Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 9626 | 22 Dec 2024
Klinis : apa diagnosa keperawatan pada kasus berikut : Seorang perempuan berusia 35 tahun, G4P3A0, datang ke Rumah Sakit Umum pada tanggal 8 Maret 2024 pukul 20.30 WIB, dengan keluhan perdarahan pervaginam yang cukup banyak setelah melahirkan anak ketiganya secara normal beberapa jam sebelumnya. Pasien mengaku telah melahirkan bayi laki-laki dengan berat 3400 gram dan panjang 50 cm melalui persalinan spontan pada pukul 18.00 WIB. Setelah proses persalinan yang relatif lancar dan bayi lahir dengan skor APGAR 9, pasien merasa lega dan diperbolehkan beristirahat di ruang persalinan. Namun, beberapa jam setelah kelahiran bayi, pasien merasa pusing dan mulai mengeluh adanya perdarahan yang terus-menerus keluar dari jalan lahir. Pada pemeriksaan fisik awal, tekanan darah pasien turun menjadi 80/50 mmHg, dengan frekuensi nadi 120 x/menit, dan suhu tubuh 37.2°C. Pasien terlihat lemah dan cemas. Dokter segera melakukan pemeriksaan dalam untuk mengevaluasi status plasenta. Ternyata plasenta tidak tampak keluar sepenuhnya setelah melahirkan bayi. Setelah dilakukan usaha ekspulsi manual, ditemukan bahwa sebagian plasenta masih tertinggal dalam rahim, yang menyebabkan perdarahan aktif. Pasien didiagnosis dengan retensio plasenta dan perdarahan post partum yang masif. Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan adanya kontraksi uterus yang tidak efektif, sehingga rahim tidak mampu mengejan plasenta secara spontan. Prosedur curettage segera dilakukan untuk mengeluarkan sisa plasenta yang tertinggal. Selama prosedur, pasien menerima cairan infus Ringer Laktat 1000 cc dan tranfusi darah 2 labu PRC untuk mengatasi hipovolemia akibat perdarahan. Keadaan pasien yang terus memburuk, dengan penurunan tekanan darah dan kadar hemoglobin yang rendah (8 g/dL), memerlukan perhatian khusus. Pada akhir prosedur curettage, plasenta berhasil dikeluarkan secara utuh. Pasien dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU) untuk observasi lebih lanjut. Setelah pemantauan yang ketat, perdarahan berhenti dan kondisi pasien mulai stabil pada pukul 23.30 WIB. Tekanan darah kembali normal (110/70 mmHg), frekuensi nadi 90 x/menit, dan pasien sudah tidak menunjukkan tanda-tanda syok. Pemberian oksitosin dan transfusi darah lebih lanjut memastikan kontraksi uterus yang efektif dan membantu mencegah perdarahan lanjutan. Pasien kemudian dipindahkan ke ruang rawat inap pada keesokan harinya dan diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi pasca persalinan. Setelah beberapa hari pemulihan, pasien merasa lebih baik dan dijadwalkan untuk kontrol pasca persalinan untuk memastikan bahwa pemulihan berjalan dengan baik. Bayi juga dalam kondisi sehat dan telah diberikan ASI pertama oleh ibu setelah beberapa jam kelahiran.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kasus tersebut adalah:
1. Perdarahan post partum (NANDA-I: Perdarahan Postpartum)
Definisi: Hilangnya darah melebihi 500 ml setelah kelahiran bayi, melalui vagina.
Gejala dan Tanda: Perdarahan aktif dari vagina, penurunan tekanan darah, peningkatan frekuensi nadi, pucat, lemah, cemas.
2. Hipovolemia (NANDA-I: Hipovolemia)
Definisi: Penurunan volume cairan intravaskular.
Gejala dan Tanda: Penurunan tekanan darah, peningkatan frekuensi nadi, gejala syok, pucat, lemah.
3. Gangguan integritas jaringan (NANDA-I: Gangguan Integritas Jaringan)
Definisi: Kerusakan membran, kulit, atau jaringan tubuh.
Gejala dan Tanda: Retensio plasenta, perdarahan aktif, kontraksi uterus tidak efektif.
