Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 6928 | 24 Nov 2024
Klinis : Tn. Mahdad pria berusia 58 tahun dirawat di Ruangan rawat inap penyakit Bedah RSU A sejak satu hari yang lalu. Pasien masuk RS melalui UGD karena hematuria total, nyeri difus pada penis, uretroragia, retensi urin kandung kemih yang berhubungan dengan rectorragie dan anemia. Satu minggu sebelum masuk RS, pasien mengatakan mengalami disuria dengan onset yang tertunda dan nokturia yang terdiri dari empat kali elevasi nokturnal. Hal ini menyebabkan pasien tidak puas BAK, inkontinensia urin, tidak bisa tidur nyenyak, tidur 3-4 jam/hari, sering sakit kepala dan tidak lagi bekerja seperti biasanya. Saat disuria, pasien minum air panas, mengompres hangat pada symphisis pubis dan minum obat acetamynophen. Pasien sudah terdiagnosa adenokarsinoma prostat sejak 10 bulan yang lalu. Pada dua bulan terakhir, Pasien tidak pernah kontrol ke dokter dan tidak lagi minum obat-obatan. Pasien mengatakan sudah bosan minum obat terus dan tidak mau kemoterapi. Pasien mengatakan ia melakukan terapi bekam dan akupuntur ke terapis tradiosional sejak 3 bulan terakhir. Hasil Pemeriksaan hari pertama rawat inap didapatkan data sebagai berikut : BB 69 kg, TB 173 cm., , skala nyeri 7-8. Kesadaran compos mentis, tampak bersih, tampak pucat, tampak lemah, tampak sakit sedang, tampak tidur dengan semifowler. Kepala utuh, simetris, sklera ikterik dan tampak lingkaran hallo, konjungtiva anemis. Terpasang nasal kanul dengan O2 3 liter/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung, bunyi paru vesikuler, tidak ada rales, ronchi maupun wheezing, tidak ada retraksi dada, respirasi 24 kali/menit, SaO2 100% dengan oksigen. TD 145/86 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit , suhu tubuh 38,2 C denyut nadi reguler, BJ I lub, BJ II dub, tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada peningkatan JVP, denyut nadi carotis kuat dan reguler, tidak ada hematoma, tidak ada edema, tidak ada varises, tidak ada trombhoplebitis, terpasang IVFD RL 20 gtt di vena radialis dextra. Wajah, bibir, konjungtiva dan akral tampak anemis, CRT 4 detik, tidak ada clubbing finger, akral teraba hangat. Bibir kering dan anemis, tercium halitosis, rongga mulut dan gigi tidak ada kelainan, tonsil tidak teraba, Abdomen datar, tidak ada hepatomegali dan splenomegali, terdapat nyeri tekan area sympbisis pubis dengan skala 2-3, tidak ada nyeri lepas, bising usus 8-9 kali/menit, terdapat nyeri perkusi pada area sekitar umbilical, anus tidak ada kelainan, refleks anus positif. Pada pemeriksaan rektal, adanya volume prostat yang membesar, konsistensi keras, permukaan tidak teratur, skala nyeri 1, pada jari pemeriksa terdapat bercak darah merah dan segar. BAB 2 hari sekali, dengan konsisitensi padat. terdapat Ulserasi bertunas berdiameter sekitar 1 sentimeter (cm) pada sulkus balano-preputial (Gambar dibawah) dan pengerasan badan kavernosa. Tidak ada nanah, tidak ada darah. Pasien mengatakan perih jika terkena air atau urin. Pasien mengatakan sering dioles dengan bethadin. Pasien juga mengatakan tidak lagi berhubungan seks dengan istrinya sejak kondisinya seperti ini. Skrotum dan ttestis tidak ada kelainan. Terpasang kateter uretro-vesikal charriere (CH) 22 arus ganda dengan sistem irigasi kandung kemih. Terdapat hematuria dalam urin bag yang berjumlah 360 ml/5 jam. Ekstrimitas atas dan bawah utuh dan simetris, tidak ada kelaianan