Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 7191 | 27 Nov 2024
Klinis : Seorang laki-laki Tn.A berumur 35 tahun, saat dikaji istri Tn A mengatakan suaminya kecelakaan saat mengendarai sepeda motor. Saat dibawa ke IGD Tn.A sudah tidak sadarkan diri dengan GCS (E:2, M: 3, V: 2) terdapat hematoma di wajah dan kepala serta ada krepitasi pada paha kanan 1/3 medial dextra, keluar darah dari mulut dan hidung, dan saat dipindah ke bangsal bedah hasil pemeriksaan tanda vital: TD: 110/70 mmHg, Frequensi Pernafasan 28 kali/menit nadi 102 kali/menit, Suhu 37,8°C. Pemeriksaan fisik akral hangat, GCS GCS (E:2, M: 4, V: 3, CRT > 3 detik, blue eyes dikedua belah mata. Hasil Lab: Hb:9,4 gr/dl, Ht: 33%, Leukosit: 21.000 mm3, Trombosit: 198.000mm³, Hasil CT Scan terdapat edema serebral pada bagian kepala. Pasien terpasang foley kateter, NGT, terapi obat IFVD RL 25 tetes/mnt, dexametason 3x1, citicolin 3x1, asamtransamin 3x1, vit K 3x1, dan cefotaxime 2x1.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien Tn. A memiliki kondisi sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan Kesadaran berhubungan dengan Trauma kepala ditandai dengan GCS (E:2, M: 3, V: 2)
2. Perdarahan berhubungan dengan Trauma Kepala dan Paha ditandai dengan Hematoma di wajah, kepala, dan keluar darah dari mulut serta hidung
3. Risiko Cedera Pergerakan berhubungan dengan Trauma Paha ditandai dengan Krepitasi pada paha kanan 1/3 medial dextra
4. Nyeri Akut berhubungan dengan Trauma Paha ditandai dengan Krepitasi pada paha kanan 1/3 medial dextra
5. Risiko Infeksi berhubungan dengan Trauma Tubuh dan Tindakan Invasif (Terpasang Foley Kateter dan NGT)
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
SDKI merupakan standar yang mengatur tentang label diagnosis keperawatan yang dapat digunakan oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
SLKI merupakan standar yang mengatur tentang hasil atau luaran yang diharapkan dapat dicapai oleh pasien setelah mendapatkan asuhan keperawatan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
SIKI merupakan standar yang mengatur tentang tindakan atau intervensi keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat untuk mencapai hasil atau luaran yang diharapkan.
Berdasarkan kondisi Tn. A, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). -
Article No. 7192 | 27 Nov 2024
Klinis : Seorang laki-laki Tn.A berumur 35 tahun, saat dikaji istri Tn A mengatakan suaminya kecelakaan saat mengendarai sepeda motor. Saat dibawa ke IGD Tn.A sudah tidak sadarkan diri dengan GCS (E:2, M: 3, V: 2) terdapat hematoma di wajah dan kepala serta ada krepitasi pada paha kanan 1/3 medial dextra, keluar darah dari mulut dan hidung, dan saat dipindah ke bangsal bedah hasil pemeriksaan tanda vital: TD: 110/70 mmHg, Frequensi Pernafasan 28 kali/menit nadi 102 kali/menit, Suhu 37,8°C. Pemeriksaan fisik akral hangat, GCS GCS (E:2, M: 4, V: 3, CRT > 3 detik, blue eyes dikedua belah mata. Hasil Lab: Hb:9,4 gr/dl, Ht: 33%, Leukosit: 21.000 mm3, Trombosit: 198.000mm³, Hasil CT Scan terdapat edema serebral pada bagian kepala. Pasien terpasang foley kateter, NGT, terapi obat IFVD RL 25 tetes/mnt, dexametason 3x1, citicolin 3x1, asamtransamin 3x1, vit K 3x1, dan cefotaxime 2x1. buatkan analisa data, etiologi dan diagnosa keperawatannya
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat, saya akan menganalisa kondisi Tn. A berdasarkan standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Analisa Data:
1. Data Subjektif:
- Istri Tn. A mengatakan suaminya mengalami kecelakaan saat mengendarai sepeda motor.
- Tn. A saat ini tidak sadarkan diri.
2. Data Objektif:
- GCS: E2, M3, V2 (Penurunan kesadaran)
- Terdapat hematoma di wajah dan kepala serta ada krepitasi pada paha kanan 1/3 medial dextra (Cedera kepala dan ekstremitas)
- Keluar darah dari mulut dan hidung (Perdarahan)
- Tanda vital: TD 110/70 mmHg, FR 28 kpm, Nadi 102 kpm, Suhu 37,8°C (Tanda-tanda vital abnormal)
- Akral hangat, CRT > 3 detik, blue eyes di kedua belah mata (Sirkulasi perifer terganggu)
- Hasil laboratorium: Hb 9,4 g/dl, Ht 33%, Leukosit 21.000 mm3, Trombosit 198.000 mm3 (Perubahan hasil pemeriksaan laboratorium)
- Hasil CT Scan: Edema serebral pada bagian kepala (Kerusakan otak)
Etiologi:
1. Cedera kepala dan ekstremitas akibat kecelakaan
2. Perdarahan internal dan eksternal
3. Penurunan kesadaran
4. Gangguan sirkulasi perifer
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan Kesadaran berhubungan dengan cedera kepala dan edema serebral.
