Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 7643 | 02 Dec 2024
Klinis : Ny. A, seorang wanita berusia 20 tahun, seorang ibu rumah tangga, datang ke rumah sakit dengan keluhan utama nyeri pada abdomen yang hilang timbul, diiringi dengan kontraksi yang semakin intens. Ia mengalami nyeri dengan skala 7, terutama saat kontraksi berlangsung, dan mengeluh cemas karena bayi yang belum juga lahir meskipun sudah memasuki usia kehamilan 42 minggu. Kehamilan ini adalah kehamilan pertama (G1P0A0) dengan usia kehamilan dihitung berdasarkan HPHT pada 6 November 2018 dan HPL pada 19 September 2019. Setelah dilakukan pemeriksaan, ketuban diketahui telah pecah pada pukul 16.00 WIB, dan keluarnya cairan lendir dari pervagina semakin memperburuk kecemasan yang dialaminya dan khawatir mengalami kegagalan pada proses persalinan ini. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital ibu menunjukkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 37,5°C. Pemeriksaan kepala menunjukkan kulit kepala bersih tanpa ketombe, luka, atau benjolan, dan kepala terlihat simetris. Wajah Ny. A bersih, kulit normal tanpa bercak kemerahan, konjungtiva berwarna merah muda, dan sklera putih bersih, serta wajahnya simetris. Bibirnya berwarna pink dan lembab. Saat ini, Ny. A sudah mulai mengeluarkan ASI. Pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya hiperpigmentasi dengan linea nigra yang tampak menghitam, dan striae terlihat di sekitar pinggul, panggul, serta payudaranya. Pada pemeriksaan genitalia, kebersihan area genital cukup terjaga karena Ny. A mengganti pakaian dalamnya dua kali sehari dan membersihkan area vagina menggunakan sabun daun sirih saat mengalami keputihan. Ia juga melaporkan pengeluaran cairan lendir dari vagina selama sekitar dua hari. Pemeriksaan obstetri menunjukkan bahwa denyut jantung janin (DJJ) terdeteksi 165x/menit. Kontraksi uterus terjadi dengan frekuensi 4 kali dalam 10 menit, masing-masing durasi kontraksi selama 30 detik. Pemeriksaan dalam menunjukkan pembukaan serviks sudah mencapai 8 cm dan kepala janin teraba sudah cukup rendah. Namun, ibu masih merasa cemas dan nyeri hebat selama kontraksi berlangsung, yang mengindikasikan adanya peningkatan kecemasan dan rasa takut terhadap proses persalinan. Dalam hal status nutrisi, berat badan (BB) Ny. A sebelum hamil adalah 44 kg, dan selama kehamilan naik menjadi 54 kg. Dengan tinggi badan 153 cm, BMI-nya sebelum hamil adalah 18,8 kg/m² (kategori normal), dan setelah hamil naik menjadi 23,1 kg/m² (masih dalam rentang normal). Perkiraan berat janin (BBJ) adalah 3400 gram, sesuai dengan berat bayi yang lahir. Pemeriksaan penunjang menunjukkan bahwa Ny. A melakukan tes kehamilan menggunakan testpack, namun tidak melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb). Ny. A juga mengalami pecah ketuban, dan pemeriksaan USG dilakukan setiap dua bulan sekali selama masa kehamilan. Mengingat kondisi ibu yang tampak kelelahan dan adanya risiko distres janin dilakukan tindakan episiotomi untuk mempercepat proses persalinan dan mengurangi kemungkinan trauma pada perineum. Pada pukul 16.50 WIB, bayi perempuan lahir dengan berat 3400 gram, panjang 52 cm, dan skor APGAR 5-6 dengan warna kulit abnormal (kebiruan), dan frekuensi napas 75x/menit. Bayi tidak langsung menangis, sianosis dan memerlukan intervensi untuk merangsang pernapasan. Setelah kelahiran, kondisi ibu dan bayi mulai stabil. Ibu diberi penanganan untuk mengurangi rasa nyeri pasca episiotomi, serta bayi dimonitor untuk memastikan kondisi kesehatannya dalam keadaan baik. Setelah beberapa hari pasca melahirkan ibu mengalami demam dengan suhu 38,5°C, tampak pada perineum membengkak dan jahitan terbuka disertai keluarnya cairan berbau busuk.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Fetal
- Definisi: Keadaan di mana terdapat risiko penurunan pengiriman oksigen dan nutrisi ke janin, yang dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan janin.
- Faktor Risiko: Pecah ketuban dini, kehamilan postterm, kontraksi uterus abnormal.
2. Kecemasan
- Definisi: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya atau stressor.
- Faktor Terkait: Pengalaman persalinan yang buruk, kurang pengetahuan tentang proses persalinan.
3. Nyeri Akut
- Definisi: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- Faktor Terkait: Kontraksi uterus, episiotomi.
4. Risiko Infeksi
- Definisi: Keadaan di mana terdapat risiko masuknya agen patogen ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan.
- Faktor Risiko: Pecah ketuban, episiotomi, perawatan luka tidak adekuat.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Perfusi Jaringan Fetal
- Kriteria Hasil: Denyut jantung janin dalam rentang normal, tidak ada tanda-tanda gawat janin.
- Indikator: Denyut jantung janin 120-160 kali/menit, tidak ada pola denyut jantung janin non-reassuring.
2. Tingkat Kecemasan
- Kriteria Hasil: Kecemasan ibu berkurang, ibu dapat beradaptasi dengan proses persalinan.
- Indikator: Ibu dapat mengungkapkan perasaan cemas, ibu dapat mengenali dan mengatasi kecemasan.
3. Kontrol Nyeri
- Kriteria Hasil: Nyeri berkurang, ibu dapat beradaptasi dengan nyeri persalinan.
- Indikator: Ibu dapat mengungkapkan nyeri, ibu dapat mengenali dan mengatasi nyeri.
4. Bebas Infeksi
- Kriteria Hasil: Tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi dan area perineum.