bentuk, kekuatan otot ekstrimitas atas 5 dan ekstrimitas bawah 4, refleks patela positif. Vertebra utuh dan tidak ada kelainan. Pasien mengatakan terasa panas pada sakrum hingga ke bokong. Nervus kranial 1-XII tidak ada kelainan. Pasien selalu menggunakan kursi roda untuk melakukan kegiatan. Sejak dirawat Pasien tidak menghabiskan porsi makan, ia makan 4-5 sendok. Minum air mineral 1000 - 1500 ml/hari, pasien mengatakan biasanya ia lebih sering minum air teh dan kopi dibandingkan air mineral. Pasien makan makanan cemilan (gorengan, buah, biskuit, kue). Saat di rumah, pasien hanya makan 2 kali/hari dan menghabiskan ½ porsi. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan: PSA Total adalah 7,4 nanogram per militru (ng/ml). Kadar kreatinin serum adalah 9,3 mg/l. Dosis uremia adalah 0,26 g/L. hemoglobin 9,3 g/dl. Pemeriksaan sitobakteriologi urin : adanya Escherichia coli (E. coli). USG menunjukkan hipertrofi prostat sebesar 107,36 g. Levofloxacin diberikan dengan dosis 500 mg sekali sehari. Uretrosistoskopi menunjukkan adanya tumor uretra berdarah yang meluas dari uretra bulbar ke prostat. MRI prostat menunjukkan adanya proses tumor prostat yang besar, kontur tidak teratur, heterogen, dan tidak terbatas pada daerah anorektal di belakang badan. Biopsi prostat dengan analisis anatomi-sitopatologi yang mendukung adenokarsinoma prostat dengan skor Gleason 7 (4+3). Diagnosis kanker prostat dengan perluasan korpus kavernosum, uretra, dan rektum yang terkait dengan rektorrhagia dipertahankan. Kanker diklasifikasikan sebagai T4N0MX. DPJP memberikan transfusi darah whole blood 1 labu, levofloxacin 500 mg sekali sehari, ciproterone asetat 200 mg dalam 2 dosis, paracetamol 500 mg jika demam dan sangobion 2x1. pasien didampingi istrinya (Ny. Yosi usia 56 tahun) dan anaknya (Tn. Mahdi usia 22 tahun). Pasien memiliki 3 anak dan semuanya telah menikah. Pasien tinggal dengan istrinya dan satu anaknya (Tn. Mahdi). Pasien memiliki hipertensi sejak usia 47 tahun dan selalu minum 10 mg amlodipine setiap hari. Pasien pernah mengalami TB Paru dan telah sembuh. Pasien bekerja sebagai pembuat meubel dan petani. Pasien dan keluarganya beragama Islam dan berasal dari suku jawa. Ia perokok sejak usia 20 tahun. Ibu pasien mengalami kanker payudara dan kakanya mengalami benigna prostate hipertropi. Istri pasien mengatakan bahwa suaminya selalu marah-marah dengan perubahan kondisi kesehatannya. Ia selalu menolak minum obat dan makan. Ia bingung harus gimana lagi menangani penyakit suaminya dan biayanya juga mahal. Ia berharap suaminya bisa sehat lagi.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis:
1. Kode ICD-10:
- Kode: C61
- Deskripsi: Kanker prostat
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 60.29
- Deskripsi: Biopsi prostat, lainnya
Penjelasan:
Tn. Mahdad, pasien berusia 58 tahun, telah didiagnosis dengan adenokarsinoma prostat sejak 10 bulan yang lalu. Saat ini, pasien dirawat di rumah sakit dengan keluhan hematuria total, nyeri difus pada penis, uretroragia, retensi urin kandung kemih yang berhubungan dengan rektorragia dan anemia. Berdasarkan pemeriksaan penunjang, ditemukan adanya tumor uretra yang berdarah, hipertrofi prostat, dan proses tumor prostat yang besar, tidak teratur, heterogen, dan meluas ke daerah anorektal. Biopsi prostat menunjukkan adenokarsinoma prostat dengan skor Gleason 7 (4+3). Oleh karena itu, kode ICD-10 yang sesuai adalah C61 untuk kanker prostat.
