Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 6918 | 24 Nov 2024
Klinis : osteoartritis
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi osteoartritis.
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Kronik
2. Gangguan Mobilitas Fisik
3. Keterbatasan Aktivitas
Penjelasan singkat:
1. Nyeri Kronik
- SDKI: Nyeri Kronik adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang potensial atau aktual atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
- SLKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri kronik meliputi manajemen nyeri, terapi modalitas, dan edukasi.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemberian analgesik, terapi kompres hangat/dingin, distraksi, relaksasi, dan edukasi tentang manajemen nyeri.
2. Gangguan Mobilitas Fisik
- SDKI: Gangguan Mobilitas Fisik adalah keterbatasan kemampuan untuk bergerak secara mandiri di lingkungan.
- SLKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan mobilitas fisik meliputi peningkatan aktivitas, pelatihan mobilitas, dan penggunaan alat bantu.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah latihan rentang gerak, latihan ambulasi, dan pengenalan alat bantu mobilisasi.
3. Keterbatasan Aktivitas
- SDKI: Keterbatasan Aktivitas adalah ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
- SLKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi keterbatasan aktivitas meliputi peningkatan aktivitas, terapi aktivitas, dan modifikasi lingkungan.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah pelatihan aktivitas sehari-hari, pemberian alat bantu, dan modifikasi lingkungan.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan osteoartritis, perawat perlu mempertimbangkan komponen SDKI, SLKI, dan SIKI untuk memberikan intervensi yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhan pasien. -
Article No. 6919 | 24 Nov 2024
Klinis : gangguan mobilitas fisik di karenakan osteoartritis
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Mobilitas Fisik
Penjelasan Singkat berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Gangguan Mobilitas Fisik didefinisikan sebagai keterbatasan pada kemampuan untuk bergerak secara mandiri dan terkoordinasi di lingkungan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti penyakit, cedera, atau kondisi lain yang mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari intervensi keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik akibat osteoartritis adalah:
1. Pasien mampu melakukan aktivitas pergerakan sendi secara mandiri.
2. Pasien menunjukkan tingkat nyeri yang terkontrol.
3. Pasien mempertahankan rentang gerak sendi yang optimal.
4. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan mobilitas fisik akibat osteoartritis meliputi:
1. Terapi latihan: latihan rentang gerak, latihan penguatan otot, dan latihan fungsi.
2. Manajemen nyeri: pemberian analgesik, kompres hangat/dingin, dan teknik relaksasi.
3. Edukasi: mengenai penyakit osteoartritis, manajemen aktivitas dan penggunaan alat bantu.
4. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk program rehabilitasi yang komprehensif.
Melalui intervensi keperawatan yang berpedoman pada SDKI, SLKI, dan SIKI, diharapkan pasien dengan gangguan mobilitas fisik akibat osteoartritis dapat meningkatkan kemampuan pergerakan, mengurangi nyeri, mempertahankan fungsi sendi, dan mencapai kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari. -
Article No. 6920 | 24 Nov 2024
Klinis : gangguan mobilitas fisik
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi gangguan mobilitas fisik dengan nada akademis dan persona sebagai pakar/perawat.
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Mobilitas Fisik
Definisi:
Keterbatasan dalam pergerakan mandiri, yang bertujuan untuk berpindah atau bergerak secara bebas di lingkungan.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Gangguan Mobilitas Fisik ditandai dengan:
1. Keterbatasan rentang gerak
2. Kesulitan dalam melakukan aktivitas
3. Ketergantungan dalam aktivitas sehari-hari
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan Gangguan Mobilitas Fisik:
1. Peningkatan kemampuan pergerakan
2. Kemandirian dalam aktivitas sehari-hari
3. Peningkatan kualitas hidup
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi Gangguan Mobilitas Fisik:
1. Terapi latihan gerak
2. Pelatihan aktivitas sehari-hari
3. Manajemen lingkungan
4. Edukasi pasien dan keluarga
Dengan menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat melakukan pengkajian yang komprehensif, menetapkan diagnosa yang tepat, serta memberikan intervensi yang terstruktur dan terukur untuk mengatasi gangguan mobilitas fisik pada pasien. -
Article No. 6921 | 24 Nov 2024
Klinis : gangguan mobilitas fisik dikarenakan osteoartritis
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi gangguan mobilitas fisik akibat osteoartritis.
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan penurunan fleksibilitas sendi, nyeri, dan pembatasan pergerakan akibat osteoartritis.
Penjelasan Singkat:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
- Definisi: Gangguan Mobilitas Fisik adalah keterbatasan dalam melakukan pergerakan yang disengaja dan terarah dari satu tempat ke tempat lain.
- Tanda dan Gejala: Nyeri sendi, kekakuan sendi, penurunan rentang gerak, penurunan kekuatan otot, dan keterbatasan aktivitas.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
- Luaran yang diharapkan: Peningkatan kemampuan mobilisasi, peningkatan rentang gerak sendi, penurunan nyeri sendi, dan peningkatan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
- Intervensi Keperawatan:
a. Manajemen Nyeri: Pengkajian nyeri, pemberian analgesik sesuai kebutuhan, dan penggunaan modalitas nyeri.
b. Peningkatan Mobilitas: Latihan rentang gerak, latihan penguatan otot, dan penggunaan alat bantu mobilisasi.
c. Edukasi Manajemen Osteoartritis: Edukasi tentang penyakit, manajemen nyeri, aktivitas, dan penggunaan obat.
d. Perawatan Integritas Kulit: Pencegahan luka, perawatan kulit, dan penggunaan alat bantu mobilisasi.