4. Ansietas (NANDA-I: Ansietas)
Definisi: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang tidak jelas dan menyebar, yang disertai respons psikologis (ketegangan, khawatir) dan fisiologis (peningkatan tekanan darah, frekuensi nadi).
Gejala dan Tanda: Pasien tampak cemas, gelisah, dan khawatir terhadap kondisinya.
Berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari PPNI, diagnosa keperawatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perdarahan post partum
- SDKI: Perdarahan spontan yang berlebih dari jalan lahir setelah bayi lahir.
- SLKI: Tindakan keperawatan untuk mengatasi perdarahan yang berlebih dari jalan lahir setelah persalinan.
- SIKI: Intervensi keperawatan untuk mengendalikan perdarahan yang berlebihan dari jalan lahir setelah persalinan.
2. Hipovolemia
- SDKI: Penurunan volume cairan dalam pembuluh darah.
- SLKI: Tindakan keperawatan untuk mengatasi penurunan volume cairan dalam pembuluh darah.
- SIKI: Intervensi keperawatan untuk mengembalikan volume cairan dalam pembuluh darah.
3. Gangguan integritas jaringan
- SDKI: Kerusakan pada membran, kulit, atau jaringan tubuh.
- SLKI: Tindakan keperawatan untuk memulihkan kerusakan pada membran, kulit, atau jaringan tubuh.
- SIKI: Intervensi keperawatan untuk memperbaiki kerusakan pada membran, kulit, atau jaringan tubuh.
4. Ansietas
- SDKI: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang tidak jelas dan menyebar, yang disertai respons psikologis dan fisiologis.
- SLKI: Tindakan keperawatan untuk mengatasi perasaan tidak nyaman atau khawatir pada pasien.
- SIKI: Intervensi keperawatan untuk menurunkan tingkat kecemasan dan meningkatkan perasaan nyaman pada pasien. -
Article No. 9627 | 22 Dec 2024
Klinis : apa diagnosa keperawatan pada kasus berikut : Seorang perempuan berusia 35 tahun, G4P3A0, datang ke Rumah Sakit Umum pada tanggal 8 Maret 2024 pukul 20.30 WIB, dengan keluhan perdarahan pervaginam yang cukup banyak setelah melahirkan anak ketiganya secara normal beberapa jam sebelumnya. Pasien mengaku telah melahirkan bayi laki-laki dengan berat 3400 gram dan panjang 50 cm melalui persalinan spontan pada pukul 18.00 WIB. Setelah proses persalinan yang relatif lancar dan bayi lahir dengan skor APGAR 9, pasien merasa lega dan diperbolehkan beristirahat di ruang persalinan. Namun, beberapa jam setelah kelahiran bayi, pasien merasa pusing dan mulai mengeluh adanya perdarahan yang terus-menerus keluar dari jalan lahir. Pada pemeriksaan fisik awal, tekanan darah pasien turun menjadi 80/50 mmHg, dengan frekuensi nadi 120 x/menit, dan suhu tubuh 37.2°C. Pasien terlihat lemah dan cemas. Dokter segera melakukan pemeriksaan dalam untuk mengevaluasi status plasenta. Ternyata plasenta tidak tampak keluar sepenuhnya setelah melahirkan bayi. Setelah dilakukan usaha ekspulsi manual, ditemukan bahwa sebagian plasenta masih tertinggal dalam rahim, yang menyebabkan perdarahan aktif. Pasien didiagnosis dengan retensio plasenta dan perdarahan post partum yang masif. Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan adanya kontraksi uterus yang tidak efektif, sehingga rahim tidak mampu mengejan plasenta secara spontan. Prosedur curettage segera dilakukan untuk mengeluarkan sisa plasenta yang tertinggal. Selama prosedur, pasien menerima cairan infus Ringer Laktat 1000 cc dan tranfusi darah 2 labu PRC untuk mengatasi hipovolemia akibat perdarahan. Keadaan pasien yang terus memburuk, dengan penurunan tekanan darah dan kadar hemoglobin yang rendah (8 g/dL), memerlukan perhatian khusus. Pada akhir prosedur curettage, plasenta berhasil dikeluarkan secara utuh. Pasien dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU) untuk observasi lebih lanjut. Setelah pemantauan yang ketat, perdarahan berhenti dan kondisi pasien mulai stabil pada pukul 23.30 WIB. Tekanan darah kembali normal (110/70 mmHg), frekuensi nadi 90 x/menit, dan pasien sudah tidak menunjukkan tanda-tanda syok. Pemberian oksitosin dan transfusi darah lebih lanjut memastikan kontraksi uterus yang efektif dan membantu mencegah perdarahan lanjutan. Pasien kemudian dipindahkan ke ruang rawat inap pada keesokan harinya dan diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi pasca persalinan. Setelah beberapa hari pemulihan, pasien merasa lebih baik dan dijadwalkan untuk kontrol pasca persalinan untuk memastikan bahwa pemulihan berjalan dengan baik. Bayi juga dalam kondisi sehat dan telah diberikan ASI pertama oleh ibu setelah beberapa jam kelahiran.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), serta intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI):
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Perdarahan Aktif Pasca Persalinan
- Definisi: Kehilangan darah yang berlebihan dari uterus setelah melahirkan, yang dapat terjadi segera setelah kelahiran atau dalam 24-48 jam pertama setelah kelahiran.