- SDKI: Penurunan Kesadaran
- SLKI: Mempertahankan Tingkat Kesadaran
- SIKI: Pemantauan Neurologi, Manajemen Jalan Napas, Manajemen Obat
2. Risiko Perdarahan berhubungan dengan cedera dan hasil pemeriksaan laboratorium.
- SDKI: Risiko Perdarahan
- SLKI: Kontrol Perdarahan
- SIKI: Manajemen Perdarahan, Manajemen Cairan, Manajemen Obat
3. Gangguan Perfusi Jaringan Serebral berhubungan dengan cedera kepala dan edema serebral.
- SDKI: Gangguan Perfusi Jaringan Serebral
- SLKI: Perfusi Jaringan Adekuat
- SIKI: Manajemen Jalan Napas, Manajemen Obat, Manajemen Cairan
Sebagai perawat, saya akan fokus pada penatalaksanaan tiga diagnosa keperawatan tersebut sesuai dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan PPNI, untuk membantu pemulihan Tn. A. -
Article No. 7193 | 27 Nov 2024
Klinis : Keluarga pasien mengatakan pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas sepeda motor mengalami kecelakaan pada tanggal 17 November 2024 sekitar pukul 19.00 WITA, pasien dikatakan mengendarai sepeda motor dan bertabrakan dengan pengendara motor lainnya di daerah Mano. Setelah kejadian, pasien langsung dibawa ke Puskesmas Mano karena mengalami beberapa gejala, di antaranya perdarahan dari hidung dan muntah yang disertai darah. Setelah dilakukan penanganan awal di puskesmas, pasien dirujuk ke RSUD Ruteng untuk mendapatkan perawatan lanjutan, mengingat kondisi pasien yang memerlukan perhatian lebih. Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan bahwa pasien mengalami beberapa tanda dan gejala, yaitu: Perdarahan dari telinga dan hidung, dengan pembengkakan (edema) di area wajah, deformitas(+) dan adanya keterbatasan dalam gerakan rahang atau kesulitan dalam membuka mulut, luka lecet di siku kiri berukuran 2x2 cm serta luka pada area kaki bagian bawah maupun lutut bagian kanan dengan luas 4x2 cm. Pasien menunjukkan perilaku gelisah dan berontak ketika diberi rangsangan nyeri dan tindakan medis, yang mengindikasikan respons nyeri yang meningkat. Kemampuan bicara pasien tidak jelas dan pasien sesekali menangis. Hasil pemeriksaan neurologis menunjukkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) sebesar 10 (E2 M5 V3), yang mengindikasikan adanya gangguan kesadaran dan delirium. Tanda vital pasien saat pemeriksaan menunjukkan tekanan darah (TD) 100/60 mmHg, nadi (N) 92 kali/menit, suhu (S) 37 °C, SpO2 97%, dan frekuensi respirasi (RR) 26 kali/menit. Pasien juga mengeluhkan adanya pusing serta memar pada wajah, khususnya di sekitar mata kanan. Pasien didiagnosis dengan Cidera Kepala Sedang yang memerlukan pemantauan berkala terhadap tanda vital, penanganan nyeri, serta intervensi pencegahan pada ruang bedah Dahlia.p CKS + Fraktur Os Zigomatikum Dextra+ VL Regio Cruris et Patella Dextra CKS: Merujuk pada Cidera Kepala Sementara, yang berarti bahwa pasien mengalami cedera pada bagian kepala, tetapi belum ada informasi spesifik tentang jenis dan tingkat keparahan cedera tersebut. VL (Vertebral Line): Ini menunjukkan bahwa ada kompresi atau trauma pada garis vertebra, tetapi konteksnya di sini mungkin lebih berfokus pada area yang lain. Regio Cruris et Patella Dextra: Regio Cruris mengacu pada area tungkai bawah (kaki) dan Patella Dextra mengacu pada cedera yang terjadi pada lutut kanan (patella adalah tulang tempurung lutut). Dalam konteks ini, pasien mungkin mengalami cedera atau trauma yang mempengaruhi baik area kaki bagian bawah maupun lutut bagian kanan. 2. Fraktur Os Zigomatikum Dextra Fraktur Os Zigomatikum Dextra: Os zigomatikum adalah tulang yang membentuk bagian wajah, lebih khusus tulang pipi. Fraktur ini bisa terjadi akibat trauma langsung, seperti dalam kecelakaan atau cedera terkait olahraga. Fraktur pada os zigomatikum biasanya berhubungan dengan pembengkakan (edema) di area wajah dan dapat menyebabkan deformitas, nyeri, dan keterbatasan dalam gerakan rahang atau kesulitan dalam membuka mulut. Kesimpulan Diagnostik: Pasien memiliki beberapa cedera, termasuk: Cidera pada area kepala yang mungkin masih perlu dievaluasi lebih lanjut. Cedera atau trauma pada lutut kanan serta tulang kaki bagian bawah yang perlu diatasi. Fraktur pada tulang pipi (os zigomatikum) di sisi kanan, yang mungkin memerlukan perawatan medis dan penanganan spesifik untuk mengurangi komplikasi lebih lanjut dan memulihkan fungsi normal. Penatalaksanaan: Perawatan Cidera Kepala: Pemantauan dan penilaian lebih lanjut untuk mengidentifikasi cedera otak yang mungkin terjadi. Pengobatan luka dan fraktur: Penanganan fraktur os zigomatikum melibatkan pengaturan ulang tulang jika diperlukan, serta pengelolaan nyeri dan pencegahan infeksi. Rehabilitasi Fisik: Setelah cedera stabil, terapi fisik mungkin diperlukan untuk memulihkan kekuatan dan fungsi di area yang terpengaruh. • Respon Motorik: 4 (Pasien dapat mengikuti perintah sederhana, tetapi tidak ada respon motorik yang lebih baik dari itu). • Respon Bicara: 5 (Pasien dapat berbicara dengan baik, tetapi mungkin tidak sepenuhnya jelas atau relevan). • Respon Membuka Mata: 3 (Pasien membuka mata sebagai reaksi terhadap rangsangan, tetapi tidak secara spontan). • Perhitungan GCS • Jumlah GCS = Respon membuka mata + Respon bicara + Respon motorik • GCS = 3 (membuka mata) + 5 (bicara) + 4 (motorik) = 12 • Kesimpulan • Jumlah GCS = 12 • Dengan GCS sebesar 12, pasien tersebut menunjukkan tingkat kesadaran sedang. Meski pasien mampu berbicara dengan cukup baik dan menunjukkan respon motorik yang lebih baik, respon membuka mata yang hanya mencapai 3 menunjukkan adanya tingkat kesadaran yang berkurang. • • Pasien tidak dapat membuka mata secara spontan dan hanya membuka mata sebagai respon terhadap rangsangan nyeri.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) berdasarkan kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Gangguan Perfusi Jaringan Otak
- Definisi: Ketidakadekuatan aliran darah ke otak yang dapat menyebabkan kerusakan atau kematian jaringan otak.
- Penyebab: Trauma kepala, fraktur tengkorak, perdarahan intrakranial.
- Tanda dan Gejala: Penurunan kesadaran, perubahan tanda vital, penurunan respon pupil, deformitas kepala, nyeri kepala, muntah, perdarahan dari telinga atau hidung.
2. Nyeri Akut
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- Penyebab: Cedera fisik, fraktur, luka.
- Tanda dan Gejala: Ekspresi wajah, gelisah, perilaku protektif, menangis.
3. Risiko Infeksi
- Definisi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
- Penyebab: Kerusakan integritas kulit, prosedur invasif, penurunan sistem imun.
- Tanda dan Gejala: Tanda infeksi lokal (bengkak, kemerahan, nyeri, panas), demam, leukositosis.
Luaran/Output yang Diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Perfusi Jaringan Otak Membaik
- Kriteria Hasil: Mempertahankan nilai GCS yang optimal, mengobservasi tanda vital dalam batas normal, tidak ada perdarahan dari telinga atau hidung, tidak ada peningkatan tekanan intrakranial.
2. Kontrol Nyeri Membaik
- Kriteria Hasil: Pasien melaporkan nyeri berkurang, menunjukkan ekspresi wajah yang rileks, perilaku protektif berkurang.
