Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 8618 | 11 Dec 2024
Klinis : Pasangan remaja berusia 17 tahun yang masih duduk dibangku Sekolah Menengah Atas bernama Ny. W dan Tn. R, berlatar belakang pendidikan tamat Sekolah Menengah Pertama, mempunyai anak dari hasil pernikahannya bernama An. N berusia kurang dari satu minggu yang sedang dirawat di RS Citra Bayu Semarang, karena mengalami kelainan fisik yang parah dengan gangguan perkembangan. Mereka tinggal satu rumah dengan orang tua Ny. W, yaitu Ny. A berusia 37 tahun dan Tn. D berusia 44 tahun, keluarga ini adalah keluarga yang paham akan agama. Suatu ketika dipagi hari saat sedang sarapan bersama keluarga, Ny. W merasa mual muntah lalu dia berlari ke kamar mandi, kejadian ini tidak hanya terjadi sekali namun sudah terjadi berkali-kali dalam beberapa hari belakangan. Orang tua Ny. W tidak menyimpan rasa curiga hanya menganggap bahwa itu adalah penyakit magh biasa, karena kebetulan Ny. W mempunyai riwayat penyakit magh. Selang tiga minggu setelahnya saat Ny. A sedang membersihkan kamar anaknya, Ny. A justru mendapati tes kehamilan yang bergaris dua ditempat sampah, dengan rasa yang cemas dan panik Ny. A langsung memanggil Tn. D yang sedang membersihkan halaman depan rumahnya, mendengar panggilan istrinya Tn. D langsung menghampiri istrinya yang duduk lemas diruang tamu, dengan keadaan shok Ny. A memperlihatkan tes kehamilan itu kesuaminya dan mencritakan awal mula menemukan tes kehamilan itu. Tidak berselang lama Ny. W pulang dari sekolah dan langsung ditanya banyak hal oleh orang tuanya tentang tes kehamilan itu, dengan keadaan menangis Ny. W lalu menjelaskan dan menceritakan bahwa itu adalah miliknya, semua berawal saat Ny. W yang seharusnya mengalami haid dibulan tersebut justru tidak kunjung haid sampai dua bulan selanjutnya, lalu Ny. W melakukan tes kehamilan mandiri dirumah dan ternyata hasilnya positif. Ny. W juga mengatakan melakukan perbuatan yang dilarang tersebut dengan pacarnya yaitu Tn. R, dia juga menceritakan bahwa dia terjerumus ke pergaulan bebas. Ny. W langsung dibawa ke Rumah Sakit untuk memastikan kehamilannya, ternyata hasilnya adalah Ny. W hamil sudah berjalan hampir empat bulan. Mendapati anaknya hamil orang tua Ny. W tidak terima dan meminta pertanggung jawab an ke keluarga Tn. R, tidak berselang lama acara pernikahan sederhana pun dilakukan. Tidak berselang lama akhirnya Ny. W melahirkan anak pertamanya yaitu An. N dan Dokter mendiagnosis bahwa An. N mengalami kelainan fisik dan gangguan perkembangan dikarenakan semasa dalam kandungan, gizi yang dibutuhkan tidak tercukupi sehingga pada saat lahir anak mengalami kecacatan. Lalu perawat V menyarankan kekeluarga An. N, agar mereferensikan anak ke fisioterapi dan program terapi yang akan membantu anak untuk menjadi lebih mandiri kedepannya, namun keluarga An. N menolak dan mengatakan itu tugas mereka untuk merawat anaknya, keluarga juga menganggap bahwa kondisi anaknya adalah hukuman dari Allah SWT karena telah dikandung sebelum orang tuanya menikah. Perawat V merasa kesal dan menganggap bahwa keluarga tidak memberikan hal yang terbaik untuk anaknya. Diagnosa keperawatannya adalah gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan pengabaian
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Tumbuh Kembang berhubungan dengan Pengabaian
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Gangguan Tumbuh Kembang: Ketidakmampuan mencapai potensi perkembangan fisik, sosial, spiritual, dan/atau intelektual sesuai dengan tahap perkembangannya.
- Pengabaian: Tidak memberikan perhatian, perlindungan, dan/atau dukungan yang dibutuhkan untuk perkembangan optimal.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Pertumbuhan dan Perkembangan Anak: Kemampuan anak dalam mencapai tahap-tahap perkembangan fisik, kognitif, psikososial, dan spiritual sesuai usia.
