Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 9017 | 15 Dec 2024
Klinis : nyeri akut
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci terkait diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan untuk kondisi nyeri akut.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Nyeri Akut (Acute Pain) adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau dijelaskan dalam istilah tersebut (International Association for the Study of Pain). Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi secara tiba-tiba dan bersifat sementara, biasanya disebabkan oleh cedera, penyakit, atau prosedur medis.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Tingkat Nyeri Terkontrol: Pasien dapat melaporkan nyeri terkontrol pada skala nyeri 1-10.
2. Perilaku Mengatasi Nyeri: Pasien dapat mendemonstrasikan perilaku yang efektif untuk mengatasi nyeri.
3. Kenyamanan Terpenuhi: Pasien dapat melaporkan kenyamanan yang terpenuhi.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan (SIKI):
1. Manajemen Nyeri:
- Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, keparahan, dan faktor yang mempengaruhi nyeri.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk memberikan terapi farmakologi yang sesuai, seperti analgesik, antiinflamasi, atau obat-obatan lainnya.
- Berikan terapi nonfarmakologi, seperti kompres dingin/hangat, relaksasi, distraksi, atau terapi musik, untuk membantu mengurangi persepsi nyeri.
- Ajarkan pasien teknik manajemen nyeri yang dapat dilakukan sendiri, seperti pernapasan dalam, visualisasi, atau meditasi.
- Evaluasi efektivitas intervensi dan modifikasi rencana perawatan jika perlu.
2. Manajemen Lingkungan:
- Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mengurangi stimulus nyeri.
- Atur posisi pasien dan gunakan alat bantu yang dapat mengurangi nyeri, seperti bantal atau alat pergerakan.
- Batasi aktivitas yang dapat memperburuk nyeri dan beri istirahat yang cukup.
3. Dukungan Psikologis:
- Berikan empati dan validasi perasaan pasien terkait pengalaman nyerinya.
- Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatirannya.
- Berikan informasi dan edukasi yang jelas tentang nyeri, penyebab, dan penanganannya.
- Libatkan keluarga atau significant others dalam proses perawatan untuk memberikan dukungan emosional.
Dengan penerapan diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien dapat mencapai kontrol nyeri yang optimal, mengatasi nyeri secara efektif, dan memperoleh kenyamanan yang terpenuhi. -
Article No. 9018 | 15 Dec 2024
Klinis : nyeri akut
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi nyeri akut.
Diagnosa Keperawatan SDKI untuk Kondisi Nyeri Akut:
Nyeri akut (00132) didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau dijelaskan dalam istilah-istilah tersebut. Nyeri akut memiliki karakteristik khas, seperti tiba-tiba atau lambat dalam onset, intensitas ringan hingga berat, dan berlangsung dalam jangka waktu singkat (<3 bulan). Diagnosis ini digunakan untuk pasien yang mengalami nyeri akibat penyakit, cedera, atau prosedur medis.
Luaran/Output yang Diharapkan SLKI setelah Asuhan Keperawatan:
1. Tingkat Nyeri Terkontrol (1400): Pasien dapat melaporkan penurunan tingkat nyeri sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
2. Perilaku Mengendalikan Nyeri (1605): Pasien dapat mendemonstrasikan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk mengendalikan nyeri.
3. Kepuasan Pasien terhadap Pengelolaan Nyeri (1605): Pasien dapat menyatakan kepuasannya terhadap manajemen nyeri yang diberikan.
Intervensi Keperawatan SIKI untuk Mencapai Luaran yang Diharapkan:
1. Manajemen Nyeri (1400):
- Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi nyeri.
- Berikan analgesik sesuai resep dokter, sesuai dengan tingkat nyeri pasien.
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri, seperti relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin, dan terapi music.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk manajemen nyeri yang optimal.
2. Edukasi Kesehatan (5510):
- Jelaskan penyebab dan patofisiologi nyeri akut kepada pasien dan keluarga.
- Ajarkan strategi manajemen nyeri, termasuk penggunaan analgesik dan teknik nonfarmakologis.
- Dorong pasien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam pengelolaan nyeri.
3. Manajemen Lingkungan: Kenyamanan (6482):
- Sesuaikan lingkungan pasien untuk mengurangi rangsangan yang dapat memicu atau memperburuk nyeri, seperti pengaturan suhu, pencahayaan, dan kebisingan.