- Faktor yang Berhubungan: Retensio plasenta, kontraksi uterus yang tidak adekuat, cedera pada jalan lahir.
2. Ketidakstabilan Hemodinamik
- Definisi: Perubahan yang tidak dapat diterima dalam tanda-tanda vital atau profil hemodinamik, yang dapat mengancam kelangsungan hidup.
- Faktor yang Berhubungan: Perdarahan aktif, hipovolemia.
3. Nyeri Akut
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau dijelaskan dalam istilah kerusakan semacam itu.
- Faktor yang Berhubungan: Prosedur medis (curettage), trauma jalan lahir.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Perdarahan Aktif Pasca Persalinan:
- Kontrol Perdarahan: Perdarahan terkontrol, ditandai dengan perdarahan minimal, tidak ada tanda-tanda hipovolemia.
- Pemulihan Hemodinamik: Tanda-tanda vital stabil, tidak ada tanda-tanda syok.
2. Ketidakstabilan Hemodinamik:
- Stabilitas Hemodinamik: Tanda-tanda vital dalam batas normal, profil hemodinamik stabil.
- Perfusi Jaringan Adekuat: Tidak ada tanda-tanda hipoperfusi (seperti kulit dingin, oliguri, penurunan kesadaran).
3. Nyeri Akut:
- Kontrol Nyeri: Pasien melaporkan nyeri terkontrol, skala nyeri menurun.
- Kenyamanan Meningkat: Pasien menunjukkan ekspresi wajah yang lebih rileks, dapat beristirahat dengan baik.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Perdarahan Aktif Pasca Persalinan:
- Pantau tanda-tanda vital dan status hemodinamik secara berkala.
- Berikan oksigen, cairan intravena, dan darah segar sesuai kebutuhan.
- Lakukan masase uterus untuk merangsang kontraksi uterus yang efektif.
- Berikan obat-obatan uterotonika (seperti oksitosin) untuk meningkatkan kontraksi uterus.
- Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan lebih lanjut, seperti kuretase, jika diperlukan.
2. Ketidakstabilan Hemodinamik:
- Pantau tanda-tanda vital dan profil hemodinamik secara ketat.
- Berikan cairan intravena dan produk darah sesuai kebutuhan untuk mengembalikan volume darah.
- Pantau output urin dan tanda-tanda hipoperfusi.
- Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan medis yang diperlukan.
3. Nyeri Akut:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
- Berikan analgesik sesuai resep dokter untuk mengatasi nyeri.
- Terapkan intervensi nonfarmakologis, seperti kompres hangat, teknik relaksasi, distraksi.
- Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaan dan memberikan dukungan emosional.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan nyeri yang optimal.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus melakukan pemantauan ketat, memberikan terapi suportif, serta berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk memastikan pemulihan pasien yang optimal. -
Article No. 9628 | 22 Dec 2024
Klinis : apa diagnosa keperawatan pada kasus berikut : Seorang perempuan berusia 35 tahun, G4P3A0, datang ke Rumah Sakit Umum pada tanggal 8 Maret 2024 pukul 20.30 WIB, dengan keluhan perdarahan pervaginam yang cukup banyak setelah melahirkan anak ketiganya secara normal beberapa jam sebelumnya. Pasien mengaku telah melahirkan bayi laki-laki dengan berat 3400 gram dan panjang 50 cm melalui persalinan spontan pada pukul 18.00 WIB. Setelah proses persalinan yang relatif lancar dan bayi lahir dengan skor APGAR 9, pasien merasa lega dan diperbolehkan beristirahat di ruang persalinan. Namun, beberapa jam setelah kelahiran bayi, pasien merasa pusing dan mulai mengeluh adanya perdarahan yang terus-menerus keluar dari jalan lahir. Pada pemeriksaan fisik awal, tekanan darah pasien turun menjadi 80/50 mmHg, dengan frekuensi nadi 120 x/menit, dan suhu tubuh 37.2°C. Pasien terlihat lemah dan cemas. Dokter segera melakukan pemeriksaan dalam untuk mengevaluasi status plasenta. Ternyata plasenta tidak tampak keluar sepenuhnya setelah melahirkan bayi. Setelah dilakukan usaha ekspulsi manual, ditemukan bahwa sebagian plasenta masih tertinggal dalam rahim, yang menyebabkan perdarahan aktif. Pasien didiagnosis dengan retensio plasenta dan perdarahan post partum yang masif. Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan adanya kontraksi uterus yang tidak efektif, sehingga rahim tidak mampu mengejan plasenta secara spontan. Prosedur curettage segera dilakukan untuk mengeluarkan sisa plasenta yang tertinggal. Selama prosedur, pasien menerima cairan infus Ringer Laktat 1000 cc dan tranfusi darah 2 labu PRC untuk mengatasi hipovolemia akibat perdarahan. Keadaan pasien yang terus memburuk, dengan penurunan tekanan darah dan kadar hemoglobin yang rendah (8 g/dL), memerlukan perhatian khusus. Pada akhir prosedur curettage, plasenta berhasil dikeluarkan secara utuh. Pasien dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU) untuk observasi lebih lanjut. Setelah pemantauan yang ketat, perdarahan berhenti dan kondisi pasien mulai stabil pada pukul 23.30 WIB. Tekanan darah kembali normal (110/70 mmHg), frekuensi nadi 90 x/menit, dan pasien sudah tidak menunjukkan tanda-tanda syok. Pemberian oksitosin dan transfusi darah lebih lanjut memastikan kontraksi uterus yang efektif dan membantu mencegah perdarahan lanjutan. Pasien kemudian dipindahkan ke ruang rawat inap pada keesokan harinya dan diberikan antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi pasca persalinan. Setelah beberapa hari pemulihan, pasien merasa lebih baik dan dijadwalkan untuk kontrol pasca persalinan untuk memastikan bahwa pemulihan berjalan dengan baik. Bayi juga dalam kondisi sehat dan telah diberikan ASI pertama oleh ibu setelah beberapa jam kelahiran.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang Anda deskripsikan, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
1. Perdarahan berhubungan dengan retensio plasenta dan kontraksi uterus tidak efektif, ditandai dengan perdarahan pervaginam yang banyak, penurunan tekanan darah, dan penurunan kadar hemoglobin.
Penjelasan:
- Perdarahan adalah masalah utama pada kasus ini, yang disebabkan oleh retensio plasenta dan kontraksi uterus yang tidak efektif.
- Hal ini menyebabkan pasien mengalami penurunan tekanan darah dan kadar hemoglobin, serta perdarahan yang tidak terkendali.
2. Risiko syok berhubungan dengan kehilangan volume cairan akibat perdarahan, ditandai dengan penurunan tekanan darah, peningkatan frekuensi nadi, dan kelemahan umum.
Penjelasan:
- Perdarahan yang masif dapat menyebabkan syok hipovolemik, yang perlu diatasi dengan pemberian cairan infus dan transfusi darah.
- Tanda-tanda seperti penurunan tekanan darah, peningkatan frekuensi nadi, dan kelemahan umum menunjukkan risiko terjadinya syok.
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ditandai dengan ekspresi cemas dan gelisah.