3. Bebas Infeksi
- Kriteria Hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi lokal atau sistemik, tidak ada demam, nilai leukosit normal.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Intervensi untuk Gangguan Perfusi Jaringan Otak:
- Monitor tanda vital secara berkala
- Lakukan pemeriksaan neurologis secara teratur
- Pertahankan posisi kepala elevasi 30-45 derajat
- Berikan oksigen sesuai indikasi
- Berikan cairan intravena sesuai kebutuhan
- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemeriksaan diagnostik dan intervensi lanjutan
2. Intervensi untuk Nyeri Akut:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
- Berikan analgesik sesuai indikasi dan kolaborasi dengan tim medis
- Ajarkan teknik manajemen nyeri non-farmakologis (misalnya, relaksasi, distraksi)
- Pantau efektivitas analgesik dan response pasien terhadap intervensi
3. Intervensi untuk Risiko Infeksi:
- Lakukan perawatan luka secara aseptik
- Monitor tanda-tanda infeksi secara berkala
- Berikan antibiotik sesuai indikasi dan kolaborasi dengan tim medis
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang pencegahan infeksi
Kesimpulan:
Pasien mengalami cedera kepala sedang dengan gejala penurunan kesadaran, perdarahan, dan fraktur pada tulang wajah serta cedera pada ekstremitas. Penanganan keperawatan yang diperlukan meliputi pemantauan status neurologis, pengelolaan nyeri, dan pencegahan infeksi. Tujuan asuhan keperawatan adalah mempertahankan perfusi otak yang optimal, mengendalikan nyeri, dan memastikan bebas infeksi. Intervensi keperawatan yang direkomendasikan mencakup pemantauan tanda vital, manajemen nyeri farmakologis dan non-farmakologis, serta perawatan luka dan pemberian antibiotik sesuai indikasi. -
Article No. 7194 | 27 Nov 2024
Klinis : Keluarga pasien mengatakan pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas sepeda motor mengalami kecelakaan pada tanggal 17 November 2024 sekitar pukul 19.00 WITA, pasien dikatakan mengendarai sepeda motor dan bertabrakan dengan pengendara motor lainnya di daerah Mano. Setelah kejadian, pasien langsung dibawa ke Puskesmas Mano karena mengalami beberapa gejala, di antaranya perdarahan dari hidung dan muntah yang disertai darah. Setelah dilakukan penanganan awal di puskesmas, pasien dirujuk ke RSUD Ruteng untuk mendapatkan perawatan lanjutan, mengingat kondisi pasien yang memerlukan perhatian lebih. Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan bahwa pasien mengalami beberapa tanda dan gejala, yaitu: Perdarahan dari telinga dan hidung, dengan pembengkakan (edema) di area wajah, deformitas(+) dan adanya keterbatasan dalam gerakan rahang atau kesulitan dalam membuka mulut, luka lecet di siku kiri berukuran 2x2 cm serta luka pada area kaki bagian bawah maupun lutut bagian kanan dengan luas 4x2 cm. Pasien menunjukkan perilaku gelisah dan berontak ketika diberi rangsangan nyeri dan tindakan medis, yang mengindikasikan respons nyeri yang meningkat. Kemampuan bicara pasien tidak jelas dan pasien sesekali menangis. Hasil pemeriksaan neurologis menunjukkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) sebesar 10 (E2 M5 V3), yang mengindikasikan adanya gangguan kesadaran dan delirium. Tanda vital pasien saat pemeriksaan menunjukkan tekanan darah (TD) 100/60 mmHg, nadi (N) 92 kali/menit, suhu (S) 37 °C, SpO2 97%, dan frekuensi respirasi (RR) 26 kali/menit. Pasien juga mengeluhkan adanya pusing serta memar pada wajah, khususnya di sekitar mata kanan. Pasien didiagnosis dengan Cidera Kepala Sedang yang memerlukan pemantauan berkala terhadap tanda vital, penanganan nyeri, serta intervensi pencegahan pada ruang bedah Dahlia.p CKS + Fraktur Os Zigomatikum Dextra+ VL Regio Cruris et Patella Dextra CKS: Merujuk pada Cidera Kepala Sementara, yang berarti bahwa pasien mengalami cedera pada bagian kepala, tetapi belum ada informasi spesifik tentang jenis dan tingkat keparahan cedera tersebut. VL (Vertebral Line): Ini menunjukkan bahwa ada kompresi atau trauma pada garis vertebra, tetapi konteksnya di sini mungkin lebih berfokus pada area yang lain. Regio Cruris et Patella Dextra: Regio Cruris mengacu pada area tungkai bawah (kaki) dan Patella Dextra mengacu pada cedera yang terjadi pada lutut kanan (patella adalah tulang tempurung lutut). Dalam konteks ini, pasien mungkin mengalami cedera atau trauma yang mempengaruhi baik area kaki bagian bawah maupun lutut bagian kanan. 2. Fraktur Os Zigomatikum Dextra Fraktur Os Zigomatikum Dextra: Os zigomatikum adalah tulang yang membentuk bagian wajah, lebih khusus tulang pipi. Fraktur ini bisa terjadi akibat trauma langsung, seperti dalam kecelakaan atau cedera terkait olahraga. Fraktur pada os zigomatikum biasanya berhubungan dengan pembengkakan (edema) di area wajah dan dapat menyebabkan deformitas, nyeri, dan keterbatasan dalam gerakan rahang atau kesulitan dalam membuka mulut. Kesimpulan Diagnostik: Pasien memiliki beberapa cedera, termasuk: Cidera pada area kepala yang mungkin masih perlu dievaluasi lebih lanjut. Cedera atau trauma pada lutut kanan serta tulang kaki bagian bawah yang perlu diatasi. Fraktur pada tulang pipi (os zigomatikum) di sisi kanan, yang mungkin memerlukan perawatan medis dan penanganan spesifik untuk mengurangi komplikasi lebih lanjut dan memulihkan fungsi normal. Penatalaksanaan: Perawatan Cidera Kepala: Pemantauan dan penilaian lebih lanjut untuk mengidentifikasi cedera otak yang mungkin terjadi. Pengobatan luka dan fraktur: Penanganan fraktur os zigomatikum melibatkan pengaturan ulang tulang jika diperlukan, serta pengelolaan nyeri dan pencegahan infeksi. Rehabilitasi Fisik: Setelah cedera stabil, terapi fisik mungkin diperlukan untuk memulihkan kekuatan dan fungsi di area yang terpengaruh. • Respon Motorik: 4 (Pasien dapat mengikuti perintah sederhana, tetapi tidak ada respon motorik yang lebih baik dari itu). • Respon Bicara: 5 (Pasien dapat berbicara dengan baik, tetapi mungkin tidak sepenuhnya jelas atau relevan). • Respon Membuka Mata: 3 (Pasien membuka mata sebagai reaksi terhadap rangsangan, tetapi tidak secara spontan). • Perhitungan GCS • Jumlah GCS = Respon membuka mata + Respon bicara + Respon motorik • GCS = 3 (membuka mata) + 5 (bicara) + 4 (motorik) = 12 • Kesimpulan • Jumlah GCS = 12 • Dengan GCS sebesar 12, pasien tersebut menunjukkan tingkat kesadaran sedang. Meski pasien mampu berbicara dengan cukup baik dan menunjukkan respon motorik yang lebih baik, respon membuka mata yang hanya mencapai 3 menunjukkan adanya tingkat kesadaran yang berkurang. • • Pasien tidak dapat membuka mata secara spontan dan hanya membuka mata sebagai respon terhadap rangsangan nyeri.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda paparkan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Perfusi Jaringan Serebral berhubungan dengan cedera kepala sedang
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera muskuloskeletal (fraktur os zigomatikum dextra, luka lecet, dan luka pada area kaki)
3. Risiko Cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
Penjelasan Singkat SDKI-SLKI-SIKI:
1. Gangguan Perfusi Jaringan Serebral berhubungan dengan cedera kepala sedang
SDKI: Gangguan perfusi jaringan serebral adalah keadaan di mana terjadi penurunan aliran darah ke otak, sehingga dapat menyebabkan gangguan oksigenasi dan nutrisi jaringan serebral.
SLKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pemantauan tanda vital, pemantauan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, serta pemberian oksigen jika perlu.
SIKI: Luaran yang diharapkan adalah tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial, mempertahankan perfusi jaringan serebral yang adekuat, dan tidak terjadi komplikasi lanjut akibat cedera kepala.
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera muskuloskeletal
SDKI: Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
SLKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pemberian analgesik, terapi dingin/panas, distraksi, dan manajemen nyeri komprehensif.