- Fasilitasi istirahat dan tidur yang cukup untuk memulihkan energi pasien.
Dengan penerapan diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien dapat mencapai penurunan tingkat nyeri, peningkatan kemampuan mengendalikan nyeri, dan kepuasan terhadap pengelolaan nyeri yang diberikan. Hal ini akan mendukung proses penyembuhan dan pemulihan pasien secara keseluruhan. -
Article No. 9019 | 15 Dec 2024
Klinis : Gangguan proses pikir
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda minta:
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi "Gangguan proses pikir":
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi "Gangguan proses pikir" adalah "Risiko Gangguan Proses Pikir". Gangguan proses pikir adalah suatu kondisi di mana individu mengalami perubahan dalam kemampuan berpikir, termasuk masalah dalam memproses, menginterpretasi, atau menggunakan informasi. Risiko Gangguan Proses Pikir mengacu pada kerentanan individu terhadap gangguan dalam kemampuan berpikir, yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kondisi medis, obat-obatan, atau stres psikologis.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah Asuhan Keperawatan yang diberikan, diharapkan luaran/output yang dapat dicapai adalah "Proses Pikir Terkendali". Luaran ini menggambarkan kemampuan individu untuk memproses, menginterpretasi, dan menggunakan informasi dengan baik, serta menunjukkan kemampuan untuk membuat keputusan yang rasional dan logis. Indikator-indikator yang dapat diukur untuk mencapai luaran ini meliputi kemampuan individu dalam memusatkan perhatian, memecahkan masalah, membuat kesimpulan, dan mendemonstrasikan pemikiran yang terorganisir.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran "Proses Pikir Terkendali" pada pasien dengan "Risiko Gangguan Proses Pikir", beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
a. Observasi dan pemantauan: Melakukan observasi dan pemantauan terhadap tanda-tanda perubahan proses pikir, seperti kemampuan konsentrasi, kemampuan pemecahan masalah, dan kemampuan membuat keputusan.
b. Manajemen lingkungan: Menciptakan lingkungan yang tenang, terkontrol, dan mendukung untuk memfasilitasi proses berpikir yang optimal.
c. Terapi aktivitas: Melakukan aktivitas yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir, seperti permainan kognitif, puzzle, atau latihan memori.
d. Edukasi dan konseling: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai gangguan proses pikir, serta konseling untuk membantu pasien mengembangkan strategi koping yang efektif.
e. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain: Berkolaborasi dengan profesional kesehatan lain, seperti psikolog atau psikiater, untuk melakukan penilaian yang komprehensif dan memberikan intervensi yang sesuai.
Implementasi intervensi-intervensi ini secara komprehensif dan terpadu diharapkan dapat membantu pasien mencapai luaran "Proses Pikir Terkendali" dan meminimalkan risiko terjadinya gangguan proses pikir. -
Article No. 9020 | 15 Dec 2024
Klinis : Isolasi sosial
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk Diagnosa Keperawatan SDKI, Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI), dan Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI) untuk kondisi "Isolasi Sosial" dengan tone akademis dan persona pakar, nurse.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI untuk Isolasi Sosial:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi Isolasi Sosial adalah "Isolasi Sosial". Isolasi Sosial didefinisikan sebagai pengalaman individu yang merasa terisolasi dari orang lain, baik secara fisik maupun emosional. Individu dengan Isolasi Sosial biasanya mengalami perasaan kesepian, perasaan tidak berharga, dan kurangnya interaksi sosial yang memuaskan.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI) untuk Isolasi Sosial:
a. Interaksi Sosial: Individu dapat terlibat dalam interaksi sosial yang memuaskan.
b. Harga Diri: Individu dapat mempertahankan harga dirinya.
c. Koping: Individu dapat menggunakan strategi koping yang efektif untuk mengatasi isolasi sosial.
