Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 8136 | 07 Dec 2024
Klinis : REsiko infeksi pemasangan kateter urine
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran asuhan keperawatan, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi "Risiko infeksi pemasangan kateter urine".
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi "Risiko infeksi pemasangan kateter urine" adalah "Risiko Infeksi". Diagnosa ini diambil dari Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) yang menjelaskan bahwa risiko infeksi adalah "Rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen, yang dapat membahayakan kesehatan". Dalam konteks pemasangan kateter urine, pasien memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi saluran kemih (ISK) akibat masuknya kuman melalui kateter.
Luaran/Output SLKI:
Luaran/output yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan untuk mengatasi "Risiko Infeksi pemasangan kateter urine" adalah:
1. Tidak terjadi infeksi saluran kemih (ISK)
2. Tidak terjadi komplikasi akibat infeksi
3. Pasien menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal
4. Pasien melaporkan tidak ada gejala infeksi (demam, nyeri, disuria, dll.)
5. Hasil pemeriksaan laboratorium (urinalisis, kultur urine) dalam batas normal
Luaran ini diambil dari Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) yang menggambarkan hasil yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan.
Intervensi Keperawatan SIKI:
Berikut adalah intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai luaran/output yang diharapkan:
1. Observasi
- Pantau tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah)
- Pantau karakteristik urine (warna, bau, jumlah, kejernihan)
- Lakukan pemeriksaan laboratorium (urinalisis, kultur urine) sesuai indikasi
2. Edukasi
- Jelaskan kepada pasien/keluarga tentang pentingnya menjaga kebersihan daerah genital dan perawatan kateter urine
- Ajarkan pasien/keluarga tentang tanda dan gejala infeksi serta tindakan yang harus dilakukan
3. Tindakan Keperawatan
- Lakukan pencegahan infeksi sesuai prosedur, seperti cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan kateter
- Pertahankan sistem drainase kateter tetap tertutup dan tidak ada kebocoran
- Ganti kateter sesuai indikasi untuk mencegah kolonisasi kuman
- Berikan terapi antibiotik sesuai indikasi dan anjuran dokter
Intervensi di atas diambil dari Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang mencakup observasi, edukasi, dan tindakan keperawatan yang diperlukan untuk mencegah dan mengatasi risiko infeksi pada pasien dengan pemasangan kateter urine.
Dengan melaksanakan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi yang sesuai, diharapkan dapat mencegah dan mengatasi risiko infeksi pada pasien dengan pemasangan kateter urine sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. -
Article No. 8137 | 07 Dec 2024
Klinis : Pasien TB Paru, batuk tidak sembuh-sembuh, cemas
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kondisi yang Anda berikan. Saya akan menyajikan informasi dalam format yang terstruktur dan memberikan penjelasan detail dengan nada akademis dan persona seorang dokter atau perekam medik.
1. Kode ICD-10:
- Kode: A15.0
- Deskripsi: Tuberkulosis paru, secara bakteriologis dan histologis terkonfirmasi.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 94.26
- Deskripsi: Pencitraan toraksal, Computer Tomografi Scan (CT Scan) toraks, tanpa kontras.
Penjelasan:
Pasien yang didiagnosis dengan Tuberkulosis Paru (Tuberculosis, Pulmonary) berdasarkan pemeriksaan bakteriologis atau histologis akan diklasifikasikan dengan kode ICD-10 A15.0. Hal ini mencakup berbagai manifestasi paru dari infeksi Mycobacterium tuberculosis, termasuk kavitas paru, infiltrasi, nodul, dan lesi tuberkulosis paru lainnya.
Untuk pasien dengan gejala batuk yang berkepanjangan dan disertai kecemasan, pemeriksaan radiologis menggunakan CT Scan toraks tanpa kontras (kode ICD-9-CM 94.26) dapat dilakukan untuk mengevaluasi kondisi paru-paru, mencari adanya perubahan patologis, dan membantu menegakkan diagnosis. Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi yang lebih rinci tentang lesi paru, ukuran, lokasi, dan kemungkinan komplikasi yang terkait dengan tuberkulosis paru.