Selain itu, pasien juga menjalani prosedur biopsi prostat, yang sesuai dengan kode ICD-9-CM 60.29 untuk biopsi prostat, lainnya. -
Article No. 6929 | 24 Nov 2024
Klinis : Tn. Mahdad pria berusia 58 tahun dirawat di Ruangan rawat inap penyakit Bedah RSU A sejak satu hari yang lalu. Pasien masuk RS melalui UGD karena hematuria total, nyeri difus pada penis, uretroragia, retensi urin kandung kemih yang berhubungan dengan rectorragie dan anemia. Satu minggu sebelum masuk RS, pasien mengatakan mengalami disuria dengan onset yang tertunda dan nokturia yang terdiri dari empat kali elevasi nokturnal. Hal ini menyebabkan pasien tidak puas BAK, inkontinensia urin, tidak bisa tidur nyenyak, tidur 3-4 jam/hari, sering sakit kepala dan tidak lagi bekerja seperti biasanya. Saat disuria, pasien minum air panas, mengompres hangat pada symphisis pubis dan minum obat acetamynophen. Pasien sudah terdiagnosa adenokarsinoma prostat sejak 10 bulan yang lalu. Pada dua bulan terakhir, Pasien tidak pernah kontrol ke dokter dan tidak lagi minum obat-obatan. Pasien mengatakan sudah bosan minum obat terus dan tidak mau kemoterapi. Pasien mengatakan ia melakukan terapi bekam dan akupuntur ke terapis tradiosional sejak 3 bulan terakhir. Hasil Pemeriksaan hari pertama rawat inap didapatkan data sebagai berikut : BB 69 kg, TB 173 cm., , skala nyeri 7-8. Kesadaran compos mentis, tampak bersih, tampak pucat, tampak lemah, tampak sakit sedang, tampak tidur dengan semifowler. Kepala utuh, simetris, sklera ikterik dan tampak lingkaran hallo, konjungtiva anemis. Terpasang nasal kanul dengan O2 3 liter/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung, bunyi paru vesikuler, tidak ada rales, ronchi maupun wheezing, tidak ada retraksi dada, respirasi 24 kali/menit, SaO2 100% dengan oksigen. TD 145/86 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit , suhu tubuh 38,2 C denyut nadi reguler, BJ I lub, BJ II dub, tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada peningkatan JVP, denyut nadi carotis kuat dan reguler, tidak ada hematoma, tidak ada edema, tidak ada varises, tidak ada trombhoplebitis, terpasang IVFD RL 20 gtt di vena radialis dextra. Wajah, bibir, konjungtiva dan akral tampak anemis, CRT 4 detik, tidak ada clubbing finger, akral teraba hangat. Bibir kering dan anemis, tercium halitosis, rongga mulut dan gigi tidak ada kelainan, tonsil tidak teraba, Abdomen datar, tidak ada hepatomegali dan splenomegali, terdapat nyeri tekan area sympbisis pubis dengan skala 2-3, tidak ada nyeri lepas, bising usus 8-9 kali/menit, terdapat nyeri perkusi pada area sekitar umbilical, anus tidak ada kelainan, refleks anus positif. Pada pemeriksaan rektal, adanya volume prostat yang membesar, konsistensi keras, permukaan tidak teratur, skala nyeri 1, pada jari pemeriksa terdapat bercak darah merah dan segar. BAB 2 hari sekali, dengan konsisitensi padat. terdapat Ulserasi bertunas berdiameter sekitar 1 sentimeter (cm) pada sulkus balano-preputial (Gambar dibawah) dan pengerasan badan kavernosa. Tidak ada nanah, tidak ada darah. Pasien mengatakan perih jika terkena air atau urin. Pasien mengatakan sering dioles dengan bethadin. Pasien juga mengatakan tidak lagi berhubungan seks dengan istrinya sejak kondisinya seperti ini. Skrotum dan ttestis tidak ada kelainan. Terpasang kateter uretro-vesikal charriere (CH) 22 arus ganda dengan sistem irigasi kandung kemih. Terdapat hematuria dalam urin bag yang berjumlah 360 ml/5 jam. Ekstrimitas atas dan bawah utuh dan simetris, tidak ada kelaianan bentuk, kekuatan otot ekstrimitas atas 5 dan ekstrimitas bawah 4, refleks patela positif. Vertebra utuh dan tidak ada kelainan. Pasien mengatakan terasa panas pada sakrum hingga ke bokong. Nervus kranial 1-XII tidak ada kelainan. Pasien selalu menggunakan kursi roda untuk melakukan kegiatan. Sejak dirawat Pasien tidak menghabiskan porsi makan, ia makan 4-5 sendok. Minum air mineral 1000 - 1500 ml/hari, pasien mengatakan biasanya ia lebih sering minum air teh dan kopi dibandingkan air mineral. Pasien makan makanan cemilan (gorengan, buah, biskuit, kue). Saat di rumah, pasien hanya makan 2 kali/hari dan menghabiskan ½ porsi. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan: PSA Total adalah 7,4 nanogram per militru (ng/ml). Kadar kreatinin serum adalah 9,3 mg/l. Dosis uremia adalah 0,26 g/L. hemoglobin 9,3 g/dl. Pemeriksaan sitobakteriologi urin : adanya Escherichia coli (E. coli). USG menunjukkan hipertrofi prostat sebesar 107,36 g. Levofloxacin diberikan dengan dosis 500 mg sekali sehari. Uretrosistoskopi menunjukkan adanya tumor uretra berdarah yang meluas dari uretra bulbar ke prostat. MRI prostat menunjukkan adanya proses tumor prostat yang besar, kontur tidak teratur, heterogen, dan tidak terbatas pada daerah anorektal di belakang badan. Biopsi prostat dengan analisis anatomi-sitopatologi yang mendukung adenokarsinoma prostat dengan skor Gleason 7 (4+3). Diagnosis kanker prostat dengan perluasan korpus kavernosum, uretra, dan rektum yang terkait dengan rektorrhagia dipertahankan. Kanker diklasifikasikan sebagai T4N0MX. DPJP memberikan transfusi darah whole blood 1 labu, levofloxacin 500 mg sekali sehari, ciproterone asetat 200 mg dalam 2 dosis, paracetamol 500 mg jika demam dan sangobion 2x1. pasien didampingi istrinya (Ny. Yosi usia 56 tahun) dan anaknya (Tn. Mahdi usia 22 tahun). Pasien memiliki 3 anak dan semuanya telah menikah. Pasien tinggal dengan istrinya dan satu anaknya (Tn. Mahdi). Pasien memiliki hipertensi sejak usia 47 tahun dan selalu minum 10 mg amlodipine setiap hari. Pasien pernah mengalami TB Paru dan telah sembuh. Pasien bekerja sebagai pembuat meubel dan petani. Pasien dan keluarganya beragama Islam dan berasal dari suku jawa. Ia perokok sejak usia 20 tahun. Ibu pasien mengalami kanker payudara dan kakanya mengalami benigna prostate hipertropi. Istri pasien mengatakan bahwa suaminya selalu marah-marah dengan perubahan kondisi kesehatannya. Ia selalu menolak minum obat dan makan. Ia bingung harus gimana lagi menangani penyakit suaminya dan biayanya juga mahal. Ia berharap suaminya bisa sehat lagi.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI, dan rencana Intervensi Keperawatan untuk Tn. Mahdad:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses patologis kanker prostat, ulserasi dan pengerasan badan kavernosa
2. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi uretra dan retensi urin akibat pembesaran prostat
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan dan asupan makanan yang tidak adekuat
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kelelahan, dan penurunan fungsi fisik akibat anemia dan penyakit kronis
5. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (kateterisasi urin) dan penurunan imunitas
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
1. Nyeri Kronis: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial
2. Perubahan Eliminasi Urin: Penyimpangan pola berkemih yang normal
3. Gangguan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh: Asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
4. Intoleransi Aktivitas: Keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik secara mandiri
5. Risiko Infeksi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogen
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Kontrol Nyeri, Kemampuan Mengatasi Nyeri, Kepuasan Terhadap Pengelolaan Nyeri
2. Keseimbangan Cairan, Pola Berkemih, Kandung Kemih Fungsi Normal
3. Status Gizi, Berat Badan, Asupan Nutrisi
4. Mobilitas, Pencapaian Aktivitas Sehari-hari, Toleransi Aktivitas
5. Bebas Infeksi, Tanda Infeksi Terkontrol
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Nyeri, Distraksi, Relaksasi
2. Perawatan Kateter Urin, Manajemen Retensi Urin, Terapi Eliminasi Urin
3. Edukasi Gizi, Asuhan Gizi, Manajemen Mual Muntah
4. Manajemen Energi, Peningkatan Mobilitas, Terapi Aktivitas
5. Manajemen Infeksi, Perawatan Luka, Manajemen Demam
Rencana Intervensi Keperawatan:
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif, monitor tanda-tanda vital, berikan manajemen nyeri multimodal (farmakologis dan nonfarmakologis).