d. Kesejahteraan Psikologis: Individu dapat mencapai tingkat kesejahteraan psikologis yang optimal.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI) untuk Isolasi Sosial:
a. Fasilitasi Interaksi Sosial:
- Menciptakan lingkungan yang mendukung interaksi sosial
- Membantu individu untuk terlibat dalam kegiatan kelompok
- Mendorong individu untuk membangun dan mempertahankan hubungan sosial
b. Peningkatan Harga Diri:
- Membantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan dan potensinya
- Memberikan umpan balik positif untuk meningkatkan rasa harga diri
- Mendorong individu untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat meningkatkan harga diri
c. Manajemen Koping:
- Membantu individu untuk mengidentifikasi strategi koping yang efektif
- Mengajarkan teknik-teknik koping, seperti relaksasi, visualisasi, dan manajemen stres
- Mendorong individu untuk terlibat dalam kegiatan yang dapat membantu mengatasi isolasi sosial
d. Peningkatan Kesejahteraan Psikologis:
- Membantu individu untuk mengidentifikasi dan mengembangkan sumber-sumber dukungan sosial
- Mendorong individu untuk terlibat dalam aktivitas yang dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis, seperti kegiatan spiritualitas, hobi, atau aktivitas rekreasi
- Memantau dan mengevaluasi perkembangan individu secara berkala.
Dengan mengimplementasikan intervensi keperawatan yang sesuai, diharapkan dapat membantu individu dengan Isolasi Sosial untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, yaitu peningkatan interaksi sosial, harga diri, koping, dan kesejahteraan psikologis. -
Article No. 9021 | 15 Dec 2024
Klinis : Gangguan komunikasi verbal
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, serta intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi gangguan komunikasi verbal, dengan tone akademis dan persona pakar/perawat.
Diagnosa Keperawatan SDKI: Gangguan Komunikasi Verbal
Gangguan komunikasi verbal adalah ketidakmampuan individu untuk menyampaikan ide, perasaan, dan kebutuhan secara verbal dengan efektif. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti gangguan neurologis, psikologis, atau faktor lingkungan. Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi ini adalah:
1. Komunikasi Verbal Terganggu
Definisi: Ketidakmampuan untuk menyampaikan atau menerima pesan verbal dengan efektif.
Karakteristik Definisi:
- Kesulitan dalam menggunakan atau memahami bahasa verbal
- Ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide, perasaan, atau kebutuhan secara lisan
- Kesulitan dalam memahami atau merespons pesan verbal dari orang lain
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI)
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat:
1. Mengungkapkan ide, perasaan, dan kebutuhan secara verbal dengan efektif
2. Memahami dan merespons pesan verbal dari orang lain dengan baik
3. Mendemonstrasikan komunikasi verbal yang lebih efektif dalam interaksi sehari-hari
4. Meningkatkan kemampuan bersosialisasi dan interaksi dengan lingkungan
Intervensi Keperawatan (SIKI)
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, berikut adalah intervensi keperawatan yang dapat diterapkan:
1. Terapi Wicara
- Mengevaluasi kemampuan komunikasi verbal pasien
- Memberikan latihan dan stimulasi untuk meningkatkan kemampuan artikulasi, pembentukan kalimat, dan pemahaman bahasa
- Mengajarkan teknik-teknik komunikasi verbal yang efektif
2. Terapi Perilaku Komunikasi
- Mengidentifikasi pola komunikasi verbal yang maladaptif
- Memberikan teknik-teknik modifikasi perilaku untuk meningkatkan komunikasi verbal yang efektif
- Memfasilitasi latihan komunikasi verbal yang tepat dalam berbagai situasi
3. Dukungan Lingkungan
- Melibatkan keluarga/significant other untuk mendukung dan mempraktikkan komunikasi verbal yang efektif
- Memodifikasi lingkungan fisik dan sosial untuk memfasilitasi komunikasi verbal yang efektif
- Memberikan edukasi dan konseling kepada keluarga/significant other mengenai strategi komunikasi verbal yang tepat
4. Kolaborasi Interdisipliner
- Melakukan konsultasi dengan terapis wicara atau spesialis komunikasi untuk evaluasi, intervensi, dan tindak lanjut yang tepat
- Berkoordinasi dengan profesi lain (misalnya neurolog, psikolog) untuk mengatasi faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi verbal
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan pasien dapat mencapai luaran/output yang diharapkan dalam mengatasi gangguan komunikasi verbal. -
Article No. 9022 | 15 Dec 2024
Klinis : Gambaran Kasus My. I usia 54 tahun datang ke rumah sakit tanggal 10 Desember 2024 dengan keluhan lemas dan demam selama 3 hari SMRS, Nyeri dada seperti ditusuk-tusuk, muntah 5x/hari, pusing, mulut terasa pahit, Sempat berobat namun keluhan semakin memburuk. My. I didiagnosa dermam thypoid. Pengkajian Fokus P: Q: Seperti difusuk-tusuk R: bagian dado 5:2/10 T: 2 menit TTV: TD: 151/81 mmHg N: 61x/menit RR: 20x/ment S: 38°C. Hasil lab: MCV = 77 FL (80-99) leukosit 4.200 (4.500-11.500), Eosinofll: 0,0% (1.0-3.0), monosit: 19,9% (2.0-11.0) Natrium: 132 mmol/L(135-147)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan gambaran kasus yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut
- SDKI: Nyeri Akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dijelaskan dalam istilah tersebut (nyeri).