- Kemampuan Keluarga Merawat Anggota Keluarga: Kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang sakit atau cacat.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Stimulasi Perkembangan: Tindakan untuk meningkatkan perkembangan fisik, kognitif, psikososial, dan spiritual anak sesuai usia.
- Edukasi Kesehatan: Tindakan memberikan informasi dan/atau pengajaran untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap agar mampu merawat diri sendiri atau anggota keluarga.
Dalam kasus ini, bayi An. N mengalami kelainan fisik dan gangguan perkembangan karena ibu (Ny. W) tidak mendapatkan gizi yang cukup selama kehamilan. Keluarga menolak untuk memberikan intervensi yang terbaik bagi An. N dengan alasan agama. Hal ini menunjukkan adanya pengabaian terhadap kebutuhan tumbuh kembang bayi An. N. -
Article No. 8619 | 11 Dec 2024
Klinis : pasien mengalami pusing, mual, tidak nafsu makan, lemas. dx intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Penjelasan singkat sesuai standar SDKI, SLKI, dan SIKI PPNI:
SDKI (Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia):
Intoleransi Aktivitas didefinisikan sebagai keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik yang diinginkan atau dibutuhkan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan Intoleransi Aktivitas adalah pasien dapat melakukan aktivitas fisik sesuai toleransi, tidak mengalami kelelahan yang berlebihan, dan dapat mempertahankan kebugaran.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pemantauan tanda-tanda vital, pengaturan aktivitas dan istirahat, manajemen kelelahan, serta edukasi terkait manajemen energi dan aktivitas.
Secara akademis, kondisi pusing, mual, tidak nafsu makan, dan lemas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, yang dapat menimbulkan intoleransi aktivitas pada pasien. Peran perawat sebagai seorang pakar adalah memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif untuk mengatasi masalah tersebut sesuai dengan standar praktik keperawatan yang berlaku. -
Article No. 8620 | 11 Dec 2024
Klinis : Seorang anak usia 4 tahun dibawa ibunya ke RS dengan keluhan lemas. Hasil pengkajian: nadi lemah, frekuensi nadi 90 x/menit RR 60 x/menit, suhu tubuh 37 oC, bibir pucat, konjungtiva anemis, tampak sesak, CRT > 3 detik, ibu mengatakan anak mudah lelah bila beraktivtias dan tidak pernah lagi bermain di luar rumah, Hb 6,2 mg/dl. Apakah diagnosa utama pada kasus tersebut? a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b. Resiko ketidakefektifan pola nafas c. Intoleransi aktifitas d. Isolasi sosial e. Hambatan mobilitas
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis utama yang sesuai adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: D50.8
- Deskripsi: Anemia besi lainnya
Penjelasan:
Pasien anak usia 4 tahun menunjukkan gejala-gejala yang sesuai dengan anemia berat, yaitu nadi lemah, frekuensi nadi tinggi, pucat, konjungtiva anemis, dan Hb yang rendah (6,2 mg/dl). Hal ini mengindikasikan adanya kekurangan zat besi, yang menyebabkan terjadinya anemia.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 85.14
- Deskripsi: Transfusi sel darah merah total
Penjelasan:
Mengingat kondisi anemia yang berat, pasien mungkin memerlukan tindakan transfusi sel darah merah untuk meningkatkan kadar hemoglobin dan memperbaiki perfusi jaringan.
Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis utama yang sesuai adalah anemia besi lainnya (D50.8). Selain itu, tindakan medis yang mungkin diperlukan adalah transfusi sel darah merah (85.14) untuk mengatasi kondisi anemia yang berat. -
Article No. 8621 | 11 Dec 2024
Klinis : Seorang anak usia 4 tahun dibawa ibunya ke RS dengan keluhan lemas. Hasil pengkajian: nadi lemah, frekuensi nadi 90 x/menit RR 60 x/menit, suhu tubuh 37 oC, bibir pucat, konjungtiva anemis, tampak sesak, CRT > 3 detik, ibu mengatakan anak mudah lelah bila beraktivtias dan tidak pernah lagi bermain di luar rumah, Hb 6,2 mg/dl. Apakah diagnosa utama pada kasus tersebut? a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b. Resiko ketidakefektifan pola nafas c. Intoleransi aktifitas d. Isolasi sosial e. Hambatan mobilitas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosa keperawatan yang paling sesuai untuk kasus tersebut adalah:
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Penjelasan:
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer adalah kondisi di mana aliran darah ke jaringan perifer tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Pada kasus ini, gejala-gejala yang muncul seperti nadi lemah, frekuensi nadi tinggi, bibir pucat, konjungtiva anemis, dan CRT > 3 detik menunjukkan adanya gangguan perfusi jaringan perifer.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):
- Domain: Aktivitas/Istirahat
- Kelas: Kardiovaskular/Sirkulasi
- Kode: 00228
- Definisi: Penurunan sirkulasi darah ke jaringan perifer yang dapat mengancam kesehatan.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):
- Domain: Aktivitas/Istirahat
- Kelas: Kardiovaskular/Sirkulasi
- Kode: 30001
- Luaran: Perfusi Jaringan Perifer
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
- Domain: Aktivitas/Istirahat
- Kelas: Kardiovaskular/Sirkulasi
- Kode: 6340
- Intervensi: Manajemen Perfusi Jaringan
Jadi, diagnosa keperawatan utama yang sesuai pada kasus ini adalah Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer. -
Article No. 8622 | 11 Dec 2024
Klinis : Seorang anak usia 4 tahun dibawa ibunya ke RS dengan keluhan lemas. Hasil pengkajian: nadi lemah, frekuensi nadi 90 x/menit RR 60 x/menit, suhu tubuh 37 oC, bibir pucat, konjungtiva anemis, tampak sesak, CRT > 3 detik, ibu mengatakan anak mudah lelah bila beraktivtias dan tidak pernah lagi bermain di luar rumah, Hb 6,2 mg/dl. Apakah diagnosa utama pada kasus tersebut? a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b. Resiko ketidakefektifan pola nafas c. Intoleransi aktifitas d. Isolasi sosial e. Hambatan mobilitas
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Definisi: Ketidakcukupan aliran darah dan oksigen ke jaringan perifer untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Ditandai dengan: nadi lemah, frekuensi nadi 90 x/menit, CRT > 3 detik, bibir pucat, konjungtiva anemis.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Perfusi jaringan perifer: Tujuan akhir: Adekuat
Indikator:
- Nadi perifer teraba baik
- Pengisian kapiler <3 detik
- Suhu ekstremitas hangat
- Tidak ada rasa kebas/kesemutan
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Monitor tanda-tanda vital secara berkala
2. Kaji perfusi perifer (pengisian kapiler, suhu ekstremitas, nadi perifer)
3. Berikan posisi yang meningkatkan aliran balik vena (elevasi ekstremitas)
4. Fasilitasi istirahat dan tidur yang adekuat
5. Kolaborasi pemberian terapi cairan/transfusi darah sesuai indikasi
b. Risiko Ketidakefektifan Pola Napas
Definisi: Berisiko mengalami penurunan kemampuan untuk mempertahankan pola napas yang efektif.
Ditandai dengan: Tampak sesak, frekuensi napas 60 x/menit.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Status Pernapasan: Tujuan akhir: Efektif
Indikator:
- Frekuensi napas dalam rentang normal
- Irama napas teratur
- Tidak ada retraksi otot bantu pernapasan
- Tidak ada suara napas tambahan
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Monitor tanda-tanda vital secara berkala
2. Kaji status pernapasan (frekuensi, irama, penggunaan otot bantu pernapasan)
3. Berikan posisi semi-fowler untuk memudahkan pernapasan
4. Berikan oksigen sesuai indikasi
5. Kolaborasi pemberian terapi obat bronkodilator/mukolitik jika diperlukan
c. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakmampuan untuk bertoleransi terhadap aktivitas fisik.