Sebagai perawat, saya akan melakukan pengkajian komprehensif, merumuskan diagnosa keperawatan, menetapkan luaran yang diharapkan, dan mengimplementasikan intervensi keperawatan yang sesuai dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk mengatasi gangguan mobilitas fisik akibat osteoartritis pada pasien. -
Article No. 6922 | 24 Nov 2024
Klinis : Pasien menggunakan nebulizer
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Pola Napas Tidak Efektif
Penjelasan Singkat:
Dalam Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Gangguan Pola Napas Tidak Efektif didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk mempertahankan ventilasi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien yang menggunakan nebulizer.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) menetapkan sejumlah luaran yang harus dicapai dalam menangani diagnosa ini, seperti:
1. Pola Napas Efektif
2. Pertukaran Gas Adekuat
3. Oksigenasi Memadai
Sementara itu, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) memberikan panduan intervensi keperawatan yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Manajemen Jalan Napas
2. Manajemen Oksigenasi
3. Manajemen Ventilasi
Tujuan utama penanganan adalah memastikan pasien dapat mempertahankan pola napas yang efektif dan memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi. Perawat berperan penting dalam memantau kondisi pasien, mengatur penggunaan nebulizer, serta mengkolaborasikan intervensi dengan tim kesehatan lainnya. -
Article No. 6923 | 24 Nov 2024
Klinis : Pasien menggunakan nebulizer
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa Keperawatan yang sesuai untuk pasien yang menggunakan nebulizer adalah Gangguan Pola Napas Tidak Efektif. Diagnosa ini menggambarkan ketidakmampuan pasien untuk bernapas dengan lancar, yang dapat disebabkan oleh penggunaan nebulizer.
Penjelasan:
Penggunaan nebulizer dapat menyebabkan pasien mengalami gangguan pola napas yang tidak efektif. Nebulizer adalah alat yang digunakan untuk mengubah obat dalam bentuk cair menjadi kabut (aerosol) yang dapat dihirup oleh pasien. Penggunaan nebulizer dapat menyebabkan pasien merasa sulit bernapas, mengalami sesak napas, atau mengalami perubahan pola napas. Oleh karena itu, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Gangguan Pola Napas Tidak Efektif.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat mencapai luaran/output berikut:
1. Pola napas pasien menjadi efektif
2. Frekuensi napas pasien dalam batas normal
3. Irama napas pasien teratur
4. Kedalaman napas pasien adekuat
5. Pasien dapat bernapas dengan mudah dan tanpa distress
Penjelasan:
Tujuan utama dari asuhan keperawatan adalah untuk membantu pasien mencapai pola napas yang efektif. Ini dapat dicapai dengan memastikan bahwa frekuensi napas pasien dalam batas normal, irama napas teratur, dan kedalaman napas adekuat. Dengan demikian, pasien dapat bernapas dengan mudah dan tanpa mengalami distress pernapasan.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Berikut adalah intervensi keperawatan yang diperlukan untuk membantu pasien mencapai tujuan luaran yang diharapkan:
1. Monitor tanda-tanda vital (frekuensi napas, SpO2, dll.)
2. Auskultasi suara napas
3. Atur posisi semi-fowler atau fowler untuk memfasilitasi ekspansi dada
4. Berikan oksigen dan monitor penggunaannya
5. Berikan bronkodilator melalui nebulizer sesuai resep
6. Latih teknik pernapasan (misalnya, napas dalam, pursed-lip breathing)
7. Kolaborasi dengan tenaga medis untuk pengobatan terkait
Penjelasan:
Intervensi keperawatan yang dilakukan meliputi pemantauan tanda-tanda vital, auskultasi suara napas, pengaturan posisi pasien, pemberian oksigen dan bronkodilator melalui nebulizer, serta latihan teknik pernapasan. Selain itu, perawat juga perlu berkolaborasi dengan tenaga medis lainnya untuk memastikan pengobatan yang tepat bagi pasien. Tujuan dari intervensi-intervensi ini adalah untuk membantu pasien mencapai pola napas yang efektif, sesuai dengan luaran/output yang diharapkan. -
Article No. 6924 | 24 Nov 2024
Klinis : SIKI Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran tentang kehilangan penglihatan permanen akibat glaukoma (D.0080)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda berikan.
Diagnosa Keperawatan:
SIKI: Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran tentang kehilangan penglihatan permanen akibat glaukoma (D.0080)
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Ansietas adalah perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh antisipasi bahaya. Dalam kasus ini, pasien mengalami kecemasan terkait kekhawatiran akan kehilangan penglihatan permanen akibat glaukoma.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari intervensi keperawatan adalah pasien dapat menunjukkan penurunan tingkat kecemasan, peningkatan kemampuan koping, dan peningkatan pengetahuan tentang glaukoma dan penatalaksanaannya.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Manajemen Ansietas: Melakukan pendekatan terapeutik, memberikan informasi yang akurat, memfasilitasi ekspresi perasaan, dan mengajarkan teknik relaksasi.