- SLKI: Tujuan utama adalah mengurangi/menghilangkan nyeri yang dialami pasien. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pemberian analgesik, teknik relaksasi, kompres hangat/dingin, dan distraksi.
- SIKI: Manajemen Nyeri, yaitu tindakan yang dilakukan untuk mencegah, mengurangi, atau menghilangkan nyeri yang dialami pasien.
2. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
- SDKI: Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekret/material dari saluran napas untuk mempertahankan permeabilitas jalan napas.
- SLKI: Tujuan utama adalah mempertahankan bersihan jalan napas yang efektif. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pengisapan lendir, pemberian oksigen, dan latihan batuk efektif.
- SIKI: Manajemen Jalan Napas, yaitu tindakan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki permeabilitas jalan napas.
3. Diagnosa Keperawatan: Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Intoleransi Aktivitas adalah keterbatasan dalam toleransi melakukan aktivitas fisik yang diinginkan atau dibutuhkan.
- SLKI: Tujuan utama adalah meningkatkan toleransi terhadap aktivitas. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain manajemen energi, latihan aktivitas, dan pemberian istirahat.
- SIKI: Manajemen Aktivitas, yaitu tindakan yang dilakukan untuk mempertahankan atau meningkatkan kemampuan fisik pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Penjelasan singkat:
1. Nyeri Akut: Pasien mengalami nyeri dada seperti ditusuk-tusuk, yang merupakan gejala dari demam tifoid.
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas: Pasien mengalami muntah yang dapat menyebabkan terganggunya bersihan jalan napas.
3. Intoleransi Aktivitas: Pasien mengalami gejala lemas yang dapat membatasi kemampuannya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. -
Article No. 9023 | 15 Dec 2024
Klinis : ASUS OBSESSIVE CONVULSIVE DISORDER BLOK ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF Ny. Runensia wanita berusia 43 berada di ruangan rawat penyakit dalam RS tipe B sejak satu hari yang lalu. Pasien didampingi oleh anaknya (Nn. Mahdania, 20 tahun). Nn. Mahdania mengatakan saat ini ibunya sangat gelisah, tidak bisa tenang, tidak bisa tidur, selalu melakukan satu kegiatan yang terus menerus tanpa henti sepanjang hari. Walaupun demikian kondisinya, pasien tidak pernah mengganggu pasien lain atau orang lain. saat kecapean, pasien hanya mau makan ½ porsi setiap kali makan dan minum satu gelas setiap kali minum. Dalam sehari, pasien makan 1 kali dan minum 6-7 gelas. Pasien juga terkadang tidak mau makan minum, tetapi ia tidur seharian saat kecapean. Pasien dapat tidur setelah diberi obat dan hanya tidur 2-3 jam. Nn. Mahdania mengatakan ibunya selalu menggunakan kursi roda kalau ke kamar mandi atau keluar dari kamar. Makan, minum, mandi, eliminasi dibantu oleh anaknya. Pasien mengatakan sakit kepala dan ingin diikat pake kain. Pasien juga jarang ngobrol dengan orang lain, ia hanya mau ngobrol dengan kakaknya yg ada diluar kota. Nn. Mahdania juga mengatakan bahwa kondisi ini ada sejak setelah ia mengalami kanker mamae. Dua bulan sebelumnya, pasien dirawat di unit perawatan paliatif RS tipe C juga karena anemia, nyeri area mamae dan dehidrasi ringan. Pasien mendapat transfusi darah wholeblood, IVFD RL dan terapi lainnya. Penilaian paliative performance scale 60%. Sekitar 3 hari perawatan di unit perawatan paliatif