SIKI: Luaran yang diharapkan adalah penurunan intensitas nyeri, peningkatan kemampuan pasien dalam mengatasi nyeri, dan tidak terjadi komplikasi akibat nyeri yang tidak teratasi.
3. Risiko Cedera berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
SDKI: Risiko cedera adalah kerentanan terhadap luka fisik atau psikologis yang dapat disebabkan oleh lingkungan internal atau eksternal.
SLKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pencegahan jatuh, pemberian alat pelindung diri, pemantauan tanda vital, dan pemberian edukasi kepada keluarga.
SIKI: Luaran yang diharapkan adalah tidak terjadi cedera fisik pada pasien, pasien dapat berpartisipasi aktif dalam perawatan, dan keluarga dapat membantu mencegah terjadinya cedera.
Dalam penanganan kasus ini, perawat harus berfokus pada pemantauan tanda vital, penanganan nyeri, serta pencegahan komplikasi lebih lanjut akibat cedera yang dialami pasien. Kolaborasi yang erat dengan tim medis juga diperlukan untuk memastikan perawatan yang komprehensif dan optimal. -
Article No. 7195 | 27 Nov 2024
Klinis : Keluarga pasien mengatakan pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas sepeda motor mengalami kecelakaan pada tanggal 17 November 2024 sekitar pukul 19.00 WITA, pasien dikatakan mengendarai sepeda motor dan bertabrakan dengan pengendara motor lainnya di daerah Mano. Setelah kejadian, pasien langsung dibawa ke Puskesmas Mano karena mengalami beberapa gejala, di antaranya perdarahan dari hidung dan muntah yang disertai darah. Setelah dilakukan penanganan awal di puskesmas, pasien dirujuk ke RSUD Ruteng untuk mendapatkan perawatan lanjutan, mengingat kondisi pasien yang memerlukan perhatian lebih. Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan bahwa pasien mengalami beberapa tanda dan gejala, yaitu: Perdarahan dari telinga dan hidung, dengan pembengkakan (edema) di area wajah, deformitas(+) dan adanya keterbatasan dalam gerakan rahang atau kesulitan dalam membuka mulut, luka lecet di siku kiri berukuran 2x2 cm serta luka pada area kaki bagian bawah maupun lutut bagian kanan dengan luas 4x2 cm. Pasien menunjukkan perilaku gelisah dan berontak ketika diberi rangsangan nyeri dan tindakan medis, yang mengindikasikan respons nyeri yang meningkat. Kemampuan bicara pasien tidak jelas dan pasien sesekali menangis. Hasil pemeriksaan neurologis menunjukkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) sebesar 10 (E2 M5 V3), yang mengindikasikan adanya gangguan kesadaran dan delirium. Tanda vital pasien saat pemeriksaan menunjukkan tekanan darah (TD) 100/60 mmHg, nadi (N) 92 kali/menit, suhu (S) 37 °C, SpO2 97%, dan frekuensi respirasi (RR) 26 kali/menit. Pasien juga mengeluhkan adanya pusing serta memar pada wajah, khususnya di sekitar mata kanan. Pasien didiagnosis dengan Cidera Kepala Sedang yang memerlukan pemantauan berkala terhadap tanda vital, penanganan nyeri, serta intervensi pencegahan pada ruang bedah Dahlia.p CKS + Fraktur Os Zigomatikum Dextra+ VL Regio Cruris et Patella Dextra CKS: Merujuk pada Cidera Kepala Sementara, yang berarti bahwa pasien mengalami cedera pada bagian kepala, tetapi belum ada informasi spesifik tentang jenis dan tingkat keparahan cedera tersebut. VL (Vertebral Line): Ini menunjukkan bahwa ada kompresi atau trauma pada garis vertebra, tetapi konteksnya di sini mungkin lebih berfokus pada area yang lain. Regio Cruris et Patella Dextra: Regio Cruris mengacu pada area tungkai bawah (kaki) dan Patella Dextra mengacu pada cedera yang terjadi pada lutut kanan (patella adalah tulang tempurung lutut). Dalam konteks ini, pasien mungkin mengalami cedera atau trauma yang mempengaruhi baik area kaki bagian bawah maupun lutut bagian kanan. 2. Fraktur Os Zigomatikum Dextra Fraktur Os Zigomatikum Dextra: Os zigomatikum adalah tulang yang membentuk bagian wajah, lebih khusus tulang pipi. Fraktur ini bisa terjadi akibat trauma langsung, seperti dalam kecelakaan atau cedera terkait olahraga. Fraktur pada os zigomatikum biasanya berhubungan dengan pembengkakan (edema) di area wajah dan dapat menyebabkan deformitas, nyeri, dan keterbatasan dalam gerakan rahang atau kesulitan dalam membuka mulut. Kesimpulan Diagnostik: Pasien memiliki beberapa cedera, termasuk: Cidera pada area kepala yang mungkin masih perlu dievaluasi lebih lanjut. Cedera atau trauma pada lutut kanan serta tulang kaki bagian bawah yang perlu diatasi. Fraktur pada tulang pipi (os zigomatikum) di sisi kanan, yang mungkin memerlukan perawatan medis dan penanganan spesifik untuk mengurangi komplikasi lebih lanjut dan memulihkan fungsi normal. Penatalaksanaan: Perawatan Cidera Kepala: Pemantauan dan penilaian lebih lanjut untuk mengidentifikasi cedera otak yang mungkin terjadi. Pengobatan luka dan fraktur: Penanganan fraktur os zigomatikum melibatkan pengaturan ulang tulang jika diperlukan, serta pengelolaan nyeri dan pencegahan infeksi. Rehabilitasi Fisik: Setelah cedera stabil, terapi fisik mungkin diperlukan untuk memulihkan kekuatan dan fungsi di area yang terpengaruh. • Respon Motorik: 4 (Pasien dapat mengikuti perintah sederhana, tetapi tidak ada respon motorik yang lebih baik dari itu). • Respon Bicara: 5 (Pasien dapat berbicara dengan baik, tetapi mungkin tidak sepenuhnya jelas atau relevan). • Respon Membuka Mata: 3 (Pasien membuka mata sebagai reaksi terhadap rangsangan, tetapi tidak secara spontan). • Perhitungan GCS • Jumlah GCS = Respon membuka mata + Respon bicara + Respon motorik • GCS = 3 (membuka mata) + 5 (bicara) + 4 (motorik) = 12 • Kesimpulan • Jumlah GCS = 12 • Dengan GCS sebesar 12, pasien tersebut menunjukkan tingkat kesadaran sedang. Meski pasien mampu berbicara dengan cukup baik dan menunjukkan respon motorik yang lebih baik, respon membuka mata yang hanya mencapai 3 menunjukkan adanya tingkat kesadaran yang berkurang. • • Pasien tidak dapat membuka mata secara spontan dan hanya membuka mata sebagai respon terhadap rangsangan nyeri.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI, SLKI, SIKI yang sesuai standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan Kesadaran berhubungan dengan cedera kepala sedang, ditandai dengan GCS 12 (E3 V4 M5).
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Penurunan Kesadaran adalah hilang atau menurunnya respon individu terhadap lingkungan dan kemampuan untuk mempertahankan aktivitas.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Mempertahankan Perfusi Otak
2. Terbebas dari Komplikasi Cedera Kepala
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Pemantauan Tanda Vital
2. Manajemen Jalan Napas
3. Manajemen Perfusi Jaringan
4. Manajemen Nyeri
2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan cedera fraktur os zigomatikum dextra, VL regio cruris et patella dextra, dan luka lecet, ditandai dengan adanya deformitas, pembengkakan, keterbatasan gerak, dan nyeri saat pergerakan.