- Indikator: Luka episiotomi tampak bersih, tidak ada erythema, edema, atau drainage.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Fetal:
- Pemantauan Kesejahteraan Janin
- Manajemen Kontraksi Uterus
- Manajemen Kehamilan Postterm
2. Kecemasan:
- Manajemen Kecemasan
- Dukungan Emosional
- Pendidikan Kesehatan
3. Nyeri Akut:
- Manajemen Nyeri
- Terapi Relaksasi
- Kolaborasi Pemberian Analgesik
4. Risiko Infeksi:
- Perawatan Luka
- Manajemen Infeksi
- Kolaborasi Pemberian Antibiotik
Implementasi dari intervensi-intervensi ini akan membantu mencapai luaran yang diharapkan dan mengatasi masalah kesehatan yang dialami oleh Ny. A. -
Article No. 7644 | 02 Dec 2024
Klinis : Ny. A, seorang wanita berusia 20 tahun, seorang ibu rumah tangga, datang ke rumah sakit dengan keluhan utama nyeri pada abdomen yang hilang timbul, diiringi dengan kontraksi yang semakin intens. Ia mengalami nyeri dengan skala 7, terutama saat kontraksi berlangsung, dan mengeluh cemas karena bayi yang belum juga lahir meskipun sudah memasuki usia kehamilan 42 minggu. Kehamilan ini adalah kehamilan pertama (G1P0A0) dengan usia kehamilan dihitung berdasarkan HPHT pada 6 November 2018 dan HPL pada 19 September 2019. Setelah dilakukan pemeriksaan, ketuban diketahui telah pecah pada pukul 16.00 WIB, dan keluarnya cairan lendir dari pervagina semakin memperburuk kecemasan yang dialaminya dan khawatir mengalami kegagalan pada proses persalinan ini. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital ibu menunjukkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 37,5°C. Pemeriksaan kepala menunjukkan kulit kepala bersih tanpa ketombe, luka, atau benjolan, dan kepala terlihat simetris. Wajah Ny. A bersih, kulit normal tanpa bercak kemerahan, konjungtiva berwarna merah muda, dan sklera putih bersih, serta wajahnya simetris. Bibirnya berwarna pink dan lembab. Saat ini, Ny. A sudah mulai mengeluarkan ASI. Pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya hiperpigmentasi dengan linea nigra yang tampak menghitam, dan striae terlihat di sekitar pinggul, panggul, serta payudaranya. Pada pemeriksaan genitalia, kebersihan area genital cukup terjaga karena Ny. A mengganti pakaian dalamnya dua kali sehari dan membersihkan area vagina menggunakan sabun daun sirih saat mengalami keputihan. Ia juga melaporkan pengeluaran cairan lendir dari vagina selama sekitar dua hari. Pemeriksaan obstetri menunjukkan bahwa denyut jantung janin (DJJ) terdeteksi 165x/menit. Kontraksi uterus terjadi dengan frekuensi 4 kali dalam 10 menit, masing-masing durasi kontraksi selama 30 detik. Pemeriksaan dalam menunjukkan pembukaan serviks sudah mencapai 8 cm dan kepala janin teraba sudah cukup rendah. Namun, ibu masih merasa cemas dan nyeri hebat selama kontraksi berlangsung, yang mengindikasikan adanya peningkatan kecemasan dan rasa takut terhadap proses persalinan. Dalam hal status nutrisi, berat badan (BB) Ny. A sebelum hamil adalah 44 kg, dan selama kehamilan naik menjadi 54 kg. Dengan tinggi badan 153 cm, BMI-nya sebelum hamil adalah 18,8 kg/m² (kategori normal), dan setelah hamil naik menjadi 23,1 kg/m² (masih dalam rentang normal). Perkiraan berat janin (BBJ) adalah 3400 gram, sesuai dengan berat bayi yang lahir. Pemeriksaan penunjang menunjukkan bahwa Ny. A melakukan tes kehamilan menggunakan testpack, namun tidak melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb). Ny. A juga mengalami pecah ketuban, dan pemeriksaan USG dilakukan setiap dua bulan sekali selama masa kehamilan. Mengingat kondisi ibu yang tampak kelelahan dan adanya risiko distres janin dilakukan tindakan episiotomi untuk mempercepat proses persalinan dan mengurangi kemungkinan trauma pada perineum. Pada pukul 16.50 WIB, bayi perempuan lahir dengan berat 3400 gram, panjang 52 cm, dan skor APGAR 5-6 dengan warna kulit abnormal (kebiruan), dan frekuensi napas 75x/menit. Bayi tidak langsung menangis, sianosis dan memerlukan intervensi untuk merangsang pernapasan. Setelah kelahiran, kondisi ibu dan bayi mulai stabil. Ibu diberi penanganan untuk mengurangi rasa nyeri pasca episiotomi, serta bayi dimonitor untuk memastikan kondisi kesehatannya dalam keadaan baik. Setelah beberapa hari pasca melahirkan ibu mengalami demam dengan suhu 38,5°C, tampak pada perineum membengkak dan jahitan terbuka disertai keluarnya cairan berbau busuk.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI untuk kondisi Ny. A:
1. Diagnosa Keperawatan (SDKI):
a. Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
Faktor Yang Berhubungan: Agen pencedera fisik (kontraksi uterus yang intens).
Gejala dan Tanda: Nyeri abdomen skala 7 terutama saat kontraksi.
b. Kecemasan
Definisi: Respon emosional dan psikologis individu terhadap sumber ancaman yang belum jelas dan tidak spesifik.
Faktor Yang Berhubungan: Krisis situasional (proses persalinan yang belum berhasil).
Gejala dan Tanda: Cemas karena bayi belum lahir meskipun usia kehamilan 42 minggu.
c. Risiko Infeksi
Definisi: Berisiko mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
Faktor Yang Berhubungan: Pecahnya ketuban, pengeluaran cairan lendir dari vagina, dan luka episiotomi.
2. Rencana Keperawatan (SLKI):
a. Manajemen Nyeri
Kriteria Hasil: Nyeri berkurang atau terkontrol.
Intervensi: Kolaborasi pemberian analgesik, kompres hangat/dingin, teknik distraksi.
b. Manajemen Kecemasan
Kriteria Hasil: Kecemasan berkurang.
Intervensi: Diskusi tentang proses persalinan, terapi relaksasi, dukungan emosional.
c. Pencegahan Infeksi
Kriteria Hasil: Tidak terjadi infeksi.
Intervensi: Perawatan luka episiotomi, monitor tanda infeksi, kolaborasi pemberian antibiotik.
3. Intervensi Keperawatan (SIKI):
a. Manajemen Nyeri
- Identifikasi lokasi, karakteristik, dan derajat nyeri.