Ditandai dengan: Anak mudah lelah bila beraktivitas dan tidak pernah lagi bermain di luar rumah.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Toleransi Aktivitas: Tujuan akhir: Membaik
Indikator:
- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kelelahan yang berlebihan
- Tidak ada sesak napas saat beraktivitas
- Tanda-tanda vital stabil saat beraktivitas
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Kaji tingkat toleransi aktivitas anak
2. Ajarkan teknik pengaturan aktivitas dan istirahat yang seimbang
3. Berikan edukasi kepada keluarga tentang pentingnya aktivitas fisik yang tepat
4. Dorong anak untuk melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk peningkatan asupan nutrisi
Berdasarkan data yang diberikan, diagnosa keperawatan utama yang paling sesuai adalah Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer. Hal ini didukung oleh tanda-tanda seperti nadi lemah, bibir pucat, konjungtiva anemis, dan CRT yang memanjang. Intervensi keperawatan utama yang diperlukan adalah pemantauan tanda vital, pengkajian perfusi perifer, serta kolaborasi pemberian terapi cairan/transfusi darah. Luaran yang diharapkan adalah perfusi jaringan perifer yang adekuat. -
Article No. 8623 | 11 Dec 2024
Klinis : Seorang anak usia 2 tahun dibawa ibunya ke poliklinik dengan keluhan mudah lelah dan kurang aktif Hasil pemeriksaan: frekuensi nadi 100 x/menit, RR 50 x/ menit, tekanan nadi kuat, auskultasi: bising jantung di sela iga 2 kiri. Hasil echocardiografi kesan hipertropi ventrikel. Apakah masalah keperawatan utama pada anak tersebut? a. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. Pola napas tidak efektif c. Gangguan tumbuh kembang d. Penurunan curah jantung e. Intoleransi aktifitas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat, berdasarkan kasus yang diberikan, masalah keperawatan utama yang dapat diidentifikasi adalah:
d. Penurunan curah jantung
Penjelasan:
Berdasarkan hasil pemeriksaan, anak tersebut mengalami gejala-gejala yang mengarah pada penurunan curah jantung, yaitu:
- Frekuensi nadi yang tinggi (100x/menit)
- Frekuensi napas yang cepat (50x/menit)
- Bising jantung di sela iga 2 kiri
- Hasil echocardiografi menunjukkan hipertrofi ventrikel
Penurunan curah jantung dapat terjadi akibat gangguan struktural jantung, seperti hipertrofi ventrikel yang ditemukan pada kasus ini. Hal ini dapat menyebabkan anak mudah lelah dan kurang aktif, karena jantung tidak dapat memompa darah secara efektif untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh.
Diagnosa Keperawatan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Penurunan Curah Jantung
Definisi:
Penurunan volume darah yang dipompa oleh jantung per satuan waktu.
Penyebab:
- Gangguan struktural jantung (hipertrofi ventrikel, stenosis katup)
- Gangguan kontraktilitas jantung
- Gangguan irama jantung
- Gangguan pengisian jantung
Gejala dan Tanda:
- Dispnea, ortopnea
- Fatigue, letargi
- Edema perifer
- Nadi lemah dan takikardi
- Bising jantung
Rencana Asuhan Keperawatan (SLKI dan SIKI):
- Pemantauan tanda-tanda vital dan output jantung
- Pemberian oksigen, jika diperlukan
- Manajemen aktivitas
- Edukasi dan dukungan keluarga -
Article No. 8624 | 11 Dec 2024
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang Anda berikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka.
Faktor yang Berhubungan: Produksi sekret yang berlebihan, adanya lesi di paru.
Gejala dan Tanda: Batuk berdahak, sesak napas, suara napas bronkial di paru kanan atas.
2. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Faktor yang Berhubungan: Penurunan nafsu makan.
Gejala dan Tanda: Penurunan berat badan.
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
SDKI merupakan panduan resmi yang dikeluarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan yang tepat berdasarkan pola respons klien.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
SLKI merupakan panduan resmi yang dikeluarkan oleh PPNI untuk menetapkan luaran (outcome) keperawatan yang diharapkan dari intervensi yang diberikan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
SIKI merupakan panduan resmi yang dikeluarkan oleh PPNI untuk menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan.
Dengan mengacu pada SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, terstruktur, dan sesuai dengan standar profesi. -
Article No. 8625 | 11 Dec 2024
Klinis : Seorang anak usia 2 tahun dibawa ibunya ke poliklinik dengan keluhan mudah lelah dan kurang aktif Hasil pemeriksaan: frekuensi nadi 100 x/menit, RR 50 x/ menit, tekanan nadi kuat, auskultasi: bising jantung di sela iga 2 kiri. Hasil echocardiografi kesan hipertropi ventrikel.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan kondisi yang Anda berikan, dapat disimpulkan bahwa anak tersebut mengalami kondisi Gagal Jantung Kongestif. Berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat, dan standar SDKI-SLKI-SIKI yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan:
Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakcukupan suplai oksigen ke jaringan akibat Gagal Jantung Kongestif.
Penjelasan Singkat:
Intoleransi Aktivitas merupakan ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin akibat ketidakmampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen selama aktivitas. Pada kasus ini, Gagal Jantung Kongestif menyebabkan penurunan kemampuan jantung untuk memompa darah secara efektif, sehingga suplai oksigen ke jaringan menjadi tidak memadai, terutama saat melakukan aktivitas.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kode Diagnosis: 00092
Definisi: Keterbatasan dalam melakukan pekerjaan atau aktivitas rutin yang diinginkan akibat ketidakmampuan fisiologis.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Kode Luaran: 00088 Toleransi Aktivitas
Definisi: Kemampuan untuk melakukan pekerjaan atau aktivitas rutin yang diinginkan tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Kode Intervensi: 6540 Manajemen Aktivitas
Definisi: Memfasilitasi dan mendukung aktivitas fisik seseorang untuk meningkatkan atau mempertahankan fungsi fisik dan psikologis.