2. Monitor intake-output cairan, perawatan kateter urin, lakukan irigasi kandung kemih, latihan Kegel.
3. Atur pola makan dan nutrisi sesuai kebutuhan, monitor berat badan, kolaborasi dengan ahli gizi untuk intervensi nutrisi yang tepat.
4. Bantu dalam aktivitas sehari-hari, latihan mobilisasi bertahap, kolaborasi dengan fisioterapi untuk terapi aktivitas.
5. Pantau tanda-tanda infeksi, lakukan perawatan luka, pemberian antibiotik sesuai hasil kultur.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan holistik dengan mempertimbangkan aspek fisik, psikologis, sosial, dan spiritual pasien serta melibatkan keluarga dalam proses perawatan. -
Article No. 6930 | 24 Nov 2024
Klinis : Seorang pasien perempuan, usia 35 tahun, dirawat di rumah sakit karena diare akut yang sudah berlangsung selama tiga hari. Pasien melaporkan buang air besar cair lebih dari 8 kali sehari dan merasa lemas. Ia mengeluhkan rasa haus yang berlebihan dan mulut terasa kering. Dari hasil pemeriksaan: • Tekanan darah: 100/70 mmHg • Nadi: 96 x/menit • Pernapasan: 20 x/menit • Suhu: 37,5°C • Turgor kulit menurun. • Pasien mengaku hanya mengonsumsi sedikit makanan dan minuman karena merasa tidak nafsu makan.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis pasien dapat ditentukan sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: A09
- Deskripsi: Diare dan gastroenteritis karena infeksi yang diduga menular
Penjelasan:
Pasien mengalami diare akut, dengan gejala buang air besar cair lebih dari 8 kali sehari, rasa haus yang berlebihan, mulut kering, dan turgor kulit menurun, yang menunjukkan tanda-tanda dehidrasi. Kondisi ini sesuai dengan kriteria diagnostik untuk diare dan gastroenteritis karena infeksi yang diduga menular (kode ICD-10 A09).
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 96.0
- Deskripsi: Terapi cairan intravena
Penjelasan:
Berdasarkan gejala dehidrasi yang dialami pasien, seperti penurunan tekanan darah, peningkatan nadi, dan turgor kulit menurun, kemungkinan pasien akan diberikan terapi cairan intravena (kode ICD-9-CM 96.0) untuk mengatasi dehidrasi dan menjaga keseimbangan elektrolit.
Secara keseluruhan, diagnosis dan penanganan yang sesuai untuk kasus ini adalah diare akut karena infeksi yang diduga menular, yang membutuhkan intervensi berupa pemberian cairan intravena untuk mengatasi dehidrasi. -
Article No. 6931 | 24 Nov 2024
Klinis : Seorang pasien perempuan, usia 35 tahun, dirawat di rumah sakit karena diare akut yang sudah berlangsung selama tiga hari. Pasien melaporkan buang air besar cair lebih dari 8 kali sehari dan merasa lemas. Ia mengeluhkan rasa haus yang berlebihan dan mulut terasa kering. Dari hasil pemeriksaan: • Tekanan darah: 100/70 mmHg • Nadi: 96 x/menit • Pernapasan: 20 x/menit • Suhu: 37,5°C • Turgor kulit menurun. • Pasien mengaku hanya mengonsumsi sedikit makanan dan minuman karena merasa tidak nafsu makan.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan adalah:
1. Defisit Volume Cairan (NANDA-I)
- SDKI: Hipovolemia
- SLKI: Restorasi cairan
- SIKI: Manajemen cairan
Penjelasan singkat:
Defisit Volume Cairan ditandai dengan tanda dan gejala seperti diare akut, rasa haus yang berlebihan, mulut kering, turgor kulit menurun, dan hanya mengonsumsi sedikit makanan dan minuman. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara intake dan output cairan tubuh, sehingga pasien mengalami hipovolemia.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI adalah:
- SDKI: Memantau tanda-tanda vital, turgor kulit, dan intake/output cairan; Memberikan terapi cairan intravena jika diperlukan; Mengatasi penyebab defisit volume cairan.
