Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 6155 | 17 Nov 2024
Klinis : Pasien tidak sadar, Tanggal 5 pukul 16. 00 keluarga mengatakan pasien sebelumnya mandi tiba- tiba pasien kejang dan ngorok dan tidak sadar. Dirumah sering terjadi kejang durasi 1-2 detik. Saat tgl 5 sore kejang terjadi selama 1 jam sampai datang ke IGD masih kejang. Saat dikaji : Dalam sedasi terpasang ETT dengan setting ventilator : SIMV FiO2 40% , EVD, arteri line di arteri radilais kanan, cvc subklavia kanan, DC, NGT.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang Anda deskripsikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan serta penjelasan singkat mengenai SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Pola Napas Akut
- SDKI: Ketidakmampuan untuk mempertahankan ventilasi yang adekuat.
- SLKI: Ventilasi yang adekuat.
- SIKI: Manajemen jalan napas, manajemen ventilasi mekanis.
2. Risiko Cedera
- SDKI: Adanya kemungkinan untuk terjadinya cedera fisik atau psikologis.
- SLKI: Tidak terjadi cedera.
- SIKI: Manajemen risiko, manajemen perilaku, manajemen kesehatan.
3. Gangguan Perfusi Serebral
- SDKI: Penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan otak.
- SLKI: Perfusi serebral yang adekuat.
- SIKI: Manajemen peningkatan tekanan intrakranial, manajemen tanda-tanda vital.
Penjelasan Singkat:
1. Gangguan Pola Napas Akut:
Pasien tidak sadar dan terpasang ventilator, mengindikasikan adanya gangguan pola napas akut. Perlu dilakukan intervensi untuk mempertahankan ventilasi yang adekuat, seperti manajemen jalan napas dan ventilasi mekanis.
2. Risiko Cedera:
Pasien dalam kondisi tidak sadar dan terjadi kejang selama 1 jam, sehingga berisiko mengalami cedera fisik atau psikologis. Intervensi keperawatan perlu dilakukan untuk mengelola risiko dan mencegah terjadinya cedera.
3. Gangguan Perfusi Serebral:
Kejang yang berkepanjangan dapat menyebabkan penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan otak, sehingga perlu dilakukan intervensi untuk menjaga perfusi serebral yang adekuat, seperti manajemen peningkatan tekanan intrakranial dan pemantauan tanda-tanda vital.
Catatan: Diagnosa Keperawatan dan intervensi yang disarankan di atas merupakan contoh berdasarkan kondisi pasien yang Anda deskripsikan. Evaluasi dan penanganan yang lebih komprehensif harus dilakukan oleh perawat yang menangani pasien secara langsung. -
Article No. 6156 | 17 Nov 2024
Klinis : Pasien tidak sadar, Tanggal 5 pukul 16. 00 keluarga mengatakan pasien sebelumnya mandi tiba- tiba pasien kejang dan ngorok dan tidak sadar. Dirumah sering terjadi kejang durasi 1-2 detik. Saat tgl 5 sore kejang terjadi selama 1 jam sampai datang ke IGD masih kejang. Saat dikaji : Dalam sedasi terpasang ETT dengan setting ventilator : SIMV FiO2 40% , EVD, arteri line di arteri radilais kanan, cvc subklavia kanan, DC, NGT.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Penurunan Kesadaran Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Serebral Sekunder Akibat Kejang Berkepanjangan
2. Gangguan Pertukaran Gas Berhubungan Dengan Gangguan Ventilasi Sekunder Akibat Kejang Berkepanjangan
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Penurunan Kesadaran Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Serebral Sekunder Akibat Kejang Berkepanjangan
a. Pasien mencapai tingkat kesadaran yang optimal
b. Tanda-tanda vital pasien stabil
c. Tidak terjadi komplikasi akibat penurunan kesadaran, seperti aspirasi atau cedera
2. Gangguan Pertukaran Gas Berhubungan Dengan Gangguan Ventilasi Sekunder Akibat Kejang Berkepanjangan
a. Pasien menunjukkan perbaikan parameter pernapasan (frekuensi, kedalaman, dan pola pernapasan)
b. Pasien menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
c. Tidak terjadi komplikasi pernapasan, seperti atelektasis atau pneumonia
