Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 8722 | 12 Dec 2024
Klinis : Seorang perempuan, umur 25 tahun, melahirkan bayi perempuan 4 hari yang lalu dengan umur kehamilan 37 minggu dan berat badan lahir :2400 gr. Hasil pengkajian : bayi mengigil, kulit teraba dingin, lemak subcutan sedikit, kulit tipis, dasar kuku sianotik, dan merintih Apakah masalah keperawatan pada kasus tersebut??
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Berdasarkan gejala yang dipaparkan, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah "Ketidakseimbangan Suhu Tubuh" (00005). Hal ini ditunjukkan dengan adanya gejala-gejala seperti bayi mengigil, kulit teraba dingin, lemak subcutan sedikit, kulit tipis, dan dasar kuku sianotik. Kondisi ini menunjukkan adanya penurunan suhu tubuh bayi.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan bayi dapat mencapai luaran/output berikut:
1. Suhu Tubuh Dalam Rentang Normal (0007): Bayi menunjukkan suhu tubuh dalam rentang 36,5-37,5°C.
2. Perfusi Jaringan Perifer Adekuat (0407): Bayi menunjukkan adanya sirkulasi perifer yang adekuat, ditandai dengan warna kulit yang normal dan tidak sianosis.
3. Kenyamanan Fisik Membaik (1004): Bayi menunjukkan tanda-tanda kenyamanan fisik yang meningkat, seperti tidur nyenyak dan tidak merintih.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, diperlukan intervensi keperawatan sebagai berikut:
1. Manajemen Suhu Tubuh (3900):
a. Pantau suhu tubuh bayi secara berkala.
b. Pertahankan lingkungan yang hangat dengan menggunakan inkubator atau selimut hangat.
c. Berikan pakaian yang sesuai untuk menjaga kehangatan tubuh bayi.
d. Hindari paparan bayi terhadap lingkungan yang dingin.
2. Perawatan Kulit (3584):
a. Lakukan perawatan kulit secara lembut dan hati-hati untuk menjaga integritas kulit.
b. Hindari penggunaan alkohol atau zat kimia yang dapat mengiritasi kulit bayi.
c. Lakukan moisturisasi pada kulit bayi untuk menjaga kelembaban.
3. Manajemen Nyeri (1400):
a. Identifikasi tanda-tanda nyeri pada bayi, seperti merintih.
b. Berikan tindakan non-farmakologis untuk mengurangi nyeri, seperti posisi nyaman, pemberian ASI, atau stimulasi taktil yang lembut.
c. Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik, jika diperlukan.
Penjelasan rinci dan terperinci:
Diagnosa keperawatan "Ketidakseimbangan Suhu Tubuh" dipilih karena gejala-gejala yang ditunjukkan oleh bayi, seperti mengigil, kulit teraba dingin, dan sianosis pada dasar kuku, mengarah pada penurunan suhu tubuh. Kondisi ini perlu segera ditangani untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
Luaran/output yang diharapkan meliputi: (1) Suhu Tubuh Dalam Rentang Normal, untuk memastikan bayi mempertahankan suhu tubuh yang sesuai; (2) Perfusi Jaringan Perifer Adekuat, untuk menjaga sirkulasi perifer yang baik; dan (3) Kenyamanan Fisik Membaik, untuk meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan bayi.
Intervensi keperawatan yang diperlukan mencakup: (1) Manajemen Suhu Tubuh, untuk menjaga lingkungan yang hangat dan mencegah kehilangan panas pada bayi; (2) Perawatan Kulit, untuk menjaga integritas dan kelembaban kulit bayi; dan (3) Manajemen Nyeri, untuk mengurangi rasa tidak nyaman yang dialami bayi.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan bayi dapat mencapai luaran/output yang diharapkan dan memulihkan keseimbangan suhu tubuhnya. -
Article No. 8723 | 12 Dec 2024
Klinis : Seorang perempuan, umur 25 tahun, melahirkan bayi perempuan 4 hari yang lalu dengan umur kehamilan 37 minggu dan berat badan lahir :2400 gr. Hasil pengkajian : bayi mengigil, kulit teraba dingin, lemak subcutan sedikit, kulit tipis, dasar kuku sianotik, dan merintih Apakah masalah keperawatan pada kasus tersebut??
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kasus yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
Hipotermi neonatus
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Hipotermi neonatus didefinisikan sebagai penurunan suhu tubuh di bawah 36,5°C pada bayi baru lahir yang dapat disebabkan oleh paparan lingkungan yang dingin, nutrisi yang tidak adekuat, atau masalah medis lainnya.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan hipotermi neonatus antara lain stabilitas suhu tubuh, perfusi jaringan yang adekuat, dan tidak adanya tanda-tanda distress pernapasan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hipotermi neonatus meliputi menjaga lingkungan hangat, memberikan pakaian yang sesuai, mempertahankan kontak kulit ke kulit dengan ibu (kangaroo care), dan pemberian nutrisi yang adekuat.
Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, yaitu bayi dengan gejala mengigil, kulit dingin, lemak subcutan sedikit, kulit tipis, dan merintih, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah hipotermi neonatus. Perawat harus segera melakukan intervensi untuk menstabilkan suhu tubuh bayi dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi. -
Article No. 8724 | 12 Dec 2024
Klinis : Seorang perempuan, usia 21 tahun G1P1A0, post SC hari ke dua rawat gabung dengan bayinya mengeluh ASI hanya keluar sedikit sehingga ibu jarang menyusui. Hasil pemeriksaan fisik : TFU 1 jari bawah pusat, kontraksi baik. Bayi sehat, BBL 2600 gr, reflex hisap dan menelan baik Apakah intervensi keperawatan yang tepat pada kasus tersebut?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk kasus yang diberikan.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi pasien tersebut adalah: Ketidakefektifan Menyusui (00104). Diagnosa ini dipilih karena pasien mengeluhkan ASI yang hanya keluar sedikit sehingga ibu jarang menyusui. Ketidakefektifan Menyusui (00104) didefinisikan sebagai "Ketidakmampuan bayi untuk mengisap ASI yang memadai untuk memproduksi jumlah ASI yang cukup".
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Luaran yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan adalah:
a. Peningkatan Produksi ASI (1004): Pasien mampu memproduksi ASI yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya.
b. Peningkatan Durasi Menyusui (1805): Pasien mampu menyusui bayinya dengan durasi yang tepat.
c. Kepuasan Ibu terhadap Menyusui (1806): Pasien merasa puas dengan proses menyusui bayinya.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
a. Manajemen Laktasi (6870):
- Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin, minimal 8-12 kali per hari.