Pemantauan yang cermat dan pengobatan yang sesuai berdasarkan protokol penatalaksanaan tuberkulosis akan sangat penting untuk mengatasi kondisi pasien ini secara komprehensif. -
Article No. 8138 | 07 Dec 2024
Klinis : Pasien TB Paru, batuk tidak sembuh-sembuh, cemas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi pasien dengan TB Paru, batuk tidak sembuh-sembuh, dan cemas:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
2. Cemas
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Keadaan di mana individu mengalami hambatan dalam pembersihan sekret atau obstruksi jalan napas.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Pasien mampu mempertahankan bersihan jalan napas yang efektif.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara lain auskultasi dan perkusi dada, suction, pemberian oksigen, inhalasi, dan latihan batuk efektif.
2. Cemas
- SDKI: Keadaan emosi dan pengalaman subyektif individu yang tidak menyenangkan berupa perasaan khawatir, was-was, dan tidak tenang yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.
- SLKI: Pasien dapat mengontrol kecemasan yang dirasakan.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi kecemasan antara lain terapi relaksasi, terapi musik, terapi distraksi, konseling, dan pemberian obat anti-cemas.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mempertimbangkan kondisi klinis pasien, faktor-faktor yang mempengaruhi, serta melibatkan pasien dan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan intervensi keperawatan. -
Article No. 8139 | 07 Dec 2024
Klinis : Pasien TB Paru, batuk terus menerus
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan rinci terkait kondisi pasien TB Paru dengan batuk terus menerus, dari sudut pandang seorang perawat pakar.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
- Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien TB Paru dengan batuk terus menerus adalah "Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas" (00031).
- Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka.
- Karakteristik Definisi: Pasien mengeluhkan batuk yang terus-menerus, terdapat sputum berlebih, suara napas abnormal, dan klien mengalami kesulitan dalam mengeluarkan sekret.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
- Tujuan Utama: Pasien dapat mempertahankan jalan napas yang terbuka dan bersih.
- Indikator Luaran:
1. Frekuensi batuk menurun
2. Produksi sputum menurun
3. Tidak ada suara napas abnormal
4. Pasien dapat dengan mudah mengeluarkan sekret
5. Pasien tidak mengalami sesak napas
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
- Manajemen Jalan Napas
- Tujuan: Mempertahankan jalan napas yang terbuka dan bersih
- Aktivitas:
1. Lakukan pengisapan lendir bila diperlukan
2. Bantu pasien melakukan batuk efektif dan latihan pernapasan
3. Berikan posisi semi-fowler untuk memudahkan drainase sekret
4. Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk pemberian terapi oksigen, bronkodilator, atau mukolitik jika diperlukan
- Manajemen Batuk
- Tujuan: Mengurangi frekuensi dan intensitas batuk
- Aktivitas:
1. Identifikasi faktor pencetus batuk, seperti iritasi, infeksi, atau lendir berlebih
2. Anjurkan pasien untuk minum banyak cairan
3. Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk pemberian terapi antitusif atau ekspektoran jika diperlukan
- Edukasi Kesehatan
- Tujuan: Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang manajemen batuk
- Aktivitas:
1. Jelaskan penyebab dan manajemen batuk pada pasien TB Paru
2. Ajarkan teknik batuk efektif dan latihan pernapasan
3. Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk melakukan edukasi terkait pengobatan dan perawatan TB Paru
Penjelasan di atas mencakup diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang komprehensif untuk menangani kondisi pasien TB Paru dengan batuk terus menerus. Sebagai seorang perawat pakar, saya berharap dapat memberikan pemahaman yang jelas dan terperinci untuk membantu mencapai hasil perawatan yang optimal bagi pasien. -
Article No. 8140 | 07 Dec 2024
Klinis : patah tulang terbuka di klavikula dengan tindakan pemasangan implan
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis yang sesuai dengan kondisi patah tulang terbuka di klavikula dengan pemasangan implan, dengan format yang terstruktur dan penjelasan detail.