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Penurunan Kesadaran Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Serebral Sekunder Akibat Kejang Berkepanjangan
a. Monitor tingkat kesadaran pasien secara berkala menggunakan skala penilaian yang sesuai (misalnya, Glasgow Coma Scale)
b. Pertahankan posisi kepala pasien agar jalan napas tetap terbuka
c. Lakukan tindakan suction untuk mempertahankan jalan napas yang bebas dari sekret
d. Berikan oksigen sesuai kebutuhan untuk mempertahankan saturasi oksigen yang adekuat
e. Berikan obat antikonvulsan sesuai resep untuk mencegah kejang berulang
f. Pantau tanda-tanda vital pasien secara ketat dan segera laporkan jika ada perubahan yang signifikan
g. Berikan dukungan emosional dan psikologis kepada keluarga pasien
2. Gangguan Pertukaran Gas Berhubungan Dengan Gangguan Ventilasi Sekunder Akibat Kejang Berkepanjangan
a. Pantau parameter ventilasi pasien, termasuk frekuensi pernapasan, volume tidal, dan saturasi oksigen
b. Sesuaikan pengaturan ventilator (mode, FiO2, PEEP) untuk mencapai pertukaran gas yang optimal
c. Lakukan suction endotrakeal secara rutin untuk mempertahankan jalan napas yang bebas dari sekret
d. Posisikan pasien dalam posisi semi-Fowler atau Fowler untuk memfasilitasi ekspansi paru
e. Berikan fisioterapi dada dan latihan pernapasan untuk membantu drainase sekret
f. Pantau tanda-tanda infeksi saluran pernapasan dan berikan intervensi yang sesuai jika ditemukan
g. Berikan edukasi kepada keluarga tentang penatalaksanaan gangguan pernapasan pada pasien
Penjelasan yang rinci untuk setiap poin:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Penurunan Kesadaran Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Serebral Sekunder Akibat Kejang Berkepanjangan: Pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran setelah mengalami kejang selama 1 jam. Hal ini dapat terjadi akibat gangguan fungsi serebral sekunder akibat kejang yang berkepanjangan.
2. Gangguan Pertukaran Gas Berhubungan Dengan Gangguan Ventilasi Sekunder Akibat Kejang Berkepanjangan: Pasien mengalami gangguan pertukaran gas, ditandai dengan kebutuhan ventilasi mekanik (SIMV) dan pemberian oksigen (FiO2 40%). Hal ini dapat terjadi akibat gangguan ventilasi sekunder akibat kejang yang berkepanjangan.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Penurunan Kesadaran: Diharapkan pasien dapat mencapai tingkat kesadaran yang optimal, tanda-tanda vital stabil, dan tidak terjadi komplikasi akibat penurunan kesadaran.
2. Gangguan Pertukaran Gas: Diharapkan pasien dapat menunjukkan perbaikan parameter pernapasan, saturasi oksigen yang adekuat, dan tidak terjadi komplikasi pernapasan.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Penurunan Kesadaran: Intervensi yang dibutuhkan mencakup pemantauan tingkat kesadaran, mempertahankan jalan napas, suction, pemberian oksigen, pemberian obat antikonvulsan, pemantauan tanda-tanda vital, dan dukungan emosional/psikologis bagi keluarga.
2. Gangguan Pertukaran Gas: Intervensi yang dibutuhkan mencakup pemantauan parameter ventilasi, penyesuaian pengaturan ventilator, suction endotrakeal, posisi pasien, fisioterapi dada dan latihan pernapasan, pemantauan infeksi saluran pernapasan, dan edukasi bagi keluarga.
Semoga penjelasan ini dapat membantu Anda dalam memahami diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan. Jika ada pertanyaan lain, jangan ragu untuk menanyakannya. -
Article No. 6157 | 17 Nov 2024
Klinis : Pasien dengan post operasi laparatomy dengan spinal anestesi dengan tekan darah 120/76, nadi 86, suhu 36,5, pernafasan 21,
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Akut
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- Penyebab: Prosedur pembedahan (laparatomy) dan penggunaan anestesi spinal.