- Bantu ibu dalam teknik menyusui yang benar, seperti posisi ibu dan bayi, perlekatan, dan pengisapan yang efektif.
- Ajarkan ibu untuk mengompres payudara dengan air hangat sebelum menyusui untuk merangsang produksi ASI.
- Evaluasi produksi ASI ibu dan kemajuan pertumbuhan bayi.
b. Dukungan Pemberian ASI Eksklusif (6960):
- Edukasikan kepada ibu tentang manfaat ASI eksklusif dan dampak pemberian susu formula.
- Dorong dan motivasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama.
- Libatkan keluarga dalam mendukung pemberian ASI eksklusif.
c. Konseling Laktasi (6870):
- Berikan informasi dan konseling terkait proses laktasi, masalah yang mungkin timbul, dan cara mengatasi masalah tersebut.
- Bantu ibu untuk mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor yang menghambat produksi ASI.
- Kaji pemahaman ibu tentang proses menyusui dan berikan umpan balik yang konstruktif.
Penjelasan rinci:
Pasien pada kasus ini adalah seorang perempuan berusia 21 tahun, G1P1A0, post SC hari kedua yang mengeluh ASI hanya keluar sedikit sehingga ibu jarang menyusui. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan TFU 1 jari bawah pusat dan kontraksi baik. Bayi sehat, BBL 2600 gr, reflek hisap dan menelan baik.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai adalah Ketidakefektifan Menyusui (00104) karena pasien mengeluhkan ASI yang hanya keluar sedikit sehingga ibu jarang menyusui. Luaran yang diharapkan adalah Peningkatan Produksi ASI (1004), Peningkatan Durasi Menyusui (1805), dan Kepuasan Ibu terhadap Menyusui (1806).
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran adalah Manajemen Laktasi (6870), Dukungan Pemberian ASI Eksklusif (6960), dan Konseling Laktasi (6870). Intervensi-intervensi ini bertujuan untuk membantu ibu meningkatkan produksi ASI, memperbaiki teknik menyusui, dan memberikan dukungan serta edukasi terkait proses laktasi dan manfaat ASI eksklusif.
Dengan penerapan asuhan keperawatan yang tepat, diharapkan pasien dapat memproduksi ASI yang cukup, menyusui bayinya dengan durasi yang tepat, dan merasa puas dengan proses menyusui, sehingga dapat memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama. -
Article No. 8725 | 12 Dec 2024
Klinis : Seorang Perempuan, 22 tahun, di ruang nifas, melahirkan 8 jam yang lalu. Pasien mengeluh nyeri perut, keluar darah pervaginam, pusing. Hasil pemeriksaan uterus lembek, kontraksi lemah, keluar darah pervaginam lebih dari 500 ml, terdapat luka episiotomy, TTV TD: 100/80 mmHg, frekuensi Nafas : 24 x/mnt, suhu: 36 C. Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus tersebut ??
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
1. Perdarahan Pasca Persalinan
- Definisi: Perdarahan berlebihan dari traktus genetalia setelah kelahiran bayi.
- Penyebab: Kontraksi uterus yang tidak adekuat, retensio plasenta, laserasi jalan lahir, dan faktor lain.
- Tanda dan Gejala: Uterus lembek, perdarahan pervaginam, pusing, dan tanda-tanda hipovolemik.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Kontrol Perdarahan
- Definisi: Kemampuan untuk mempertahankan volume cairan tubuh yang adekuat dan untuk mencegah atau mengendalikan perdarahan.
- Kriteria Hasil:
a. Kecepatan aliran darah pervaginam menurun
b. Tidak ada tanda-tanda syok
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal
d. Uterus berkontraksi dengan baik
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Pemantauan Perdarahan
- Definisi: Pengumpulan dan analisis data tentang jumlah, kecepatan, dan karakteristik perdarahan.
- Aktivitas:
a. Identifikasi sumber perdarahan
b. Ukur jumlah perdarahan dengan kasa atau pembalut
c. Pantau tanda-tanda vital secara berkala
d. Dokumentasikan jumlah, warna, dan konsistensi perdarahan
2. Manajemen Perdarahan
- Definisi: Tindakan untuk mencegah atau mengendalikan perdarahan.
- Aktivitas:
a. Lakukan masase uterus untuk merangsang kontraksi
b. Berikan oksitosin sesuai instruksi
c. Lakukan kompresi abdomen untuk mencegah perdarahan
d. Lakukan penjahitan episiotomi jika perlu
3. Edukasi Pencegahan Perdarahan
- Definisi: Penyampaian informasi tentang cara mencegah atau mengendalikan perdarahan.
- Aktivitas:
a. Jelaskan penyebab dan gejala perdarahan pasca persalinan
b. Ajarkan teknik masase uterus
c. Anjurkan untuk segera melaporkan perdarahan berlebihan
Penjelasan:
Diagnosa keperawatan yang tepat untuk kondisi pasien adalah Perdarahan Pasca Persalinan karena pasien menunjukkan tanda-tanda perdarahan berlebihan, seperti uterus lembek, perdarahan pervaginam lebih dari 500 ml, dan tanda-tanda hipovolemik (pusing).
Luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan adalah Kontrol Perdarahan, yang meliputi kemampuan untuk mempertahankan volume cairan tubuh yang adekuat dan mencegah atau mengendalikan perdarahan.
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran tersebut adalah Pemantauan Perdarahan, Manajemen Perdarahan, dan Edukasi Pencegahan Perdarahan. Tindakan-tindakan ini bertujuan untuk mengidentifikasi sumber perdarahan, mengendalikannya, dan mencegah terjadinya perdarahan yang berlebihan lebih lanjut. -
Article No. 8726 | 12 Dec 2024
Klinis : Seorang Perempuan, 22 tahun, di ruang nifas, melahirkan 8 jam yang lalu. Pasien mengeluh nyeri perut, keluar darah pervaginam, pusing. Hasil pemeriksaan uterus lembek, kontraksi lemah, keluar darah pervaginam lebih dari 500 ml, terdapat luka episiotomy, TTV TD: 100/80 mmHg, frekuensi Nafas : 24 x/mnt, suhu: 36 C. Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus tersebut ??
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat senior, saya akan memberikan analisis kondisi pasien dan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien adalah seorang perempuan berusia 22 tahun yang baru melahirkan 8 jam yang lalu di ruang nifas. Pasien mengeluh nyeri perut, keluar darah pervaginam, dan pusing. Hasil pemeriksaan menunjukkan uterus yang lembek, kontraksi yang lemah, perdarahan pervaginam lebih dari 500 ml, adanya luka episiotomi, serta tanda-tanda vital yang tidak stabil (TD 100/80 mmHg, frekuensi napas 24 kali/menit, suhu 36°C).