1. Kode ICD-10:
- Kode: S42.01
- Deskripsi: Patah tulang terbuka di klavikula
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 78.55
- Deskripsi: Pemasangan implan internal lainnya di tulang lengan atau bahu, termasuk klavikula
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 S42.01 menunjukkan diagnosis patah tulang terbuka di klavikula. Klavikula atau tulang selangka adalah salah satu bagian dari bahu yang sering mengalami patah tulang, dan kode 'S42.01' secara spesifik menggambarkan kondisi tersebut.
2. Kode ICD-9-CM 78.55 merujuk pada prosedur pemasangan implan internal lainnya di tulang lengan atau bahu, termasuk klavikula. Ini sesuai dengan tindakan pemasangan implan yang dilakukan pada pasien dengan patah tulang terbuka di klavikula.
Dalam praktik perawatan kesehatan, kode ICD-10 dan ICD-9-CM digunakan secara luas untuk pengodean diagnosis dan prosedur medis. Penggunaan kode yang tepat sangat penting untuk dokumentasi medis yang akurat, penagihan yang benar, dan analisis data kesehatan yang efektif. -
Article No. 8141 | 07 Dec 2024
Klinis : patah tulang terbuka di klavikula dengan tindakan pemasangan implan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI untuk kondisi patah tulang terbuka di klavikula dengan tindakan pemasangan implan, dengan nada akademis dan persona sebagai seorang pakar perawat.
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut
2. Risiko infeksi
3. Ketidakstabilan fisik
4. Penurunan mobilitas fisik
Penjelasan singkat:
1. Nyeri Akut
SDKI: Respon sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan seolah-olah terjadi kerusakan.
SLKI: Manajemen nyeri, manajemen analgesia, dan manajemen kenyamanan.
SIKI: Intervensi keperawatan untuk mengenali, mencegah, dan mengurangi nyeri yang dirasakan pasien.
2. Risiko Infeksi
SDKI: Kerentanan mengalami invasi dan multiplikasi mikroorganisme patogen yang dapat mengganggu kesehatan.
SLKI: Manajemen risiko infeksi dan pencegahan infeksi.
SIKI: Intervensi keperawatan untuk mencegah dan mengendalikan infeksi yang dapat terjadi pada pasien.
3. Ketidakstabilan Fisik
SDKI: Respon fisiologis yang tidak stabil atau tidak seimbang akibat perubahan kondisi kesehatan.
SLKI: Manajemen stabilitas fisiologis.
SIKI: Intervensi keperawatan untuk mempertahankan stabilitas kondisi fisik pasien.
4. Penurunan Mobilitas Fisik
SDKI: Keterbatasan dalam gerakan bebas secara mandiri dari satu tempat ke tempat lain.
SLKI: Peningkatan mobilitas dan manajemen pergerakan.
SIKI: Intervensi keperawatan untuk meningkatkan kemampuan pasien dalam bergerak dan berpindah tempat.
Sebagai seorang pakar perawat, saya berharap penjelasan singkat ini dapat membantu Anda memahami diagnosa keperawatan dan standar SDKI-SLKI-SIKI untuk kondisi patah tulang terbuka di klavikula dengan tindakan pemasangan implan. Jangan ragu untuk menanyakan lebih lanjut jika Anda membutuhkan informasi tambahan. -
Article No. 8142 | 07 Dec 2024
Klinis : Sirkumsisi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Selamat pagi. Sebagai seorang perawat profesional, izinkan saya memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi sirkumsisi.
Diagnosa Keperawatan:
1. Integritas Kulit Terganggu
Definisi: Perubahan pada kulit dan membran mukosa.
Faktor yang berhubungan: Prosedur Pembedahan (Sirkumsisi).
Penjelasan Singkat:
Integritas Kulit Terganggu adalah diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi sirkumsisi. Sirkumsisi adalah prosedur bedah yang melibatkan pemotongan sebagian atau seluruh kulit penutup glans penis. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pada integritas kulit dan membran mukosa di area genital. Perawat harus memantau tanda-tanda infeksi, perdarahan, dan penyembuhan luka untuk memastikan pemulihan yang optimal.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kode Diagnosis: 00046
Definisi: Perubahan pada kulit dan membran mukosa.
