.
- Mengevaluasi status nutrisi dengan mempertimbangkan riwayat medis, penyakit penyerta, dan hasil pemeriksaan laboratorium.
2. Edukasi Nutrisi
- Memberikan informasi tentang kebutuhan nutrisi yang sesuai dengan kondisi pasien.
- Mengajarkan pasien dan keluarga tentang pemilihan makanan bergizi, penyiapan makanan, dan jadwal makan yang tepat.
- Mendorong pasien untuk meningkatkan asupan nutrisi sesuai dengan kebutuhannya.
3. Kolaborasi dengan Ahli Gizi
- Berkoordinasi dengan ahli gizi untuk menentukan rencana nutrisi yang sesuai dengan kondisi pasien.
- Mengevaluasi dan menyesuaikan rencana nutrisi secara berkala berdasarkan evaluasi status nutrisi pasien.
4. Monitoring dan Evaluasi
- Memantau berat badan, asupan nutrisi, dan tanda-tanda komplikasi terkait kekurangan nutrisi secara berkala.
- Mengevaluasi efektivitas intervensi nutrisi dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.
- Mendokumentasikan progress dan hasil intervensi keperawatan terkait manajemen nutrisi.
Dengan menerapkan diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang komprehensif, perawat dapat membantu pasien mencapai keseimbangan nutrisi yang optimal dan mencegah komplikasi yang dapat timbul akibat kekurangan nutrisi. -
Article No. 5888 | 15 Nov 2024
Klinis : PK Hiperbilirubinemia
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait dengan kondisi Hiperbilirubinemia, sesuai dengan format yang Anda minta.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi Hiperbilirubinemia:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi hiperbilirubinemia berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah "Perubahan Perfusi Jaringan" (00204). Hiperbilirubinemia merupakan kondisi peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang dapat menyebabkan gangguan perfusi jaringan, terutama pada sistem saraf pusat. Diagnosa ini mencakup ciri-ciri seperti kulit dan sklera kekuningan, letargi, iritabilitas, dan penurunan refleks.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, luaran yang diharapkan berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah:
1. Perfusi Jaringan Adekuat (0407): Terdapat tanda-tanda vital yang stabil, warna kulit dan sklera membaik, tidak ada tanda-tanda iritabilitas atau letargi.
2. Hiperbilirubinemia Terkendali (0413): Kadar bilirubin dalam darah menurun dan berada dalam rentang normal sesuai usia dan kondisi pasien.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, diperlukan intervensi keperawatan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), antara lain:
1. Pemantauan Tanda-Tanda Vital (6680): Memonitor tanda-tanda vital secara berkala untuk mendeteksi perubahan dan memberikan intervensi yang tepat.
2. Perawatan Kulit (3584): Menjaga kebersihan dan kelembapan kulit, serta mencegah kerusakan kulit akibat hiperbilirubinemia.
3. Manajemen Hiperbilirubinemia (4420): Melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memantau kadar bilirubin, serta memberikan intervensi terapeutik sesuai indikasi (misalnya fototerapi atau transfusi tukar).
4. Manajemen Nutrisi (1100): Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, terutama asupan yang dapat membantu metabolisme bilirubin.
5. Pemberian Edukasi (5510): Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi hiperbilirubinemia, tanda-tanda, dan pentingnya kepatuhan terhadap pengobatan.
Penjelasan rinci dan terperinci:
Hiperbilirubinemia merupakan kondisi peningkatan kadar bilirubin dalam darah, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti peningkatan produksi bilirubin, gangguan metabolisme atau ekskresi bilirubin, serta gangguan hati. Kondisi ini dapat menyebabkan gangguan perfusi jaringan, terutama pada sistem saraf pusat, sehingga diagnosa keperawatan yang sesuai adalah "Perubahan Perfusi Jaringan".
Luaran yang diharapkan setelah asuhan keperawatan adalah Perfusi Jaringan Adekuat, yang ditandai dengan stabilnya tanda-tanda vital, perbaikan warna kulit dan sklera, serta tidak adanya tanda-tanda iritabilitas atau letargi. Selain itu, diharapkan juga Hiperbilirubinemia Terkendali, di mana kadar bilirubin dalam darah menurun dan berada dalam rentang normal sesuai usia dan kondisi pasien.
Intervensi keperawatan yang diperlukan mencakup pemantauan tanda-tanda vital, perawatan kulit, manajemen hiperbilirubinemia, manajemen nutrisi, serta pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga. Pemantauan tanda-tanda vital penting untuk mendeteksi perubahan dan memberikan intervensi tepat. Perawatan kulit bertujuan menjaga kebersihan dan kelembapan kulit, serta mencegah kerusakan akibat hiperbilirubinemia. Manajemen hiperbilirubinemia dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dan pemberian intervensi terapeutik sesuai indikasi. Manajemen nutrisi penting untuk memenuhi kebutuhan pasien, terutama asupan yang dapat membantu metabolisme bilirubin. Pemberian edukasi bertujuan meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga mengenai kondisi, sehingga dapat mendukung kepatuhan terhadap pengobatan.
Penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif diharapkan dapat membantu mencapai luaran yang diharapkan, sehingga memperbaiki kondisi pasien dengan hiperbilirubinemia.