- Gejala: Pasien mengeluhkan nyeri pada daerah bekas pembedahan.
2. Risiko Infeksi
- Definisi: Rentan terhadap invasi dan proliferasi organisme patogen yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan.
- Penyebab: Prosedur pembedahan yang menyebabkan kerusakan integritas kulit dan paparan terhadap organisme patogen.
- Gejala: Tanda-tanda infeksi seperti demam, peningkatan suhu lokal, dan eritema di daerah bekas pembedahan.
3. Risiko Gangguan Integritas Kulit
- Definisi: Rentan terhadap kerusakan, perubahan, atau gangguan pada epidermis dan/atau dermis.
- Penyebab: Prosedur pembedahan yang menyebabkan kerusakan integritas kulit.
- Gejala: Luka terbuka pada daerah bekas pembedahan.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan menetapkan diagnosis keperawatan.
- Terdiri dari definisi, penyebab, dan gejala dari setiap diagnosis keperawatan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar yang digunakan untuk menentukan hasil atau luaran yang diharapkan dari intervensi keperawatan.
- Terdiri dari kriteria hasil dan indikator hasil untuk setiap luaran keperawatan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar yang digunakan untuk menentukan intervensi keperawatan yang harus dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
- Terdiri dari definisi, tujuan, aktivitas, dan kriteria hasil untuk setiap intervensi keperawatan.
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengembangkan dan menetapkan standar-standar tersebut sebagai acuan bagi perawat dalam praktik keperawatan di Indonesia. -
Article No. 6158 | 17 Nov 2024
Klinis : Pasien post operasi laparatomy dengan spinal anestesi, pasien mengeluh nyeri, tanda tanda vital normal,
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI - SLKI - SIKI untuk kondisi pasien post operasi laparatomi dengan spinal anestesi yang mengeluh nyeri dengan tanda vital normal.
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
Penjelasan SDKI, SLKI, SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Karakteristik Utama: Laporan pasien tentang rasa nyeri yang akut, tanda vital abnormal, ekspresi wajah yang menunjukkan nyeri, gelisah, dan perilaku protektif.
- Faktor Berhubungan: Agen cedera biologis (pembedahan), agen cedera fisik (spinal anestesi).
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang Diharapkan: Pasien melaporkan nyeri berkurang, pasien menunjukkan ekspresi wajah yang rileks, dan tanda-tanda vital dalam batas normal.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan: Manajemen nyeri (observasi tanda-tanda vital, pemberian analgesik sesuai indikasi, kompres hangat/dingin, teknik relaksasi), edukasi pasien dan keluarga tentang nyeri dan manajemennya.
Dalam kasus ini, pasien post operasi laparatomi dengan spinal anestesi mengeluhkan nyeri, sehingga diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Nyeri Akut. Perawat perlu melakukan manajemen nyeri yang komprehensif, memantau tanda-tanda vital, memberikan analgesik sesuai indikasi, dan memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang nyeri serta cara pengelolaannya. -
Article No. 6159 | 17 Nov 2024
Klinis : Pasien post operasi laparatomy dengan spinal anestesi, pasien mengeluh nyeri, tanda tanda vital normal, kaki sulit digerakkan setelah operasi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur pembedahan laparatomi.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah kerusakan seperti itu (International Association for the Study of Pain).