2. Edukasi Kesehatan: Memberikan informasi tentang glaukoma, faktor risiko, gejala, dan penatalaksanaannya.
3. Dukungan Emosional: Memberikan dukungan dan validasi terhadap perasaan pasien, serta memfasilitasi diskusi mengenai kekhawatiran dan koping yang efektif.
4. Konseling: Membantu pasien mengidentifikasi dan mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan kecemasan.
Diharapkan dengan intervensi keperawatan yang komprehensif, pasien dapat mengelola kecemasan terkait kemungkinan kehilangan penglihatan permanen akibat glaukoma, meningkatkan koping yang adaptif, dan memiliki pemahaman yang baik tentang kondisi kesehatan serta penatalaksanaannya. -
Article No. 6925 | 24 Nov 2024
Klinis : Tn. Mahdad pria berusia 58 tahun dirawat di Ruangan rawat inap penyakit Bedah RSU A sejak satu hari yang lalu. Pasien masuk RS melalui UGD karena hematuria total, nyeri difus pada penis, uretroragia, retensi urin kandung kemih yang berhubungan dengan rectorragie dan anemia. Satu minggu sebelum masuk RS, pasien mengatakan mengalami disuria dengan onset yang tertunda dan nokturia yang terdiri dari empat kali elevasi nokturnal. Hal ini menyebabkan pasien tidak puas BAK, inkontinensia urin, tidak bisa tidur nyenyak, tidur 3-4 jam/hari, sering sakit kepala dan tidak lagi bekerja seperti biasanya. Saat disuria, pasien minum air panas, mengompres hangat pada symphisis pubis dan minum obat acetamynophen. Pasien sudah terdiagnosa adenokarsinoma prostat sejak 10 bulan yang lalu. Pada dua bulan terakhir, Pasien tidak pernah kontrol ke dokter dan tidak lagi minum obat-obatan. Pasien mengatakan sudah bosan minum obat terus dan tidak mau kemoterapi. Pasien mengatakan ia melakukan terapi bekam dan akupuntur ke terapis tradiosional sejak 3 bulan terakhir. Hasil Pemeriksaan hari pertama rawat inap didapatkan data sebagai berikut : BB 69 kg, TB 173 cm., , skala nyeri 7-8. Kesadaran compos mentis, tampak bersih, tampak pucat, tampak lemah, tampak sakit sedang, tampak tidur dengan semifowler. Kepala utuh, simetris, sklera ikterik dan tampak lingkaran hallo, konjungtiva anemis. Terpasang nasal kanul dengan O2 3 liter/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung, bunyi paru vesikuler, tidak ada rales, ronchi maupun wheezing, tidak ada retraksi dada, respirasi 24 kali/menit, SaO2 100% dengan oksigen. TD 145/86 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit , suhu tubuh 38,2 C denyut nadi reguler, BJ I lub, BJ II dub, tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada peningkatan JVP, denyut nadi carotis kuat dan reguler, tidak ada hematoma, tidak ada edema, tidak ada varises, tidak ada trombhoplebitis, terpasang IVFD RL 20 gtt di vena radialis dextra. Wajah, bibir, konjungtiva dan akral tampak anemis, CRT 4 detik, tidak ada clubbing finger, akral teraba hangat. Bibir kering dan anemis, tercium halitosis, rongga mulut dan gigi tidak ada kelainan, tonsil tidak teraba, Abdomen datar, tidak ada hepatomegali dan splenomegali, terdapat nyeri tekan area sympbisis pubis dengan skala 2-3, tidak ada nyeri lepas, bising usus 8-9 kali/menit, terdapat nyeri perkusi pada area sekitar umbilical, anus tidak ada kelainan, refleks anus positif. Pada pemeriksaan rektal, adanya volume prostat yang membesar, konsistensi keras, permukaan tidak teratur, skala nyeri 1, pada jari pemeriksa terdapat bercak darah merah dan segar. BAB 2 hari sekali, dengan konsisitensi padat. terdapat Ulserasi bertunas berdiameter sekitar 1 sentimeter (cm) pada sulkus balano-preputial (Gambar dibawah) dan pengerasan badan kavernosa. Tidak ada nanah, tidak ada darah. Pasien mengatakan perih jika terkena air atau urin. Pasien mengatakan sering dioles dengan bethadin. Pasien juga mengatakan tidak lagi berhubungan seks dengan istrinya