Diagnosa keperawatan yang paling sesuai dengan kondisi pasien ini adalah:
1. Perdarahan Postpartum (SDKI)
Definisi: Kehilangan darah yang berlebihan dari saluran genital setelah kelahiran bayi, baik segera maupun dalam 24-48 jam berikutnya.
Gejala dan tanda: Perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml, uterus yang lembek, kontraksi uterus yang lemah.
2. Nyeri Akut (SDKI)
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
Gejala dan tanda: Pasien mengeluh nyeri perut.
3. Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital (SDKI)
Definisi: Perubahan tanda-tanda vital yang melebihi batas normal, yang dapat mengancam kesehatan.
Gejala dan tanda: TD 100/80 mmHg, frekuensi napas 24 kali/menit, suhu 36°C.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan SLKI dan SIKI meliputi:
- Pemantauan tanda-tanda vital secara berkala
- Pemberian oksigen
- Pengelolaan perdarahan
- Pemberian analgesik untuk mengatasi nyeri
- Edukasi dan dukungan emosional bagi pasien
Dengan penatalaksanaan yang tepat dan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya, diharapkan pasien dapat segera pulih dan kembali ke kondisi yang stabil. -
Article No. 8727 | 12 Dec 2024
Klinis : Seorang Perempuan, 22 tahun, di ruang nifas, melahirkan 8 jam yang lalu. Pasien mengeluh nyeri perut, keluar darah pervaginam, pusing. Hasil pemeriksaan uterus lembek, kontraksi lemah, keluar darah pervaginam lebih dari 500 ml, terdapat luka episiotomy, TTV TD: 100/80 mmHg, frekuensi Nafas : 24 x/mnt, suhu: 36 C. Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus tersebut ??
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci terkait dengan kasus yang Anda berikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
1. Perdarahan pasca persalinan berhubungan dengan atonia uteri, luka episiotomi, dan kontraksi uterus yang lemah, ditandai dengan perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Perdarahan terkendali: Pasien tidak mengalami perdarahan yang melebihi 500 ml dan kondisi hemodinamik stabil.
2. Rasa nyaman: Pasien melaporkan nyeri perut berkurang dan tidak ada rasa pusing.
3. Pengetahuan tentang perawatan diri: Pasien dapat menjelaskan tanda-tanda perdarahan dan komplikasi yang perlu diperhatikan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Pantau tanda-tanda vital dan perdarahan pervaginam secara teratur.
2. Berikan oksigen sesuai kebutuhan untuk mempertahankan saturasi oksigen.
3. Berikan obat-obatan uterotonika (misalnya oksitosin, ergometrin) sesuai instruksi dokter untuk meningkatkan kontraksi uterus.
4. Lakukan kompresi uterus secara manual untuk menstimulasi kontraksi uterus.
5. Pasang pembalut wanita yang bersih dan serap untuk menghentikan perdarahan.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk melakukan tindakan lanjutan jika perdarahan tidak terkendali.
7. Berikan analgesik (misalnya parasetamol) untuk mengurangi nyeri perut.
8. Ajarkan pasien tentang tanda-tanda perdarahan dan komplikasi yang perlu diperhatikan, serta langkah-langkah perawatan diri.
9. Berikan dukungan emosional dan psikologis kepada pasien dan keluarga.
Penjelasan:
1. Diagnosa keperawatan "Perdarahan pasca persalinan" dipilih karena pasien mengalami perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml, disertai uterus yang lembek dan kontraksi yang lemah. Hal ini sesuai dengan definisi perdarahan pasca persalinan.
2. Luaran yang diharapkan adalah pengendalian perdarahan, kenyamanan pasien, dan peningkatan pengetahuan pasien tentang perawatan diri. Hal ini bertujuan untuk mencegah komplikasi yang dapat terjadi akibat perdarahan dan memastikan pasien dapat melakukan perawatan diri dengan baik.
3. Intervensi keperawatan yang diberikan bertujuan untuk mengendalikan perdarahan, mengurangi nyeri, dan meningkatkan pengetahuan pasien. Pemantauan tanda-tanda vital, pemberian oksigen, obat-obatan uterotonika, kompresi uterus, dan kolaborasi dengan dokter merupakan intervensi utama untuk mengendalikan perdarahan. Pemberian analgesik dan edukasi kepada pasien juga penting untuk meningkatkan kenyamanan dan pengetahuan pasien. -
Article No. 8728 | 12 Dec 2024
Klinis : Seorang Perempuan, 22 tahun, di ruang nifas, melahirkan 8 jam yang lalu. Pasien mengeluh nyeri perut, keluar darah pervaginam, pusing. Hasil pemeriksaan uterus lembek, kontraksi lemah, keluar darah pervaginam lebih dari 500 ml, terdapat luka episiotomy, TTV TD: 100/80 mmHg, frekuensi Nafas : 24 x/mnt, suhu: 36 C. Apakah masalah keperawatan yang tepat pada kasus tersebut ??
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, dapat diidentifikasi bahwa pasien mengalami kondisi berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: O72.1
- Deskripsi: Perdarahan postpartum segera
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 75.94
- Deskripsi: Pemantauan uterus, postpartum
Penjelasan detail:
Pasien, seorang perempuan berusia 22 tahun, yang baru saja melahirkan 8 jam yang lalu, mengeluhkan nyeri perut, perdarahan pervaginam, dan pusing. Hasil pemeriksaan menunjukkan uterus yang lembek dengan kontraksi yang lemah, serta keluaran darah pervaginam yang melebihi 500 ml. Kondisi ini sesuai dengan diagnosis Perdarahan postpartum segera (kode ICD-10 O72.1).
Perdarahan postpartum segera adalah perdarahan abnormal yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran. Kondisi ini dapat disebabkan oleh atonia uteri (uterus yang tidak berkontraksi dengan baik), retensio plasenta, atau laserasi jalan lahir, seperti luka episiotomi yang terlihat pada pasien.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah pemantauan uterus, postpartum (kode ICD-9-CM 75.94), yang meliputi pemeriksaan kontraksi uterus, perdarahan, dan tanda-tanda vital secara berkala untuk memastikan pemulihan yang baik.
Masalah keperawatan yang tepat pada kasus ini adalah:
1. Risiko perdarahan yang berhubungan dengan atonia uteri, retensio plasenta, atau laserasi jalan lahir.
2. Nyeri yang berhubungan dengan kontraksi uterus dan luka episiotomi.
3. Pusing yang berhubungan dengan hipovolemia akibat perdarahan.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
- Pemantauan tanda vital, kontraksi uterus, dan perdarahan secara berkala.