- Kolaborasi pemberian analgesik yang sesuai.
- Anjurkan penggunaan kompres hangat/dingin untuk mengurangi nyeri.
- Ajarkan teknik distraksi untuk mengatasi nyeri.
b. Manajemen Kecemasan
- Identifikasi faktor penyebab kecemasan.
- Diskusikan proses persalinan dan kemajuan kondisi ibu dan bayi.
- Ajarkan teknik relaksasi untuk menurunkan kecemasan.
- Berikan dukungan emosional dan motivasi selama proses persalinan.
c. Perawatan Luka Episiotomi
- Observasi tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi.
- Lakukan perawatan luka episiotomi secara aseptik.
- Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
- Ajarkan teknik perawatan luka episiotomi kepada pasien.
Penerapan rencana keperawatan ini diharapkan dapat membantu mengatasi masalah yang dialami Ny. A secara komprehensif, baik dari segi penanganan nyeri, kecemasan, maupun pencegahan infeksi. -
Article No. 7645 | 02 Dec 2024
Klinis : Ny. A, seorang wanita berusia 20 tahun, seorang ibu rumah tangga, datang ke rumah sakit dengan keluhan utama nyeri pada abdomen yang hilang timbul, diiringi dengan kontraksi yang semakin intens. Ia mengalami nyeri dengan skala 7, terutama saat kontraksi berlangsung, dan mengeluh cemas karena bayi yang belum juga lahir meskipun sudah memasuki usia kehamilan 42 minggu. Kehamilan ini adalah kehamilan pertama (G1P0A0) dengan usia kehamilan dihitung berdasarkan HPHT pada 6 November 2018 dan HPL pada 19 September 2019. Setelah dilakukan pemeriksaan, ketuban diketahui telah pecah pada pukul 16.00 WIB, dan keluarnya cairan lendir dari pervagina semakin memperburuk kecemasan yang dialaminya dan khawatir mengalami kegagalan pada proses persalinan ini. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital ibu menunjukkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 37,5°C. Pemeriksaan kepala menunjukkan kulit kepala bersih tanpa ketombe, luka, atau benjolan, dan kepala terlihat simetris. Wajah Ny. A bersih, kulit normal tanpa bercak kemerahan, konjungtiva berwarna merah muda, dan sklera putih bersih, serta wajahnya simetris. Bibirnya berwarna pink dan lembab. Saat ini, Ny. A sudah mulai mengeluarkan ASI. Pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya hiperpigmentasi dengan linea nigra yang tampak menghitam, dan striae terlihat di sekitar pinggul, panggul, serta payudaranya. Pada pemeriksaan genitalia, kebersihan area genital cukup terjaga karena Ny. A mengganti pakaian dalamnya dua kali sehari dan membersihkan area vagina menggunakan sabun daun sirih saat mengalami keputihan. Ia juga melaporkan pengeluaran cairan lendir dari vagina selama sekitar dua hari. Pemeriksaan obstetri menunjukkan bahwa denyut jantung janin (DJJ) terdeteksi 165x/menit. Kontraksi uterus terjadi dengan frekuensi 4 kali dalam 10 menit, masing-masing durasi kontraksi selama 30 detik. Pemeriksaan dalam menunjukkan pembukaan serviks sudah mencapai 8 cm dan kepala janin teraba sudah cukup rendah. Namun, ibu masih merasa cemas dan nyeri hebat selama kontraksi berlangsung, yang mengindikasikan adanya peningkatan kecemasan dan rasa takut terhadap proses persalinan. Dalam hal status nutrisi, berat badan (BB) Ny. A sebelum hamil adalah 44 kg, dan selama kehamilan naik menjadi 54 kg. Dengan tinggi badan 153 cm, BMI-nya sebelum hamil adalah 18,8 kg/m² (kategori normal), dan setelah hamil naik menjadi 23,1 kg/m² (masih dalam rentang normal). Perkiraan berat janin (BBJ) adalah 3400 gram, sesuai dengan berat bayi yang lahir. Pemeriksaan penunjang menunjukkan bahwa Ny. A melakukan tes kehamilan menggunakan testpack, namun tidak melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb). Ny. A juga mengalami pecah ketuban, dan pemeriksaan USG dilakukan setiap dua bulan sekali selama masa kehamilan. Mengingat kondisi ibu yang tampak kelelahan dan adanya risiko distres janin dilakukan tindakan episiotomi untuk mempercepat proses persalinan dan mengurangi kemungkinan trauma pada perineum. Pada pukul 16.50 WIB, bayi perempuan lahir dengan berat 3400 gram, panjang 52 cm, dan skor APGAR 5-6 dengan warna kulit abnormal (kebiruan), dan frekuensi napas 75x/menit. Bayi tidak langsung menangis, sianosis dan memerlukan intervensi untuk merangsang pernapasan. Setelah kelahiran, kondisi ibu dan bayi mulai stabil. Ibu diberi penanganan untuk mengurangi rasa nyeri pasca episiotomi, serta bayi dimonitor untuk memastikan kondisi kesehatannya dalam keadaan baik. Setelah beberapa hari pasca melahirkan ibu mengalami demam dengan suhu 38,5°C, tampak pada perineum membengkak dan jahitan terbuka disertai keluarnya cairan berbau busuk.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan memperhatikan kondisi Ny. A yang dipaparkan, berikut kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis:
1. Kode ICD-10:
- Kode: O47.1
- Deskripsi: Kontraksi palsu pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 72.1
- Deskripsi: Episiotomi
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 O47.1 (Kontraksi palsu pada usia kehamilan 37 minggu atau lebih) sesuai dengan kondisi Ny. A yang mengalami kontraksi uterus yang semakin intens, meskipun usia kehamilan sudah mencapai 42 minggu. Hal ini mengindikasikan adanya kontraksi palsu (false labor) pada usia kehamilan lanjut.
2. Kode ICD-9-CM 72.1 (Episiotomi) sesuai dengan tindakan yang dilakukan untuk mempercepat proses persalinan dan mengurangi kemungkinan trauma pada perineum. Episiotomi dilakukan karena adanya indikasi distres janin dan kelelahan ibu.