tersebut, pasien meminta agar ia diizinkan mandi setiap hari. Meskipun ia menghabiskan waktu selama 1 hingga 1,5 jam di kamar mandi, ketika perawat memeriksa kamar mandi setelah mandi, tidak terlihat tetesan air di bak mandi atau di lantai. Ketika perawat memeriksa pasien, pasien mengatakan bahwa ia telah mengeringkan area tersebut setelah mandi. Selain itu, pasien menjadi khawatir dengan rambut rontok di sekitar tempat tidur, jadi ia mengenakan handuk yang dililitkan di kepalanya untuk mencegah rambut rontok, dan membersihkan debu dan rambut dari tempat tidur sepanjang hari menggunakan selotip. Pasien juga menghabiskan waktu dengan berjongkok untuk membersihkan area di sekitar tempat tidurnya. Hal ini dilakukan setiap hari hingga pukul 2:00 dini hari. kondisi fisiknya semakin memburuk dan nyeri bertambah. Ketika perawat memperingatkan pasien tentang perilaku yang dilakukannya tersebut, pasien gelisah dan marah, sesekali histeris dan ia menolak untuk mendengarkan perawat. Nyeri pada area cancer mamae sinistra selalu muncul, nyeri skala 5 sampai 7 dan pasien sering menekan mamaenya tersebut dengan bantal atau kain tebal serta minta dipijat area vertebra. Setelah 2 minggu dirawat di RS tipe C tersebut, ia mulai sering berjongkok untuk membersihkan tepi tempat tidur dan setiap sudut di dekat roda tempat tidur dengan kain basah. Ketika ia dipanggil oleh tim medis atau perawat, pasien hanya mendongakkan kepalanya sejenak, tidak ada tatap mata, tidak ada ekspresi wajah, dan terus membersihkan tanpa membiarkan tangannya beristirahat. Setelah sekitar 3 minggu dirawat di RS tipe C tersebut, pasien lebih mengutamakan melakukan kegiatan bersih-bersih tersebut daripada perawatan dirinya sendiri. Pasien selalu mengatakan bahwa ia ingin menghentikan rehabilitasi tetapi ingin terus membersihkan. Karena gejala-gejala di atas berlanjut selama 4 minggu saat perawatan di RS tipe C tersebut, DPJP menetapkan diagnosis medis Obsessive convulsive disorder (OCD) dan depresi. DPJP memberikan terapi Mirtazapine 15 mg, dan pasien dirujuk ke tim medis psiko-onkologi RS tipe B saat ini.. Pasien memiliki riwayat medis yang tidak spesifik, tidak ada riwayat ketergantungan alkohol, merokok atau obat-obatan terlarang, dan tidak ada riwayat konsultasi psikiatri. Riwayat Ayah pasien mengalami stroke. Nenek pasien mengalami Ca nasopharing dan ibu pasien mengalami TB Paru. Selama di rumah, pasien tinggal bersama ketiga anaknya dan suaminya (Tn. Nando , 48 tahun). Tn. Nando perokok aktif dan pernah mengalami fraktur femur. Menurut ibu pasien (Ny. Karmina usia 66 tahun) pasien enggan membersihkan kamar tidur, rumah atau kamar mandi setiap hari sejak SMP, pasien lebih senang bermain sampai sore. ketika sakit ringan pun, pasien selalu bergantung pada keluarganya. Setelah bapaknya meninggal dunia saat pasien usia 17 tahun, pasien selalu merasa bersalah dan menjadi tulang punggung keluarga. Saat itu Pasien bekerja sebagai buruh di pabrik tekstil dan berdagang. Pasien didiagnosis Ca mamae sejak 7 tahun yg lalu dan telah menjalani kemoterapi neoadjuvant serta mastektomi dan radiasi pada rongga thorax. Dan pada 3 tahun yang lalu, pasien dinyatakan terdapat metastase tulang dan cancer recurrent. Pasien menjalani lagi kemoterapi sampai satu tahun terakhir, nn. Mahdania mengatakan tidak tahu harus berbuat apa untuk ibunya, paling hanya bisa menemani ibunya secara bergantian dengan