- Pemberian oksitosik untuk meningkatkan kontraksi uterus.
- Pemberian cairan intravena untuk mengatasi hipovolemia.
- Pemberian analgetik untuk mengatasi nyeri.
- Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai kondisi dan tatalaksananya.
Dengan penatalaksanaan yang tepat, diharapkan pasien dapat pulih dengan baik dari kondisi perdarahan postpartum segera yang dialaminya. -
Article No. 8729 | 12 Dec 2024
Klinis : Seorang perempuan, umur 30 tahun, melahirkan bayi laki-laki 2 hari yang lalu dengan umur kehamilan 36 minggu dan berat badan lahir :2400 gr. Hasil pengkajian: bayi mengigil, kulit teraba dingin, lemak subcutan sedikit, kulit tipis, dasar kuku sianotik, dan merintih. Apakah pengkajian selanjutnya yang dilakukan perawat pada kasus tersebut??
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Ibu. Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosis keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kasus yang Ibu sampaikan.
1. Diagnosis Keperawatan SDKI yang sesuai:
Berdasarkan kondisi yang Ibu paparkan, diagnosis keperawatan yang sesuai adalah "Hipotermia" (SDKI, 2017). Pada kasus ini, bayi mengalami kondisi di mana suhu tubuhnya di bawah normal, ditandai dengan gejala seperti menggigil, kulit teraba dingin, lemak subcutan yang sedikit, kulit tipis, dasar kuku sianotik, dan merintih.
2. Pengkajian Selanjutnya:
Setelah menetapkan diagnosis keperawatan, perawat selanjutnya perlu melakukan pengkajian yang lebih komprehensif, antara lain:
a. Melakukan pengukuran suhu tubuh bayi secara akurat.
b. Menilai tanda-tanda vital lain, seperti denyut nadi, frekuensi napas, dan tekanan darah.
c. Mengkaji lebih lanjut tanda-tanda klinis hipotermia, seperti aktivitas, responsivitas, dan warna kulit.
d. Menggali riwayat persalinan dan faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab hipotermia pada bayi (misalnya, prematuritas, kelahiran di lingkungan yang dingin, dll.).
e. Mengevaluasi asupan nutrisi dan cairan bayi.
f. Memeriksa tanda-tanda infeksi atau komplikasi lain yang mungkin terjadi.
3. Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan bayi dapat mencapai luaran/output berikut:
a. Suhu tubuh bayi kembali normal (36,5-37,5°C).
b. Tanda-tanda vital bayi dalam batas normal.
c. Bayi tidak menggigil dan terlihat lebih nyaman.
d. Warna kulit bayi normal, tidak sianosis.
e. Bayi dapat menyusu dengan baik dan asupan nutrisi serta cairan terpenuhi.
f. Tidak ada tanda-tanda infeksi atau komplikasi lain.
4. Intervensi Keperawatan (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, perawat dapat melakukan intervensi keperawatan berikut:
a. Mempertahankan suhu lingkungan yang optimal (suhu ruangan 24-26°C) dengan menggunakan inkubator atau selimut hangat.
b. Melakukan pemanasan aktif pada bayi, seperti menggunakan botol air hangat atau lampu penghangat.
c. Memantau suhu tubuh bayi secara berkala dan melakukan tindakan penanganan segera jika suhu tubuh belum mencapai normal.
d. Mempertahankan posisi bayi untuk memaksimalkan konservasi panas, seperti posisi fleksi dengan ekstremitas terlipat.
e. Memberikan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat sesuai kebutuhan bayi.
f. Mengobservasi tanda-tanda vital dan tanda klinis lain secara ketat.
g. Melakukan pencegahan dan penanganan infeksi, jika diperlukan.
h. Memberikan edukasi dan dukungan kepada keluarga mengenai perawatan bayi dengan hipotermia.
Demikian penjelasan yang dapat saya berikan. Semoga informasi ini dapat membantu Ibu dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal pada bayi dengan hipotermia. Jika ada pertanyaan lain, jangan ragu untuk menanyakannya. -
Article No. 8730 | 12 Dec 2024
Klinis : Seorang pria berusia 87 tahun yang tinggal di rumah dan mandiri dalam aktivitas sehari-harinya mengunjungi rumah sakit dengan keluhan anoreksia. Tiga bulan sebelumnya, pasien mengunjungi rumah sakit dengan keluhan dispnea dan didiagnosis mengalami gagal jantung kongestif. Pasien dipulangkan pada hari ke-14 setelah dirawat dengan perbaikan gejala setelah pemberian furosemid oral dosis 40 mg per hari selama satu minggu. Selama perawatan, pasien mengalami pansitopenia, antibodi antinuklear (nukleus) sebesar 80 kali lipat, dan kadar imunoglobulin G sebesar 2.077 mg/dL; oleh karena itu, pasien diikuti lebih lanjut untuk kecurigaan hepatitis autoimun. Pemeriksaan antibodi antiribonukleoprotein, anti-Sm, dan anti-double-stranded deoxyribonucleic acid menunjukkan hasil negatif. Satu bulan sebelum kunjungan terakhir, pasien dirawat di rumah sakit dengan keluhan anoreksia dan didiagnosis pneumonia bakteri. Pasien diobati dengan seftriakson untuk pneumonia; namun, demam tetap bertahan dan anoreksia tidak membaik. Setelah memeriksa secara menyeluruh kemungkinan penyebab lain dari gejalanya, dicurigai adanya vaskulitis yang dimediasi imun. Pengobatan dimulai dengan prednisolon dosis 50 mg karena kadar komplemen yang rendah dan peningkatan protein urin (C3: 85 mg/dL, C4: 13 mg/dL, estimasi protein urin harian: 15,1 g/1,73 m²). Demam pasien mereda, dan ia dapat makan dengan baik; oleh karena itu, dosis prednisolon diturunkan menjadi 25 mg, dan pasien dipulangkan pada hari ke-13 perawatan. Dosis prednisolon kemudian dikurangi menjadi 10 mg; namun, pasien kembali ke rumah sakit satu minggu kemudian karena asupan makanannya menurun. Riwayat medis pasien meliputi emboli serebral kardiogenik sisi kanan, fibrilasi atrium, gastrektomi karena ulkus lambung, penyakit ginjal kronis, dan aneurisma aorta asendens. Obat-obatan yang digunakan termasuk Obat antikoagulan oral. (30 mg/hari), silodosin (4 mg/hari), empagliflozin (10 mg/hari), spironolakton (25 mg/hari), dan prednisolon (10 mg/hari). Saat tiba di rumah sakit, tanda-tanda vital pasien adalah sebagai berikut: kesadaran sedikit somnolen, suhu 36,3°C, tekanan darah 137/107 mmHg, frekuensi napas 22 