Selanjutnya, berdasarkan kondisi Ny. A pasca melahirkan yang mengalami demam, pembengkakan dan infeksi pada luka episiotomi, dapat diberikan diagnosis tambahan sebagai berikut:
3. Kode ICD-10:
- Kode: O86.0
- Deskripsi: Infeksi pada luka episiotomi atau laserasi vagina dan perineum pasca persalinan
Penjelasan:
Kode ICD-10 O86.0 (Infeksi pada luka episiotomi atau laserasi vagina dan perineum pasca persalinan) sesuai dengan kondisi Ny. A yang mengalami demam, pembengkakan, dan keluarnya cairan berbau busuk pada area perineum, yang mengindikasikan adanya infeksi pada luka episiotomi. -
Article No. 7646 | 02 Dec 2024
Klinis : Ny. A, seorang wanita berusia 20 tahun, seorang ibu rumah tangga, datang ke rumah sakit dengan keluhan utama nyeri pada abdomen yang hilang timbul, diiringi dengan kontraksi yang semakin intens. Ia mengalami nyeri dengan skala 7, terutama saat kontraksi berlangsung, dan mengeluh cemas karena bayi yang belum juga lahir meskipun sudah memasuki usia kehamilan 42 minggu. Kehamilan ini adalah kehamilan pertama (G1P0A0) dengan usia kehamilan dihitung berdasarkan HPHT pada 6 November 2018 dan HPL pada 19 September 2019. Setelah dilakukan pemeriksaan, ketuban diketahui telah pecah pada pukul 16.00 WIB, dan keluarnya cairan lendir dari pervagina semakin memperburuk kecemasan yang dialaminya dan khawatir mengalami kegagalan pada proses persalinan ini. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital ibu menunjukkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 37,5°C. Pemeriksaan kepala menunjukkan kulit kepala bersih tanpa ketombe, luka, atau benjolan, dan kepala terlihat simetris. Wajah Ny. A bersih, kulit normal tanpa bercak kemerahan, konjungtiva berwarna merah muda, dan sklera putih bersih, serta wajahnya simetris. Bibirnya berwarna pink dan lembab. Saat ini, Ny. A sudah mulai mengeluarkan ASI. Pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya hiperpigmentasi dengan linea nigra yang tampak menghitam, dan striae terlihat di sekitar pinggul, panggul, serta payudaranya. Pada pemeriksaan genitalia, kebersihan area genital cukup terjaga karena Ny. A mengganti pakaian dalamnya dua kali sehari dan membersihkan area vagina menggunakan sabun daun sirih saat mengalami keputihan. Ia juga melaporkan pengeluaran cairan lendir dari vagina selama sekitar dua hari. Pemeriksaan obstetri menunjukkan bahwa denyut jantung janin (DJJ) terdeteksi 165x/menit. Kontraksi uterus terjadi dengan frekuensi 4 kali dalam 10 menit, masing-masing durasi kontraksi selama 30 detik. Pemeriksaan dalam menunjukkan pembukaan serviks sudah mencapai 8 cm dan kepala janin teraba sudah cukup rendah. Namun, ibu masih merasa cemas dan nyeri hebat selama kontraksi berlangsung, yang mengindikasikan adanya peningkatan kecemasan dan rasa takut terhadap proses persalinan. Dalam hal status nutrisi, berat badan (BB) Ny. A sebelum hamil adalah 44 kg, dan selama kehamilan naik menjadi 54 kg. Dengan tinggi badan 153 cm, BMI-nya sebelum hamil adalah 18,8 kg/m² (kategori normal), dan setelah hamil naik menjadi 23,1 kg/m² (masih dalam rentang normal). Perkiraan berat janin (BBJ) adalah 3400 gram, sesuai dengan berat bayi yang lahir. Pemeriksaan penunjang menunjukkan bahwa Ny. A melakukan tes kehamilan menggunakan testpack, namun tidak melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb). Ny. A juga mengalami pecah ketuban, dan pemeriksaan USG dilakukan setiap dua bulan sekali selama masa kehamilan. Mengingat kondisi ibu yang tampak kelelahan dan adanya risiko distres janin dilakukan tindakan episiotomi untuk mempercepat proses persalinan dan mengurangi kemungkinan trauma pada perineum. Pada pukul 16.50 WIB, bayi perempuan lahir dengan berat 3400 gram, panjang 52 cm, dan skor APGAR 5-6 dengan warna kulit abnormal (kebiruan), dan frekuensi napas 75x/menit. Bayi tidak langsung menangis, sianosis dan memerlukan intervensi untuk merangsang pernapasan. Setelah kelahiran, kondisi ibu dan bayi mulai stabil. Ibu diberi penanganan untuk mengurangi rasa nyeri pasca episiotomi, serta bayi dimonitor untuk memastikan kondisi kesehatannya dalam keadaan baik. Setelah beberapa hari pasca melahirkan ibu mengalami demam dengan suhu 38,5°C, tampak pada perineum membengkak dan jahitan terbuka disertai keluarnya cairan berbau busuk.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, saya dapat memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi Ny. A sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus selama proses persalinan.
2. Cemas berhubungan dengan kegagalan proses persalinan dan kondisi janin.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan pecahnya ketuban dan trauma episiotomi.
Penjelasan Singkat:
1. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus selama proses persalinan:
- SDKI: Nyeri Akut
- SLKI: Pengendalian Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri
Ny. A mengalami nyeri akut pada abdomen dengan skala 7, terutama saat kontraksi berlangsung. Nyeri ini berhubungan dengan kontraksi uterus yang semakin intens selama proses persalinan.
2. Cemas berhubungan dengan kegagalan proses persalinan dan kondisi janin:
- SDKI: Kecemasan
- SLKI: Pengendalian Kecemasan
- SIKI: Manajemen Kecemasan
Ny. A mengalami kecemasan yang semakin meningkat karena bayi belum juga lahir meskipun sudah memasuki usia kehamilan 42 minggu, serta kekhawatiran terhadap kemungkinan kegagalan dalam proses persalinan.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan pecahnya ketuban dan trauma episiotomi:
- SDKI: Risiko Infeksi
- SLKI: Pencegahan Infeksi
- SIKI: Manajemen Infeksi
Ny. A mengalami pecah ketuban sejak pukul 16.00 WIB, serta dilakukan tindakan episiotomi untuk mempercepat proses persalinan, yang dapat meningkatkan risiko infeksi. Hal ini terlihat dari adanya demam, pembengkakan, dan jahitan terbuka pada perineum setelah beberapa hari pasca melahirkan.