Karakteristik Mayor: Kerusakan pada struktur kulit, Perubahan warna kulit, Perubahan tekstur kulit.
Faktor yang Berhubungan: Prosedur pembedahan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Kode Luaran: 1102
Judul Luaran: Integritas Jaringan: Kulit dan Membran Mukosa
Definisi: Kemampuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dan membran mukosa.
Kriteria Hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi, Luka sembuh dengan baik, Tidak ada perubahan warna kulit.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Kode Intervensi: 6480
Judul Intervensi: Perawatan Luka
Definisi: Memfasilitasi penyembuhan luka dan mencegah komplikasi.
Aktivitas Keperawatan: Observasi tanda-tanda infeksi, Lakukan perawatan luka secara aseptik, Ajarkan pasien/keluarga perawatan luka di rumah.
Semoga penjelasan ini bermanfaat. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk menanyakannya. Terima kasih. -
Article No. 8143 | 07 Dec 2024
Klinis : Implementasi keperawatan manajemen nyeri kompres hangat pada pasien gastritis dengan masalah nyeri akut
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) untuk kondisi implementasi keperawatan manajemen nyeri kompres hangat pada pasien gastritis dengan masalah nyeri akut.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri akut
Penjelasan:
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut. Nyeri akut merupakan respon fisiologis yang terjadi secara tiba-tiba dan disebabkan oleh stimulasi spesifik, seperti cedera atau penyakit.
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Domain: Kenyamanan
- Kelas: Nyeri
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran: Kontrol Nyeri
- Definisi: Derajat kenyamanan individu yang dapat dicapai melalui manajemen nyeri.
- Indikator:
1. Melaporkan nyeri terkontrol
2. Menunjukkan ekspresi wajah rileks
3. Mempertahankan aktivitas sehari-hari
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi: Manajemen Nyeri
- Definisi: Serangkaian aktivitas yang dilakukan untuk mengurangi atau meminimalkan nyeri yang dirasakan oleh pasien.
- Aktivitas Keperawatan:
1. Identifikasi karakteristik nyeri (lokasi, jenis, durasi, frekuensi, dan keparahan)
2. Pilih modalitas tatalaksana nyeri yang sesuai, seperti kompres hangat
3. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penatalaksanaan nyeri yang komprehensif
Dalam kondisi ini, dimana pasien gastritis mengalami nyeri akut, maka intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen nyeri dengan kompres hangat. Kompres hangat dapat membantu mengurangi rasa nyeri yang dirasakan oleh pasien. -
Article No. 8144 | 07 Dec 2024
Klinis : Sirkumsisi
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Sebagai seorang dokter atau perekam medis, berikut adalah informasi yang saya berikan terkait dengan kode ICD-10 dan ICD-9-CM untuk kondisi sirkumsisi:
1. Kode ICD-10:
- Kode: N30.3
- Deskripsi: Sirkumsisi
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 64.0
- Deskripsi: Sirkumsisi
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 N30.3 merupakan kode untuk diagnosis "sirkumsisi". Sirkumsisi adalah prosedur bedah yang melibatkan penghapusan sebagian atau keseluruhan kulit yang menutupi glans penis.
2. Kode ICD-9-CM 64.0 adalah kode untuk prosedur "sirkumsisi". Prosedur ini dilakukan untuk berbagai alasan, seperti higienis, agama, atau alasan medis, seperti fimosis (ketidakmampuan untuk menarik prepusium) atau infeksi.