kali/menit, denyut nadi 101 kali/menit tidak teratur, dan saturasi oksigen (SpO2) sebesar 95% (udara ruangan). Pemeriksaan fisik tidak menunjukkan kekakuan leher; namun, konjungtiva kelopak mata tampak sedikit pucat, dan vena jugularis tampak distensi. Suara napas berkurang pada sisi dorsal kanan, tetapi tidak ada mengi atau bising jantung. Abdomen datar dan lunak, dengan nyeri tekan pada hipokondrium kanan. Tidak ditemukan edema tungkai, ruam kulit, atau pembengkakan sendi; namun, ditemukan dingin pada ekstremitas perifer. Pemeriksaan darah menunjukkan disfungsi hati dan ginjal serta peningkatan signifikan kadar brain natriuretic peptide (Tabel 1). Tabel 1. Hasil Laboratorium Parameters Level Reference range White blood cells 10.30 3.5–9.1 × 103/μL Neutrophils 93.2 44.0–72.0% Lymphocytes 1.5 18.0–59.0% Monocytes 3.6 0.0–12.0% Eosinophils 0.0 0.0–10.0% Basophils 1.7 0.0–3.0% Red blood cells 4.45 3.76–5.50 × 106/μL Hemoglobin 14.1 11.3–15.2 g/dL Hematocrit 42.7 33.4–44.9% Mean corpuscular volume 95.9 79.0–100.0 fL Platelets 14.4 13.0–36.9 × 104/μL Total protein 6.4 6.5–8.3 g/dL Albumin 3.0 3.8–5.3 g/dL Total bilirubin 2.5 0.2–1.2 mg/dL Direct bilirubin 1.7 0.0–0.4 mg/dL Aspartate aminotransferase 424 8–38 IU/L Alanine aminotransferase 430 4–43 IU/L Alkaline phosphatase 141 106–322 U/L γ-Glutamyl transpeptidase 62 <48 IU/L Lactate dehydrogenase 645 121–245 U/L Blood urea nitrogen 73.6 8–20 mg/dL Creatinine 2.43 0.40–1.10 mg/dL Egfr 20.3 >60.0 mL/min/L Serum Na 130 135–150 mEq/L Serum K 6.0 3.5–5.3 mEq/L Serum Cl 99 98–110 mEq/L Serum Ca 9.4 8.8–10.2 mg/dL CK 85 56–244 U/L CK-MB 3 <5 mg/mL CRP 0.80 <0.30 mg/dL Serum glucose 159 70–110 mg/dL TSH 3.00 0.35–4.94 μIU/mL Free T4 0.9 0.70–1.48 ng/dL Troponin I 0.111 0.000–0.029 ng/mL Brain natriuretic hormone 1360.5 <18.4 Lupus anticoagulant (Silica clotting time ratio) 0.51 <1.16 Anti-cardiolipin antibody <0.4 <12.3 U/mL Urine test Leukocyte Negative Negative Nitrite Negative Negative Protein 2+ Negative Glucose 4+ Negative Urobilinogen Negative Negative Bilirubin Negative Negative Ketone Negative Negative Blood 3+ Negative pH 5.5 5.0–7.5 Pleural effusion pH 7.326 Total protein 1.3 g/dL Lactate dehydrogenase 87 U/L Glucose 125 mg/dL Adenosine deaminase 13.7 U/L Radiografi toraks menunjukkan rasio kardiotoraks sebesar 57%, tanda-tanda kongesti paru, dan permeabilitas paru kanan yang menurun. Ekokardiografi transtorasik menunjukkan fraksi ejeksi ventrikel kiri sekitar 10%, hipokinesis difus, regurgitasi mitral ringan, dan regurgitasi trikuspid, tetapi tidak ditemukan efusi perikardial, stenosis katup aorta, atau bentuk D-shape. Diameter vena cava inferior tampak membesar, tetapi tidak ditemukan perubahan pernapasan. Computed tomography (CT) torakoabdominal menunjukkan efusi pleura bilateral dan sedikit asites, tetapi tidak ditemukan penebalan pleura atau perikardium (Gambar 1). Gambar 1. Computed tomography (CT) torakoabdominal menunjukkan efusi pleura bilateral tanpa adanya penebalan pleura atau perikardium (panah putih). Aorta asendens memiliki diameter pendek 55 mm dan membesar. Tidak ditemukan penebalan atau pembesaran dinding kantong empedu maupun peningkatan densitas jaringan lemak di sekitar kantong empedu, meskipun terdapat batu empedu di dalamnya. Temuan ini menunjukkan diagnosis gagal jantung kongestif berdasarkan kardiomegali, distensi vena jugularis, dan efusi pleura. Tanda-tanda vital pasien stabil, tetapi sirkulasi perifer terasa dingin, dan kadar laktat serum meningkat. Pasien didiagnosis mengalami kegagalan sirkulasi perifer dan syok kardiogenik akibat penurunan tajam pada output jantung. Peningkatan kadar enzim hati dan memburuknya fungsi ginjal dikaitkan dengan kongesti sistem jantung kanan dan gangguan sirkulasi. Dobutamin diberikan untuk meningkatkan output jantung, furosemid untuk kontrol cairan, dan nicardipine digunakan karena tekanan darah yang terus meningkat. Pasien juga memiliki batu empedu dan nyeri pada kuadrisep kanan, sehingga kemungkinan sepsis akibat kolesistitis tidak dapat dikesampingkan; oleh karena itu, tazobactam/piperacillin diberikan. Ekokardiografi dan pengukuran laktat serum dilakukan untuk memantau fraksi ejeksi ventrikel kiri dan kegagalan sirkulasi perifer, serta dosis dobutamin diturunkan pada hari berikutnya. Terapi antimikroba dihentikan pada hari ketujuh setelah kultur darah menunjukkan hasil negatif. Pada hari kedelapan perawatan, dosis prednisolon dikurangi menjadi 7,5 mg; namun, pada hari berikutnya, asupan makanan pasien kembali menurun, dan respons inflamasi meningkat. Kami mempertimbangkan kemungkinan bahwa keadaan vaskulitis kompleks imun yang responsif terhadap steroid menjadi penyebab gejala umum pasien dan meninjau hasil laboratorium sebelumnya. Tes darah sebelum masuk rumah sakit menunjukkan peningkatan 80 kali lipat antibodi antinuklear (nukleolar), leukopenia <4.000/μL, trombositopenia <100.000/μL, protein urin >0,5 g/hari, serta penurunan C3 dan C4, yang memberikan skor 15 poin berdasarkan kriteria klasifikasi European League Against Rheumatism/American College of Rheumatology (EULAR/ACR) 2019. Karena pasien berusia lebih dari 50 tahun dan didiagnosis dengan SLE onset lambat, pada hari ke-16 perawatan, dosis prednisolon dinaikkan menjadi 30 mg. Kadar protein urin dan C-reactive protein (CRP) pasien menurun, dan pengobatan SLE berlangsung tanpa komplikasi. Pasien menjalani terapi nutrisi untuk menangani penurunan asupan makanan dan rehabilitasi untuk mempertahankan serta meningkatkan tingkat aktivitasnya. Pada hari ke-31, pasien dipulangkan ke panti jompo.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) yang sesuai dengan kondisi pasien yang diberikan:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan fungsi kardiovaskular dan penurunan energi, ditandai dengan anoreksia, dispnea, dan peningkatan kelelahan.