Dalam menentukan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI, saya telah mempertimbangkan kondisi Ny. A secara menyeluruh, termasuk gejala yang dialami, faktor risiko, dan komplikasi yang mungkin terjadi. Penerapan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari PPNI bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkualitas tinggi bagi Ny. A. -
Article No. 7647 | 02 Dec 2024
Klinis : Ny. A, seorang wanita berusia 20 tahun, seorang ibu rumah tangga, datang ke rumah sakit dengan keluhan utama nyeri pada abdomen yang hilang timbul, diiringi dengan kontraksi yang semakin intens. Ia mengalami nyeri dengan skala 7, terutama saat kontraksi berlangsung, dan mengeluh cemas karena bayi yang belum juga lahir meskipun sudah memasuki usia kehamilan 42 minggu. Kehamilan ini adalah kehamilan pertama (G1P0A0) dengan usia kehamilan dihitung berdasarkan HPHT pada 6 November 2018 dan HPL pada 19 September 2019. Setelah dilakukan pemeriksaan, ketuban diketahui telah pecah pada pukul 16.00 WIB, dan keluarnya cairan lendir dari pervagina semakin memperburuk kecemasan yang dialaminya dan khawatir mengalami kegagalan pada proses persalinan ini. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital ibu menunjukkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 37,5°C. Pemeriksaan kepala menunjukkan kulit kepala bersih tanpa ketombe, luka, atau benjolan, dan kepala terlihat simetris. Wajah Ny. A bersih, kulit normal tanpa bercak kemerahan, konjungtiva berwarna merah muda, dan sklera putih bersih, serta wajahnya simetris. Bibirnya berwarna pink dan lembab. Saat ini, Ny. A sudah mulai mengeluarkan ASI. Pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya hiperpigmentasi dengan linea nigra yang tampak menghitam, dan striae terlihat di sekitar pinggul, panggul, serta payudaranya. Pada pemeriksaan genitalia, kebersihan area genital cukup terjaga karena Ny. A mengganti pakaian dalamnya dua kali sehari dan membersihkan area vagina menggunakan sabun daun sirih saat mengalami keputihan. Ia juga melaporkan pengeluaran cairan lendir dari vagina selama sekitar dua hari. Pemeriksaan obstetri menunjukkan bahwa denyut jantung janin (DJJ) terdeteksi 165x/menit. Kontraksi uterus terjadi dengan frekuensi 4 kali dalam 10 menit, masing-masing durasi kontraksi selama 30 detik. Pemeriksaan dalam menunjukkan pembukaan serviks sudah mencapai 8 cm dan kepala janin teraba sudah cukup rendah. Namun, ibu masih merasa cemas dan nyeri hebat selama kontraksi berlangsung, yang mengindikasikan adanya peningkatan kecemasan dan rasa takut terhadap proses persalinan. Dalam hal status nutrisi, berat badan (BB) Ny. A sebelum hamil adalah 44 kg, dan selama kehamilan naik menjadi 54 kg. Dengan tinggi badan 153 cm, BMI-nya sebelum hamil adalah 18,8 kg/m² (kategori normal), dan setelah hamil naik menjadi 23,1 kg/m² (masih dalam rentang normal). Perkiraan berat janin (BBJ) adalah 3400 gram, sesuai dengan berat bayi yang lahir. Pemeriksaan penunjang menunjukkan bahwa Ny. A melakukan tes kehamilan menggunakan testpack, namun tidak melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb). Ny. A juga mengalami pecah ketuban, dan pemeriksaan USG dilakukan setiap dua bulan sekali selama masa kehamilan. Mengingat kondisi ibu yang tampak kelelahan dan adanya risiko distres janin dilakukan tindakan episiotomi untuk mempercepat proses persalinan dan mengurangi kemungkinan trauma pada perineum. Pada pukul 16.50 WIB, bayi perempuan lahir dengan berat 3400 gram, panjang 52 cm, dan skor APGAR 5-6 dengan warna kulit abnormal (kebiruan), dan frekuensi napas 75x/menit. Bayi tidak langsung menangis, sianosis dan memerlukan intervensi untuk merangsang pernapasan. Setelah kelahiran, kondisi ibu dan bayi mulai stabil. Ibu diberi penanganan untuk mengurangi rasa nyeri pasca episiotomi, serta bayi dimonitor untuk memastikan kondisi kesehatannya dalam keadaan baik. Setelah beberapa hari pasca melahirkan ibu mengalami demam dengan suhu 38,5°C, tampak pada perineum membengkak dan jahitan terbuka disertai keluarnya cairan berbau busuk.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Nyeri Akut
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- Penyebab: Proses persalinan, episiotomi
2. Kecemasan
- Definisi: Respon emosional dan psikologis terhadap sumber ancaman yang tidak jelas atau tidak diketahui.
- Penyebab: Ketidakpastian proses persalinan, komplikasi yang mungkin terjadi.
3. Risiko Infeksi
- Definisi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat mengganggu kesehatan.
- Penyebab: Pecahnya selaput ketuban, episiotomi, pembengkakan pada perineum.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Nyeri Akut:
- Tujuan: Pasien melaporkan nyeri berkurang menjadi skala 3 atau kurang.
- Kriteria Hasil:
1) Pasien melaporkan nyeri berkurang.
2) Pasien mendemonstrasikan perilaku untuk mengurangi nyeri.
3) Pasien menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
2. Kecemasan:
- Tujuan: Pasien melaporkan level kecemasan berkurang menjadi ringan atau tidak ada.
- Kriteria Hasil:
1) Pasien melaporkan level kecemasan berkurang.
2) Pasien mendemonstrasikan perilaku tenang.
3) Pasien menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
3. Risiko Infeksi:
- Tujuan: Tidak terjadi infeksi pada pasien.
- Kriteria Hasil:
1) Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
2) Hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
3) Pasien menunjukkan proses penyembuhan yang baik.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Nyeri Akut:
- Manajemen Nyeri
- Terapi Relaksasi
- Terapi Komplementer
2. Kecemasan:
- Terapi Suportif
- Terapi Relaksasi
- Edukasi Kesehatan
3. Risiko Infeksi:
- Perawatan Luka
- Perawatan Perineum
- Pemberian Antibiotik
- Pemantauan Tanda-Tanda Infeksi
Penjelasan rinci dan terperinci:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Nyeri Akut: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, disebabkan oleh proses persalinan dan episiotomi.