SDKI:
Gangguan Mobilitas Fisik adalah keterbatasan dalam melakukan pergerakan fisik yang disengaja dan terarah, yang menyebabkan gangguan pada aktivitas sehari-hari.
SLKI:
1. Pemulihan Fungsi Sensomotorik
2. Terbebas dari Komplikasi Imobilisasi
SIKI:
1. Manajemen Fraktur
2. Manajemen Nyeri
3. Perawatan Luka
4. Terapi Latihan
3. Nyeri Akut berhubungan dengan cedera kepala, fraktur, dan luka, ditandai dengan perilaku gelisah, berontak, dan pernyataan nyeri.
SDKI:
Nyeri Akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial.
SLKI:
1. Pengendalian Nyeri
2. Terbebas dari Komplikasi Nyeri
SIKI:
1. Manajemen Nyeri
2. Terapi Modalitas Nyeri
Penjelasan Singkat:
Pasien mengalami penurunan kesadaran akibat cedera kepala sedang yang perlu dipantau secara ketat. Selain itu, pasien juga memiliki cedera fraktur di wajah dan tungkai yang menyebabkan gangguan mobilitas fisik serta nyeri akut. Intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi pemantauan tanda vital, manajemen jalan napas, manajemen nyeri, perawatan luka, dan terapi latihan untuk memulihkan fungsi. -
Article No. 7196 | 27 Nov 2024
Klinis : Keluarga pasien mengatakan pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas sepeda motor mengalami kecelakaan pada tanggal 17 November 2024 sekitar pukul 19.00 WITA, pasien dikatakan mengendarai sepeda motor dan bertabrakan dengan pengendara motor lainnya di daerah Mano. Setelah kejadian, pasien langsung dibawa ke Puskesmas Mano karena mengalami beberapa gejala, di antaranya perdarahan dari hidung dan muntah yang disertai darah. Setelah dilakukan penanganan awal di puskesmas, pasien dirujuk ke RSUD Ruteng untuk mendapatkan perawatan lanjutan, mengingat kondisi pasien yang memerlukan perhatian lebih. Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan bahwa pasien mengalami beberapa tanda dan gejala, yaitu: Perdarahan dari telinga dan hidung, dengan pembengkakan (edema) di area wajah, deformitas(+) dan adanya keterbatasan dalam gerakan rahang atau kesulitan dalam membuka mulut, luka lecet di siku kiri berukuran 2x2 cm serta luka pada area kaki bagian bawah maupun lutut bagian kanan dengan luas 4x2 cm. Pasien menunjukkan perilaku gelisah dan berontak ketika diberi rangsangan nyeri dan tindakan medis, yang mengindikasikan respons nyeri yang meningkat. Kemampuan bicara pasien tidak jelas dan pasien sesekali menangis. Hasil pemeriksaan neurologis menunjukkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) sebesar 10 (E2 M5 V3), yang mengindikasikan adanya gangguan kesadaran dan delirium. Tanda vital pasien saat pemeriksaan menunjukkan tekanan darah (TD) 100/60 mmHg, nadi (N) 92 kali/menit, suhu (S) 37 °C, SpO2 97%, dan frekuensi respirasi (RR) 26 kali/menit. Pasien juga mengeluhkan adanya pusing serta memar pada wajah, khususnya di sekitar mata kanan. Pasien didiagnosis dengan Cidera Kepala Sedang yang memerlukan pemantauan berkala terhadap tanda vital, penanganan nyeri, serta intervensi pencegahan pada ruang bedah Dahlia.p CKS + Fraktur Os Zigomatikum Dextra+ VL Regio Cruris et Patella Dextra CKS: Merujuk pada Cidera Kepala Sementara, yang berarti bahwa pasien mengalami cedera pada bagian kepala, tetapi belum ada informasi spesifik tentang jenis dan tingkat keparahan cedera tersebut. VL (Vertebral Line): Ini menunjukkan bahwa ada kompresi atau trauma pada garis vertebra, tetapi konteksnya di sini mungkin lebih berfokus pada area yang lain. Regio Cruris et Patella Dextra: Regio Cruris mengacu pada area tungkai bawah (kaki) dan Patella Dextra mengacu pada cedera yang terjadi pada lutut kanan (patella adalah tulang tempurung lutut). Dalam konteks ini, pasien mungkin mengalami cedera atau trauma yang mempengaruhi baik area kaki bagian bawah maupun lutut bagian kanan. 2. Fraktur Os Zigomatikum Dextra Fraktur Os Zigomatikum Dextra: Os zigomatikum adalah tulang yang membentuk bagian wajah, lebih khusus tulang pipi. Fraktur ini bisa terjadi akibat trauma langsung, seperti dalam kecelakaan atau cedera terkait olahraga. Fraktur pada os zigomatikum biasanya berhubungan dengan pembengkakan (edema) di area wajah dan dapat menyebabkan deformitas, nyeri, dan keterbatasan dalam gerakan rahang atau kesulitan dalam membuka mulut. Kesimpulan Diagnostik: Pasien memiliki beberapa cedera, termasuk: Cidera pada area kepala yang mungkin masih perlu dievaluasi lebih lanjut. Cedera atau trauma pada lutut kanan serta tulang kaki bagian bawah yang perlu diatasi. Fraktur pada tulang pipi (os zigomatikum) di sisi kanan, yang mungkin memerlukan perawatan medis dan penanganan spesifik untuk mengurangi komplikasi lebih lanjut dan memulihkan fungsi normal. Penatalaksanaan: Perawatan Cidera Kepala: Pemantauan dan penilaian lebih lanjut untuk mengidentifikasi cedera otak yang mungkin terjadi. Pengobatan luka dan fraktur: Penanganan fraktur os zigomatikum melibatkan pengaturan ulang tulang jika diperlukan, serta pengelolaan nyeri dan pencegahan infeksi. Rehabilitasi Fisik: Setelah cedera stabil, terapi fisik mungkin diperlukan untuk memulihkan kekuatan dan fungsi di area yang terpengaruh. • Respon Motorik: 4 (Pasien dapat mengikuti perintah sederhana, tetapi tidak ada respon motorik yang lebih baik dari itu). • Respon Bicara: 5 (Pasien dapat berbicara dengan baik, tetapi mungkin tidak sepenuhnya jelas atau relevan). • Respon Membuka Mata: 3 (Pasien membuka mata sebagai reaksi terhadap rangsangan, tetapi tidak secara spontan). • Perhitungan GCS • Jumlah GCS = Respon membuka mata + Respon bicara + Respon motorik • GCS = 3 (membuka mata) + 5 (bicara) + 4 (motorik) = 12 • Kesimpulan • Jumlah GCS = 12 • Dengan GCS sebesar 12, pasien tersebut menunjukkan tingkat kesadaran sedang. Meski pasien mampu berbicara dengan cukup baik dan menunjukkan respon motorik yang lebih baik, respon membuka mata yang hanya mencapai 3 menunjukkan adanya tingkat kesadaran yang berkurang. • • Pasien tidak dapat membuka mata secara spontan dan hanya membuka mata sebagai respon terhadap rangsangan nyeri.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kasus ini:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan lesi traumatik/ luka pada siku kiri dan lutut kanan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik (fraktur, luka, dll).