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan curah jantung dan gangguan sirkulasi, ditandai dengan ekstremitas perifer yang dingin dan peningkatan kadar laktat serum.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme pengaturan cairan, ditandai dengan penurunan berat badan, edema, dan peningkatan BUN dan kreatinin.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas, ditandai dengan leukopenia, trombositopenia, dan peningkatan CRP.
5. Gangguan sistem imun berhubungan dengan penyakit autoimun, ditandai dengan peningkatan antibodi antinuklear, pansitopenia, dan penurunan C3 dan C4.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Intoleransi Aktivitas:
a. Toleransi Aktivitas: Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan.
b. Energi: Pasien menunjukkan peningkatan energi.
c. Status Nutrisi: Pasien menunjukkan peningkatan status nutrisi.
2. Perfusi Jaringan Perifer:
a. Perfusi Perifer: Pasien menunjukkan peningkatan perfusi perifer.
b. Sirkulasi: Pasien menunjukkan peningkatan sirkulasi.
3. Keseimbangan Cairan:
a. Hidrasi: Pasien menunjukkan status hidrasi yang adekuat.
b. Fungsi Ginjal: Pasien menunjukkan peningkatan fungsi ginjal.
4. Risiko Infeksi:
a. Respons Imun: Pasien menunjukkan peningkatan respons imun.
b. Bebas Infeksi: Pasien bebas dari infeksi.
5. Sistem Imun:
a. Regulasi Imun: Pasien menunjukkan peningkatan regulasi sistem imun.
b. Bebas Gejala Penyakit Autoimun: Pasien bebas dari gejala penyakit autoimun.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Intoleransi Aktivitas:
a. Manajemen Energi: Memantau dan mengatur aktivitas sesuai toleransi pasien, menyediakan alat bantu mobilisasi, dan memberikan latihan fisik secara bertahap.
b. Manajemen Nutrisi: Mengevaluasi status nutrisi, memberikan terapi nutrisi enteral atau parenteral sesuai kebutuhan, dan memantau asupan dan output pasien.
2. Perfusi Jaringan Perifer:
a. Manajemen Sirkulasi: Memantau tanda-tanda vital, mengatur posisi pasien, dan memberikan terapi obat-obatan vasoaktif sesuai indikasi.
b. Manajemen Cairan: Memantau intake dan output cairan, menjaga keseimbangan cairan, dan mengatur pemberian cairan infus.
3. Keseimbangan Cairan:
a. Manajemen Hidrasi: Memantau status hidrasi, mengatur pemberian cairan, dan memfasilitasi asupan cairan oral.
b. Manajemen Fungsi Ginjal: Memantau fungsi ginjal melalui pemeriksaan laboratorium, dan memberikan terapi diuretik sesuai indikasi.
4. Risiko Infeksi:
a. Manajemen Imunologi: Memantau parameter imunologis, dan memberikan terapi imunostimulan atau imunosupresan sesuai indikasi.
b. Manajemen Infeksi: Memantau tanda-tanda infeksi, memberikan terapi antimikroba sesuai indikasi, dan menjaga lingkungan yang bersih.
5. Sistem Imun:
a. Manajemen Autoimun: Memantau parameter autoimun, memberikan terapi imunosupresan sesuai indikasi, dan melakukan konsultasi dengan spesialis reumatologi.
b. Manajemen Gejala Penyakit Autoimun: Memantau tanda dan gejala penyakit autoimun, memberikan terapi simptomatik, dan melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga.
Penjelasan rinci dan terperinci:
Diagnosa keperawatan SDKI dirumuskan berdasarkan kondisi pasien yang mengalami gagal jantung kongestif, penurunan perfusi jaringan perifer, gangguan keseimbangan cairan, risiko infeksi, dan dugaan penyakit autoimun. Luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI) mencakup perbaikan toleransi aktivitas, peningkatan perfusi jaringan perifer, keseimbangan cairan yang adekuat, penurunan risiko infeksi, dan regulasi sistem imun yang membaik. Intervensi keperawatan yang diperlukan (SIKI) terdiri dari manajemen energi, nutrisi, sirkulasi, cairan, imunologi, dan pengelolaan penyakit autoimun. Intervensi-intervensi ini bertujuan untuk mencapai luaran/output yang diharapkan dan mengatasi masalah-masalah keperawatan yang teridentifikasi pada pasien. -
Article No. 8731 | 12 Dec 2024
Klinis : Seorang pria berusia 87 tahun yang tinggal di rumah dan mandiri dalam aktivitas sehari-harinya mengunjungi rumah sakit dengan keluhan anoreksia. Tiga bulan sebelumnya, pasien mengunjungi rumah sakit dengan keluhan dispnea dan didiagnosis mengalami gagal jantung kongestif. Pasien dipulangkan pada hari ke-14 setelah dirawat dengan perbaikan gejala setelah pemberian furosemid oral dosis 40 mg per hari selama satu minggu. Selama perawatan, pasien mengalami pansitopenia, antibodi antinuklear (nukleus) sebesar 80 kali lipat, dan kadar imunoglobulin G sebesar 2.077 mg/dL; oleh karena itu, pasien diikuti lebih lanjut untuk kecurigaan hepatitis autoimun. Pemeriksaan antibodi antiribonukleoprotein, anti-Sm, dan anti-double-stranded deoxyribonucleic acid menunjukkan hasil negatif. Satu bulan sebelum kunjungan terakhir, pasien dirawat di rumah sakit dengan keluhan anoreksia dan didiagnosis pneumonia bakteri. Pasien diobati dengan seftriakson untuk pneumonia; namun, demam tetap bertahan dan anoreksia tidak membaik. Setelah memeriksa secara menyeluruh kemungkinan penyebab lain dari gejalanya, dicurigai adanya vaskulitis yang dimediasi imun. Pengobatan dimulai dengan prednisolon dosis 50 mg karena kadar komplemen yang rendah dan peningkatan protein urin (C3: 85 mg/dL, C4: 13 mg/dL, estimasi protein urin harian: 15,1 g/1,73 m²). Demam pasien mereda, dan ia dapat makan dengan baik; oleh karena itu, dosis prednisolon diturunkan menjadi 25 mg, dan pasien dipulangkan pada hari ke-13 perawatan. Dosis prednisolon kemudian dikurangi menjadi 10 mg; namun, pasien kembali ke rumah sakit satu minggu kemudian karena asupan makanannya menurun. Riwayat medis pasien meliputi emboli serebral kardiogenik sisi kanan, fibrilasi atrium, gastrektomi karena ulkus