adik dan bapaknya. Bapak juga tidak bisa menemani ibu karena harus bekerja. Nn. Mahdania berharap kondisi ibunya dapat normal lagi dan bisa pulang ke rumah. Hasil pemeriksaan didapatkan : GCS E=4, M=5 V=5, TD 102/60 mmHg, denyut nadi 96 kali/menit teraba kecil dan reguler, RR 22 kali/menit dangkal dan ireguler, suhu 36,6 C, SaO2 99% dalam udara ruangan, BB 52 kg, TB 157 cm. Tampak sakit sedang, gelisah, bergerak aktif, skala nyeri 5, sering meringis kesakitan. Tubuh lembab dan berkeringat, kulit lengket, CRT 3 detik, akral dingin, tidak ada clubbing finger. Badannya Tercium bau. Kepala dan wajah simetris, tidak ada kelainan, rambut kusut. Mata simetris, palpebra tampak lingkaran hitam, konjungtiva anemis, sklera anikterik, pupil kontriksi. Hidung simetris, Terdapat pernafasan cuping hidung saat pasien beraktifitas. Bibir kering, tercium halitosis, rongga mulut tidak ada kelainan. Telinga simetris dan todak ada kelaianan. Leher simetris dan tidak ada kelainan. Rongga dada simetris. Mamae sinistra tidak ada dan mamae dextra ada, tampak kehitaman area kulit sinistra dan terdapat bekas mastektomy sinistra. Terdapat retraksi dada mminimal saat beraktifitas. Pernafasan bronkhovesikuler, jenis pernafasan dada dan abdomen, tidak ada pernafasan tambahan. BJ I lub, BJ II dub, tidak ada bunyi jantung tambahan. Abdomen lunak, tampak kulit mengkerut, bising usus 8 kali/menit, tidak ada hepatosplenomegali. Genitalia utuh dan bersih. Ekstrimitas simetris, kekuatan otot 5, refleks patela positif, refleks babinski negatif, refleks bruzinksi negatif. Punggung simetris, vertebra lurus. Rektum dan anus utuh, refleks anal positif. Tidak ada edema, tidak ada hematoma, tidak ada luka maupun bekas fraktur. Pasien mendapat skor 21 pada Skala Obsesif-Kompulsif Yale-Brown (Y-BOCS), Obsesi-7, dan Kompulsi-14; hasil pemeriksaan mendapat skor 72 pada the Self-rating Anxiety Scale (SAS). Diagnosa medis dari psikiater Psikiater RS tipe B saat ini yaitu OCD dan insomnia. Psikiater memberikan fluvoxamine 200 mg/hari dan duloxetine 60 mg/hari.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi Ny. Runensia yang didiagnosis dengan Obsessive Compulsive Disorder (OCD) dan insomnia, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat dari standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Pola Tidur
- SDKI: Gangguan Pola Tidur
- SLKI: Peningkatan Kualitas Tidur
- SIKI: Manajemen Insomnia
Penjelasan:
Pasien mengalami kesulitan tidur, hanya dapat tidur 2-3 jam setelah diberikan obat. Hal ini mengganggu kualitas tidur dan istirahat pasien.
2. Ketidakefektifan Perawatan Diri
- SDKI: Ketidakefektifan Perawatan Diri
- SLKI: Peningkatan Kemandirian dalam Perawatan Diri
- SIKI: Manajemen Perawatan Diri
Penjelasan:
Pasien membutuhkan bantuan dari keluarga untuk melakukan aktivitas perawatan diri seperti makan, minum, mandi, dan eliminasi. Hal ini menunjukkan ketidakefektifan perawatan diri.
3. Ansietas
- SDKI: Ansietas
- SLKI: Penurunan Kecemasan
- SIKI: Manajemen Ansietas
Penjelasan:
Pasien menunjukkan gejala-gejala ansietas seperti gelisah, tidak bisa tenang, dan sering melakukan aktivitas berulang-ulang tanpa henti.
4. Gangguan Proses Berpikir
- SDKI: Gangguan Proses Berpikir
- SLKI: Peningkatan Fungsi Kognitif
- SIKI: Manajemen Gangguan Proses Berpikir
Penjelasan:
Pasien menunjukkan perilaku obsesif-kompulsif yang mengganggu fungsi kognitif dan aktivitas sehari-hari.