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan pada pasien dengan nyeri akut adalah pengurangan nyeri, kemampuan mengontrol nyeri, dan kepuasan pasien terhadap pengelolaan nyeri.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri akut pada pasien post operasi laparatomi dengan spinal anestesi meliputi:
- Manajemen nyeri
- Pemberian analgesik
- Kompres hangat/dingin
- Distraksi
- Relaksasi
- Edukasi manajemen nyeri
Selain itu, perlu diperhatikan juga tanda-tanda vital pasien yang normal dan gejala kelemahan pada kaki setelah operasi, yang mungkin terkait dengan efek spinal anestesi. Perawat perlu melakukan pemantauan dan intervensi yang sesuai. -
Article No. 6160 | 17 Nov 2024
Klinis : Pasien anak perempuan, usia 5 tahun, mengalami demam tinggi selama 3 hari, ruam merah di kulit, bintik Koplik di mukosa mulut, batuk kering, dan mata merah. Hasil pemeriksaan menunjukkan kemungkinan campak.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan senang hati, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan untuk kondisi pasien anak perempuan usia 5 tahun dengan kemungkinan diagnosis campak.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Infeksi berhubungan dengan paparan virus campak
- Pasien mengalami gejala-gejala khas campak, seperti demam tinggi, ruam merah di kulit, bintik Koplik di mukosa mulut, dan mata merah, yang menunjukkan kemungkinan infeksi virus campak.
- Anak usia 5 tahun rentan terhadap infeksi virus campak karena sistem kekebalan tubuhnya yang belum optimal.
2. Gangguan Pola Napas berhubungan dengan inflamasi saluran napas
- Pasien mengalami batuk kering, yang dapat disebabkan oleh inflamasi saluran napas akibat infeksi virus campak.
- Inflamasi saluran napas dapat menyebabkan gangguan pola napas, seperti pernapasan yang tidak efektif.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Risiko Infeksi
- Tujuan: Pasien bebas dari komplikasi infeksi virus campak
- Indikator:
a. Tanda-tanda vital dalam batas normal
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi baru (peningkatan demam, timbulnya ruam baru, dll.)
c. Tidak ada komplikasi infeksi virus campak (ensefalitis, pneumonia, diare, dll.)
2. Pola Napas Efektif
- Tujuan: Pasien menunjukkan pola napas yang efektif
- Indikator:
a. Frekuensi napas dalam batas normal
b. Tidak ada retraksi otot bantu napas
c. Tidak ada grunting atau wheezing
d. Pasien dapat batuk produktif
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Infeksi
- Monitoring tanda-tanda vital secara berkala
- Pemberian terapi antipiretik untuk mengatasi demam
- Perawatan luka dan kulit untuk mengelola ruam merah
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian terapi antivirus, jika diperlukan
- Edukasi kepada keluarga mengenai tanda-tanda infeksi dan pencegahan komplikasi
2. Manajemen Jalan Napas
- Observasi pola napas dan tanda-tanda gangguan pernapasan
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian oksigen, jika diperlukan
- Latihan batuk efektif dan pemosisian untuk memfasilitasi pengeluaran sekret
- Edukasi kepada keluarga mengenai manajemen jalan napas yang tepat
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien dapat terhindar dari komplikasi infeksi virus campak dan mempertahankan pola napas yang efektif, sehingga mencapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 6161 | 17 Nov 2024
Klinis : pasien memiliki kadar glukosa darah 370 mg/dL, ekstremitas bawah kanan dan kiri terasa kebas atau mati rasa, kadang terasa nyeri seperti ditusuk tusuk (parastesia)
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan mempertimbangkan informasi yang diberikan, diagnosis dan prosedur yang sesuai adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: E11.65
- Deskripsi: Diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi neurologis
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.15
- Deskripsi: Pemeriksaan dan pemantauan glukosa darah
Penjelasan:
Pasien ini memiliki kadar glukosa darah yang tinggi (370 mg/dL), yang merupakan salah satu tanda khas dari diabetes melitus. Selain itu, pasien juga mengalami gejala neuropati perifer berupa kebas atau mati rasa, serta parastesia (sensasi seperti ditusuk-tusuk) pada ekstremitas bawah. Hal ini menunjukkan adanya komplikasi neurologis dari diabetes melitus.
Oleh karena itu, kode ICD-10 yang sesuai adalah E11.65, yang menggambarkan "Diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi neurologis". Kode ICD-9-CM prosedur yang sesuai adalah 99.15, yang menunjukkan "Pemeriksaan dan pemantauan glukosa darah", yang merupakan tindakan yang dilakukan untuk memantau kondisi pasien.