lambung, penyakit ginjal kronis, dan aneurisma aorta asendens. Obat-obatan yang digunakan termasuk Obat antikoagulan oral. (30 mg/hari), silodosin (4 mg/hari), empagliflozin (10 mg/hari), spironolakton (25 mg/hari), dan prednisolon (10 mg/hari). Saat tiba di rumah sakit, tanda-tanda vital pasien adalah sebagai berikut: kesadaran sedikit somnolen, suhu 36,3°C, tekanan darah 137/107 mmHg, frekuensi napas 22 kali/menit, denyut nadi 101 kali/menit tidak teratur, dan saturasi oksigen (SpO2) sebesar 95% (udara ruangan). Pemeriksaan fisik tidak menunjukkan kekakuan leher; namun, konjungtiva kelopak mata tampak sedikit pucat, dan vena jugularis tampak distensi. Suara napas berkurang pada sisi dorsal kanan, tetapi tidak ada mengi atau bising jantung. Abdomen datar dan lunak, dengan nyeri tekan pada hipokondrium kanan. Tidak ditemukan edema tungkai, ruam kulit, atau pembengkakan sendi; namun, ditemukan dingin pada ekstremitas perifer. Pemeriksaan darah menunjukkan disfungsi hati dan ginjal serta peningkatan signifikan kadar brain natriuretic peptide (Tabel 1). Tabel 1. Hasil Laboratorium Parameters Level Reference range White blood cells 10.30 3.5–9.1 × 103/μL Neutrophils 93.2 44.0–72.0% Lymphocytes 1.5 18.0–59.0% Monocytes 3.6 0.0–12.0% Eosinophils 0.0 0.0–10.0% Basophils 1.7 0.0–3.0% Red blood cells 4.45 3.76–5.50 × 106/μL Hemoglobin 14.1 11.3–15.2 g/dL Hematocrit 42.7 33.4–44.9% Mean corpuscular volume 95.9 79.0–100.0 fL Platelets 14.4 13.0–36.9 × 104/μL Total protein 6.4 6.5–8.3 g/dL Albumin 3.0 3.8–5.3 g/dL Total bilirubin 2.5 0.2–1.2 mg/dL Direct bilirubin 1.7 0.0–0.4 mg/dL Aspartate aminotransferase 424 8–38 IU/L Alanine aminotransferase 430 4–43 IU/L Alkaline phosphatase 141 106–322 U/L γ-Glutamyl transpeptidase 62 <48 IU/L Lactate dehydrogenase 645 121–245 U/L Blood urea nitrogen 73.6 8–20 mg/dL Creatinine 2.43 0.40–1.10 mg/dL Egfr 20.3 >60.0 mL/min/L Serum Na 130 135–150 mEq/L Serum K 6.0 3.5–5.3 mEq/L Serum Cl 99 98–110 mEq/L Serum Ca 9.4 8.8–10.2 mg/dL CK 85 56–244 U/L CK-MB 3 <5 mg/mL CRP 0.80 <0.30 mg/dL Serum glucose 159 70–110 mg/dL TSH 3.00 0.35–4.94 μIU/mL Free T4 0.9 0.70–1.48 ng/dL Troponin I 0.111 0.000–0.029 ng/mL Brain natriuretic hormone 1360.5 <18.4 Lupus anticoagulant (Silica clotting time ratio) 0.51 <1.16 Anti-cardiolipin antibody <0.4 <12.3 U/mL Urine test Leukocyte Negative Negative Nitrite Negative Negative Protein 2+ Negative Glucose 4+ Negative Urobilinogen Negative Negative Bilirubin Negative Negative Ketone Negative Negative Blood 3+ Negative pH 5.5 5.0–7.5 Pleural effusion pH 7.326 Total protein 1.3 g/dL Lactate dehydrogenase 87 U/L Glucose 125 mg/dL Adenosine deaminase 13.7 U/L Radiografi toraks menunjukkan rasio kardiotoraks sebesar 57%, tanda-tanda kongesti paru, dan permeabilitas paru kanan yang menurun. Ekokardiografi transtorasik menunjukkan fraksi ejeksi ventrikel kiri sekitar 10%, hipokinesis difus, regurgitasi mitral ringan, dan regurgitasi trikuspid, tetapi tidak ditemukan efusi perikardial, stenosis katup aorta, atau bentuk D-shape. Diameter vena cava inferior tampak membesar, tetapi tidak ditemukan perubahan pernapasan. Computed tomography (CT) torakoabdominal menunjukkan efusi pleura bilateral dan sedikit asites, tetapi tidak ditemukan penebalan pleura atau perikardium (Gambar 1). Gambar 1. Computed tomography (CT) torakoabdominal menunjukkan efusi pleura bilateral tanpa adanya penebalan pleura atau perikardium (panah putih). Aorta asendens memiliki diameter pendek 55 mm dan membesar. Tidak ditemukan penebalan atau pembesaran dinding kantong empedu maupun peningkatan densitas jaringan lemak di sekitar kantong empedu, meskipun terdapat batu empedu di dalamnya. Temuan ini menunjukkan diagnosis gagal jantung kongestif berdasarkan kardiomegali, distensi vena jugularis, dan efusi pleura. Tanda-tanda vital pasien stabil, tetapi sirkulasi perifer terasa dingin, dan kadar laktat serum meningkat. Pasien didiagnosis mengalami kegagalan sirkulasi perifer dan syok kardiogenik akibat penurunan tajam pada output jantung. Peningkatan kadar enzim hati dan memburuknya fungsi ginjal dikaitkan dengan kongesti sistem jantung kanan dan gangguan sirkulasi. Dobutamin diberikan untuk meningkatkan output jantung, furosemid untuk kontrol cairan, dan nicardipine digunakan karena tekanan darah yang terus meningkat. Pasien juga memiliki batu empedu dan nyeri pada kuadrisep kanan, sehingga kemungkinan sepsis akibat kolesistitis tidak dapat dikesampingkan; oleh karena itu, tazobactam/piperacillin diberikan. Ekokardiografi dan pengukuran laktat serum dilakukan untuk memantau fraksi ejeksi ventrikel kiri dan kegagalan sirkulasi perifer, serta dosis dobutamin diturunkan pada hari berikutnya. Terapi antimikroba dihentikan pada hari ketujuh setelah kultur darah menunjukkan hasil negatif. Pada hari kedelapan perawatan, dosis prednisolon dikurangi menjadi 7,5 mg; namun, pada hari berikutnya, asupan makanan pasien kembali menurun, dan respons inflamasi meningkat. Kami mempertimbangkan kemungkinan bahwa keadaan vaskulitis kompleks imun yang responsif terhadap steroid menjadi penyebab gejala umum pasien dan meninjau hasil laboratorium sebelumnya. Tes darah sebelum masuk rumah sakit menunjukkan peningkatan 80 kali lipat antibodi antinuklear (nukleolar), leukopenia <4.000/μL, trombositopenia <100.000/μL, protein urin >0,5 g/hari, serta penurunan C3 dan C4, yang memberikan skor 15 poin berdasarkan kriteria klasifikasi European League Against Rheumatism/American College of Rheumatology (EULAR/ACR) 2019. Karena pasien berusia lebih dari 50 tahun dan didiagnosis dengan SLE onset lambat, pada hari ke-16 perawatan, dosis prednisolon dinaikkan menjadi 30 mg. Kadar protein urin dan C-reactive protein (CRP) pasien menurun, dan pengobatan SLE berlangsung tanpa komplikasi. Pasien menjalani terapi nutrisi untuk menangani penurunan asupan makanan dan rehabilitasi untuk mempertahankan serta meningkatkan tingkat aktivitasnya. Pada hari ke-31, pasien dipulangkan ke panti jompo.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang dideskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI):