5. Nyeri Kronis
- SDKI: Nyeri Kronis
- SLKI: Penurunan Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri
Penjelasan:
Pasien mengalami nyeri pada area kanker payudara yang semakin memburuk dan sering menekan payudaranya untuk mengurangi rasa nyeri.
Blok Asuhan Keperawatan Paliatif:
Asuhan keperawatan paliatif yang dapat diberikan meliputi:
1. Manajemen gejala: Pengelolaan nyeri, kecemasan, gangguan tidur, dan gangguan proses berpikir.
2. Dukungan psikologis: Pemberian dukungan emosional dan pendampingan bagi pasien dan keluarga.
3. Edukasi dan konseling: Memberikan edukasi mengenai kondisi pasien, manajemen gejala, dan peran keluarga dalam perawatan.
4. Koordinasi dengan tim interdisipliner: Kolaborasi dengan dokter, psikiater, dan ahli lainnya untuk memberikan perawatan komprehensif.
Tujuan asuhan keperawatan paliatif adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga serta memfasilitasi perawatan yang sesuai dengan nilai, preferensi, dan kebutuhan pasien. -
Article No. 9024 | 15 Dec 2024
Klinis : ketidakefektipan pemberian asi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi ketidakefektifan pemberian ASI.
Diagnosa Keperawatan:
Ketidakefektifan Pemberian ASI
Definisi:
Ketidakmampuan ibu untuk menyediakan/memberikan ASI yang cukup untuk bayi.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Pola Nutrisi Tidak Adekuat
- Perubahan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
- Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Keefektifan Pemberian ASI
- Perilaku Pemberian Makan yang Adekuat
- Status Nutrisi: Terpenuhi
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Laktasi
- Konseling Nutrisi
- Dukungan Pemberian ASI
Penjelasan Singkat:
Ketidakefektifan pemberian ASI dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti masalah dengan produksi ASI, perlekatan yang tidak tepat, serta kendala psikologis dan sosial ibu. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi manajemen laktasi, konseling nutrisi, dan dukungan pemberian ASI untuk membantu ibu dalam menyusui secara efektif. Tujuannya adalah untuk memastikan bayi mendapatkan nutrisi yang cukup dari ASI dan mencapai status nutrisi yang optimal. -
Article No. 9025 | 15 Dec 2024
Klinis : Gangguan orientasi
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, berikut adalah penjelasan rinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan untuk kondisi "Gangguan Orientasi":
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi "Gangguan Orientasi" berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah "Risiko Gangguan Orientasi Berhubungan Dengan Penurunan Fungsi Kognitif". Gangguan orientasi merupakan kondisi di mana individu mengalami kesulitan dalam mengenali orang, tempat, dan waktu secara akurat. Risiko gangguan orientasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penurunan fungsi kognitif akibat usia lanjut, penyakit neurologis, atau kondisi medis lainnya.
Luaran/Output Keperawatan (SLKI):
Setelah pemberian asuhan keperawatan, diharapkan luaran/output yang dapat dicapai adalah "Peningkatan Orientasi". Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengevaluasi pencapaian luaran ini antara lain:
1. Pasien dapat mengidentifikasi orang, tempat, dan waktu dengan benar.
2. Pasien dapat menjawab pertanyaan terkait orientasi diri, ruang, dan waktu dengan akurat.
3. Pasien menunjukkan peningkatan kemampuan dalam mengingat informasi terkait orientasi.
4. Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda kebingungan atau disorientasi.
5. Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan baik sesuai dengan orientasi yang tepat.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
Berikut adalah intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran "Peningkatan Orientasi":
1. Orientasi Realitas: Memberikan informasi secara berkelanjutan kepada pasien mengenai orang, tempat, dan waktu untuk membantu pasien mempertahankan orientasi.
2. Stimulasi Kognitif: Melakukan aktivitas yang dapat meningkatkan fungsi kognitif, seperti latihan memori, pengenalan gambar, atau permainan teka-teki.
3. Manajemen Lingkungan: Menciptakan lingkungan yang dapat membantu pasien mempertahankan orientasi, seperti menyediakan jam, kalender, dan petunjuk arah yang jelas.