Pengkodean yang tepat dalam rekam medis sangat penting untuk memastikan dokumentasi yang akurat, tagihan yang sesuai, dan analisis epidemiologi yang efektif. -
Article No. 8145 | 07 Dec 2024
Klinis : KASUS ESRD BLOK ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF Ny. Werda wanita berusia 52 tahun dirawat di ruang perawatan bedah RS. A sejak 4 jam yang lalu. Klien sedang menjalani peritoneal dialisis (PD) karena end stage renal disease. PD dilakukan secara rutin setiap 2 minggu sekali sejak 6 bulan yang lalu di RS A ini. Saat ini, Klien mengeluh nyeri abdomen, nyeri periumbilical dan demam sejak 4 hari yang lalu dan muntah 1 hari yang lalu. Nyeri terasa terus menerus di seluruh abdomen, skala 6-7, nyeri bertambah bila bergerak (bangun dari posisi tidur, duduk, berjalan), nyeri berkurang jika posisi setengah duduk dan diusap-usap. Demamnya pun tidak pernah turun, selalu > 38⁰C setiap hari. Klien juga merasa lemas, cepat lelah, pusing, tidak bisa tidur, tidak nafsu makan, tidak bisa beraktifitas apapun, semuanya dibantu anak/keluarganya, dan dilakukan diatas tempat tidur. Makan hanya 4-5 sendok setiap makan, minum 2-3 gelas (@200-300 cc). Klien mengatakan tidak tau lagi harus berbuat apa untuk mengurangi kondisinya. Klien mengatakan ia hanya bisa menjalani terapi saat ini yg diberikan dokter dan tetap berdoa sama Tuhan. Klien selalu menggunakan kursi roda jika ingin keluar dari kamar atau berjalan. Ny. Werda sebelumnya didiagnosis glomerulonefritis kronis lima tahun lalu dan berkembang menjadi ESRD selama satu tahun lalu. Klien mengalami hipertensi, anemia, restless leg sejak saat itu. Orangtuanya telah meninggal dunia karena stroke dan hipertensi. Klien tinggal bersama suaminya (Tn. Romo usia 55 th) dan dua anaknya. Setiap kali dirawat, klien didampingi anaknya. Klien mengatakan ingin sehat lagi, tidak mau menyusahkan orang lain. Anaknya mengatakan ibunya tidak lagi bekerja seperti dulu. Klien tinggal di rumah sejak setahun yang lalu. Klien selalu marah-marah, menangis di rumah, sering tidak tidur seharian dan makan apa saja yang dia mau. Padahal anak-anak sudah menyiapkan makan/minum diet khusus ibunya tetapi tidak mau dimakan. Keluarga menjadi bingung mengatur ibunya. Klien ditemani pembantu jika anak-anaknya bekerja. Hasil pemeriksaan saat ini: SaO2 97%,T 39,1 °C, HR 104 kali/menit, RR 16 kali/menit ireguler dan dangkal, TD 145/87 mmHg. BB: 66,8 Kg TB=149 cm. Kesadaran compos mentis. Tampak sakit berat, lemah, tidak ada kejang, seluruh tubuh teraba hangat dan pucat. Kepala dan wajah simetris, bersih, tidak ada luka, tidak ada edema wajah atau periorbital atau anasarka, tidak ada hematoma. Rambut tipis berwarna coklat. Mata simetris, konjungtiva anemis, sklera ikterik, palpebra tidak edema, refleks pupil positif, refleks mengedip positif. Hidung simetris, tidak ada kelainan, tidak terdapat, tidak terdapat pernafasan cuping hidung. Bibir dan membran mukosa mulut pucat, simetris, tidak ada stomatitis, saliva positif, gigi utuh, halitosis, refleks menelan positif, refleks muntah positif. Telinga bersih dan simetris, refleks startle positif. Leher simetris, tidak ada kelaianan, pergerakan leher aktif. Denyut nadi karotis teraba kencang dan reguler. Dada simetris, terdapat retraksi dada minimal, bentuk dada silindris. Mamae tidak ada kelainan. Bunyi paru terdengar ronchi pada lobus paru bawah dextra, jenis pernafasan yaitu dada, abdomen. Tidak terdapat krepitasi. BJ I lub, BJ II tunggal, tidak ada bunyi jantung tambahan.. Detak jantung apeks terdapat di ICS 3 sinistra garis midclavicular. Abdomen tegang, ada Nyeri tekan periumbilikal, tidak tampak pembuluh darah, bising usus 6 kali/menit, tidak ada splenomegali