2. Kecemasan: Respon emosional dan psikologis terhadap sumber ancaman yang tidak jelas atau tidak diketahui, disebabkan oleh ketidakpastian proses persalinan dan kemungkinan komplikasi yang terjadi.
3. Risiko Infeksi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat mengganggu kesehatan, disebabkan oleh pecahnya selaput ketuban, episiotomi, dan pembengkakan pada perineum.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Nyeri Akut: Pasien melaporkan nyeri berkurang menjadi skala 3 atau kurang, dengan kriteria hasil pasien melaporkan nyeri berkurang, mendemonstrasikan perilaku untuk mengurangi nyeri, dan menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
2. Kecemasan: Pasien melaporkan level kecemasan berkurang menjadi ringan atau tidak ada, dengan kriteria hasil pasien melaporkan level kecemasan berkurang, mendemonstrasikan perilaku tenang, dan menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
3. Risiko Infeksi: Tidak terjadi infeksi pada pasien, dengan kriteria hasil pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi, hasil pemeriksaan laboratorium dalam batas normal, dan menunjukkan proses penyembuhan yang baik.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Nyeri Akut: Manajemen Nyeri, Terapi Relaksasi, Terapi Komplementer.
2. Kecemasan: Terapi Suportif, Terapi Relaksasi, Edukasi Kesehatan.
3. Risiko Infeksi: Perawatan Luka, Perawatan Perineum, Pemberian Antibiotik, Pemantauan Tanda-Tanda Infeksi.
Semua intervensi keperawatan ini bertujuan untuk memenuhi luaran/output yang diharapkan dan mengatasi masalah kesehatan yang dialami oleh Ny. A selama dan setelah proses persalinan. -
Article No. 7648 | 02 Dec 2024
Klinis : Ny. A, seorang wanita berusia 20 tahun, seorang ibu rumah tangga, datang ke rumah sakit dengan keluhan utama nyeri pada abdomen yang hilang timbul, diiringi dengan kontraksi yang semakin intens. Ia mengalami nyeri dengan skala 7, terutama saat kontraksi berlangsung, dan mengeluh cemas karena bayi yang belum juga lahir meskipun sudah memasuki usia kehamilan 42 minggu. Kehamilan ini adalah kehamilan pertama (G1P0A0) dengan usia kehamilan dihitung berdasarkan HPHT pada 6 November 2018 dan HPL pada 19 September 2019. Setelah dilakukan pemeriksaan, ketuban diketahui telah pecah pada pukul 16.00 WIB, dan keluarnya cairan lendir dari pervagina semakin memperburuk kecemasan yang dialaminya dan khawatir mengalami kegagalan pada proses persalinan ini. Pada pemeriksaan fisik, tanda-tanda vital ibu menunjukkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi 20x/menit, dan suhu 37,5°C. Pemeriksaan kepala menunjukkan kulit kepala bersih tanpa ketombe, luka, atau benjolan, dan kepala terlihat simetris. Wajah Ny. A bersih, kulit normal tanpa bercak kemerahan, konjungtiva berwarna merah muda, dan sklera putih bersih, serta wajahnya simetris. Bibirnya berwarna pink dan lembab. Saat ini, Ny. A sudah mulai mengeluarkan ASI. Pemeriksaan abdomen menunjukkan adanya hiperpigmentasi dengan linea nigra yang tampak menghitam, dan striae terlihat di sekitar pinggul, panggul, serta payudaranya. Pada pemeriksaan genitalia, kebersihan area genital cukup terjaga karena Ny. A mengganti pakaian dalamnya dua kali sehari dan membersihkan area vagina menggunakan sabun daun sirih saat mengalami keputihan. Ia juga melaporkan pengeluaran cairan lendir dari vagina selama sekitar dua hari. Pemeriksaan obstetri menunjukkan bahwa denyut jantung janin (DJJ) terdeteksi 165x/menit. Kontraksi uterus terjadi dengan frekuensi 4 kali dalam 10 menit, masing-masing durasi kontraksi selama 30 detik. Pemeriksaan dalam menunjukkan pembukaan serviks sudah mencapai 8 cm dan kepala janin teraba sudah cukup rendah. Namun, ibu masih merasa cemas dan nyeri hebat selama kontraksi berlangsung, yang mengindikasikan adanya peningkatan kecemasan dan rasa takut terhadap proses persalinan. Dalam hal status nutrisi, berat badan (BB) Ny. A sebelum hamil adalah 44 kg, dan selama kehamilan naik menjadi 54 kg. Dengan tinggi badan 153 cm, BMI-nya sebelum hamil adalah 18,8 kg/m² (kategori normal), dan setelah hamil naik menjadi 23,1 kg/m² (masih dalam rentang normal). Perkiraan berat janin (BBJ) adalah 3400 gram, sesuai dengan berat bayi yang lahir. Pemeriksaan penunjang menunjukkan bahwa Ny. A melakukan tes kehamilan menggunakan testpack, namun tidak melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin (Hb). Ny. A juga mengalami pecah ketuban, dan pemeriksaan USG dilakukan setiap dua bulan sekali selama masa kehamilan. Mengingat kondisi ibu yang tampak kelelahan dan adanya risiko distres janin dilakukan tindakan episiotomi untuk mempercepat proses persalinan dan mengurangi kemungkinan trauma pada perineum. Pada pukul 16.50 WIB, bayi perempuan lahir dengan berat 3400 gram, panjang 52 cm, dan skor APGAR 5-6 dengan warna kulit abnormal (kebiruan), dan frekuensi napas 75x/menit. Bayi tidak langsung menangis, sianosis dan memerlukan intervensi untuk merangsang pernapasan. Setelah kelahiran, kondisi ibu dan bayi mulai stabil. Ibu diberi penanganan untuk mengurangi rasa nyeri pasca episiotomi, serta bayi dimonitor untuk memastikan kondisi kesehatannya dalam keadaan baik. Setelah beberapa hari pasca melahirkan ibu mengalami demam dengan suhu 38,5°C, tampak pada perineum membengkak dan jahitan terbuka disertai keluarnya cairan berbau busuk.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI, serta intervensi terkait kondisi Ny. A:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan
2. Kecemasan berhubungan dengan proses persalinan
3. Risiko infeksi berhubungan dengan pecah ketuban dan komplikasi episiotomi
Penjelasan SDKI - SLKI - SIKI:
1. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan
- SDKI: Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
- SLKI: Pengelolaan Nyeri adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri.