sejak kondisinya seperti ini. Skrotum dan ttestis tidak ada kelainan. Terpasang kateter uretro-vesikal charriere (CH) 22 arus ganda dengan sistem irigasi kandung kemih. Terdapat hematuria dalam urin bag yang berjumlah 360 ml/5 jam. Ekstrimitas atas dan bawah utuh dan simetris, tidak ada kelaianan bentuk, kekuatan otot ekstrimitas atas 5 dan ekstrimitas bawah 4, refleks patela positif. Vertebra utuh dan tidak ada kelainan. Pasien mengatakan terasa panas pada sakrum hingga ke bokong. Nervus kranial 1-XII tidak ada kelainan. Pasien selalu menggunakan kursi roda untuk melakukan kegiatan. Sejak dirawat Pasien tidak menghabiskan porsi makan, ia makan 4-5 sendok. Minum air mineral 1000 - 1500 ml/hari, pasien mengatakan biasanya ia lebih sering minum air teh dan kopi dibandingkan air mineral. Pasien makan makanan cemilan (gorengan, buah, biskuit, kue). Saat di rumah, pasien hanya makan 2 kali/hari dan menghabiskan ½ porsi. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan: PSA Total adalah 7,4 nanogram per militru (ng/ml). Kadar kreatinin serum adalah 9,3 mg/l. Dosis uremia adalah 0,26 g/L. hemoglobin 9,3 g/dl. Pemeriksaan sitobakteriologi urin : adanya Escherichia coli (E. coli). USG menunjukkan hipertrofi prostat sebesar 107,36 g. Levofloxacin diberikan dengan dosis 500 mg sekali sehari. Uretrosistoskopi menunjukkan adanya tumor uretra berdarah yang meluas dari uretra bulbar ke prostat. MRI prostat menunjukkan adanya proses tumor prostat yang besar, kontur tidak teratur, heterogen, dan tidak terbatas pada daerah anorektal di belakang badan. Biopsi prostat dengan analisis anatomi-sitopatologi yang mendukung adenokarsinoma prostat dengan skor Gleason 7 (4+3). Diagnosis kanker prostat dengan perluasan korpus kavernosum, uretra, dan rektum yang terkait dengan rektorrhagia dipertahankan. Kanker diklasifikasikan sebagai T4N0MX. DPJP memberikan transfusi darah whole blood 1 labu, levofloxacin 500 mg sekali sehari, ciproterone asetat 200 mg dalam 2 dosis, paracetamol 500 mg jika demam dan sangobion 2x1. pasien didampingi istrinya (Ny. Yosi usia 56 tahun) dan anaknya (Tn. Mahdi usia 22 tahun). Pasien memiliki 3 anak dan semuanya telah menikah. Pasien tinggal dengan istrinya dan satu anaknya (Tn. Mahdi). Pasien memiliki hipertensi sejak usia 47 tahun dan selalu minum 10 mg amlodipine setiap hari. Pasien pernah mengalami TB Paru dan telah sembuh. Pasien bekerja sebagai pembuat meubel dan petani. Pasien dan keluarganya beragama Islam dan berasal dari suku jawa. Ia perokok sejak usia 20 tahun. Ibu pasien mengalami kanker payudara dan kakanya mengalami benigna prostate hipertropi. Istri pasien mengatakan bahwa suaminya selalu marah-marah dengan perubahan kondisi kesehatannya. Ia selalu menolak minum obat dan makan. Ia bingung harus gimana lagi menangani penyakit suaminya dan biayanya juga mahal. Ia berharap suaminya bisa sehat lagi.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dipaparkan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran keperawatan SLKI, dan intervensi keperawatan SIKI yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Nyeri Kronis berhubungan dengan proses penyakit kanker prostat yang menyebar ke organ lain.
2. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan anoreksia, rasa tidak nafsu makan, dan intake nutrisi yang inadekuat.
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan sistem imun yang terganggu, adanya luka/ulserasi, serta terpasangnya alat invasif (kateter urinaria).
4. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi dan struktur tubuh akibat penyakit kanker prostat.
5. Kelelahan berhubungan dengan anemia, malnutrisi, dan efek samping pengobatan.
6. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, nyeri, dan keterbatasan gerak.