dan hepatomegali, terdapat striae. Eritema dan eksudat kuning krem di sekitar tempat keluarnya kateter peritoneal dialisis . Efluen dialisat berwarna kuning keruh. Genitalia bersih dan tidak ada kelainan. Ekstrimitas atas dan bawah lengkap. Kekuatan otot seluruh ekstrimitas 3. Tidak Terdapat clubbing finger pada seluruh estrimitas. CRT 4 detik. Restless legs syndrom positif pada ekstrmitas bawah. Tidak ada hematoma, edema dan trombhoplebitis. Punggung dan Vertebra utuh dan simetris. Kulit kering, bersisik dan tampak pruritus pada esktrimitas bawah. Anal bersih dan tidak ada kelaianan. Refleks anal positif. Refleks patela positif, refleks bruzinkzi negarif, refleks babinski negatif, Denyut nadi popliteal teraba kecil dan ireguler. Terpasang IVFD D5 18 tpm, terpasang kanul nasal 3 liter/menit, Hasil Kultur efluen peritoneal : Lab Results Reference range BUN 46 mg/dL 10-20 mg/dL Creatinine (Serum) 10.7 mg/dL 0.9 to 1.4 mg/dL C-reactive protein 61.5 mg/L. < 1.0 mg/dL Albumin 3.7 g/L 3.4 to 5.4 g/dL Potassium (serum) 5.86 mEq/L 3.5 to 5 mEq/L Sodium (serum) 144 mEq/L 135 to 145 mEq/L Calcium 7.9 mg/dL 8.6 to 10.3 mg/dL Phosphorous 5.8 mg/dL 2.8 to 4.5 mg/dL Hemoglobin 10.6 g/dL Females:12-16 g/dL Hematocrit 31% Females: 35-47% Serum WBC 14.22 × 109 cells/L 4.5 – 10.5 x 103 cells/mm3 Serum Neutrophils 89.8% 55-70% Dialysate WBC 483 cells/μL Few Dialysate polymorphonuclear cells 63% Few Selama dirawat, klien diukur BB dan IMT setiap hari, ukur tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali, perawatan tempat kateter peritoneal dialysis setiap hari, penggantian dialysate, terapi Gentamicin intraperitoneal, Epoetin alfa injections, dan Calcium carbonate pada makanan. Klien dan keluarga juga diberi edukasi, pendampingan spiritual, konseling.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi ESRD pada blok asuhan keperawatan paliatif:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit ESRD
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, kelelahan, dan penurunan fungsi tubuh akibat ESRD
3. Risiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit ESRD dan prosedur dialisis
4. Gangguan tidur berhubungan dengan nyeri, kecemasan, dan ketidaknyamanan akibat ESRD
5. Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan proses dialisis
6. Risiko malnutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, dan keterbatasan asupan nutrisi akibat ESRD
Penjelasan Singkat:
1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit ESRD
- SDKI: Nyeri Kronis
- SLKI: Kontrol Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, kelelahan, dan penurunan fungsi tubuh akibat ESRD
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- SLKI: Peningkatan Aktivitas
- SIKI: Manajemen Aktivitas
3. Risiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit ESRD dan prosedur dialisis
- SDKI: Risiko Infeksi
- SLKI: Pencegahan Infeksi
- SIKI: Manajemen Infeksi
4. Gangguan tidur berhubungan dengan nyeri, kecemasan, dan ketidaknyamanan akibat ESRD
- SDKI: Gangguan Tidur
- SLKI: Peningkatan Tidur
- SIKI: Manajemen Tidur
5. Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan fungsi ginjal dan proses dialisis
- SDKI: Defisit Volume Cairan
- SLKI: Keseimbangan Cairan
- SIKI: Manajemen Cairan
6. Risiko malnutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, dan keterbatasan asupan nutrisi akibat ESRD
- SDKI: Risiko Malnutrisi
- SLKI: Pemenuhan Nutrisi
- SIKI: Manajemen Nutrisi
Pada kasus ini, pasien mengalami ESRD dengan berbagai komplikasi yang memerlukan asuhan keperawatan paliatif untuk mengelola gejala, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan dukungan spiritual serta psikologis bagi pasien dan keluarga.