4. Terapi Reminiscence: Mendorong pasien untuk mengingat dan menceritakan pengalaman masa lalu yang menyenangkan untuk meningkatkan orientasi.
5. Edukasi Keluarga: Memberikan edukasi kepada keluarga mengenai pentingnya mempertahankan orientasi pasien dan melibatkan keluarga dalam upaya pemulihan.
Penjelasan di atas disampaikan dengan tone akademis dan perspektif seorang perawat ahli, dengan harapan dapat memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai penanganan kondisi "Gangguan Orientasi" melalui asuhan keperawatan. Semoga informasi ini bermanfaat. Wassalamualaikum. -
Article No. 9026 | 15 Dec 2024
Klinis : Gangguan mood
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci mengenai diagnosis keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi gangguan mood.
Diagnosis Keperawatan SDKI:
Berdasarkan kondisi gangguan mood, diagnosis keperawatan yang sesuai adalah:
1. Perubahan Proses Berpikir ("Disturbed Thought Processes")
Definisi: Ketidakmampuan untuk berpikir secara jernih, logis, dan koheren yang dapat mempengaruhi proses pengambilan keputusan.
Karakteristik definisi: Perubahan isi dan proses berpikir, gangguan komunikasi, kesulitan dalam pemecahan masalah.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Peningkatan Proses Berpikir ("Improved Thought Processes")
Definisi: Kembalinya kemampuan untuk berpikir secara jernih, logis, dan koheren dalam pengambilan keputusan.
Kriteria hasil:
a. Pasien dapat mengomunikasikan pikirannya secara jelas dan terorganisir.
b. Pasien dapat memecahkan masalah dengan baik.
c. Pasien dapat mengambil keputusan dengan bijaksana.
d. Pasien menunjukkan peningkatan dalam proses berpikir.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Terapi Aktivitas Kelompok ("Group Activity Therapy")
Definisi: Intervensi yang dilakukan secara kolaboratif dengan klien dalam suatu kelompok untuk meningkatkan atau mempertahankan fungsi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.
Aktivitas:
a. Memfasilitasi diskusi kelompok mengenai masalah yang dihadapi dan strategi penyelesaiannya.
b. Mendorong klien untuk saling berbagi pengalaman dan memberikan dukungan sesama anggota kelompok.
c. Membantu klien dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dan interaksi sosial.
d. Mengembangkan aktivitas kelompok yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir klien.
2. Manajemen Diri ("Self-Management")
Definisi: Intervensi yang mendorong klien untuk mengidentifikasi, merencanakan, dan mengevaluasi strategi untuk mengatasi masalah kesehatan.
Aktivitas:
a. Membantu klien mengidentifikasi pola pikir dan perilaku yang perlu diubah.
b. Mengembangkan rencana aksi bersama klien untuk mengatasi masalah.
c. Mendorong klien untuk melakukan evaluasi diri dan monitoring terhadap kemajuan yang dicapai.
d. Memberikan umpan balik dan dukungan kepada klien dalam proses manajemen diri.
Penjelasan rinci:
Diagnosis keperawatan "Perubahan Proses Berpikir" dipilih karena kondisi gangguan mood dapat menyebabkan perubahan dalam proses berpikir klien, seperti kesulitan dalam berpikir secara jernih, logis, dan koheren, serta masalah dalam pengambilan keputusan.
Luaran/output yang diharapkan adalah "Peningkatan Proses Berpikir", di mana klien dapat mengembalikan kemampuan berpikir yang baik, dapat mengomunikasikan pemikirannya dengan jelas, memecahkan masalah dengan baik, dan mengambil keputusan secara bijaksana.
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran tersebut adalah Terapi Aktivitas Kelompok dan Manajemen Diri. Terapi Aktivitas Kelompok bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir klien melalui diskusi kelompok, berbagi pengalaman, dan aktivitas yang dapat membantu klien dalam meningkatkan proses berpikirannya. Manajemen Diri membantu klien untuk mengidentifikasi dan merencanakan strategi dalam mengatasi masalah kesehatan, serta melakukan evaluasi diri untuk memonitor kemajuan yang dicapai.
Dengan intervensi keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada klien, diharapkan klien dengan gangguan mood dapat meningkatkan proses berpikir dan mencapai outcome yang diharapkan.