- SLKI: Mempertahankan keseimbangan cairan; Memulihkan volume cairan yang hilang; Mencegah komplikasi akibat dehidrasi.
- SIKI: Manajemen cairan, termasuk pemberian cairan intravena, monitoring intake-output, dan edukasi pasien/keluarga tentang pentingnya asupan cairan yang adekuat. -
Article No. 6932 | 24 Nov 2024
Klinis : Pasien anak perempuan, usia 5 tahun, mengalami demam tinggi selama 3 hari, ruam merah di kulit, bintik Koplik di mukosa mulut, batuk kering, dan mata merah. Hasil pemeriksaan menunjukkan kemungkinan campak.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Hipertermia Akut
2. Risiko Infeksi
3. Intoleransi Aktivitas
Penjelasan:
1. Hipertermia Akut
- Definisi: Peningkatan suhu tubuh di atas suhu normal sebagai respons fisiologis terhadap rangsangan tertentu.
- SDKI: Hipertermia Akut
- SLKI: Manajemen Demam
- SIKI: Manajemen Suhu Tubuh
2. Risiko Infeksi
- Definisi: Rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat mengganggu kesehatan.
- SDKI: Risiko Infeksi
- SLKI: Manajemen Infeksi
- SIKI: Pencegahan Infeksi
3. Intoleransi Aktivitas
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas harian yang diinginkan karena keterbatasan kapasitas fisik.
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- SLKI: Manajemen Aktivitas
- SIKI: Manajemen Aktivitas
Penjelasan singkat:
Pasien anak perempuan usia 5 tahun mengalami demam tinggi, ruam merah di kulit, bintik Koplik di mukosa mulut, batuk kering, dan mata merah, yang mengarah pada kemungkinan diagnosis campak. Diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Hipertermia Akut, Risiko Infeksi, dan Intoleransi Aktivitas. Perawat harus memperhatikan peningkatan suhu tubuh, berisiko infeksi, dan keterbatasan aktivitas pada pasien. -
Article No. 6933 | 24 Nov 2024
Klinis : gagal jantung kongestif
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dalam menjawab pertanyaan ini, saya akan berperan sebagai seorang pakar perawat yang memberikan penjelasan rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan untuk kondisi gagal jantung kongestif.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai untuk Kondisi Gagal Jantung Kongestif:
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi gagal jantung kongestif adalah "Intoleransi Aktivitas". Intoleransi Aktivitas didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan oksigen di tingkat sel.