Penjelasan:
- Kondisi perdarahan yang dialami pasien dapat menimbulkan kecemasan dan kegelisahan terkait status kesehatan dan prognosis.
- Hal ini perlu diatasi melalui intervensi keperawatan yang sesuai.
Diagnosa keperawatan di atas berlandaskan pada standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). -
Article No. 9629 | 22 Dec 2024
Klinis : Seorang perempuan 19 tahun, dirawat di RSUD Kota Semarang dengan DHF. Ibu pasien menjelaskan, pasien di rumah sudah panas 4 hari, ibu sudah memeriksakan ke dokter BPJS 2 kali dan sudah diberikan obat penurun panas namun suhu naik turun. Pasien juga mengalami penurunan nafsu makan dan lemas, telah dilakukan cek laboratorium kadar trombositnya 144.000/ul. Oleh dokter BPJS diminta untuk dirawat di RS. Ibu mengatakan lingkungan rumah bersih, ada tetangga yang mengalami DHF juga. Kondisi saat ini suhu 39,8 °C, frekuensi nadi 92 x/menit, frekuensi pernapasan 25 x/menit. Berat badan saat ini 45 Kg dan tinggi 155 cm. Ibu menjelaskan sebelum sakit berat badan anaknya 48 kg, pasien makan 3 kali namun setelah sakit nafsu makan menurun, hanya makan sedikit 4-5 sendok dan minum 4-5 gelas belimbing/ hari. Sebelum dan setelah dirawat di RS tidak ada perubahan BAB dan BAK. Pasien BAB 1 kali/hari dan BAK 5-6 x/hari. Pemeriksaan fisik terlihat bibir kering, perut terasa nyeri saat ditekan, bising usus 20 x/menit, capillary refill times < 2 detk, terpasang infuse RL 22 tetes/menit di tangan sebelah kanan, terdapat petechi di tangan dan kaki. Pemeriksaan laboratorium menunjukka hasil hemoglobin 11,1 g/dl, hematokrit 32,20%, Leukosit 2,7/UL, trombosit 61.000/Ul. Terapi oral Paracetamol 3x500 mg, Ulsufat syrup 3x1 cth, Imunos 500 mg. Injeksi: Cefotaxim zz3x250 mg, Dexametasone 3x1/2 ampul, vit C 1x100 mg.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien tersebut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan demam, penurunan asupan cairan, dan kehilangan cairan melalui kulit.
2. Penurunan Berat Badan berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh dan nyeri perut.
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit:
- SDKI: Ketidakseimbangan antara jumlah cairan dan elektrolit yang masuk dan keluar tubuh sehingga menyebabkan perubahan komposisi cairan dan elektrolit dalam tubuh.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk memulihkan keseimbangan cairan dan elektrolit, termasuk pemantauan tanda-tanda vital, pemberian cairan intravena, dan edukasi.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memantau, mengatur, dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, seperti pemantauan cairan masuk-keluar, pemberian cairan IV, dan edukasi kepada pasien dan keluarga.
2. Penurunan Berat Badan:
- SDKI: Penurunan berat badan yang tidak diinginkan karena berkurangnya massa tubuh, lemak, atau cairan.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk mempertahankan atau meningkatkan berat badan, termasuk pengaturan asupan nutrisi, pemantauan berat badan, dan edukasi gizi.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk mempertahankan atau meningkatkan berat badan, seperti pemberian nutrisi enteral atau parenteral, pengaturan jadwal makan, dan edukasi gizi.
3. Nyeri Akut:
- SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk mengurangi rasa nyeri, termasuk pemberian analgesik, kompres hangat/dingin, dan teknik relaksasi.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk mengurangi nyeri, seperti pemberian obat pereda nyeri, kompres hangat/dingin, dan tehnik distraksi.
4. Risiko Infeksi:
- SDKI: Rentan terhadap invasi dan perkembangbiakan organisme patogen yang dapat mengancam kesehatan.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk mencegah atau mengendalikan infeksi, termasuk pemantauan tanda-tanda infeksi, pemberian antibiotik, dan pendidikan kesehatan.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk mencegah atau mengendalikan infeksi, seperti pemantauan tanda-tanda infeksi, pemberian obat antibiotik, dan perawatan luka.