3. Risiko Perdarahan berhubungan dengan trauma kepala.
4. Perubahan Perfusi Jaringan Otak berhubungan dengan cedera kepala.
5. Gangguan Pola Napas berhubungan dengan trauma/cedera.
6. Gangguan Komunikasi berhubungan dengan cedera neurologis.
7. Risiko Infeksi berhubungan dengan luka terbuka.
8. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan cedera ekstremitas.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Gangguan Integritas Kulit
- SDKI: Kerusakan pada kulit dan/atau jaringan pendukung.
- SLKI: Pemulihan integritas kulit.
- SIKI: Perawatan luka, Debridement, Manajemen Luka.
2. Nyeri Akut
- SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- SLKI: Pengurangan rasa nyeri.
- SIKI: Manajemen Nyeri, Analgetik.
3. Risiko Perdarahan
- SDKI: Keadaan rentan mengalami kehilangan darah yang berlebihan.
- SLKI: Pencegahan perdarahan.
- SIKI: Pemantauan Tanda Vital, Perawatan Luka Perdarahan.
4. Perubahan Perfusi Jaringan Otak
- SDKI: Penurunan sirkulasi darah dan oksigen ke jaringan otak.
- SLKI: Perfusi jaringan otak yang optimal.
- SIKI: Pemantauan Neurologis, Pengaturan Posisi.
5. Gangguan Pola Napas
- SDKI: Ketidakmampuan untuk bernapas dengan normal.
- SLKI: Pola napas yang efektif.
- SIKI: Terapi Oksigen, Manajemen Jalan Napas.
6. Gangguan Komunikasi
- SDKI: Keterbatasan dalam mengirim atau menerima pesan verbal, nonverbal, atau tertulis.
- SLKI: Komunikasi yang efektif.
- SIKI: Terapi Wicara, Komunikasi Alternatif.
7. Risiko Infeksi
- SDKI: Keadaan rentan terhadap serangan mikroorganisme patogen.
- SLKI: Pencegahan infeksi.
- SIKI: Perawatan Luka, Pemberian Antibiotik.
8. Gangguan Mobilitas Fisik
- SDKI: Keterbatasan dalam pergerakan fisik yang disengaja dari satu tempat ke tempat lain.
- SLKI: Mobilitas fisik yang optimal.
- SIKI: Latihan Ambulasi, Terapi Fisik.
Dalam kasus ini, pasien mengalami cedera kepala sedang, fraktur pada tulang pipi, serta luka-luka pada ekstremitas. Oleh karena itu, penatalaksanaan keperawatan yang komprehensif diperlukan untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul, baik dari segi pemulihan luka, manajemen nyeri, pencegahan komplikasi, serta rehabilitasi dan pemulihan fungsi. -
Article No. 7197 | 27 Nov 2024
Klinis : Keluarga pasien mengatakan pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran setelah mengalami kecelakaan lalu lintas sepeda motor mengalami kecelakaan pada tanggal 17 November 2024 sekitar pukul 19.00 WITA, pasien dikatakan mengendarai sepeda motor dan bertabrakan dengan pengendara motor lainnya di daerah Mano. Setelah kejadian, pasien langsung dibawa ke Puskesmas Mano karena mengalami beberapa gejala, di antaranya perdarahan dari hidung dan muntah yang disertai darah. Setelah dilakukan penanganan awal di puskesmas, pasien dirujuk ke RSUD Ruteng untuk mendapatkan perawatan lanjutan, mengingat kondisi pasien yang memerlukan perhatian lebih. Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan bahwa pasien mengalami beberapa tanda dan gejala, yaitu: Perdarahan dari telinga dan hidung, dengan pembengkakan (edema) di area wajah, deformitas(+) dan adanya keterbatasan dalam gerakan rahang atau kesulitan dalam membuka mulut, luka lecet di siku kiri berukuran 2x2 cm serta luka pada area kaki bagian bawah maupun lutut bagian kanan dengan luas 4x2 cm. Pasien menunjukkan perilaku gelisah dan berontak ketika diberi rangsangan nyeri dan tindakan medis, yang mengindikasikan respons nyeri yang meningkat. Kemampuan bicara pasien tidak jelas dan pasien sesekali menangis. Hasil pemeriksaan neurologis menunjukkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) sebesar 10 (E2 M5 V3), yang mengindikasikan adanya gangguan kesadaran dan delirium. Tanda vital pasien saat pemeriksaan menunjukkan tekanan darah (TD) 100/60 mmHg, nadi (N) 92 kali/menit, suhu (S) 37 °C, SpO2 97%, dan frekuensi respirasi (RR) 26 kali/menit. Pasien juga mengeluhkan adanya pusing serta memar pada wajah, khususnya di sekitar mata kanan. Pasien didiagnosis dengan Cidera Kepala Sedang yang memerlukan pemantauan berkala terhadap tanda vital, penanganan nyeri, serta intervensi pencegahan pada ruang bedah Dahlia.p CKS + Fraktur Os Zigomatikum Dextra+ VL Regio Cruris et Patella Dextra CKS: Merujuk pada Cidera Kepala Sementara, yang berarti bahwa pasien mengalami cedera pada bagian kepala, tetapi belum ada informasi spesifik tentang jenis dan tingkat keparahan cedera tersebut. VL (Vertebral Line): Ini menunjukkan bahwa ada kompresi atau trauma pada garis vertebra, tetapi konteksnya di sini mungkin lebih berfokus pada area yang lain. Regio Cruris et Patella Dextra: Regio Cruris mengacu pada area tungkai bawah (kaki) dan Patella Dextra mengacu pada cedera yang terjadi pada lutut kanan (patella adalah tulang tempurung lutut). Dalam konteks ini, pasien mungkin mengalami cedera atau trauma yang mempengaruhi baik area kaki bagian bawah maupun lutut bagian kanan. 2. Fraktur Os Zigomatikum Dextra Fraktur Os Zigomatikum Dextra: Os zigomatikum adalah tulang yang membentuk bagian wajah, lebih khusus tulang pipi. Fraktur ini bisa terjadi akibat trauma langsung, seperti dalam kecelakaan atau cedera terkait olahraga. Fraktur pada os zigomatikum biasanya berhubungan dengan pembengkakan (edema) di area wajah dan dapat menyebabkan deformitas, nyeri, dan keterbatasan dalam gerakan rahang atau kesulitan dalam membuka mulut. Kesimpulan Diagnostik: Pasien memiliki beberapa cedera, termasuk: Cidera pada area kepala yang mungkin masih perlu dievaluasi lebih lanjut. Cedera atau trauma pada lutut kanan serta tulang kaki bagian bawah yang perlu diatasi. Fraktur pada tulang pipi (os zigomatikum) di sisi kanan, yang mungkin memerlukan perawatan medis dan penanganan spesifik untuk mengurangi komplikasi lebih lanjut dan memulihkan fungsi normal. Penatalaksanaan: Perawatan Cidera Kepala: Pemantauan dan penilaian lebih lanjut untuk mengidentifikasi cedera otak yang mungkin terjadi. Pengobatan luka dan fraktur: Penanganan fraktur os zigomatikum melibatkan pengaturan ulang tulang jika diperlukan, serta pengelolaan nyeri dan pencegahan infeksi. Rehabilitasi Fisik: Setelah cedera stabil, terapi fisik mungkin diperlukan untuk memulihkan kekuatan dan fungsi di area yang terpengaruh. • Respon Motorik: 4 (Pasien dapat mengikuti perintah sederhana, tetapi tidak ada respon motorik yang lebih baik dari itu). • Respon Bicara: 5 (Pasien dapat berbicara dengan baik, tetapi mungkin tidak sepenuhnya jelas atau relevan). • Respon Membuka Mata: 3 (Pasien membuka mata sebagai reaksi terhadap rangsangan, tetapi tidak secara spontan). • Perhitungan GCS • Jumlah GCS = Respon membuka mata + Respon bicara + Respon motorik • GCS = 3 (membuka mata) + 5 (bicara) + 4 (motorik) = 12 • Kesimpulan • Jumlah GCS = 12 • Dengan GCS sebesar 12, pasien tersebut menunjukkan tingkat kesadaran sedang. Meski pasien mampu berbicara dengan cukup baik dan menunjukkan respon motorik yang lebih baik, respon membuka mata yang hanya mencapai 3 menunjukkan adanya tingkat kesadaran yang berkurang. • • Pasien tidak dapat membuka mata secara spontan dan hanya membuka mata sebagai respon terhadap rangsangan nyeri.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Cedera Kepala Sedang (SDKI)
Definisi: Gangguan integritas struktur otak akibat benturan, tabrakan, atau kekerasan yang mengakibatkan perubahan fungsi otak.