- SIKI: Manajemen Nyeri, Farmakologis, Nonfarmakologis
2. Kecemasan berhubungan dengan proses persalinan
- SDKI: Kecemasan adalah respon emosional dan psikologis terhadap sumber atau penyebab yang tidak jelas dan mempengaruhi perilaku.
- SLKI: Manajemen Kecemasan adalah tindakan yang dilakukan untuk mengendalikan dan mengurangi kecemasan.
- SIKI: Manajemen Kecemasan, Terapi Kognitif, Terapi Relaksasi
3. Risiko infeksi berhubungan dengan pecah ketuban dan komplikasi episiotomi
- SDKI: Risiko Infeksi adalah rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen yang mungkin dapat membahayakan kesehatan.
- SLKI: Pencegahan Infeksi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi resiko infeksi.
- SIKI: Perawatan Luka, Pemberian Antibiotik, Edukasi Perawatan Diri
Intervensi Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus selama persalinan:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
- Berikan teknik nonfarmakologis seperti distraksi, relaksasi, dan pijat
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk pemberian analgesik sesuai indikasi
2. Kecemasan berhubungan dengan proses persalinan:
- Lakukan pengkajian kecemasan secara mendalam
- Berikan dukungan emosional dan informasi yang akurat tentang proses persalinan
- Ajarkan teknik relaksasi dan visualisasi positif
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk pemberian terapi psikologis jika diperlukan
3. Risiko infeksi berhubungan dengan pecah ketuban dan komplikasi episiotomi:
- Lakukan perawatan luka episiotomi secara benar dan higienis
- Pantau tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi dan perineum
- Berikan antibiotik sesuai indikasi dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan
- Edukasi ibu tentang perawatan luka dan kebersihan diri -
Article No. 7649 | 02 Dec 2024
Klinis : Seorang pasien mengeluh muntah2,diare,baab cair serta lemas da. Sakit kepala
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah penjelasan rinci untuk kondisi yang Anda deskripsikan:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien yang mengeluh muntah-muntah, diare, buang air besar cair, serta lemas dan sakit kepala adalah "Risiko Dehidrasi" (00028). Ini didasarkan pada gejala yang dialami pasien, yaitu kehilangan cairan dan elektrolit melalui muntah dan diare yang dapat menyebabkan dehidrasi. Risiko Dehidrasi didefinisikan sebagai peningkatan risiko kehilangan cairan intravaskular, intraseluler, dan/atau ekstraseluler yang dapat membahayakan kesehatan.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan luaran/output yang dapat dicapai adalah:
1. Keseimbangan Cairan: Tanda-tanda vital stabil (TD, nadi, suhu, RR), membran mukosa lembab, turgor kulit baik, produksi urin adekuat.
2. Pengelolaan Tanda dan Gejala: Frekuensi muntah dan diare menurun, tidak ada tanda-tanda dehidrasi, rasa haus dan sakit kepala berkurang.
3. Pengendalian Gejala: Pasien dapat memantau dan melaporkan tanda-tanda dehidrasi, serta dapat mengidentifikasi faktor yang memicu dan memperburuk kondisinya.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Pemantauan Cairan:
- Pantau intake dan output cairan pasien
- Pantau tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu, RR) secara rutin
- Pantau tanda-tanda dehidrasi (membran mukosa, turgor kulit, produksi urin)
2. Manajemen Cairan:
- Berikan cairan intravena jika pasien tidak dapat minum atau menerima cairan oral
- Berikan cairan oral (oralit, air putih) secara bertahap untuk mengganti cairan yang hilang
- Berikan elektrolit (Na, K, Cl) sesuai kebutuhan pasien
3. Manajemen Gejala:
- Berikan antiemetik (ondansetron) untuk mengurangi frekuensi muntah
- Berikan antidiare (loperamide) untuk mengendalikan diare
- Berikan analgetik (paracetamol) untuk mengatasi sakit kepala
4. Edukasi Pasien dan Keluarga:
- Edukasi tentang pentingnya intake cairan yang adekuat
- Edukasi tentang faktor pemicu dan pencegahan muntah, diare, serta dehidrasi
- Edukasi tentang tanda-tanda dehidrasi dan kapan harus segera meminta bantuan petugas kesehatan
Dengan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan dapat mencapai luaran yang diharapkan dan membantu pasien mengatasi kondisi dehidrasi yang dialaminya. -
Article No. 7650 | 02 Dec 2024
Klinis : intervensi asfiksia apa
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci terkait diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan untuk kondisi asfiksia.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi asfiksia:
Diagnosa keperawatan yang paling sesuai untuk kondisi asfiksia adalah "Pola Napas Tidak Efektif". Kondisi asfiksia ditandai dengan adanya gangguan pertukaran gas yang mengakibatkan penurunan suplai oksigen ke jaringan. Hal ini mengakibatkan pola napas menjadi tidak efektif, dengan karakteristik seperti kekurangan oksigen, kelebihan karbondioksida, pernapasan dangkal, atau pernapasan cepat.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan luaran yang dapat dicapai adalah:
1. Pola Napas Efektif
Indikator luaran ini meliputi:
- Frekuensi napas dalam rentang normal
- Irama napas teratur
- Kedalaman napas dalam rentang normal
- Tidak ada tanda-tanda distres pernapasan (misalnya retraksi, penggunaan otot tambahan, napas cuping hidung)
2. Pertukaran Gas Adekuat
Indikator luaran ini meliputi:
- Kadar oksigen darah dalam rentang normal
- Kadar karbondioksida darah dalam rentang normal
- Tidak ada tanda-tanda hipoksemia (misalnya sianosis, perubahan warna kulit)
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, diperlukan intervensi keperawatan yang komprehensif, antara lain:
1. Pemantauan Pernapasan
- Observasi frekuensi, irama, dan kedalaman napas
- Pemantauan tanda-tanda distres pernapasan
- Pemantauan kadar oksigen dan karbondioksida darah
2. Manajemen Oksigenasi
- Pemberian oksigen sesuai kebutuhan
- Pengaturan posisi pasien untuk memfasilitasi ventilasi
- Penggunaan alat bantu pernapasan jika diperlukan (misalnya ventilator, CPAP)
3. Manajemen Cairan dan Elektrolit
- Pengaturan intake dan output cairan