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Gangguan Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan makan akibat anoreksia dan penurunan asupan makanan.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung dan disfungsi kardiovaskular.
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi perifer.
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan pansitopenia dan penurunan imunitas.
5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis akibat gagal jantung kongestif dan kondisi medis lainnya.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Gangguan Nutrisi:
- Asupan Nutrisi: Pasien dapat mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi.
- Status Nutrisi: Pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan mempertahankan komposisi tubuh yang sehat.
2. Intoleransi Aktivitas:
- Toleransi Aktivitas: Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan bantuan minimal.
- Energi: Pasien menunjukkan peningkatan kekuatan dan daya tahan untuk melakukan aktivitas.
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer:
- Sirkulasi Perifer: Pasien menunjukkan perbaikan pada suhu, warna, dan pengisian kapiler ekstremitas.
- Oksigenasi Jaringan: Pasien menunjukkan peningkatan kadar oksigen jaringan.
4. Risiko Infeksi:
- Pemulihan dari Infeksi: Pasien terbebas dari infeksi selama perawatan.
- Respons Imun: Pasien menunjukkan peningkatan respons imun yang ditandai dengan peningkatan jumlah sel darah putih.
5. Kelelahan:
- Manajemen Energi: Pasien dapat mengatur aktivitas dan istirahat sehingga dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
- Partisipasi dalam Aktivitas: Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Gangguan Nutrisi:
- Manajemen Nutrisi: Memberikan asupan nutrisi sesuai kebutuhan pasien, memantau asupan dan output cairan, serta kolaborasi dengan ahli gizi.
- Peningkatan Nutrisi: Memberikan informasi dan edukasi tentang gizi yang seimbang, serta membantu pasien meningkatkan asupan makanan.
2. Intoleransi Aktivitas:
- Manajemen Aktivitas: Mengatur dan membantu pasien melakukan aktivitas sesuai toleransinya, serta menerapkan teknik konservasi energi.
- Fasilitasi Aktivitas: Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan toleransi aktivitas melalui rehabilitasi dan latihan.
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer:
- Manajemen Sirkulasi: Memantau tanda-tanda vital, mengatur posisi pasien, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk meningkatkan perfusi jaringan.
- Manajemen Oksigenasi: Memberikan oksigen dan memantau saturasi oksigen.
4. Risiko Infeksi:
- Manajemen Infeksi: Memantau tanda-tanda infeksi, melakukan perawatan luka, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penanganan infeksi.
- Peningkatan Imunitas: Memfasilitasi peningkatan respons imun melalui edukasi, intervensi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.
5. Kelelahan:
- Manajemen Energi: Mengatur dan membantu pasien dalam melakukan aktivitas dan istirahat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
- Fasilitasi Aktivitas: Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan toleransi aktivitas melalui rehabilitasi dan latihan.
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Gangguan Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan makan akibat anoreksia dan penurunan asupan makanan.
- Pasien mengalami penurunan nafsu makan (anoreksia) yang menyebabkan penurunan asupan makanan dan risiko malnutrisi.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung dan disfungsi kardiovaskular.
- Pasien mengalami penurunan curah jantung dan disfungsi kardiovaskular akibat gagal jantung kongestif, yang menyebabkan keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi perifer.
- Pasien mengalami gangguan sirkulasi perifer yang ditandai dengan ekstremitas terasa dingin, menunjukkan adanya kegagalan sirkulasi perifer.
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan pansitopenia dan penurunan imunitas.
- Pasien mengalami pansitopenia (penurunan sel darah putih, sel darah merah, dan trombosit) yang meningkatkan risiko infeksi.
5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis akibat gagal jantung kongestif dan kondisi medis lainnya.
- Pasien mengalami penurunan fungsi fisiologis akibat gagal jantung kongestif dan kondisi medis lainnya, yang menyebabkan kelelahan.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Gangguan Nutrisi:
- Asupan Nutrisi: Diharapkan pasien dapat mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi, sehingga dapat mempertahankan atau meningkatkan status nutrisinya.
- Status Nutrisi: Diharapkan pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan mempertahankan komposisi tubuh yang sehat, sebagai indikator perbaikan status nutrisi.
2. Intoleransi Aktivitas:
- Toleransi Aktivitas: Diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan bantuan minimal, menunjukkan peningkatan toleransi aktivitas.
- Energi: Diharapkan pasien menunjukkan peningkatan kekuatan dan daya tahan untuk melakukan aktivitas, sebagai indikator peningkatan energi.
3. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer:
- Sirkulasi Perifer: Diharapkan pasien menunjukkan perbaikan pada su