Pada pasien dengan gagal jantung kongestif, jantung mengalami ketidakmampuan untuk memompa darah secara efektif, sehingga menyebabkan penurunan perfusi jaringan dan oksigenasi yang tidak adekuat. Hal ini dapat mengakibatkan kelelahan, kelemahan, dan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari tanpa mengalami sesak napas, kelelahan, atau gejala lainnya.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran yang diharapkan setelah asuhan keperawatan untuk pasien dengan gagal jantung kongestif adalah:
1. Toleransi Aktivitas Meningkat
Indikator dari luaran ini antara lain:
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa mengalami sesak napas
- Pasien menunjukkan peningkatan durasi dan intensitas aktivitas yang dapat dilakukan
- Pasien melaporkan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas
2. Perfusi Jaringan Membaik
Indikator dari luaran ini antara lain:
- Pasien menunjukkan tanda-tanda perfusi jaringan yang membaik, seperti warna kulit yang lebih baik, ekstremitas hangat, dan capillary refill yang normal
- Pasien melaporkan gejala yang terkait dengan gangguan perfusi, seperti penurunan sesak napas dan kelelahan, berkurang
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran bagi pasien dengan gagal jantung kongestif adalah:
1. Manajemen Aktivitas
Intervensi ini bertujuan untuk membantu pasien dalam merencanakan, melakukan, dan mempertahankan aktivitas sehari-hari. Intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
- Mengkaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
- Mengembangkan rencana aktivitas yang sesuai dengan kemampuan pasien
- Membantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
- Mengajarkan teknik konservasi energi dan pengaturan napas saat beraktivitas
2. Manajemen Hidrasi
Intervensi ini bertujuan untuk menjaga status hidrasi pasien yang optimal. Intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
- Mengkaji status hidrasi pasien
- Memantau intake dan output cairan
- Mengatur pemberian cairan sesuai kebutuhan pasien
- Mengajarkan pasien mengenai pentingnya hidrasi yang adekuat
3. Manajemen Kardiovaskuler
Intervensi ini bertujuan untuk memantau dan mengelola status kardiovaskular pasien. Intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
- Memantau tanda-tanda vital pasien
- Memantau dan mencatat gejala-gejala gagal jantung kongestif
- Mengkolaborasikan pemberian obat-obatan kardiovaskular
- Mengajarkan pasien mengenai manajemen gejala dan perawatan diri yang tepat
Dengan intervensi keperawatan yang komprehensif dan terarah, diharapkan dapat membantu pasien dengan gagal jantung kongestif untuk meningkatkan toleransi aktivitas dan memperbaiki perfusi jaringan, sehingga tercapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 6934 | 24 Nov 2024
Klinis : gagal jantung kongestif
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan senang hati, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk tindakan medis yang terkait dengan kondisi gagal jantung kongestif.
1. Kode ICD-10:
- Kode: I50.2
- Deskripsi: Gagal jantung kongestif
Gagal jantung kongestif, atau juga dikenal sebagai congestive heart failure (CHF), adalah kondisi di mana jantung tidak dapat memompa darah dengan cukup efektif untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Ini dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis, seperti penyakit jantung koroner, hipertensi, atau kardiomiopati. Gejala umum dari gagal jantung kongestif meliputi sesak napas, edema, kelelahan, dan intoleransi terhadap aktivitas fisik.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.71
- Deskripsi: Pemberian diuretik
Dalam penanganan gagal jantung kongestif, pemberian diuretik (obat yang membantu mengurangi volume cairan dalam tubuh) merupakan salah satu intervensi medis yang sering dilakukan. Diuretik dapat membantu mengurangi beban kerja jantung dan mengatasi gejala-gejala seperti edema. Contoh diuretik yang sering digunakan termasuk furosemid, hydrochlorothiazide, dan spironolakton.
Selain pemberian diuretik, penanganan gagal jantung kongestif juga dapat meliputi penggunaan obat-obatan lain seperti ACE inhibitor, angiotensin II receptor blocker, beta-blocker, serta tindakan seperti revaskularisasi, transplatasi jantung, atau pemasangan alat pacu jantung. -
Article No. 6935 | 24 Nov 2024
Klinis : gagal jantung kongestif
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi gagal jantung kongestif:
Diagnosa Keperawatan:
1. Intoleransi Aktivitas
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Kardiak
3. Kelebihan Volume Cairan
Penjelasan singkat:
1. Intoleransi Aktivitas:
- SDKI: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan/diperlukan, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
- SLKI: Peningkatan kelelahan, kelemahan, dan dispnea saat melakukan aktivitas.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat diberikan antara lain manajemen aktivitas, manajemen energi, dan latihan fisik bertahap.
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Kardiak:
- SDKI: Pengurangan aliran darah ke jantung, yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.
- SLKI: Adanya peningkatan tekanan darah, edema, dan gangguan fungsi jantung.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat diberikan antara lain manajemen perfusi kardiak, manajemen cairan, dan manajemen nyeri.