Semoga penjelasan ini membantu Anda dalam memahami Diagnosa Keperawatan dan standar SDKI - SLKI - SIKI untuk kasus pasien tersebut. -
Article No. 9630 | 22 Dec 2024
Klinis : Kaki tidak bisa di gerakkan, parase inferior, fraktur vertebra
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda berikan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan fraktur vertebra.
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Gangguan Mobilitas Fisik: Keterbatasan dalam melakukan gerakan tubuh yang disengaja dan terarah secara mandiri.
- Faktor yang berhubungan: Penyakit muskuloskeletal, cedera neuromuskular.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Mobilitas Fisik Teratasi: Pasien dapat melakukan pergerakan tubuh secara mandiri.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Aktivitas: Intervensi untuk memfasilitasi, mempertahankan, atau meningkatkan aktivitas pasien.
- Manajemen Mobilitas: Intervensi untuk memfasilitasi, mempertahankan, atau meningkatkan mobilitas pasien.
Penjelasan Singkat:
Pasien mengalami kaki tidak bisa digerakkan (paraparesis) akibat fraktur vertebra. Hal ini menyebabkan gangguan mobilitas fisik. Tujuan perawatan adalah untuk memfasilitasi, mempertahankan, atau meningkatkan mobilitas pasien sehingga dapat melakukan pergerakan tubuh secara mandiri. -
Article No. 9631 | 22 Dec 2024
Klinis : Anemis, HB 6,, trauma tumpul ginjal
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan kondisi yang Anda jelaskan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan volume cairan berhubungan dengan perdarahan akut dari trauma tumpul ginjal.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma tumpul ginjal.
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma tumpul ginjal.
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Penurunan volume cairan: Ketidakseimbangan antara intake dan output cairan yang mengakibatkan penurunan volume cairan dalam tubuh.
2. Risiko infeksi: Kerentanan terhadap invasi dan perkembangbiakan organisme patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
3. Nyeri akut: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Hidrasi yang adekuat
2. Bebas infeksi
3. Kontrol nyeri yang efektif
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen cairan
2. Pencegahan infeksi
3. Manajemen nyeri
Dengan tone akademis, persona pakar, dan nurse, diharapkan penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai kondisi pasien dengan anemia, trauma tumpul ginjal, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan standar PPNI. -
Article No. 9632 | 22 Dec 2024
Klinis : Anemis, HB 6,, trauma tumpul ginjal
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi anemia dengan Hb 6, trauma tumpul ginjal.
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan volume cairan tubuh berhubungan dengan perdarahan akibat trauma tumpul ginjal.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemia.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh akibat anemia.
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
1. Penurunan volume cairan tubuh: Kondisi di mana terjadi penurunan volume cairan di dalam tubuh, dapat disebabkan oleh perdarahan, dehidrasi, atau kehilangan cairan berlebih.
2. Intoleransi aktivitas: Kondisi di mana seseorang mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik karena adanya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3. Risiko infeksi: Kondisi di mana seseorang memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami infeksi, dapat disebabkan oleh penurunan sistem kekebalan tubuh.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Keseimbangan cairan: Kondisi di mana volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan seimbang.
2. Toleransi aktivitas: Kondisi di mana seseorang mampu melakukan aktivitas fisik tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan.
3. Tidak terjadi infeksi: Kondisi di mana seseorang terbebas dari infeksi.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen cairan: Pemberian dan monitoring cairan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