Sebagai catatan, penatalaksanaan lebih lanjut dapat meliputi pengaturan diet, pemberian obat antidiabetes, serta penanganan gejala neuropati perifer, seperti pemberian obat-obatan atau terapi lainnya, sesuai dengan penilaian dan pertimbangan klinis dari dokter yang menangani. -
Article No. 6162 | 17 Nov 2024
Klinis : pasien memiliki kadar glukosa darah 370 mg/dL, ekstremitas bawah kanan dan kiri terasa kebas atau mati rasa, kadang terasa nyeri seperti ditusuk tusuk (parastesia)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan menjelaskan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan perubahan metabolisme akibat kadar glukosa darah yang tinggi.
2. Gangguan Sensori Persepsi: Parestesia berhubungan dengan neuropati perifer akibat komplikasi diabetes.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Intoleransi Aktivitas
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau dibutuhkan akibat keterbatasan fisik dan/atau psikologis.
- Karakteristik: Mudah lelah, Napas pendek, Lemah, Penurunan toleransi terhadap aktivitas.
2. Gangguan Sensori Persepsi: Parestesia
- Definisi: Adanya sensasi abnormal pada kulit seperti rasa kesemutan, mati rasa, atau nyeri akibat gangguan pada sistem saraf perifer.
- Karakteristik: Mati rasa, Kesemutan, Nyeri seperti tusukan jarum.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Intoleransi Aktivitas
- Luaran: Toleransi Aktivitas Meningkat
- Indikator: Durasi aktivitas yang dapat dilakukan, Frekuensi kelelahan saat aktivitas, Tingkat ketergantungan dalam melakukan aktivitas.
2. Gangguan Sensori Persepsi: Parestesia
- Luaran: Kontrol Sensori Membaik
- Indikator: Kemampuan mengontrol sensasi abnormal, Frekuensi munculnya sensasi abnormal, Tingkat keparahan sensasi abnormal.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Intoleransi Aktivitas
- Intervensi: Manajemen Energi, Peningkatan Aktivitas, Terapi Latihan.
2. Gangguan Sensori Persepsi: Parestesia
- Intervensi: Manajemen Nyeri, Terapi Modalitas Sensorik, Terapi Aktivitas.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat perlu mempertimbangkan kondisi pasien secara holistik, termasuk kondisi medis, faktor risiko, dan riwayat penyakit. Tujuan utama adalah mencapai hasil yang optimal bagi pasien. -
Article No. 6163 | 17 Nov 2024
Klinis : pasien memiliki kadar glukosa darah 370 mg/dL, ekstremitas bawah kanan dan kiri terasa kebas atau mati rasa, kadang terasa nyeri seperti ditusuk tusuk (parastesia)
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Berdasarkan gejala yang dialami pasien, yaitu kadar glukosa darah 370 mg/dL dan adanya parastesia (mati rasa disertai rasa nyeri) pada ekstremitas bawah, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
1. Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Definisi: Berisiko mengalami penyimpangan kadar glukosa darah dari rentang normal, yang dapat membahayakan kesehatan.
Etiologi: Diabetes Melitus, asupan makanan tidak adekuat, aktivitas fisik kurang, stres.
2. Gangguan Sensori Persepsi: Parastesia
Definisi: Persepsi sensorik yang terganggu, berupa perasaan kebas, mati rasa, dan nyeri seperti ditusuk-tusuk pada ekstremitas.