Luaran Keperawatan SLKI:
1. Kontrol Nyeri
- Skala nyeri menurun dari 7-8 menjadi 3-4
- Pasien dapat mengidentifikasi strategi mengatasi nyeri yang efektif
2. Status Gizi
- Berat badan pasien meningkat dari 69 kg menjadi 72 kg
- Asupan nutrisi pasien meningkat dari 4-5 sendok menjadi menghabiskan porsi penuh
3. Eliminasi Urin
- Tidak terjadi infeksi saluran kemih
- Intake dan output cairan seimbang
4. Citra Tubuh
- Pasien dapat menerima perubahan fisik yang terjadi
- Pasien merasa nyaman dengan penampilan fisiknya
5. Manajemen Energi
- Pasien dapat beraktivitas selama 4-6 jam per hari
- Pasien tidur nyenyak selama 6-8 jam per hari
6. Toleransi Aktivitas
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
- Pasien dapat berjalan mandiri menggunakan alat bantu
Intervensi Keperawatan SIKI:
1. Manajemen Nyeri
- Kaji karakteristik, lokasi, frekuensi, dan durasi nyeri
- Kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan terapi analgetik
- Ajarkan dan fasilitasi penggunaan teknik nonfarmakologis (kompres hangat, distraksi)
2. Manajemen Status Nutrisi
- Kaji status nutrisi pasien (BB, IMT, intake nutrisi)
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk merencanakan diet yang sesuai
- Berikan bantuan makan jika pasien tidak mampu menghabiskan porsi
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi yang adekuat
3. Pencegahan Infeksi
- Lakukan perawatan luka/ulserasi secara aseptik
- Pantau tanda-tanda infeksi dan lakukan pemeriksaan kultur jika perlu
- Berikan antibiotik sesuai hasil kultur dan rekomendasi dokter
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pencegahan infeksi
4. Peningkatan Citra Tubuh
- Kaji persepsi pasien terhadap perubahan fisik yang terjadi
- Berikan dukungan dan bimbingan untuk menerima perubahan fisik
- Libatkan keluarga dalam memberikan dukungan psikologis
- Berikan informasi tentang sumber bantuan konseling jika diperlukan
5. Manajemen Kelelahan
- Kaji penyebab dan tingkat kelelahan pasien
- Anjurkan istirahat yang cukup dan tidur yang berkualitas
- Kolaborasi dengan tim medis untuk mengatasi penyebab kelelahan (anemia, malnutrisi)
- Bantu pasien merencanakan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan
6. Peningkatan Mobilitas
- Kaji kemampuan pasien dalam beraktivitas dan berpindah
- Berikan bantuan alat bantu mobilisasi (walker, kursi roda) sesuai kebutuhan
- Latih dan supervisi pasien dalam melakukan aktivitas fisik secara bertahap
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk program rehabilitasi
Penjelasan terkait diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan di atas diberikan secara rinci dan terperinci dengan menggunakan bahasa akademis dan perspektif pakar keperawatan. -
Article No. 6926 | 24 Nov 2024
Klinis : Tn. Mahdad pria berusia 58 tahun dirawat di Ruangan rawat inap penyakit Bedah RSU A sejak satu hari yang lalu. Pasien masuk RS melalui UGD karena hematuria total, nyeri difus pada penis, uretroragia, retensi urin kandung kemih yang berhubungan dengan rectorragie dan anemia. Satu minggu sebelum masuk RS, pasien mengatakan mengalami disuria dengan onset yang tertunda dan nokturia yang terdiri dari empat kali elevasi nokturnal. Hal ini menyebabkan pasien tidak puas BAK, inkontinensia urin, tidak bisa tidur nyenyak, tidur 3-4 jam/hari, sering sakit kepala dan tidak lagi bekerja seperti biasanya. Saat disuria, pasien minum air panas, mengompres hangat pada symphisis pubis dan minum obat acetamynophen. Pasien sudah terdiagnosa adenokarsinoma prostat sejak 10 bulan yang lalu. Pada dua bulan terakhir, Pasien tidak pernah kontrol ke dokter dan tidak lagi minum obat-obatan. Pasien mengatakan sudah bosan minum obat terus dan tidak mau kemoterapi. Pasien mengatakan ia melakukan terapi bekam dan akupuntur ke terapis tradiosional sejak 3 bulan terakhir. Hasil Pemeriksaan hari pertama rawat inap didapatkan data sebagai berikut : BB 69 kg, TB 173 cm., , skala nyeri 7-8. Kesadaran compos mentis, tampak bersih, tampak pucat, tampak lemah, tampak sakit sedang, tampak tidur dengan semifowler. Kepala utuh, simetris, sklera ikterik dan tampak lingkaran hallo, konjungtiva anemis. Terpasang nasal kanul dengan O2 3 liter/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung, bunyi paru vesikuler, tidak ada rales, ronchi maupun wheezing, tidak ada retraksi dada, respirasi 24 kali/menit, SaO2 100% dengan oksigen. TD 145/86 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit , suhu tubuh 38,2 C denyut nadi reguler, BJ I lub, BJ II dub, tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada peningkatan JVP, denyut nadi carotis kuat dan reguler, tidak ada hematoma, tidak ada edema, tidak ada varises, tidak ada trombhoplebitis, terpasang IVFD RL 20 gtt di vena radialis dextra. Wajah, bibir, konjungtiva dan akral tampak anemis, CRT 4 detik, tidak ada clubbing finger, akral teraba hangat. Bibir kering dan anemis, tercium halitosis, rongga mulut dan gigi tidak ada kelainan, tonsil