2. Manajemen energi: Intervensi untuk meningkatkan toleransi aktivitas dengan mengatur penggunaan energi.
3. Pencegahan infeksi: Upaya untuk mencegah terjadinya infeksi, seperti menjaga kebersihan dan hygiene.
Dalam konteks akademis, persona pakar, dan nurse, penjelasan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang jelas dan komprehensif mengenai diagnosa keperawatan dan standar SDKI-SLKI-SIKI yang sesuai dengan kondisi anemia, trauma tumpul ginjal. -
Article No. 9633 | 22 Dec 2024
Klinis : Lemas 1 minggu ini, Tampak pucat(+), barusan periksa lab darah di Klinik \, didapatkan HB 5.9. BAB ada darah yang menetes setelah kotoran keluar sudah 1 minggu ini. Benjolan di anus, keluar saat mengedan, sudah 3 bulan terakhir, benjolan masih dapat kempes/masuk sendiri. Demam(-), mual(-), muntah(-). BAK(+). RPD: Ambeien 3 bulan ini, HT(-), DM(-), Alergi obat(-)
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Ibu/Bapak. Sebagai perawat, saya akan memberikan rekomendasi diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, serta intervensi keperawatan yang diperlukan berdasarkan kondisi yang Anda uraikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Anemia Defisiensi Besi
Berdasarkan gejala yang dilaporkan, yaitu lemas, tampak pucat, dan hasil laboratorium menunjukkan Hb 5.9 g/dL, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Anemia Defisiensi Besi. Kondisi ini menunjukkan adanya penurunan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah, yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas transportasi oksigen ke jaringan.
2. Resiko Perdarahan
Gejala BAB ada darah yang menetes setelah kotoran keluar, serta adanya benjolan di anus yang keluar saat mengedan, mengindikasikan adanya resiko perdarahan. Kondisi ini memerlukan penanganan yang tepat untuk mencegah komplikasi yang lebih serius.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Anemia Defisiensi Besi
a. Peningkatan Kadar Hemoglobin
b. Peningkatan Status Nutrisi
c. Peningkatan Toleransi Aktivitas
2. Resiko Perdarahan
a. Tidak Terjadi Perdarahan
b. Kontrol Efektif terhadap Sumber Perdarahan
c. Tidak Terjadi Komplikasi Perdarahan
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Anemia Defisiensi Besi
a. Monitor Tanda-Tanda Vital
b. Identifikasi Faktor Penyebab Anemia
c. Berikan Suplemen Besi
d. Ajarkan Klien Tentang Diet Kaya Zat Besi
e. Kolaborasi dengan Dokter untuk Terapi Farmakologis
2. Resiko Perdarahan
a. Monitor Tanda-Tanda Perdarahan
b. Identifikasi Sumber dan Penyebab Perdarahan
c. Berikan Tindakan untuk Menghentikan Perdarahan
d. Ajarkan Klien Teknik Pencegahan Perdarahan
e. Kolaborasi dengan Dokter untuk Terapi Farmakologis dan Tindakan Medis
Penjelasan Rinci:
1. Diagnosa Keperawatan SDKI:
- Anemia Defisiensi Besi: Kondisi ini ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah, yang dapat menyebabkan penurunan kapasitas transportasi oksigen ke jaringan. Gejala yang muncul adalah lemas dan tampak pucat.
- Resiko Perdarahan: Kondisi ini ditandai dengan adanya gejala BAB ada darah yang menetes setelah kotoran keluar, serta adanya benjolan di anus yang keluar saat mengedan. Hal ini menunjukkan adanya resiko perdarahan yang perlu segera ditangani.
2. Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
- Anemia Defisiensi Besi: Diharapkan dapat terjadi peningkatan kadar hemoglobin, peningkatan status nutrisi, dan peningkatan toleransi aktivitas.
- Resiko Perdarahan: Diharapkan tidak terjadi perdarahan, kontrol efektif terhadap sumber perdarahan, dan tidak terjadi komplikasi perdarahan.
3. Intervensi Keperawatan (SIKI):
- Anemia Defisiensi Besi:
a. Monitor Tanda-Tanda Vital: Memantau tanda-tanda vital untuk mendeteksi perubahan kondisi klien.
b. Identifikasi Faktor Penyebab Anemia: Mencari penyebab anemia, seperti kekurangan asupan zat besi, perdarahan, atau kondisi medis lainnya.
c. Berikan Suplemen Besi: Memberikan suplemen besi untuk meningkatkan kadar hemoglobin.
d. Ajarkan Klien Tentang Diet Kaya Zat Besi: Memberikan edukasi tentang makanan yang kaya akan zat besi untuk membantu meningkatkan asupan zat besi.
e. Kolaborasi dengan Dokter untuk Terapi Farmakologis: Bekerja sama dengan dokter untuk memberikan terapi obat-obatan yang sesuai.