Tone: Akademis
Persona: Pakar, Perawat -
Article No. 8626 | 11 Dec 2024
Klinis : Seorang anak usia 3 tahun dibawa ke poliklinik tumbuh kembang dengan keluhan belum mampu mengucapkan 3 kata. Hasil pemeriksaan: fisura palpebra miring keatas dan keluar, hidung kecil, kulit leher berlipat dan kendur, anak belum mampu makan sendiri dan toilet training. Orang tua sangat cemas tentang ketrampilan motorik anak.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
Keterlambatan perkembangan (SDKI: Delay in development)
Penjelasan:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Keterlambatan perkembangan didefinisikan sebagai kondisi di mana anak mengalami penyimpangan atau perbedaan yang signifikan dalam mencapai tahapan perkembangan yang sesuai dengan usia.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Luaran yang diharapkan adalah anak dapat mencapai perkembangan yang sesuai dengan usianya, orang tua dapat memahami dan berpartisipasi dalam upaya stimulasi perkembangan anak.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pengkajian perkembangan anak, identifikasi faktor risiko, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (misalnya dokter anak, terapis okupasi), pemberian stimulasi perkembangan, serta edukasi dan konseling bagi orang tua.
Dalam kasus ini, anak usia 3 tahun mengalami keterlambatan perkembangan, terutama dalam aspek komunikasi, motorik, dan kemandirian. Hal ini ditandai dengan anak belum mampu mengucapkan 3 kata, belum dapat makan sendiri, dan belum dapat melakukan toilet training. Selain itu, ditemukan juga ciri-ciri fisik yang mengarah pada kelainan genetik, seperti fisura palpebra miring ke atas dan keluar, hidung kecil, serta kulit leher berlipat dan kendur.
Perawat berperan penting dalam melakukan pengkajian menyeluruh, memberikan stimulasi perkembangan yang sesuai, serta mengedukasi orang tua agar dapat memahami kondisi anak dan terlibat aktif dalam upaya meningkatkan perkembangan anak. -
Article No. 8627 | 11 Dec 2024
Klinis : Seorang anak usia 4 tahun dirawat dengan keluhan lemas dan mudah lelah. Hasil pengkajian: konjungitva anemis, akral sianosis, riwayat mendapat transfusi darah PRC 1x/ bulan. Pemeriksaan laboratorium: Hb 6 gr/dl. Perawat merumuskan masalah gangguan perfusi jaringan perifer dengan tujuan perfusi jaringan dapat dipertahankan.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, sebagai seorang perawat, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran/output, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi tersebut adalah "Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif" (SDKI, 2017). Diagnosa ini didasarkan pada:
1. Gejala utama: lemas dan mudah lelah.
2. Tanda-tanda fisik: konjungtiva anemis, akral sianosis.
3. Riwayat transfusi darah PRC 1x/bulan.
4. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 6 gr/dl.
Semua temuan ini menunjukkan adanya gangguan perfusi jaringan perifer yang tidak efektif, yang ditandai dengan penurunan oksigenasi dan nutrisi jaringan.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan:
1. Perfusi Jaringan Perifer: Tujuan: Perfusi jaringan perifer dapat dipertahankan. Kriteria hasil:
a. Warna kulit dan membran mukosa membaik.
b. Suhu ekstremitas membaik.
c. Kapillary refill time membaik.
d. Kadar Hb meningkat.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, intervensi keperawatan yang perlu dilakukan adalah:
1. Pemantauan Perfusi Jaringan
a. Pantau tanda-tanda vital.
b. Pantau warna, suhu, dan kapillary refill time ekstremitas.
c. Pantau kadar Hb.
2. Manajemen Anemia
a. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
b. Berikan suplemen besi dan nutrisi seimbang.
c. Fasilitasi pemberian transfusi darah jika diperlukan.
3. Manajemen Kelelahan
a. Anjurkan istirahat yang cukup.
b. Bantu aktivitas sesuai toleransi anak.
c. Berikan terapi relaksasi jika perlu.
Penerapan intervensi-intervensi tersebut diharapkan dapat mempertahankan perfusi jaringan perifer anak, sehingga dapat meningkatkan status kesehatan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Semoga penjelasan ini dapat membantu Anda. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk menanyakannya. Wassalamualaikum.