Etiologi: Neuropati diabetik, sirkulasi darah yang buruk.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah:
- Kadar glukosa darah dalam rentang normal (80-130 mg/dL)
- Tidak terjadi komplikasi akibat hiperglikemia (misalnya, ketoasidosis diabetik)
- Pasien dapat mengenali dan mengelola gejala hiperglikemia
2. Gangguan Sensori Persepsi: Parastesia
- Pasien dapat mengenali dan melaporkan perubahan sensasi pada ekstremitas
- Tidak terjadi kerusakan jaringan akibat parastesia
- Kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah:
a. Pantau kadar glukosa darah secara teratur
b. Berikan insulin sesuai kebutuhan untuk mengendalikan kadar glukosa darah
c. Edukasi pasien mengenai pengelolaan diabetes, seperti diet, aktivitas fisik, dan pemantauan glukosa
d. Kolaborasi dengan tim medis untuk pengobatan dan pengendalian diabetes
2. Gangguan Sensori Persepsi: Parastesia
a. Kaji sensasi, fungsi, dan aliran darah ekstremitas secara berkala
b. Lakukan perawatan kaki secara teratur untuk mencegah kerusakan kulit dan infeksi
c. Berikan edukasi kepada pasien mengenai perawatan kaki dan pemeliharaan sensasi ekstremitas
d. Kolaborasi dengan tim medis untuk penanganan neuropati diabetik, seperti pemberian obat analgesik atau peningkatan sirkulasi darah
Penjelasan rinci:
Diagnosa keperawatan yang pertama, "Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah," mencerminkan kondisi pasien yang memiliki kadar glukosa darah yang tinggi (370 mg/dL). Kondisi ini berisiko menimbulkan komplikasi diabetes, seperti ketoasidosis diabetik, jika tidak dikendalikan dengan baik. Intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi pemantauan kadar glukosa darah, pemberian insulin, edukasi pasien, dan kolaborasi dengan tim medis.
Diagnosa keperawatan yang kedua, "Gangguan Sensori Persepsi: Parastesia," menggambarkan gejala pasien yang mengalami mati rasa dan nyeri pada ekstremitas bawah. Kondisi ini dapat disebabkan oleh neuropati diabetik, yang merupakan komplikasi diabetes. Intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi penilaian sensasi dan aliran darah ekstremitas, perawatan kaki, edukasi pasien, dan kolaborasi dengan tim medis untuk penanganan neuropati.
Semoga informasi ini dapat membantu Anda dalam memahami dan merencanakan asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien dengan kondisi yang Anda deskripsikan. Jangan ragu untuk bertanya jika Anda membutuhkan informasi tambahan. -
Article No. 6087 | 17 Nov 2024
Klinis : Pasien nyeri perut hebat, sesak napas, Kesadaran composmentis. TD 176/98 mmHg Nadi 111 x/menit. Hasil lab Troponin I 110,00 mg/dL, kalium 5,3 mmol/L, klorida 114,70 mmol/L
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, izin saya memberikan penjelasan secara rinci dan terperinci terkait kondisi pasien yang Anda paparkan.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI:
a. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik (infark miokard) ditandai dengan nyeri perut hebat.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan disfungsi neuromuscular (infark miokard) ditandai dengan sesak napas.
c. Ketidakstabilan tanda-tanda vital berhubungan dengan disfungsi kardiovaskular (infark miokard) ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan denyut nadi.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
a. Nyeri akut teratasi: Pasien dapat melaporkan nyeri berkurang dari skala 10 menjadi skala 2-3 setelah diberikan intervensi.
b. Pola napas efektif: Pasien dapat bernapas dengan irama dan kedalaman yang normal tanpa mengalami sesak napas.
c. Tanda-tanda vital stabil: Tekanan darah, denyut nadi, dan tanda-tanda vital lainnya berada dalam rentang normal.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
a. Manajemen nyeri:
- Lakukan pengkajian nyeri komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor pemicu nyeri.
- Berikan analgesik sesuai dengan aturan dan evaluasi efektivitasnya.
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri, seperti relaksasi, distraksi, dan kompres hangat.
b. Manajemen jalan napas:
- Kaji status pernapasan pasien, termasuk frekuensi, kedalaman, dan irama pernapasan.
- Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
- Ajarkan pasien teknik pernapasan dalam untuk memperbaiki pola napas.
c. Manajemen kardiovaskular:
- Kaji tanda-tanda vital pasien secara berkala.
- Berikan terapi farmakologis sesuai dengan resep dokter untuk mengatasi hipertensi dan aritmia.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk memantau dan mengelola kondisi kardiovaskular pasien.
Demikian penjelasan yang dapat saya berikan. Semoga informasi ini bermanfaat. Apabila ada pertanyaan lebih lanjut, silakan tanyakan. Wassalamualaikum.