2. Nyeri Akut (SDKI)
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
3. Gangguan Mobilitas Fisik (SDKI)
Definisi: Pembatasan dalam pergerakan fisik yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk bergerak secara mandiri.
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
1. Cedera Kepala Sedang
- Penyebab: Benturan, tabrakan, atau kekerasan yang menyebabkan perubahan fungsi otak.
- Karakteristik: Penurunan kesadaran, perdarahan, edema, deformitas, dan keterbatasan pergerakan.
2. Nyeri Akut
- Penyebab: Kerusakan jaringan akibat cedera.
- Karakteristik: Pasien menunjukkan perilaku gelisah dan berontak saat diberikan rangsangan nyeri.
3. Gangguan Mobilitas Fisik
- Penyebab: Cedera yang membatasi pergerakan fisik.
- Karakteristik: Luka lecet dan memar pada siku kiri serta luka pada kaki bagian bawah dan lutut kanan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Tingkat Kesadaran Membaik
2. Nyeri Terkontrol
3. Mobilitas Fisik Membaik
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Pemantauan Tanda Vital
2. Manajemen Nyeri
3. Mobilisasi Dini
Tujuan intervensi keperawatan adalah untuk memantau kondisi pasien, mengelola nyeri, dan memfasilitasi pemulihan mobilitas fisik. Dengan intervensi yang tepat, diharapkan pasien dapat meningkatkan tingkat kesadarannya, mengendalikan nyeri, dan memulihkan kemampuan mobilitas fisik. -
Article No. 7198 | 27 Nov 2024
Klinis : Kasus kelolaan praktik keperawatan keluarga ; Ny. E mengatakan pernah berobat sebulan yang lalu karena nyeri lutut dan terkena asam urat. Namun sekarang belum di cek lagi. Ny. E mempunyai kebiasaan suka makan ikan asin dengan nasi, tidak suka makan sayur. Pola makan di keluarga hanya 2x dalam sehari. Ny. E mengatakan pola komunikasi dalam keluarga tidak ada masalah, hanya jarang berinteraksi antara Tn.k dan Ny. E di dalam rumah. Waktu luang yang di lakukan Keluarga adalah menonton Tv. Ny. E jarang melakukan aktivitas fisik berolahraga lebih banyak di dalam rumah. Keluar rumah hanya jalan untuk belanja sayur Masalah keperawatan 1. Perilaku kesehatan cenderunh berisiko 2. Manajemen keluarga tidak efektif 3. Kesiapan peningkatan koping keluarga
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan mempertimbangkan kondisi yang diuraikan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran keperawatan SLKI, dan intervensi keperawatan SIKI yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Perilaku kesehatan cenderung berisiko
Definisi: Ketidakmampuan keluarga untuk memodifikasi perilaku kesehatan yang dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan.
Karakteristik definisi: Pola makan tidak sehat (suka makan ikan asin, jarang makan sayur), kurang aktivitas fisik.
2. Manajemen keluarga tidak efektif
Definisi: Kemampuan keluarga yang tidak adekuat untuk mengatur sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan keluarga.
Karakteristik definisi: Pola interaksi dalam keluarga jarang, kurangnya aktivitas bersama keluarga.
3. Kesiapan peningkatan koping keluarga
Definisi: Suatu kondisi dimana keluarga memiliki kemampuan yang belum optimal untuk mengatasi masalah kesehatan yang dihadapi.
Karakteristik definisi: Belum ada upaya yang optimal untuk mengatasi masalah kesehatan yang dialami (asam urat dan pola makan).
Luaran Keperawatan SLKI (Setelah Asuhan Keperawatan):
1. Perilaku Kesehatan: Keluarga mendemonstrasikan perilaku kesehatan yang sehat.
2. Manajemen Keluarga: Keluarga mampu mengatur sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan keluarga.
3. Koping Keluarga: Keluarga mampu menggunakan strategi koping yang efektif untuk mengatasi masalah kesehatan.
Intervensi Keperawatan SIKI (Untuk Mencapai Luaran):
1. Perilaku Kesehatan:
a. Edukasi keluarga tentang pemilihan makanan yang sehat dan manfaat aktivitas fisik.
b. Kolaborasi dengan keluarga dalam menyusun rencana peningkatan pola makan sehat dan aktivitas fisik.
c. Monitoring dan evaluasi perubahan perilaku kesehatan keluarga.
2. Manajemen Keluarga:
a. Fasilitasi keluarga untuk mengidentifikasi sumber daya yang dimiliki dan potensi yang dapat dikembangkan.
b. Kolaborasi dengan keluarga dalam menetapkan prioritas dan menyusun rencana peningkatan interaksi dan aktivitas bersama.
c. Monitoring dan evaluasi kemampuan keluarga dalam mengelola sumber daya untuk mencapai tujuan.
3. Koping Keluarga:
a. Identifikasi persepsi, pemahaman, dan kesiapan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan.
b. Edukasi keluarga tentang asam urat, pentingnya pemeriksaan berkala, dan strategi koping yang efektif.
c. Kolaborasi dengan keluarga dalam menyusun rencana peningkatan pemantauan kesehatan dan strategi koping.
d. Monitoring dan evaluasi peningkatan koping keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan.
Sebagai perawat, saya akan menerapkan pendekatan yang berpusat pada keluarga, melibatkan anggota keluarga secara aktif, dan memfasilitasi pengembangan kemampuan keluarga dalam mengelola masalah kesehatan yang dihadapi. -
Article No. 7199 | 27 Nov 2024
Klinis : Kasus kelolaan praktik keperawatan keluarga ; Ny. E mengatakan pernah berobat sebulan yang lalu karena nyeri lutut dan terkena asam urat. Namun sekarang belum di cek lagi. Ny. E mempunyai kebiasaan suka makan ikan asin dengan nasi, tidak suka makan sayur. Pola makan di keluarga hanya 2x dalam sehari. Ny. E mengatakan pola komunikasi dalam keluarga tidak ada masalah, hanya jarang berinteraksi antara Tn.k dan Ny. E di dalam rumah. Waktu luang yang di lakukan Keluarga adalah menonton Tv. Ny. E jarang melakukan aktivitas fisik berolahraga lebih banyak di dalam rumah. Keluar rumah hanya jalan untuk belanja sayur
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Keluarga
Definisi: Kegagalan keluarga untuk mengidentifikasi, mencari, memutuskan, dan/atau melaksanakan tindakan yang tepat untuk memelihara atau memulihkan kesehatan anggota keluarga.