- Pemantauan dan koreksi gangguan elektrolit (misalnya hipokalemia, asidosis)
4. Edukasi dan Dukungan
- Edukasi pasien dan keluarga tentang kondisi asfiksia
- Dukungan psikologis dan emosional bagi pasien dan keluarga
Penjelasan rinci untuk setiap poin di atas:
Diagnosa Keperawatan SDKI "Pola Napas Tidak Efektif" menggambarkan kondisi asfiksia, di mana terjadi gangguan pada pola napas yang mengakibatkan pertukaran gas tidak berjalan optimal. Diagnosa ini mencakup karakteristik klinis yang terkait dengan asfiksia, seperti kekurangan oksigen, kelebihan karbondioksida, dan perubahan kedalaman serta irama napas.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI) adalah Pola Napas Efektif dan Pertukaran Gas Adekuat. Pola Napas Efektif dicirikan dengan frekuensi, irama, dan kedalaman napas yang normal, serta tidak adanya tanda-tanda distres pernapasan. Pertukaran Gas Adekuat ditandai dengan kadar oksigen dan karbondioksida darah yang berada dalam rentang normal, serta tidak ada tanda-tanda hipoksemia.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI) mencakup pemantauan pernapasan, manajemen oksigenasi, manajemen cairan dan elektrolit, serta edukasi dan dukungan. Pemantauan pernapasan bertujuan untuk mendeteksi perubahan pola napas dan tanda-tanda distres. Manajemen oksigenasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan memfasilitasi ventilasi. Manajemen cairan dan elektrolit penting untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat mempengaruhi fungsi pernapasan. Edukasi dan dukungan bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga serta memberikan dukungan psikologis dan emosional.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan luaran yang diharapkan, yaitu Pola Napas Efektif dan Pertukaran Gas Adekuat, dapat dicapai sehingga kondisi asfiksia dapat diatasi secara optimal. -
Article No. 7651 | 02 Dec 2024
Klinis : Asfiksia berhubungan dengan kekurangan kekurangan kadar oksigen ditandai dengan sianosis, buat intervensi
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan senang hati, berikut adalah penjelasan rinci dan terperinci untuk kondisi asfiksia yang Anda sampaikan:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi asfiksia adalah "Pola Napas Tidak Efektif" berhubungan dengan kekurangan kadar oksigen ditandai dengan sianosis. Pola napas tidak efektif didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk mempertahankan ventilasi yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Pasien akan menunjukkan pola napas yang efektif yang ditandai dengan frekuensi napas dalam rentang normal (12-20 kali/menit), irama napas teratur, dan tidak ada tanda-tanda sianosis.
2. Pasien akan menunjukkan oksigenasi yang adekuat yang ditandai dengan nilai saturasi oksigen (SpO2) dalam rentang normal (>95%).
3. Pasien akan menunjukkan tidak ada tanda-tanda distres pernapasan, seperti penggunaan otot bantu pernapasan yang berlebihan, retraksi dinding dada, dan suara napas yang abnormal.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Pantau tanda-tanda vital, termasuk frekuensi napas, irama napas, dan nilai saturasi oksigen (SpO2) secara berkala.
2. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien, misalnya melalui kanula nasal, masker oksigen, atau ventilasi mekanis jika diperlukan.
3. Posisikan pasien dengan posisi semi-Fowler atau Fowler untuk memfasilitasi ventilasi yang lebih efektif.
4. Lakukan suction jalan napas, jika diperlukan, untuk membebaskan jalan napas dari sekret atau benda asing.
5. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan pernapasan yang tepat, seperti pernapasan diafragma atau teknik relaksasi, untuk meningkatkan pola napas yang efektif.
6. Kolaborasi dengan tim medis lainnya, seperti dokter dan fisioterapis, untuk mengevaluasi dan menentukan intervensi tambahan yang diperlukan, misalnya penggunaan ventilasi mekanis atau pemberian obat-obatan.
7. Lakukan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya mempertahankan pola napas yang efektif dan mengidentifikasi tanda-tanda distres pernapasan.
8. Pantau dan catat respon pasien terhadap intervensi yang diberikan, serta lakukan penyesuaian intervensi jika diperlukan.
Dengan menerapkan diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang komprehensif, perawat dapat membantu pasien dengan asfiksia untuk mempertahankan pola napas yang efektif dan oksigenasi yang adekuat, sehingga dapat mencegah komplikasi yang lebih lanjut dan meningkatkan outcome pasien. -
Article No. 7652 | 02 Dec 2024
Klinis : Asfiksia berhubungan dengan kekurangan kekurangan kadar oksigen ditandai dengan sianosis, buat intervensi
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah informasi yang Anda minta:
1. Kode ICD-10:
- Kode: P20.9
- Deskripsi: Asfiksia intrauterina, tidak dispesifikasi
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 93.90
- Deskripsi: Pemberian oksigen, tidak dispesifikasi
Penjelasan:
Asfiksia adalah kondisi di mana bayi mengalami kekurangan pasokan oksigen sebelum, selama, atau segera setelah kelahiran, yang dapat ditandai dengan sianosis (kebiruan) dan penurunan detak jantung. Kode ICD-10 P20.9 digunakan untuk mengklasifikasikan asfiksia intrauterina yang tidak dispesifikasi.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk menangani kondisi ini adalah pemberian oksigen, yang tercakup dalam kode ICD-9-CM 93.90. Tujuan utama pemberian oksigen adalah untuk meningkatkan pasokan oksigen ke jaringan tubuh dan mencegah komplikasi lebih lanjut akibat hipoksia (kekurangan oksigen).
Intervensi lain yang mungkin dapat dilakukan adalah:
- Resusitasi bayi dengan ventilasi mekanis atau ventilasi dengan tekanan positif
- Pemberian obat-obatan seperti kortikosteroid atau surfaktan untuk meningkatkan fungsi paru-paru
- Pemonitoran tanda-tanda vital dan status oksigenasi secara ketat
- Perawatan suportif lainnya sesuai dengan kebutuhan bayi
Penatalaksanaan yang tepat dan segera sangat penting untuk mencegah komplikasi yang lebih serius, seperti kerusakan otak, organ vital, atau bahkan kematian pada bayi.