3. Kelebihan Volume Cairan:
- SDKI: Keadaan di mana individu memiliki kelebihan cairan yang ditandai dengan peningkatan volume cairan intravaskular, interstisial, atau intraseluler.
- SLKI: Adanya edema, peningkatan berat badan, dan gangguan fungsi organ.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat diberikan antara lain manajemen cairan, monitor cairan, dan manajemen nutrisi.
Dalam kondisi gagal jantung kongestif, diagnosa keperawatan yang diidentifikasi di atas dapat menjadi fokus utama dalam perencanaan dan implementasi asuhan keperawatan yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan pasien. -
Article No. 6936 | 24 Nov 2024
Klinis : Seorang pasien perempuan, usia 60 tahun, dirawat di rumah sakit karena mengalami demam dan batuk berdahak selama lima hari terakhir. Pasien juga mengeluh sesak napas terutama saat beraktivitas ringan. Hasil pemeriksaan menunjukkan: • Tekanan darah: 110/70 mmHg • Nadi: 100 x/menit • Pernapasan: 28 x/menit • Suhu: 38,5°C • Saturasi oksigen: 92% tanpa oksigen tambahan • Pasien terlihat lemah, lebih banyak tidur, dan asupan makan minumnya berkurang karena merasa lemas.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: J15.9
- Deskripsi: Pneumonia, organisme tidak dispecifikasi
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.04
- Deskripsi: Pemberian oksigen
Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien perempuan berusia 60 tahun mengalami gejala-gejala seperti demam, batuk berdahak, sesak napas terutama saat beraktivitas ringan, serta mengalami kelemahan, penurunan asupan makan dan minum. Temuan pemeriksaan menunjukkan tanda-tanda infeksi pernapasan, termasuk peningkatan suhu tubuh, laju napas, dan penurunan saturasi oksigen. Dengan gejala dan temuan klinis tersebut, diagnosis yang paling sesuai adalah Pneumonia, organisme tidak dispecifikasi (kode ICD-10: J15.9).
Manajemen pasien ini akan meliputi pemberian oksigen (kode ICD-9-CM: 99.04) untuk mendukung oksigenasi, selain pengobatan antibiotik dan tindakan suportif lainnya sesuai dengan kondisi klinis pasien. -
Article No. 6937 | 24 Nov 2024
Klinis : Seorang pasien perempuan, usia 60 tahun, dirawat di rumah sakit karena mengalami demam dan batuk berdahak selama lima hari terakhir. Pasien juga mengeluh sesak napas terutama saat beraktivitas ringan. Hasil pemeriksaan menunjukkan: • Tekanan darah: 110/70 mmHg • Nadi: 100 x/menit • Pernapasan: 28 x/menit • Suhu: 38,5°C • Saturasi oksigen: 92% tanpa oksigen tambahan • Pasien terlihat lemah, lebih banyak tidur, dan asupan makan minumnya berkurang karena merasa lemas.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Bersihan jalan napas tidak efektif ditandai dengan adanya batuk berdahak, sesak napas, dan penurunan saturasi oksigen.
2. Intoleransi Aktivitas
Intoleransi aktivitas ditandai dengan pasien terlihat lemah, lebih banyak tidur, dan penurunan asupan makan minum akibat merasa lemas.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
- Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan jalan napas yang bebas.
- Penyebab: Edema, sekresi berlebih, kelemahan otot pernapasan.
2. Intoleransi Aktivitas
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan.
- Penyebab: Kelemahan, keletihan, kekurangan energi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Bersihan Jalan Napas Efektif
- Kriteria Hasil: Jalan napas bebas dari obstruksi, Pasien dapat batuk efektif, Saturasi oksigen dalam batas normal.
2. Toleransi Aktivitas Meningkat
- Kriteria Hasil: Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kelelahan, Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Jalan Napas
- Intervensi: Monitor status pernapasan, Lakukan suction jika perlu, Berikan oksigen sesuai indikasi.
2. Manajemen Energi
- Intervensi: Monitor tanda-tanda vital, Atur aktivitas sesuai toleransi, Berikan nutrisi yang adekuat.