2. Defisit Pengetahuan Keluarga
Definisi: Kurangnya informasi kognitif yang dimiliki keluarga tentang kondisi kesehatan, perawatan, dan pengobatan.
3. Kurang Aktivitas Fisik
Definisi: Ketidakcukupan aktivitas fisik untuk mempertahankan kebugaran dan kesehatan.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Manajemen Kesehatan Keluarga Efektif
- Keluarga dapat mengidentifikasi masalah kesehatan dengan benar.
- Keluarga dapat memutuskan tindakan yang tepat untuk memelihara atau memulihkan kesehatan anggota keluarga.
- Keluarga dapat melaksanakan tindakan yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah kesehatan.
2. Pengetahuan Keluarga Meningkat
- Keluarga dapat menjelaskan kondisi kesehatan anggota keluarga.
- Keluarga dapat menjelaskan cara perawatan dan pengobatan yang dibutuhkan.
- Keluarga dapat menjelaskan manfaat pengelolaan kesehatan yang tepat.
3. Aktivitas Fisik Adekuat
- Keluarga dapat melakukan aktivitas fisik secara teratur.
- Keluarga dapat mempertahankan kebugaran dan kesehatan.
- Keluarga dapat memilih aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi anggota keluarga.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Kesehatan Keluarga
- Kaji pemahaman keluarga tentang masalah kesehatan anggota keluarga.
- Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan keluarga dalam mengelola kesehatan.
- Berdiskusi dengan keluarga tentang rencana pengelolaan kesehatan yang tepat.
- Dorong keluarga untuk melaksanakan rencana pengelolaan kesehatan.
- Evaluasi efektivitas pengelolaan kesehatan yang dilakukan keluarga.
2. Edukasi Kesehatan Keluarga
- Berikan informasi tentang kondisi kesehatan anggota keluarga.
- Jelaskan pentingnya perawatan dan pengobatan yang dibutuhkan.
- Ajarkan keluarga tentang cara perawatan dan pengobatan yang tepat.
- Diskusikan dengan keluarga manfaat pengelolaan kesehatan yang efektif.
- Berikan umpan balik positif terhadap upaya keluarga dalam meningkatkan pengetahuan.
3. Peningkatan Aktivitas Fisik
- Kaji kemampuan dan minat keluarga dalam melakukan aktivitas fisik.
- Diskusikan dengan keluarga berbagai pilihan aktivitas fisik yang sesuai.
- Bantu keluarga menyusun rencana aktivitas fisik yang dapat dilakukan secara rutin.
- Dukung keluarga untuk melaksanakan rencana aktivitas fisik yang telah disusun.
- Evaluasi efektivitas pelaksanaan aktivitas fisik oleh keluarga.
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Keluarga: Ny. E dan keluarga belum melakukan pengelolaan kesehatan yang efektif, terbukti dengan Ny. E yang belum melakukan pemeriksaan lanjutan untuk asam urat, pola makan yang tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik.
2. Defisit Pengetahuan Keluarga: Keluarga Ny. E memiliki pengetahuan yang kurang tentang pengelolaan kesehatan yang baik, terbukti dengan pola makan yang tidak seimbang dan kurangnya aktivitas fisik.
3. Kurang Aktivitas Fisik: Ny. E jarang melakukan aktivitas fisik atau berolahraga, lebih banyak beraktivitas di dalam rumah, sehingga dapat memengaruhi kondisi kesehatannya.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Manajemen Kesehatan Keluarga Efektif: Diharapkan keluarga Ny. E dapat mengidentifikasi masalah kesehatan, memutuskan tindakan yang tepat, dan melaksanakan tindakan yang dibutuhkan untuk memelihara atau memulihkan kesehatan anggota keluarga.
2. Pengetahuan Keluarga Meningkat: Diharapkan keluarga Ny. E dapat memahami kondisi kesehatan, cara perawatan dan pengobatan, serta manfaat pengelolaan kesehatan yang tepat.
3. Aktivitas Fisik Adekuat: Diharapkan keluarga Ny. E dapat melakukan aktivitas fisik secara teratur, mempertahankan kebugaran dan kesehatan, serta memilih aktivitas fisik yang sesuai dengan kondisi anggota keluarga.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Kesehatan Keluarga: Dimulai dengan mengkaji pemahaman keluarga tentang masalah kesehatan, mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kemampuan keluarga, berdiskusi tentang rencana pengelolaan kesehatan yang tepat, mendorong keluarga untuk melaksanakannya, dan mengevaluasi efektivitas pengelolaan yang dilakukan.
2. Edukasi Kesehatan Keluarga: Memberikan informasi tentang kondisi kesehatan, menjelaskan pentingnya perawatan dan pengobatan, mengajarkan cara perawatan dan pengobatan yang tepat, mendiskusikan manfaat pengelolaan kesehatan yang efektif, serta memberikan umpan balik positif terhadap upaya keluarga.
3. Peningkatan Aktivitas Fisik: Mengkaji kemampuan dan minat keluarga dalam melakukan aktivitas fisik, mendiskusikan pilihan aktivitas fisik yang sesuai, membantu menyusun rencana aktivitas fisik, mendukung keluarga untuk melaksanakan rencana, serta mengevaluasi efektivitas pelaksanaan aktivitas fisik. -
Article No. 7200 | 27 Nov 2024
Klinis : Diare 7 kali air ada ampas, muntah 5 kaliair
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi diare 7 kali air ada ampas, muntah 5 kali air, dengan nada akademis dan persona sebagai pakar/perawat:
Diagnosa Keperawatan:
Diare Akut
Definisi: Pengeluaran feses dengan konsistensi cair atau setengah cair yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 14 hari.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Status Cairan Tubuh: Setelah intervensi keperawatan, pasien akan menunjukkan status cairan tubuh yang membaik.
2. Eliminasi: Setelah intervensi keperawatan, pasien akan menunjukkan pola eliminasi yang membaik.
3. Pengetahuan Manajemen Diare: Setelah intervensi keperawatan, pasien/keluarga akan menunjukkan peningkatan pengetahuan tentang manajemen diare.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Diare
- Kaji tanda dan gejala diare (frekuensi, konsistensi, warna, bau, dan adanya darah/lendir)
- Pantau intake dan output cairan
- Kolaborasi pemberian terapi rehidrasi oral atau intravena sesuai indikasi
- Edukasi pasien/keluarga tentang manajemen diare
2. Manajemen Hipovolemia
- Kaji tanda dan gejala hipovolemia (pusing, capek, tekanan darah rendah, dll)
- Pantau intake dan output cairan
- Kolaborasi pemberian cairan intravena sesuai indikasi
- Monitoring tanda vital dan status cairan
3. Manajemen Mual dan Muntah
- Kaji frekuensi, durasi, dan faktor pencetus mual dan muntah
- Berikan antiemetik sesuai indikasi
- Hindari asupan oral sementara dan lakukan rehidrasi intravena
- Edukasi pasien/keluarga tentang manajemen mual dan muntah
Dengan pendekatan akademis dan persona sebagai pakar/perawat, intervensi keperawatan akan berfokus pada manajemen diare, hipovolemia, dan mual muntah untuk mengatasi masalah kesehatan pasien secara komprehensif.