- Resiko Perdarahan:
a. Monitor Tanda-Tanda Perdarahan: Memantau tanda-tanda perdarahan, seperti darah dalam feses, perdarahan dari anus, atau tanda-tanda perdarahan lainnya.
b. Identifikasi Sumber dan Penyebab Perdarahan: Mencari sumber dan penyebab perdarahan, seperti hemorrhoid atau kondisi medis lainnya.
c. Berikan Tindakan untuk Menghentikan Perdarahan: Melakukan tindakan untuk menghentikan perdarahan, seperti pemberian obat hemostatik atau tindakan medis lainnya.
d. Ajarkan Klien Teknik Pencegahan Perdarahan: Memberikan edukasi kepada klien tentang cara-cara mencegah terjadinya perdarahan.
e. Kolaborasi dengan Dokter untuk Terapi Farmakologis dan Tindakan Medis: Bekerja sama dengan dokter untuk memberikan terapi obat-obatan dan tindakan medis yang sesuai.
Semoga penjelasan ini dapat membantu Ibu/Bapak dalam memahami diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, silakan tanyakan. -
Article No. 9634 | 22 Dec 2024
Klinis : batuk 3 hari, panas
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Berdasarkan kondisi yang dipaparkan, yaitu batuk selama 3 hari dan demam, diagnosa keperawatan yang sesuai berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah "Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif".
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka. Kondisi batuk dan demam yang berlangsung selama 3 hari dapat menjadi indikasi adanya gangguan pada bersihan jalan napas.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan yang komprehensif, diharapkan tujuan/luaran yang dapat dicapai adalah:
1. Bersihan Jalan Napas Efektif
- Pasien dapat batuk efektif untuk mengeluarkan sekret.
- Pasien dapat bernapas dengan irama dan kedalaman yang normal.
- Pasien tidak lagi mengalami sesak napas atau sulit bernapas.
- Pasien tidak lagi mengalami demam.
2. Gejala Infeksi Teratasi
- Tanda-tanda infeksi, seperti demam, hilang.
- Pasien tidak lagi mengalami batuk yang mengganggu.
- Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan perbaikan.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan (SIKI):
Untuk mencapai tujuan/luaran yang diharapkan, beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Manajemen Jalan Napas
- Memantau pola napas, irama, dan kedalaman napas pasien.
- Memposisikan pasien untuk memfasilitasi ventilasi yang adekuat.
- Mengajarkan teknik batuk dan bernafas dalam yang efektif.
- Melakukan suction jika diperlukan untuk membersihkan jalan napas.
2. Manajemen Demam
- Memantau tanda-tanda vital, termasuk suhu tubuh.
- Memberikan intervensi penurun demam, seperti kompres hangat, pemberian obat penurun demam.
- Memastikan asupan cairan yang adekuat.
3. Manajemen Infeksi
- Memantau tanda-tanda infeksi, seperti demam, produksi sekret.
- Melakukan perawatan dan perawatan luka yang optimal.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter, untuk pemberian terapi antibiotik jika diperlukan.
4. Edukasi Kesehatan
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyebab, gejala, dan penatalaksanaan batuk serta demam.
- Mengajarkan teknik batuk efektif dan perawatan diri.
- Memotivasi pasien untuk mematuhi regimen pengobatan.
Melalui intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diharapkan, yaitu bersihan jalan napas yang efektif dan teratasi infeksi yang menyebabkan batuk dan demam. -
Article No. 9635 | 22 Dec 2024
Klinis : pasien mengatakan cegukan terus menerus
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Gangguan pola napas berhubungan dengan hiperrefleksivitas diafragma, berdasarkan keluhan pasien yang mengalami cegukan terus-menerus.
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan irama dan kedalaman pernapasan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi.
- Karakteristik Utama: Cegukan, napas dangkal, napas cuping hidung.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Pasien dapat mempertahankan pola napas yang efektif.
- Kriteria hasil: Frekuensi napas dalam rentang normal, irama napas teratur, tidak ada tanda-tanda distres pernapasan.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan:
- Pantau tanda-tanda vital, terutama frekuensi dan irama napas.
- Pertahankan jalan napas yang bebas.
- Berikan oksigen jika diperlukan.
- Latih teknik relaksasi pernapasan.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengatasi penyebab cegukan.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang dikeluarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk memastikan kualitas dan keamanan praktik keperawatan.