tidak teraba, Abdomen datar, tidak ada hepatomegali dan splenomegali, terdapat nyeri tekan area sympbisis pubis dengan skala 2-3, tidak ada nyeri lepas, bising usus 8-9 kali/menit, terdapat nyeri perkusi pada area sekitar umbilical, anus tidak ada kelainan, refleks anus positif. Pada pemeriksaan rektal, adanya volume prostat yang membesar, konsistensi keras, permukaan tidak teratur, skala nyeri 1, pada jari pemeriksa terdapat bercak darah merah dan segar. BAB 2 hari sekali, dengan konsisitensi padat. terdapat Ulserasi bertunas berdiameter sekitar 1 sentimeter (cm) pada sulkus balano-preputial (Gambar dibawah) dan pengerasan badan kavernosa. Tidak ada nanah, tidak ada darah. Pasien mengatakan perih jika terkena air atau urin. Pasien mengatakan sering dioles dengan bethadin. Pasien juga mengatakan tidak lagi berhubungan seks dengan istrinya sejak kondisinya seperti ini. Skrotum dan ttestis tidak ada kelainan. Terpasang kateter uretro-vesikal charriere (CH) 22 arus ganda dengan sistem irigasi kandung kemih. Terdapat hematuria dalam urin bag yang berjumlah 360 ml/5 jam. Ekstrimitas atas dan bawah utuh dan simetris, tidak ada kelaianan bentuk, kekuatan otot ekstrimitas atas 5 dan ekstrimitas bawah 4, refleks patela positif. Vertebra utuh dan tidak ada kelainan. Pasien mengatakan terasa panas pada sakrum hingga ke bokong. Nervus kranial 1-XII tidak ada kelainan. Pasien selalu menggunakan kursi roda untuk melakukan kegiatan. Sejak dirawat Pasien tidak menghabiskan porsi makan, ia makan 4-5 sendok. Minum air mineral 1000 - 1500 ml/hari, pasien mengatakan biasanya ia lebih sering minum air teh dan kopi dibandingkan air mineral. Pasien makan makanan cemilan (gorengan, buah, biskuit, kue). Saat di rumah, pasien hanya makan 2 kali/hari dan menghabiskan ½ porsi. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan: PSA Total adalah 7,4 nanogram per militru (ng/ml). Kadar kreatinin serum adalah 9,3 mg/l. Dosis uremia adalah 0,26 g/L. hemoglobin 9,3 g/dl. Pemeriksaan sitobakteriologi urin : adanya Escherichia coli (E. coli). USG menunjukkan hipertrofi prostat sebesar 107,36 g. Levofloxacin diberikan dengan dosis 500 mg sekali sehari. Uretrosistoskopi menunjukkan adanya tumor uretra berdarah yang meluas dari uretra bulbar ke prostat. MRI prostat menunjukkan adanya proses tumor prostat yang besar, kontur tidak teratur, heterogen, dan tidak terbatas pada daerah anorektal di belakang badan. Biopsi prostat dengan analisis anatomi-sitopatologi yang mendukung adenokarsinoma prostat dengan skor Gleason 7 (4+3). Diagnosis kanker prostat dengan perluasan korpus kavernosum, uretra, dan rektum yang terkait dengan rektorrhagia dipertahankan. Kanker diklasifikasikan sebagai T4N0MX. DPJP memberikan transfusi darah whole blood 1 labu, levofloxacin 500 mg sekali sehari, ciproterone asetat 200 mg dalam 2 dosis, paracetamol 500 mg jika demam dan sangobion 2x1. pasien didampingi istrinya (Ny. Yosi usia 56 tahun) dan anaknya (Tn. Mahdi usia 22 tahun). Pasien memiliki 3 anak dan semuanya telah menikah. Pasien tinggal dengan istrinya dan satu anaknya (Tn. Mahdi). Pasien memiliki hipertensi sejak usia 47 tahun dan selalu minum 10 mg amlodipine setiap hari. Pasien pernah mengalami TB Paru dan telah sembuh. Pasien bekerja sebagai pembuat meubel dan petani. Pasien dan keluarganya beragama Islam dan berasal dari suku jawa. Ia perokok sejak usia 20 tahun. Ibu pasien mengalami kanker payudara dan kakanya mengalami benigna prostate hipertropi. Istri pasien mengatakan bahwa suaminya selalu marah-marah dengan perubahan kondisi kesehatannya. Ia selalu menolak minum obat dan makan. Ia bingung harus gimana lagi menangani penyakit suaminya dan biayanya juga mahal. Ia berharap suaminya bisa sehat lagi.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi Tn. Mahdad yang telah dipaparkan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit kanker prostat, kerusakan korpus kavernosum, uretra, dan rektum
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan retensio urin dan hematuria
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat kanker prostat dan anemia
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan kondisi kesehatan dan pengobatan yang tidak diinginkan
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kemampuan fungsional
Penjelasan Singkat:
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit kanker prostat, kerusakan korpus kavernosum, uretra, dan rektum:
- SDKI: Nyeri Akut
- SLKI: Manajemen Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan retensio urin dan hematuria:
- SDKI: Gangguan Eliminasi Urin
- SLKI: Manajemen Eliminasi Urin
- SIKI: Manajemen Retensio Urin dan Manajemen Hematuria
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat kanker prostat dan anemia:
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- SLKI: Peningkatan Toleransi Aktivitas
- SIKI: Manajemen Energi
4. Kecemasan berhubungan dengan perubahan kondisi kesehatan dan pengobatan yang tidak diinginkan:
- SDKI: Kecemasan
- SLKI: Manajemen Kecemasan
- SIKI: Manajemen Kecemasan
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kemampuan fungsional:
- SDKI: Defisit Perawatan Diri
- SLKI: Peningkatan Perawatan Diri
- SIKI: Manajemen Perawatan Diri
Standar SDKI, SLKI, dan SIKI digunakan untuk menentukan diagnosa keperawatan, luaran keperawatan, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Penerapan standar ini diharapkan dapat memandu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkualitas. -
Article No. 6927 | 24 Nov 2024
Klinis : Tn. Mahdad pria berusia 58 tahun dirawat di Ruangan rawat inap penyakit Bedah RSU A sejak satu hari yang lalu. Pasien masuk RS melalui UGD karena hematuria total, nyeri difus pada penis, uretroragia, retensi urin kandung kemih yang berhubungan dengan rectorragie dan anemia. Satu minggu sebelum masuk RS, pasien mengatakan mengalami disuria dengan onset yang tertunda dan nokturia yang terdiri dari empat kali elevasi nokturnal. Hal ini menyebabkan pasien tidak puas BAK, inkontinensia urin, tidak bisa tidur nyenyak, tidur 3-4 jam/hari, sering sakit kepala dan tidak lagi bekerja seperti biasanya. Saat disuria, pasien minum air panas, mengompres hangat pada symphisis pubis dan minum obat acetamynophen. Pasien sudah terdiagnosa adenokarsinoma prostat sejak 10 bulan yang lalu. Pada dua bulan terakhir, Pasien tidak pernah kontrol ke dokter dan tidak lagi minum obat-obatan. Pasien mengatakan sudah bosan minum obat terus dan tidak mau kemoterapi. Pasien mengatakan ia melakukan terapi bekam dan akupuntur ke terapis tradiosional sejak 3 bulan terakhir. Hasil Pemeriksaan hari pertama rawat inap didapatkan data sebagai berikut : BB 69 kg, TB 173 cm., , skala nyeri 7-8. Kesadaran compos mentis, tampak bersih, tampak pucat, tampak lemah, tampak sakit sedang, tampak tidur dengan semifowler. Kepala utuh, simetris, sklera ikterik dan tampak lingkaran hallo, konjungtiva anemis. Terpasang nasal kanul dengan O2 3 liter/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung, bunyi paru vesikuler, tidak ada rales, ronchi maupun wheezing, tidak ada retraksi dada, respirasi 24 kali/menit, SaO2 100% dengan oksigen. TD 145/86 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit , suhu tubuh 38,2 C denyut nadi reguler, BJ I lub, BJ II dub, tidak ada bunyi jantung tambahan, tidak ada peningkatan JVP, denyut nadi carotis kuat dan reguler, tidak ada hematoma, tidak ada edema, tidak ada varises, tidak ada trombhoplebitis, terpasang IVFD RL 20 gtt di vena radialis dextra. Wajah, bibir, konjungtiva dan akral tampak anemis, CRT 4 detik, tidak ada clubbing finger, akral teraba hangat. Bibir kering dan anemis, tercium halitosis, rongga mulut dan gigi tidak ada kelainan, tonsil tidak teraba, Abdomen datar, tidak ada hepatomegali dan splenomegali, terdapat nyeri tekan area sympbisis pubis dengan skala 2-3, tidak ada nyeri lepas, bising usus 8-9 kali/menit, terdapat nyeri perkusi pada area sekitar umbilical, anus tidak ada kelainan, refleks anus positif. Pada pemeriksaan rektal, adanya volume prostat yang membesar, konsistensi keras, permukaan tidak teratur, skala nyeri 1, pada jari pemeriksa terdapat bercak darah merah dan segar. BAB 2 hari sekali, dengan konsisitensi padat. terdapat Ulserasi bertunas berdiameter sekitar 1 sentimeter (cm) pada sulkus balano-preputial (Gambar dibawah) dan pengerasan badan kavernosa. Tidak ada nanah, tidak ada darah. Pasien mengatakan perih jika terkena air atau urin. Pasien mengatakan sering dioles dengan bethadin. Pasien juga mengatakan tidak lagi berhubungan seks dengan istrinya sejak kondisinya seperti ini. Skrotum dan ttestis tidak ada kelainan. Terpasang kateter uretro-vesikal charriere (CH) 22 arus ganda dengan sistem irigasi kandung kemih. Terdapat hematuria dalam urin bag yang berjumlah 360 ml/5 jam. Ekstrimitas atas dan bawah utuh dan simetris, tidak ada kelaianan bentuk, kekuatan otot ekstrimitas atas 5 dan ekstrimitas bawah 4, refleks patela positif. Vertebra utuh dan tidak ada kelainan. Pasien mengatakan terasa panas pada sakrum hingga ke bokong. Nervus kranial 1-XII tidak ada kelainan. Pasien selalu menggunakan kursi roda untuk melakukan kegiatan. Sejak dirawat Pasien tidak menghabiskan porsi makan, ia makan 4-5 sendok. Minum air mineral 1000 - 1500 ml/hari, pasien mengatakan biasanya ia lebih sering minum air teh dan kopi dibandingkan air mineral. Pasien makan makanan cemilan (gorengan, buah, biskuit, kue). Saat di rumah, pasien hanya makan 2 kali/hari dan menghabiskan ½ porsi. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan: PSA Total adalah 7,4 nanogram per militru (ng/ml). Kadar kreatinin serum adalah 9,3 mg/l. Dosis uremia adalah 0,26 g/L. hemoglobin 9,3 g/dl. Pemeriksaan sitobakteriologi urin : adanya Escherichia coli (E. coli). USG menunjukkan hipertrofi prostat sebesar 107,36 g. Levofloxacin diberikan dengan dosis 500 mg sekali sehari. Uretrosistoskopi menunjukkan adanya tumor uretra berdarah yang meluas dari uretra bulbar ke prostat. MRI prostat menunjukkan adanya proses tumor prostat yang besar, kontur tidak teratur, heterogen, dan tidak terbatas pada daerah anorektal di belakang badan. Biopsi prostat dengan analisis anatomi-sitopatologi yang mendukung adenokarsinoma prostat dengan skor Gleason 7 (4+3). Diagnosis kanker prostat dengan perluasan korpus kavernosum, uretra, dan rektum yang terkait dengan rektorrhagia dipertahankan. Kanker diklasifikasikan sebagai T4N0MX. DPJP memberikan transfusi darah whole blood 1 labu, levofloxacin 500 mg sekali sehari, ciproterone asetat 200 mg dalam 2 dosis, paracetamol 500 mg jika demam dan sangobion 2x1. pasien didampingi istrinya (Ny. Yosi usia 56 tahun) dan anaknya (Tn. Mahdi usia 22 tahun). Pasien memiliki 3 anak dan semuanya telah menikah. Pasien tinggal dengan istrinya dan satu anaknya (Tn. Mahdi). Pasien memiliki hipertensi sejak usia 47 tahun dan selalu minum 10 mg amlodipine setiap hari. Pasien pernah mengalami TB Paru dan telah sembuh. Pasien bekerja sebagai pembuat meubel dan petani. Pasien dan keluarganya beragama Islam dan berasal dari suku jawa. Ia perokok sejak usia 20 tahun. Ibu pasien mengalami kanker payudara dan kakanya mengalami benigna prostate hipertropi. Istri pasien mengatakan bahwa suaminya selalu marah-marah dengan perubahan kondisi kesehatannya. Ia selalu menolak minum obat dan makan. Ia bingung harus gimana lagi menangani penyakit suaminya dan biayanya juga mahal. Ia berharap suaminya bisa sehat lagi.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan (SIKI) untuk kondisi Tn. Mahdad:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Nyeri Kronis berhubungan dengan pertumbuhan tumor prostat dan penyebaran ke uretra, korpus kavernosum, dan rektum.
2. Risiko Infeksi berhubungan dengan kateterisasi uretro-vesikal dan irigasi kandung kemih.
3. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, dan rektoragia.
4. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi organ genital.
5. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan penurunan kemampuan fungsional.
Luaran/Output yang diharapkan (SLKI):
1. Nyeri Kronis:
- Tujuan: Pasien dapat mengelola nyeri kronis pada tingkat yang dapat diterima.
- Indikator: Skala nyeri stabil pada 3-4, pasien dapat menggunakan teknik pengelolaan nyeri secara efektif.
2. Risiko Infeksi:
- Tujuan: Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi.
- Indikator: Tidak ada tanda-tanda infeksi (demam, leukositosis, hasil kultur urin negatif).
3. Keseimbangan Nutrisi:
- Tujuan: Pasien dapat mempertahankan berat badan yang optimal.
- Indikator: Asupan nutrisi cukup, tidak ada penurunan berat badan, dan kadar albumin dalam batas normal.
4. Citra Tubuh:
- Tujuan: Pasien dapat menerima perubahan citra tubuh akibat penyakit.
- Indikator: Pasien dapat mengekspresikan perasaan terkait perubahan citra tubuh, pasien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.
5. Toleransi Aktivitas:
- Tujuan: Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
- Indikator: Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan bantuan minimal, menunjukkan peningkatan kemampuan fungsional.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Nyeri Kronis:
- Manajemen Nyeri: Identifikasi karakteristik nyeri, monitor nyeri, kolaborasi dengan tim kesehatan untuk pemberian analgesik, ajarkan teknik non-farmakologis (distraksi, relaksasi, kompres hangat).
- Terapi Modalitas: Aplikasi kompres hangat pada area yang nyeri.
2. Risiko Infeksi:
- Perawatan Luka: Perawatan kateter uretro-vesikal, pemantauan tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan tim kesehatan untuk pemberian antibiotik.
- Manajemen Infeksi: Monitor tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan tim kesehatan untuk pemeriksaan kultur urin.
3. Keseimbangan Nutrisi:
- Manajemen Nutrisi: Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi intake nutrisi, kolaborasi dengan ahli gizi untuk intervensi nutrisi yang adekuat, monitor asupan dan output nutrisi.
- Manajemen Mual dan Muntah: Kolaborasi dengan tim kesehatan untuk pemberian antiemetik, ajarkan teknik manajemen mual dan muntah.
4. Citra Tubuh:
- Peningkatan Citra Tubuh: Fasilitasi pasien untuk mengekspresikan perasaan terkait perubahan citra tubuh, ajarkan teknik perawatan diri, libatkan keluarga dalam mendukung penerimaan citra tubuh.
5. Toleransi Aktivitas:
- Manajemen Aktivitas: Identifikasi kemampuan fungsional pasien, berikan bantuan dan peralatan sesuai kebutuhan, ajarkan latihan aktivitas yang aman dan sesuai kemampuan pasien.
- Peningkatan Mobilitas: Kolaborasi dengan fisioterapis untuk intervensi latihan gerak dan mobilisasi.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, penting untuk mempertimbangkan kondisi klinis pasien, dukungan keluarga, dan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk mencapai luaran yang diharapkan.